Bismillahirohmanirohim.
Tok…tok…tok…
Ketukan pintu dari luar kamar membuat gadis yang menempati kamar tersebut menoleh, sambil mengerutkan dahinya bingung.
"Mbak Aira, ini Azzar, boleh Azzar masuk?" ucap seorang dari luar kamar gadis yang bernama Aira itu.
Kel.
Pintu terbuka.
"Kenapa Zar?" tanya Aira dengan teheran.
Azzar menatap sebentar mbaknya itu. "Bicara di dalam ya mbak, nggak enak kalau ada yang denger." ucapnya yang mendapatkan persetujuan dari Aira.
"Ada apa, Zar?" Aira kembali bertanya dia bingung dengan sikap sepupunya ini. Kini Azzar duduk disebelah mbaknya di sofa yang ada di kamar Aira.
Azzar menatap nanar sang mbak walaupun umurnya masih 19 tahun tapi dia mengerti perasaan mbaknya. Yang harus terpaksa menikah dengan orang yang sudah dijodohkan dengan dirinya.
"Mbak." Ucapnya pelan.
"Iya, kenapa Zar."
"Mbak Aira beneran mau menerima perjodohan ini." Ucap Azzar pelan, dia tidak ingin melihat mbak satu-satunya sedih.
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Azzar untuk dirinya Aira menghela nafas sejenak.
"Ini semua sudah keputusan mbak dari awal Zar." Aira tersenyum pada Azzar.
Kini Azzar ikut menghela nafas pelan. "Mbak kalau emang mbak Aira nggak siap nanti biar Azzar bicara sama nenek dan kakek, juga umi dan abi." Usulnya, Aira menggeleng lemah.
"Tidak Zar mbak akan tetap melanjutkan perjodohan ini, semua ini sudah janji mbak Aira sama mama dan papa mbak sebelum mereka pergi." Ada rasa sedih saat Aira mengucapkan nama kedua orang tua nya.
"Tapi mbak, emang mbak bisa nikah sama orang yang nggak mbak cintai?" pertanyaan yang terlontar dari Azzar membuat Aira tersenyum. Gadis berkulit putih bersih itu selalu menampkan senyum indah yang menghiasi wajahnya.
"Azzar nikah itu bukan hanya tentang cinta, masalah cinta akan datang sendirinya pada waktunya, Insyaallah."
"Kamu tau Azzar qobiltu nikah jenis cinta itu bukan hanya saling mencintai satu sama lain, tapi ada beberapa qobiltu nikah jenis cinta." Jelas Aira.
"Contohnya mbak?" Aira kembali tersenyum pada Azzar.
"Contohnya seperti ini, jika cinta pada pandangan pertama itu adalah kisah cinta nabi Adam dan ibu hawa. Mereka saling jatuh cinta satu sama lain kala dipertemukan, saat itu keduanya langsung jatuh cinta pandangan pertama."
"Yang kedua saling mencintai satu sama lain itu seperti nabi Ibrahim dan Sarah. Mereka berdua menikah karena saling mencintai. Sedangkan nabi Ibrahim dan Hajar cinta karena pengabdian."
"Sedangkan cinta pengorbanan. Itu adalah cinta Aisah dan Fir'aun. Kamu tau kan Zar seperti apa teguhnya keimanan Aisah?"
"Iya mbak, perjalanan hidup Aisah istri Fir'aun adalah salah satu contoh wanita yang sangat patut diteladani." Sahut Azzar.
"Masya Allah." Jawab Aira kembali tersenyum, lalu dia melanjutkan perkataannya.
"Saling mencintai dalam diam itu adalah kisah cinta sayyidah Fatimah Az-zahra dan sayyidina Ali bin Abi thalib. Sedangkan mencintai yang lebih tua itu Rasulullah dan sayyidah Khadijah." Lanjut Aira lagi.
"Lalu apakah ada kisah tentang qobiltu nikah jenis cinta yang dijodohkan?" Azzar mulai penasaran dengan semua penjelas mbak nya Aira.
