Nadira menatap luas bandara di hadapannya. Menghembuskan nafas mencoba melawan rasa yang menyesakkan dada. Ini demi kasus! Jangan buang sia-sia rejeki didepan mata. Uang akan mengalir menumpuk di rekening. Semangat, Dira!!!
"kayak mo perang aja lo!" Dewa mencoba mengalihkan pikiranku tentang masa lalu itu
"kalau bukan karena duitnya yang gede, ogah gue balik ke negara ini" balasku.
"bukannya setiap liburan juga lo ke sini?" lagi lagi Dewa dengan jiwa keponya membombardir lagi dengan pertanyaannya
"itu beda. Kalau libur, gue berarti nengok si kembar. Menjernihkan pikiran sekaligus mendoakan mereka biar bisa bawa gue ke surga. Kalau cuma sekedar refresing, ogah gue kesini. Bukannya otak tambah sehat, yang ada bisa jadi gila" jawabku
"lo masih dendam?" tanya Dewa lagi. Dia adalah sahabat lamaku. Secara otomatis, dia juga tau tentang kisahku
"bukan dendam sih. Lebih ke ngga mau ketemu aja. Kalau bisa, biarlah amnesia juga gue ikhlas"
"kita pulang aja. Jemputan sudah sampai tuh. Kita lanjut ngobrol di hotel nanti"
Kami berdua berlalu kedalam mobil jemputan. Sekitar 30 menit kami sudah sampai di hotel. Ucapan selamat datang menyambut kami di pintu hotel. Memang jasa konsultan kami sangat terkenal disini. Selain mahal, juga karena kasus yang kami tangani biasa kami menangkan. Itupun dengan bukti sangat akurat dan terpercaya.
Tentu saja karena selain kami pintar berkosakata, kemampuan ku dalam bidang IT tak perlu ditanyakan. Soal menyabotase, mencari data-data hilang itu sudah menjadi keahlianku. Pokoknya, dengan mengontrak kami, layanan terdepan akan kami berikan
"kita akan ke persidangan lusa, bu! Ini data klien yang akan kita bela.
CEO Megantara grup. Rafli Admaja. Anak sulung tuan Geo Admaja dan nyonya Lasmi Admaja. Kebetulan Megantara grup perusahaan yang baru mereka bangun bekerja sama dengan Sebangun grup. Milik dari tuan Raditya Sebangun. Meskipun perusahaan ini baru, tapi perkembangan yang luar biasa kemungkinan memunculkan musuh bisnis baru. Mereka kehilangan beberapa data perusahaan dan dituduh penggelapan pajak.
Besok pukul 10.00 jadwal Anda akan bertemu dengan tuan Rafli untuk menjelaskan lebih detail mengenai masalah ini"ujar Sheila. Dia adalah asisten ku. Sengaja kusuruh duluan untuk meneliti masalah ini lebih dulu
"ok. Thank you. Kamu besok ingatkan saya lagi tentang pertemuan besok ya!" pesanku pada Shela. Waktu sudah malam. Saatnya merebahkan diri
"baik, bu"
Setelah Sheila pergi, Dewa kembali mendekat. Segera saja kugeplak kepalanya
"ngapain ngumpet? Orang kerja juga. Kenapa? Masih malu ketemu Sheila?" ujarku lantang. Terlihat beberapa orang menatap kami
"jangan keras-keras. Ta* lo. Suka banget kalau gue ternistakan"
Sontak saja jawaban Dewa membuatku semakin ngakak
"dia mungkin belum percaya kalau lo sudah sembuh. Mungkin dia berpikir, lo ngedeketin dia biar kelainan lo ngga semakin kesebar" balasku sambil bergegas menuju kamar.
"otak lo lama-lama gue sikat juga ya, Ra. Apa perlu nih gue kekamar Sheila kalau adek gue juga bisa bangun hanya karena ngeliat dia aja" Dewa seperti nya masih tidak terima
"heleh, gayaan. Tadi ngapain aja, cyin?!"
"kaget gua. Masih jetlag" balas ya ngasal
"Alesan! Mandi buruan. Gue mau jalan-jalan sebentar" ucapku singkat
"bobo, Ra. Jam 8malam nih. Capek gue!besok harus ketemu klien. Gua ngga yakin kalau lo mau nemuin mereka"
Yah seperti itulah kenyataan nya. Biarpun sudah berkali kali ke spekiater, namun ketakutanku ketemu orang, belum sepenuhnya hilang. Kalau mau, aku akan mendampingi Dewa, kalau ngga, aku hanya dikamar sambil meretas komputer guna mencari bukti untuk memenangkan kasus
"gue masih separah itu ya, Wa?" tanyaku sambil tertunduk. Berulang kali spekiaterku bilang harus menemui mereka yang telah membuat masalah denganku. Namun kenyataannya, tak semudah itu. Baru membayangkan wajahnya saja, seluruh badanku sudah gemetaran. Apalagi untuk menemuinya,,,,
Kurasakan tubuhku dipeluk dari samping. Selalu Dewa, yang menjadi penyejuk hatiku.
"it's ok. Gue temenin sampai trauma lo sembuh. Kita teman. Right?"
