NovelToon NovelToon

Cinta Dalam Doa

Prolog

Humaira Azahra itulah namaku. Ayah dan bundaku selalu memanggilku Ira. Aku adalah anak tunggal. Aku baru lulus dari SMP dan masih bingung mau melanjutkan kemana. Ayahku selalu memberiku saran.

"Daripada kamu bingung mau lanjut kemana mending kamu ke pesantren aja sayang, disana kamu bisa belajar lebih dalam lagi tentang agama."

Ucapan itulah yang selalu ia katakan padaku. Namun, aku belum bisa memberikan keputusan itu padanya.

Hingga satu bulan berlalu, tahun ajaran baru pun sudah dimulai selama sebulan itu, dan aku masih belum memberikan keputusanku. Pada akhirnya aku mengikuti kemauan ayahku.

Setelah aku mengiyakan bahwa aku mau masuk pesantren, ayahku mulai mencari-cari pesantren yang metode pengajarannya bagus dan juga pengajarnya berkompeten dalam bidangnya.

"Sayang ayah sudah menemukan pesantren untuk kamu, yang mengelolanya adalah guru ngaji ayah sewaktu kecil dulu," ucap ayahku.

"Baik Ayah, aku menurut saja. Karena pasti pilihan yang ayah pilih selalu terbaik untukku," jawabku.

Setelah itu, aku mempersiapkan segala sesuatu yang akan aku pakai disana.

****

Hari ini tanggal 18 Maret, pertama kalinya aku menjejakkan kakiku di salah satu pesantren di provinsi ku. Dari depan tertulis nama pesantren yang akan aku curi ilmunya selama 4 tahun ke depan. Tiga tahun masa pesantren dan 1 tahun masa pengabdian. Suasananya begitu nyaman, tenang, dan damai. Sepertinya aku mulai menyukai tempat ini.

Aku mengelilingi pesantren ketika ayah dan bundaku sedang mengobrol bersama Abah. Abah itu adalah panggilan untuk Kyai besar disini. Tanpa aku ketahui, aku masuk ke area yang sebenarnya tidak boleh aku masuki, karena area tersebut adalah area asrama putra. Aku melewati pagar pembatas yang tengah terbuka. Aku melihat ke sekeliling. Terlihat banyak santri putra sedang berlatih silat di halaman. Kulihat mereka diam-diam di balik sebuah pohon. Tanpa sengaja kakiku menginjak sebuah ranting pohon.

"Krekk."

Suara ranting yang aku injak. Salah satu dari mereka tak sengaja menoleh dan kami saling bertemu padang.

Masyaallah, gagah sekali pria itu.

Tiba-tiba terdengar suara pria membuyarkan pikiranku.

"Hey, kamu sedang apa disini? Ini asrama putra kamu tidak seharusnya berada disini!" tegur salah seorang santri laki-laki.

Aku kaget mendengar ucapan santri laki-laki tersebut. Ada rasa malu karena aku ketahuan diam-diam memperhatikan mereka berlatih silat. Pikiranku pun seketika tersadar bahwa aku sudah berjalan jauh dari kedua orangtuaku.

Baru hari pertama saja, sudah mendapatkan sebuah masalah. Bagaimana bisa aku tidak memperhatikan tempat yang aku lewati tadi?

"Maaf Kak, saya tidak tahu," ucapku sambil menunduk kemudian pergi mencari jalan keluar.

Aku berjalan lurus ke depan. Kemudian balik arah. Namun tak kunjung aku temukan santri putri yang berjalan, yang aku temukan hanya santri putra. Aku mulai bingung sekarang. Aku bahkan tidak ingat jalan mana yang aku lewati ketika masuk ke area santri putra. Mau meminta bantuan, tapi pada siapa? Aku tak mengenal seorang pun disini. Apa pada santri putra yang tadi menegurku?

Sudah beberapa menit berlalu. Akhirnya aku berdiam duduk di belakang pohon yang tak jauh dari tempat para santri latihan silat. Tampak ada santri putra yang mendekat ke arahku yaitu santri laki-laki yang tadi menegurku. Mungkin dia sadar, kalau aku hanya mondar-mandir berjalan kesana kemari dan tak kunjung keluar dari sini.

"Sepertinya kamu santriwati baru disini, mari saya antarkan kamu ke asrama putri," ucap laki-laki itu menawarkan diri mengantarku. Ucapannya sangat ramah, tidak seketus saat ia menegurku.