"Pertanyaan yang bagus."
"Dan yang terakhir qobiltu nikah jenis cinta itu adalah kisah cinta dalam perjodohan. Kisah cinta nabi Musa dan Safura. Yang terakhir dari yang paling terakhir yaitu kisah cinta Rasulullah dan sayiddah Aisyah, tumbuhnya cinta diantara keduanya setelah pernikahan." Aira menyudahi penjelasanya dengan tersenyum.
"Jadi Insyaallah cinta mbak dan suami mbak nanti seperti kisah cinta nabi Musa dan Safura, kalau tidak seperti kisah cinta Rasulullah dan syaiddah Aisyah, Aamiin."
Azzar tertegun sejenak dengan apa yang disampaikan oleh mbak nya. "Berarti mbak Aira sudah menerima semuanya?" tanya Azzar tambah penasaran. Bisa sekuat itukah mbak sepupu dari kembaran ayahnya itu.
Aira kembali menangguk. "Mbak sudah siap menikah Azzar bukan ingin menikah. Karena siap dan ingin menikah berbeda artinya. Jika mbak sudah siap menikah itu artinya mbak sudah siap dalam segala cobaan yang akan mbak dapatkan setelah menikah. Jika mbak harus menikah dengan cara dijodohkan mungkin benar dia adalah jodoh yang Allah takdirkan untuk mbak."
"Alhamdulillah kalau mbak menerima semuanya dalam lapang dada, Azzar kira mbak akan bersedih setelah kemarin Kakek membahas perjodohan untuk mbak Aira. Kalau gitu Azzar permisi mbak masih ada tugas yang harus Azzar kerjain." Ucapnya setelah itu berlalu dari kamar Aira.
Aira beranjak dari duduknya setelah Azzar sudah tidak terlihat lagi di dalam kamarnya. Umur Azzar terpaut 3 tahun antara Aira dan Afka. Mereka berdua menganggap Azzar sudah seperti saudara kandung sendiri, apalagi ayah keduanya kembar. Setelah kedua orang tua Afka dan Aira meninggal, ayah dan ibu dari Azzar menjadi sosok pengganti untuk Aira dan Afka sebagai orang tua.
Aira menghela nafas sejenak. "Ya Allah semoga semua ini adalah jalan yang terbaik menurut Engkau untuk diriku." Doa Aira.
Jika boleh jujur dia belum siap untuk menerima semua ini, tapi keyakinan Aira jika Allah selalu ada untuknya membuatnya yakin jika ini adalah pilihan yang tepat.
Bismillahirohmanirohim.
Pagi hari. Di ruang makan rumah keluarga Arga.
"Aira nanti nenek, kakek, opa dan oma juga akan kesini untuk membahas masalah perjodohan kamu."
"Iya abi." Aira ikut bergabung di meja makan.
Pagi ini mereka semua menikmati makanan yang dimasak oleh Aqila istri dari Arga.
"Kita makan dulu." Ucap Arga kemudian saat melihat mereka semua sudah berada di ruang makan.
Afka yang duduk disebelah kembarnya itu seakan merasakan apa yang sedang Aira rasakan. Mereka semua makan dalam keadaan tenang.
Selesai makan Aira membantu Aqila membereskan meja makan, sedangkan Arga sudah berangkat bekerja begitu juga dengan Afka. Untuk Azzar dia juga harus pergi kuliah, Azzar masih termasuk mahasiswa baru di salah satu universitas Bandung. Mereka sebelumnya sudah berpamitan pada Aqila dan Aira. Afka juga biasanya akan membantu kakeknya untuk mengajar para santri.
"Aira selesai cuci piring umi mau bicara sama kamu." Ucap Aqila, karena pekerjaannya sudah beres dia berlalu pergi meninggalkan Aira menuju ruang tamu.
Aira yang cucian piring nya sudah hampir selesai menoleh sebentar pada umi Aqila. "Iya umi." Sahut Aira.
Di ruang tamu.