Segera kubalas pelukannya. Aku sangat beruntung. Sangat sangat beruntung
Jam masih menunjukkan pukul 7pagi.tapi Dewa dengan segala tingkah absurdnya sudah membuatku hilang nafsu.
"ngga ada alasan ya, Ra. Lo harus hadir di pertemuan nanti. Bisa ngga sembuh-sembuh penyakit gue kalau kelamaan sama duda keren macam dia. Buruan dandan. Temui klien bareng gue. Ngga ada alasan" lagi dan lagi rong rongan Dewa menguasai kamar hotel kami
"nungguin kak Romi ajalah. Gue paling males ketemu orang baru. Apalagi itu Admaja. Males gue, Wa!" aku masih males bangun. Semalaman aku sudah membaca kasus ini. Sedikit banyak, aku sudah menemukan bukti-bukti kuat untuk ke pengadilan
"nunggu Romi kelamaan, Romlah!!!! Romi ntar malam baru datang. Meeting kita jam 10.00.Rafli keburu jamuran!" Dewa masih terus-terusan menggeret tanganku untuk bangun.
"setan memang ni orang. Ngga liat apa Semalaman gue didepan komputer. Masih belibet ni otak, malah disuruh bangun pagi" umpatku dalam hati
"iya iya gue bangun. Suruh si Sheila pesan ruangan terbuka. Gue masih ngga nyaman ada ditempat tertutup" segera kuturunkan kaki melangkah ke kamar mandi daripada mendengarkan Dewa ceramah terus
"Sippp!!!!"
Selesai mandi masih ada waktu untuk sekedar sarapan. Dewa ternyata sudah memesan beberapa makanan untuk kami sarapan.
"jalan-jalan bentar yok!pengen cuci mata. Butek liat masalah terus di muka lo" Dewa tiba-tiba hadir
"kemana? Dah jam berapa ini?" jawabku. Terus terang saja aku masih males jika harus bertemu dengan mereka yang ada di masa laluku
"jam 8.30.sekitar hotel saja"
Kami berlalu ke taman dekat hotel.panas sebenarnya, tapi lumayan bisa buat menyegarkan pikiran. Disekitar taman banyak anak Sma nongkrong. Dulu mana sempat seperti mereka. Setiap pulang sekolah sudah sibuk dengan pekerjaan.
"keinget dia lagi?" ucap Dewa
"seperti nya memang gue harus menyelesaikan masalah hati gue dulu setelah kasus ini selesai. Berat gue pikir kalau terus-terusan kayak gini" pandangan kosong kedepan. Sepertinya bukan spikiater saja yang kubutuhkan. Tapi bertemu dengan orang - orang dimasa lalu yang membuat trauma itu terus menghantui
Flasback masa lalu
"mbok, maaf kalau kami harus menitipkan putri disini. Kedua keluarga besar kami tak mau kami mempunyai anak perempuan. Sedangkan di pernikahan kami masing-masing sebelumnya, sudah ada anak laki-laki. Setelah ini kami akan bercerai. Tapi karena kedua keluarga kami tidak ada yang mau mengasuh putri, kami minta mbok untuk mengasuhnya. Jangan khawatir soal biaya, kami berdua akan mengirimnya setiap bulan. "ujar seorang laki-laki muda yang bernama Aditya wirawan
" aden tau kan umur simbok sekarang berapa? Bagaimana kalau ajal sudah terlebih dahulu menjemput simbok sebelum neng putri besar, den? "wanita 60 tahun itu menatap iba bayi yang ada di pangkuannya. Sebenarnya dia ingin marah, tapi apa gunanya? Kedua orang didepannya ini menikah karena perjodohan. Tak ada cinta didalamnya. Bahkan kelahiran bayi mungil ini hanyalah tuntutan dari kedua keluarga. Apakah salah bayi mungil ini terlahir perempuan? Kenapa setelah lahir malah dibuang seperti ini
"ada anak mbok yang akan mengasuh. Uang yang akan kami kasih, kami pastikan akan sangat cukup untuk putri dan keluarga simbok" lanjut laki-laki itu lagi. Sungguh apakah terlalu menyusahkan mempunyai bayi ini?
"apakah benar-benar tak ada rasa kasih sayang dari tuan dan nyonya untuk non putri? Dia tak bersalah dalam ikatan ini. Tapi kenapa justru dia seperti yang terbuang" mbok Inah masih menanyakan tentang keputusan mereka untuk membuang anaknya
"bukan membuang, mbok! Kalau kami buang, sudah kami taruh putri dipinggir jalan. Ini kami titipkan putri ke simbok karena kami percaya keluarga simbok bisa mendidik putri dengan baik. Kamipun ingin bahagia bersama keluarga kami, mbok. Kami harap simbok ngerti"ucap perempuan disamping tuan Aditya.
Apakah benar-benar sudah tak ada hati kedua orang ini. Entahlah!!!
Pov mbok Inah
Mataku masih memanas. Kok tega kedua keluarga kaya raya itu membuang keturunan nya!!! Bayi mungil yang cantik, kulitnyapun masih merah, hidung ya mancung, luar biasa karunia yang diberikan Tuhan kepada gadis mungil ini. Tapi kenapa nasibnya malah tak cantik sama sekali?!