"Terimakasih Kak," jawabku.

Akhirnya ada yang peka kalau aku santri baru.

****

...Bagaimana kelanjutannya ?...

...Siapa lelaki yang mau mengantarnya itu ?...

...------...

...Terimakasih sudah membaca ceritaku....

...Mohon kritik dan sarannya....

Bab 1 - Teman Sekamar

Lelaki tersebut mengantarku ke asrama putri. Ia berjalan di depanku tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Sungguh salihnya dia, saat tadi berbicara pun dia tidak memandangku.

Suaranya membuyarkan pikiranku. "Nisya, ini ada santriwati baru, tadi dia salah masuk, dan memasuki kawasan santri laki-laki."

Ah, rupanya aku sudah sampai di asrama putri.

"Terimakasih Zam, telah mengantarkannya kepadaku," jawab si wanita yang tak aku kenal. Kemudian si lelaki pergi meninggalkan kami berdua.

"Hai, aku Nisya, kamu Humaira Azahra, santri baru, kan?" tanya wanita yang mengaku bernama Nisya.

"Iya Kak, aku Humaira Azahra, panggil saja Ira."

Ternyata santri laki-laki itu belum sepenuhnya pergi menjauh, aku bisa melihat gerakan tubuh kak Nisya yang melihat ke arah si santri laki-laki itu. Ia seperti tengah memberikan isyarat pada kak Nisya.

"Ira, ini kunci kamarmu, tadi Abah memberikannya saat kamu menghilang," ucap kak Nisya.

"Astaghfirullah, aku lupa. Aku juga sudah meninggalkan kedua orangtuaku Kak, apa mereka masih berada disini?" tanyaku pada kak Nisya.

"Masih, orang tua kamu masih berada di ruangan Abah," jawab Kak Nisya.

Tiba-tiba kedua orang tua aku datang dan berbicara padaku, "Darimana saja kamu sayang? Bunda tadi mencari mu. Untung saja ada Nak Nisya yang mau dititipkan kunci kamarmu," ujar Bunda

"Maaf Bunda, tadi aku penasaran makanya aku mengelilingi pesantren ini sendirian dan ternyata aku salah masuk tempat Bunda," jawabku.

"Oh, begitu. Nak Nisya kami titip anak kami, Ira. Bimbing dia ya Nisya," pinta bundaku pada Kak Nisya.

" Pasti Bu, akan saya bimbing semampu saya," kata Kak Nisya.

"Panggil Bunda aja iya, Nis," pinta bundaku lagi.

"Baik, Bunda," kata Kak Nisya mengiyakan.

"Sayang Bunda sama Ayah pamit dulu iya, jaga diri kamu baik-baik, jangan banyak bertingkah. Kalau butuh apa-apa bilang ke Kak Nisya atau kamu bisa cari sendiri," ucap bunda ketika akan pergi.

"Baik Bunda," ucapku sambil mencium tangan kedua orangtuaku bergantian.

Bayangan orangtuaku sudah tak terlihat lagi. Aku pun mengikuti kemana Kak Nisya membawaku.

"Ira, ini kamarmu disini kamu tidur bertiga dengan temanmu yang lainnya," jelas Kak Nisya memberitahuku.

"Baik Kak, terimakasih telah mengantarku," kataku pada Kak Nisya.

"Sama-sama, kalo butuh apapun temui aku saja, kamarku ada disebelah kamar kamu," ucap Kak Nisya memberitahukan letak kamarnya.

"Baik kak, kalo boleh tau Kak Nisya udah berapa lama disini?" tanyaku yang penasaran.

"Ya aku disini udah 2 tahun lebih, sebentar lagi usai sudah masa pesantren ku lalu aku akan mengabdi pada pesantren ini selama yang aku inginkan," jawab Kak Nisya.

"Bukannya masa pengabdian hanya satu tahun iya, Kak?" tanyaku heran.

"Iya, memang, akan tetapi aku sudah terlanjur mencintai pesantren ini," ucap Kak Nisya.

Aku kagum dengan jawaban yang dilontarkan oleh Kak Nisya. Tapi, memang benar sih, aku saja yang baru menjejakkan kakiku disini terasa amat sangat nyaman berada disini. Begitu mendamaikan suasana hati.

"Ira, kamu masuk ke kamarmu dulu, bereskan semua barang mu, kemudian istirahatlah, nanti waktu ashar kamu ke masjid iya kita sholat berjamaah," ucap Kak Nisya.