Aira terlihat duduk bersebelahan dengan Aqila. "Aira umi mau tanya sama kamu, tapi kamu harus jawab jujur." Ucap Aqila serius.
"Iya umi."
"Kamu bener setuju dengan perjodohan ini?" semalam Azzar yang bertanya tentang perjodohan sekarang sang umi.
Aira mengangguk pelan. "Aira sudah putuskan umi. Insya Allah Aira siap."
"Baiklah umi harap kamu ikhlas dengan semua ini, tapi jika kamu ingin membatalkan perjodohan ini masih ada waktu biar umi yang bicara pada abimu dan kakek beserta nenekmu."
"Insya Allah Aira sudah siap umi." Aqila tersenyum mendapatkan jawaban dari Aira.
Suara mobil membuat kedua wanita berbeda usia itu reflek berdiri. "Mungkin nenek dan kakek umi juga opa, oma." Ucap Aira, mereka berdua tertawa bersama.
"Mari kita sambut mereka." ajak Aqila.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam." Aqila dan Aira menyambut tamu mereka. Keduanya menyalami punggung tangan keempat orang yang berbeda usia dan jenis itu.
"Abi, umi, papa dan mama ayo masuk dulu."
Sampai di ruang tamu Aira membantu Aqila menyiapkan minuman dan juga beberapa cemilan untuk tamu mereka.
Beberapa menit kemudian Aira dan Aqila sudah berkumpul di ruang tamu bersama kedua nenek dan kedua kekek Aira.
"Aira kapan wisuda?" tanya Jaya opa Aira, ayah dari ibu kandungnya.
"Dua minggu lagi opa Insyaallah"
Suasana di ruang tamu itu kembali hening setelah percakapan sebentar Aira dan opa nya.
"Hmmm" dehem kakek Aira yang satu lagi, kakek dari sang ayah.
"Aira pernikahanmu satu minggu setelah kamu wisuda akan segera dilaksanakan" semua mata kini tertuju pada Aira.
"Secepat itukah" batin Aira.
Aira menarik nafas sejenak, baru saja dia menerima semua ini dengan lapang dada, tapi Aira tidak menyangka jika pernikahan dirinya dengan orang yang belum pernah dia temui sama sekali akan secepat ini.
"Aira sipa kapan saja kek" jawab Aira mantap.
"Alhamdulillah"
Semua orang bernafas lega melihat Aira menyetujui ucapan kakeknya.
Lina tidak menayangkan kisah pernikahan anak dan cucunya hampir sama, atas perjodohan, tapi Lina merasa ini semua untuk kebaikan cucu perempuan satu-satunya itu.
Aqila bisa merasakan jika sebenarnya Aira masih berat dengan semua ini, Aqila mengelus punggung Aira dengan lembut. Menurutanya Aira sudah seperti putri kandungnya sendiri.
"Aira nenek mau bicara boleh" ucap umi Rika.
"Oma juga ingin ngobrol bersama Aira" sahut Lina.
"Kalau begitu biar kita ajak Aira ketaman umi, mama" usul Aqila yang disetujui Jaya dan abi Misbah kakek dari Aira.
Mereka berdua tahu Aira butuh waktu untuk semua ini.
Di taman.
"Aira umi harap kamu bisa menjalani rumah tangga dengan baik nanti"
"Amin" sahut ketiga wanita yang berada disisi umi Rika.
"Aira oma berpesan sama kamu" Aira menoleh pada Lina. "Dalam hidup berumah tangga itu tidak boleh ada yang 'paling' tapi harus bisa 'saling' dan jangan pernah memutuskan untuk berpaling. Kamu tahukan maksud oma" Lian menatap lembut cucunya yang sudah dewasa itu. Dia tahu. Bahwa cucu perempuannya ini adalah gadis yang cerdas.
Setiap melihat Aira, Lian selalu teringat akan mendiang putri satu-satunya kecelakaan beberapa tahun lalu sungguh berdampak buruk pada mereka yang ditinggalkan.
"Iya oma Aira mengerti" mereka semua kembali tersenyum pada Aira.