"ini dokumen putri sudah saya siapkan. Surat adopsi juga sudah ada. Kelak mbok ngga perlu pusing lagi kalau putri masuk sekolah. Ini juga ada ATM yang isinya akan kami kirimkan setiap bulan. Untuk keperluan putri saat ini, kami sudah bawa komplit ada di dua tas besar. Untuk itu, saya titip putri ya, mbok! Kelak kalau ada waktu, saya akan menengok putri disini" lanjut bapak Aditya lagi
Air mataku langsung menetes. Usiaku 60tahun.bahkan untuk kegiatan sehari-hari aku sudah tak gesit lagi. Niatku balik kekampung itu ingin istirahat. Tapi ini malah disuruh momong bayi. Otak mereka sudah rusak kali ya? Kedua anakku sudah berkeluarga. Jangankan membantuku menikmati masa tua, tidak merecoki keuanganku saja aku sudah berterimakasih.
Tapi lagi lagi, apa aku tega membuang bayi mungil ini? Apa salahnya hingga harus dibuang semua orang?
Biarlah kubulatkan tekad untuk merawat ya. Semoga bisa menjadi tabungan ibadahku di akhirat nanti
Segala kebutuhan putri sudah kusimpan. Duit ATM sudah kuambil beberapa juta untuk hidup bersama putri.
Putri Pramestari Wirawan
Nama yang sangat cantik bukan? Keluarga wirawan. Perusahaan IT yang sangat berkembang di negeri ini. Itu keluarga ayahnya. Ibunya Anggun Maheswara. Keluarga pengusaha yang punya pabrik elektronik terbesar di negeri ini. Seharusnya dia adalah anak Raja Diraja bukan? Tapi malah kayak gembel diasuh sama mantan babu dikeluarganya.
Wajahmu tak secantik hidupmu, nak!
Suara ketukan pintu bersatu sautan terdengar. Ada apa sudah malam begini ada yang bertamu? Kubuka pintu rumah ini perlahan. Betapa terkejutnya aku kala keluarga kedua anakku disini.
"ada apa kalian kemari?" tanyaku to the point
Aku tau anak anakku kesini karena tau aku banyak uang karena mengasuh anak majikanku.
"ibu ini. Kalau banyak uang bilang-bilang dong. Kan kita juga mau makan enak" ucap sulastri anak sulungku
"banyak uang gundulmu itu! Uang itu untuk biaya non putri. Bukan buat makan enak" lanjut ku ketus. Entah apa yang diajarkan sama almarhum suamiku dulu sehingga kedua anakku menjadi mata duitan kayak gini. Ya, memang salahku meninggalkan kedua anakku untuk diasuh oleh suamiku. Keadaan sangat kekurangan membuatku harus menerima pekerjaan sebagai Asisten Rumah Tangga di rumah keluarga Wirawan waktu itu. Apalagi keadaan sang bungsu yang kala itu sering sakit-sakitan karena lahir prematur membuatku tak berpikir dua kali untuk menerima tawaran pekerjaan itu.
"kebutuhan bayi berapa sih, bu! Masih banyak sisanya, kan? Ayolah, bu! Jajan bakso lah yang murah gapapa. Tapi kembaliannya harus cukup buat makan sebulan kedepan ya, bu? Suami Rasti ngga kerja. Pusing ini mikir keperluan yang ngga ada habisnya." ujar bungsu ku Rasti.
Kedua anakku seorang putri. Aku hanya mampu menyekolahkan mereka sampai SMA.belum sampai bekerja, mereka langsung menikah dan tak pernah merasakan bagaimana susahnya cari makan. Itulah sebabnya mereka sekarang seperti tak bisa menghargai nilai sebuah rupiah. Akupun mengeluarkan lembaran merah 20. Sepuluh untuk Rasti, sepuluh lagi untuk Sulastri. Biarlah kubagikan sedikit rejeki ini. Uang putri di ATM pun masih banyak. Tapi akupun harus pandai berhemat. Iya kalau mereka ingat anak perempuan mereka terus, kalau tidak, bagaimana nasib putri nanti?
Mama dan papa bayi mungil ini sudah mempunyai keluarga sendiri sebelum mereka menikah. Bahkan keduanya sudah mempunyai anak. Hanya karena bibit, beber dan bobot yang berbeda, kedua keluarga besar mereka menolak. Tapi kini karena yang terlahir dari pernikahan paksaan mereka hanya terlahir perempuan, akhirnya mereka memberi restu dan pada akhirnya melegalkan pernikahan mereka. Dan bayi mungil ini imbasnya. Dia Terbuang dari keluarga kaya raya
Kupandang lagi wajah mungil yang telah terlelap itu.
"simbok berdoa, Kelak bila kamu sudah dewasa, semoga neng putri bisa sukses dan bahagia. Amin"
(putri itu nama kecilnya Nadira. Bab selanjutnya nanti kita jelaskan kenapa namanya berubah. Maaf masih penulis baru. Belum bisa nulis banyak kata)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!