"Baik Kak, sekali lagi terimakasih Kak," ucapku seraya berterimakasih kembali.

Kak Nisya masuk ke kamarnya dan aku pun begitu. Di dalam kamar ternyata ada 2 orang perempuan. Mereka tersenyum dan menyapaku.

"Hai, aku Syifa, aku dari Cilacap," ucap Syifa sambil menjulurkan tangannya.

"Hai, aku Maryam aku dari Cirebon," ucap wanita yang satunya.

"Hai, aku Humaira biasa dipanggil Ira, aku dari Bogor," ucapku seraya membalas uluran tangan mereka bergantian.

Aku membereskan semua barang ku memasukannya ke lemari yang sudah disediakan. Kemudian aku beristirahat menghilangkan penat waktu perjalanan. Tapi, sebelum aku tertidur Syifa mengingatkanku.

"Nanti pas ashar jangan lupa ke masjid iya, ada hal penting yang akan disampaikan oleh Abah," ucap Syifa mengingatkanku.

"Baiklah, terimakasih sudah mengingatkanku, Syifa," jawabku padanya.

Aku mulai memejamkan mataku dan terlelap dalam tidurku. Satu jam setengah kemudian aku terbangun dan membersihkan badanku. Bersiap-siap menuju ke masjid. Untungnya tadi aku sudah mengelilingi pesantren ini jadi aku tau dimana masjid itu berada. Aku berjalan ke masjid sendirian karena yang lainnya mungkin sudah berada di masjid sekarang.

Tiba-tiba aku merasakan ingin buang air kecil kemudian aku berlari menuju toilet di masjid. Tanpa kusadari aku salah memasuki toilet, toilet yang kini ku masuki adalah toilet pria.

"Sedang apa kamu disini? Toilet wanita berada disebelah kanannya!" ucap seorang lelaki memberitahuku.

"Maaf kak, saya salah masuk toilet," ucapku kemudian masuk ke toilet perempuan.

Lagi-lagi aku melakukan hal ceroboh. Ampun deh!

Ketika kuingat-ingat ternyata lelaki yang memberitahuku barusan adalah lelaki yang sama yang sudah membawaku ke asrama putri.

Selesai dari toilet, aku berwudhu kembali dan menaiki tangga menuju ke dalam masjid. Disana sudah ada Kak Nisya, Syifa, Maryam dan santriwati yang lainnya beserta para ustadzah di pesantren ini. Aku menghampiri mereka dan duduk di samping Kak Nisya.

"Allahu Akbar, Allahu Akbar." Terdengar suara kumandang adzan. Suaranya begitu merdu, aku pun melirik ke arah dimana muadzin itu, ternyata itu lelaki yang sama yang bertemu di toilet tadi. Disela-sela adzan dan iqamah aku berdoa.

Allaahumma robba haadzihid da'watit taammah, washsholaatil qoo-imah, aati muhammadanil washiilata wal fadhiilah, wasysyarofa, wad darajatal, 'aaliyatar rofii'ah, wab'atshu maqoomam mahmuudanil ladzii wa'adtah, innaka laa tukhliful mii'aadz, ucapku dalam hati.

Berdoa diantara adzan dan iqamah itu termasuk waktu mustajab dimana semua doa hambanya akan cepat terkabulkan.

Iqamah sudah terdengar, kami semua berdiri dan menunaikan sholat.

Setelah sholat, Abah menaiki mimbar dan berkata, "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, santriwan dan santriwati beserta para ustadz dan ustadzah."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," ucap semuanya.

"Ada berita penting yang akan saya sampaikan pada kalian semua," ucap Abah melanjutkan.

"Sebentar lagi pesantren kita sudah genap berusia 25 tahun, untuk itu saya akan .... "

Ucapan Abah terhenti saat mikrofon yang Abah gunakan tidak bersuara.

****

Tunggu part selanjutnya..

Kira-kira apa iya yang akan Abah bicarakan?

Terus laki-laki itu siapa?

Mengapa selalu tanpa sengaja bertemu dengan Ira?

Sabar menunggu kelanjutannya iya..😁😁

****

Terimakasih sudah membaca ceritaku.

Semoga kalian suka.

Mohon kritik dan sarannya agar aku bisa memperbaiki karya ini.

Bab 2 - Mengisi Hadroh

Abah melanjutkan perkataannya setelah salah seorang santri mengambilkan mikrofon baru.