Kini giliran umi Rika yang bersuara kembali. "Aira"
"Iya nek" umi Rika tersenyum.
"Aira kunci harmonisnya sebuah rumah tangga itu berserah dirilah pada Allah. Semakin dekat (suami dan istri) dengan Allah maka akan semakin harmonis dan bahagia rumah tangganya. Namun apabila mereka jauh dengan Allah maka jauh pula rumah tangga mereka dari kata harmonis dan bahagia"
"Terima kasih oma, nenek dan umi atas semuanya" gadis berbalut gamis nevy itu memeluk ketiga wanita yang sangat berharga di dalam hidupnya secara bergantian.
"Jangan lupa minta restu sama mama dan papa ya Ai, mereka pasti bahagia disana melihat putri mereka sebentar lagi akan menikah" ucap Aqila kala Aira memeluknya. Isak tangis Aira membuat Aqila lebih memeluk erat putrinya.
"Jangan menangis lagi Ai, nanti kita bareng-bareng ziarah kesana" tambah Aqila lagi, Aira mengangguk dalam pelukan Aqila.
Lina sangat bersyukur Aqila yang merupakan ipar dari almarhum Nadira itu menyayangi Aira dan Afka seperti dia menyayangi Azzar putar mereka sendiri, bahkan Arga dan Aqila tidak pernah membedakan ketiganya.
Bismillahirohmanirohim.
Di tempat lain, terlihat seorang laki-laki tengah menahan amarahnya, rahangnya mulai mengeras dengan sempurna, mukanya sudah memerah karena menahan mara. Dia baru saja sampai rumah tapi sudah mendengar perkataan yang tidak menyenangkan menurut dirinya dari kedua orang tuanya.
"Yang benar saja ma, pa Ken bisa menentukan pilihan Ken sendiri, kenapa harus pakai acara perjodohan segala. Sekarang udah nggak jaman ya main jodoh-jodohan ma, pa."
Laki-laki itu berkata dengan kepala tertunduk lemah, dia tidak menyangka kedua orang tuanya akan menentukan tentang kisah cintanya juga.
"Tidak ada bantahan Ken ini semua sudah diputuskan." Tegas Deri.
Sekuat apapun Ken membantah kedua orang tuanya, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa, cara satu-satunya adalah pasrah.
"Kenapa pa? bukankah Ken bisa memilih untuk pasangan hidup Ken sendiri tidak harus dengan cara dijodohkan." Sahutnya lagi masih tak terima.
"Umurmu sudah matang Ken, ini saatnya kamu menikah lagi pula mama dan papa tidak mencarikan istri sembarangan untuk dirimu dia wanita baik." Tambah Deri lagi yang membuat Ken semakin mengeraskan rahangnya. Dia tak habis pikir dengan mama dan juga papa nya.
"Kamu harus menerima perjodohan ini Ken." Tambah Nina mama Ken.
Ken menatap mama nya tidak percaya. "Terserah mama sama papa saja, kalian yang mengatur hidup Ken." Sahut Ken dengan lantang.
Nina yang baru pertama kali melihat putranya berbicara dengan begitu keras tersentak kaget.
"Apa yang kau lakukan Ken, kamu membentak mamamu sendiri." Emosi Deri.
"Maaf." Sesal Ken, baru saja kakinya hendak pergi dari hadapan kedua orang tuanya suara sang papa membuat Ken kembali diam di tempat.
"Tiga minggu lagi acara pernikahan kamu dan putri sahabat mama dan papa akan segera dilaksanakan."
"Secepat itukah? bahkan aku belum menyetujui perjodohan ini." Ucap Ken lirih.
"Mama dan papa tidak butuh kata setuju dari kamu Ken, jika dalam tiga minggu ini kamu berani macam-macam jangan harap papa akan memaafkanmu." Tegas Deri yang masih bisa mendengar ucapan putranya.
"Terserah papa." Ken benar-benar pergi dari hadapan Nina dan Deri.