"Sebentar lagi pesantren kita sudah genap berusia 25 tahun, untuk itu saya akan memberitahukan kepada semua santriwan dan santriwati bahwa kita akan mengadakan pentas seni islami. Di antaranya nasyid, hadroh/marawis, puisi bertema islami, dan tausiyah. Setiap kelas wajib mengirimkan perwakilan. Pentas akan diadakan satu minggu dari sekarang. Untuk itu, kalian semua harus mempersiapkan semua ini dengan baik. Bagi yang bersedia menjadi pembawa acara harap hubungi pengasuh asrama masing-masing. Nanti setelah itu akan di seleksi siapa yang pantas jadi pembawa acara. Sekian dari saya, apabila kurang jelas kalian bisa menanyakan ulang kepada pengasuh asrama. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," ucap kami semuanya.

Semua yang berada di masjid berhamburan keluar menuju asramanya masing-masing. Sedangkan aku yang baru hari ini menjadi santri belum tahu siapa saja teman-teman yang sekelas denganku.

"Ira ... " panggil Kak Nisya menggerakkan tangannya di depan wajahku.

"Eh, iya Kak, ada apa?" jawabku kemudian.

"Jangan bengong aja, pasti kamu bingung ya kamu sekelas sama siapa?" tanya Kak Nisya.

"Hehe, iya nih Kak," jawabku lagi.

"Kamu tenang saja, nanti malam ada kelas tarikh kok," ucap kak Nisya memberitahuku.

"Ayo, kita ke asrama!" ajak Kak Nisya sambil menggenggam tanganku. Baru kali ini aku merasakan hangatnya genggaman seorang kakak walaupun ia hanya kakak tingkat ku di pesantren. Ia begitu baik padaku.

Dari jauh ternyata ada yang mengamati ku sedari tadi dengan tatapan tidak suka. Entah siapa wanita itu, aku pun tak mengenalnya.

Mungkin saja sebenarnya dia bukan menatap ke arahku. Tetapi ke arah yang lain. Aku tidak boleh suudzon sama orang.

"Ira, kamu mau ikut kakak ke dapur tidak?" Kak Nisya mengajakku.

"Boleh Kak, aku juga bingung mau ngapain. Tunggu sebentar iya Kak. Aku mau mengganti jilbabku," jawabku mengiyakan dan memasuki kamarku.

Beberapa menit kemudian, aku keluar kamar dan bertemu Kak Nisya di depan kamarnya. Kami berjalan menuju ke dapur. Ternyata di dapur sudah ada sekitar 5 orang santriwati yang akan memasak.

"Ra, tolong ambilkan cabai dan bawang sebelah sana," ucap kak Nisya sambil menunjukkan tempat cabe dan bawang ditaruh.

Tanpa menunggu lama aku langsung mengambilkannya saja.

"Ini Kak, cabe dan bawangnya. Ada lagi yang bisa aku bantu Kak?"

"Kamu potongin aja buncis sama tahunya, Ra." Kak Nisya menyuruhku sambil memotong cabai dan bawang.

"Disini ada jadwal masaknya juga iya Kak?" tanyaku pada Kak Nisya.

"Iya, Ra. Sepekan sekali pergantian jadwal memasaknya. Untuk santi putri masak bagian sayur, dan lauk pauk nya sedangkan santri putra bagian memasak nasinya. Jadi, kita disini bukan hanya belajar tentang agama saja, banyak ilmu lain yang nantinya akan kamu dapatkan disini, Ra. Kakak dulunya juga nggak bisa memasak. Tapi, karena terbiasa dan mau belajar jadi kakak bisa memasak sekarang," jelas Kak Nisya.

Terdengar suara laki-laki dari pintu dapur.

"Assalamualaikum, nasinya sudah matang." Laki-laki itu berjalan masuk ke dapur dan meletakan nya di meja.

"Waalaikumsalam, terima kasih Zam. Sayurnya nanti menyusul sekitar pukul 17.30 bisa diambil," ucap kak Nisya.

Laki-laki itu hanya menganggukkan kepalanya dan beranjak pergi keluar dari dapur. Laki-laki tersebut juga adalah orang yang sama yang bertemu denganku di toilet pria. Kak Nisya memanggilnya Zam. Apakah namanya itu Azam, Fazam, atau Bahkan Lazam? Aku pun belum mengetahuinya.