"Ken!" bentak Deri tertahan.
"Sudah mas dia butuh waktu, masih ada waktu dua minggu lebih lagi untuk Ken menerima ini semua, pasti dia butuh banyak waktu sekarang." Cegah Nina saat Deri akan menyusul Ken.
"Kamu benar ma." Ucapnya.
Deri dan Nina juga sebenarnya tidak ingin mengatur hidup Ken, tapi kejadian beberapa tahun lalu membuat mereka berjanji pada diri sendiri. mereka sendiri yang meminta pada kedua orang tua sang gadis yang akan dijodohkan dengan Ken. Jika mereka akan menjodohkan anak mereka dengan anak Nadira dan Arka.
Bahkan Deri dan Nina tidak percaya jika Nadira dan Arka menerima niat mereka untuk menjodohkan putra-putri mereka disaat nafas terakhir yang dimiliki Arka dan Nadira. Deri dan Nina tentu merasa senang atas keputusan Nadira dan Afka, tapi mereka lupa bahwa Ken lah yang akan menjalani semuanya.
"Papa harap Ken mau menerima perjodohan ini dengan lapang dada, ini semua juga untuk kebaikan Ken ma. Papa tidak mau Ken terjebak pergaulan diluar sana. Papa percaya Ken bisa menjaga dirinya dari perbuatan terlarang, tapi papa tidak bisa menjamin Ken akan terus bertahan di tempat seperti itu. Karena setan selalu menggoda manusia."
"Untuk menjerumuskan manusia di lubang yang salah terus menerus, apa lagi setan mudah sekali menyesatkan manusia." Keluh Deri.
"Mama juga tahu pa, tapi biarkan beberapa hari ini Ken berfikir jangan terlalu memaksakan dirinya."
"Mama percaya Insya Allah Ken akan menyetujui perjodohan ini." Deri mengangguk mengiyakan ucapan istrinya.
"Mungkin kita lusa ziarah dulu ke makan Nadira dan Arka, mas." Usul Nina.
"Iya ma sekalian juga kita ajak Ken."
Di kamar Ken.
"Argh…..! apa salah gue kenapa gue harus dijodohin segala." Maki Ken.
Dia menatap kosong jendela kamarnya yang tembus langsung menampakan keindahan kota Bandung.
"Tiga minggu lagi." gumunya seperti orang tak bernyawa.
Di dalam kamarnya Ken menjadi begitu kacau.
Tiga minggu lagi bukan waktu yang lama untuk Ken, bahkan tiga minggu lagi itu seakan hanya sejengkal jari.
"Bahkan gue belum pernah sekalipun ketemu sama cewek yang akan menjadi istri gue nanti." Lagi-lagi Ken meratapi nasibnya sendiri.
Ken membaringkan dirinya di atas kasur sambil menatap langit-langit kamarnya. "Gue emang belum memiliki wanita yang bisa mengisi hati gue tapi nggak dengan cara dijodohkan juga bukan." Lamun Ken.
Tak terasa lama kelamaan matanya terpejam. Hingga satu jam terlewatkan dirinya terbangun akibat suara dari handphone miliknya.
"Halo." Sapa Ken saat sudah menggeser tombol hijau di handphonenya.
"Ken nanti jam satu ada pertemuan dengan kleanit di restoran xx dekat taman, jangan sampai telat, ini kleanit penting banget soalnya." Ucap orang dari seberang telepon langsung to the point.
"Cek." Ken berdecak kesal, baru saja hari ini dirinya beristirahat sudah ada kerjaan lagi.
"Iya abis dzuhur gue kesana." Setelanya Ken mematikan telepon secara sepihak.
"Astagfirullah udah dzuhur dari tadi ternyata, gue ketiduran."
Ken yang tersadar langsung pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. 25 menit lagi jam satu itu artinya Ken tidak memiliki waktu lama untuk datang ke restoran xx di dekat taman yang dimaksud orang di seberang telepon tadi, untungnya restoran xx tidak teralu jauh dari rumah orang tuanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!