Dua jam kemudian semua masakan sudah selesai dan sudah diambil oleh santri putra. "Ira, ayo bersih-bersih badan dulu, sebentar lagi sholat maghrib." Aku hanya menganggukkan kepalaku.

Waktu sholat maghrib telah tiba. Semua santri berbondong-bondong pergi ke masjid. Selesai sholat maghrib para santri bebas melakukan apapun. Ada yang tadarus Al quran dan menghafal surat-surat di masjid. Ada yang kembali ke asrama untuk makan. Adapula yang hanya duduk sambil menunggu waktu sholat isya tiba.

Pelajaran akan dimulai sesudah isya. Waktu sudah menunjukkan pukul 19.30 saatnya aku memasuki kelasku. Syifa dan Maryam ternyata sekelas denganku dan juga wanita yang aku kira menatapku tidak suka. Bersyukurnya aku bisa sekelas dengan mereka.

"Ra, sini duduk sebelahku!" ajak Syifa padaku.

Lima menit kemudian ada seseorang yang masuk. Ia adalah Ustadzah Lulu.

"Humaira, silahkan perkenalkan diri kamu. Cukup berdiri disitu saja!" perintah ustadzah padaku.

"Perkenalkan nama saya Humaira Azzahra, kalian bisa panggil saya Ira. Saya berasal dari Bogor. Semoga kalian semua berkenan menjadi teman saya dan mau membimbing saya serta mau menasehati saya ketika saya salah."

"Terimakasih, Ira. Malam ini kita tidak akan membahas tentang tarikh dulu karena saya akan memilih di antara kalian untuk mewakilkan kelas kita mengikuti pensi pekan depan. Yang bersedia mengikuti pensi silahkan angkat tangan."

Ada empat orang yang mengangkat tangannya.

Tiba-tiba Syifa berbicara padaku. "Ra, itu ada apa di lengan bajumu." Otomatis aku langsung mengangkat kan tanganku.

"Oke, kita sudah mempunyai 5 kandidat disini, ada Syifa, Maryam, Hanun, Gia dan Ira."

Aku terkejut ketika namaku disebut. Sementara Syifa tersenyum senang ketika namaku disebut.

"Baiklah, kalian boleh memilih apa yang akan kalian pentaskan nanti."

"Hadroh Ustadzah, Maryam kan pintar memainkan kendang, terus Saya, Hanun dan Gia bisa memainkan Rebana, nanti Ira yang nyanyi, bagaimana ustadzah?" ucap Syifa memberikan usul.

"Coba Ira, kamu bernyanyi sedikit sholawat yang kamu tahu."

Abtahiyyah wabsalam

Ansyaru ahlal kalam zainuddin yahtiro

Amahabbah wabtisam

Ansyaru bainil anam hadahu deen assalam

"Bagus sekali suaramu, Ira. Dengan begitu pemilihan selesai. Kalian boleh memasuki kamar masing-masing. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap semuanya.

Kami semua keluar dari kelas dan menuju kamar masing-masing. Merebahkan seluruh tubuh untuk menghilangkan kantuk yang dirasakan.

*****

Keesokan paginya, semua santri membersihkan pondok pesantren. Selama seminggu ke depan kami tidak ada pelajaran di kelas hanya ada latihan-latihan untuk mengisi pensi dan juga tugas menghapal surat-suratan.

Di ruang latihan, aku mulai menyelaraskan suaraku dengan alunan musik rebana dan kendang. Aku memilih menyanyikan sholawat Ya Nabi Salam 'Alaika.

Ya Nabi Salam 'Alaika

Ya Rasul Salam 'Alaika

Ya Habib Salam 'Alaika

Sholawatullah 'Alaika

Asyroqol Badru 'Alaina

Fakhtafat Minhul Buduruu

Mitsla Husnik Maa Ro'aina

Khottu Ya Wajha Sururii

Ketika bernyanyi, aku melihat dari jendela ruangan, ada santri putra yang tak sengaja bertemu denganku sedang mengobrol dengan kak Nisya. Entah apa yang mereka obrolkan aku pun tak tahu. Mereka terlihat begitu dekat. Astaghfirullahaladzim, apa yang aku pikiran. Aku segera menghapus pikiran aneh ku.

****

Kira-kira siapa wanita yang tadi menatap Ira dengan tidak suka?

Mengapa sampai saat ini Ira belum mengetahui nama lelaki itu?

Ada hubungan apa kak Nisya dengan lelaki itu?

Tunggu part selanjutnya ...

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!