NovelToon NovelToon

The Story Of Nisa

Prolog

Gadis itu berdiri memandangi danau dihadapannya dengan tatapan kosong.

Matanya yang sembab, menjadi tanda bahwa dirinya telah menangis dalam waktu yang lama.

Dengan rambut yang terurai panjang, dirinya tak merasa kedinginan sama sekali meskipun berdiri ditegah malam yang berselimutkan dinginnya salju. Nisa nama gadis itu, memaksa kakinya untuk membawa tubuhnya perlahan masuk kedalam air danau yang dingin.

Dengan bertelanjang kaki, dapat terlihat jelas lecet dan kemerahan yang menghiasi kedua pasang kaki indahnya itu.

Nisa tak peduli dengan keramaian yang terdengar sayup-sayup dikejauhan, tawa riang dan lantunan lagu natal yang dinyanyikan dengan sorak sorai kebahagiaan menambah sesak serta luka dihatinya.

Sejujurnya dirinya rindu akan momen seperti itu, ia ingin sekali kebahagiaan untuk kembali hadir dalam kehidupannya yang menyedihkan, namun ia sadar betul bahwa hal itu tak akan mungkin terjadi, bahkan hanya untuk disebut sebagai sebuah keajaiban.

"Hahaha..haha..ha..ha" Nisa berusaha tertawa, menertawakan dirinya sendiri yang begitu menyedihkan.

Perlahan air matanya kembali turun membasahi pipinya yang putih pucat. Nisa pikir air matanya sudah habis, namun ia salah, air matanya akan sampai akhir menjadi saksi bisu atas segala kemalangan yang terjadi pada dirinya.

Nisa rindu untuk kembali tertawa dan merasakan apa yang namanya kebahagiaan, seperti kala dirinya masih kecil. Dirinya rindu untuk setiap belaian dan kasih sayang yang dicurahkan kepadanya, namun waktunya kini berhenti.

Dirinya lelah dengan segala kesakitan ini, lelah menjadi dirinya sendiri dan lelah terhadap dunia yang tak pernah berpihak padanya.

" Ayumi, maaf.. Maaf karna tidak bisa menjadi layak dan terlalu kotor untuk dipanggil kakak olehmu. Maaf karna tidak bisa menghadapi Ayumi, dan mencoba membuat Ayumi mengerti tentang semua yang telah terjadi" ucap Nisa dalam hatinya sambil mengingat wajah adik kecilnya yang manis.

Ayumi seperti setitik kebahagian yang datang dalam hidup Nisa, membuat harinya yang gelap merasakan sedikit kehangatan karna kehadiran Ayumi.

Tak terasa, air danau itu telah mencapai puncak dagu Nisa, gadis itu menutup matanya dan membiarkan dirinya masuk sepenuhnya kedalam air.

Rasa dingin yang hebat segera menyambutnya, namun Nisa membiarkan dirinya tenggelam dengan pasrah tanpa sedikitpun berjuang untuk kembali keluar menuju tepian.

"Kak Arya, maaf karna sampai akhir tidak bisa menjadi lebih berani. Dan untuk Tatsuya, maaf karna membuat semua usahamu untuk membuatku kembali merasakan apa yang namanya hidup, menjadi sia-sia" Ucap Nisa kembali mengucapkan kata maaf untuk orang-orang yang selalu setia berada disisinya.

Kemudian ia menutup kedua matanya perlahan, dan membiarkan dinginnya air danau itu memeluknya menuju kematian.

Disaat Nisa mulai kehilangan kesadarannya, dikejauhan terdengar seseorang melompat ke dalam air, dan ia kembali menertawakan dirinya sendiri dalam hati.

"Apakah ia sebegitunya ingin hidup? Hingga membayangkan seseorang akan datang dan melompat kedalam air, untuk menyelamatkannya dari alam kematian"

Tidak akan ada yang peduli pada dirinya, bahkan ia ragu akan ada orang yang menangisi dirinya saat tau ia telah tiada.

Ingatannya kembali ke waktu dirinya masih kecil. Saat itu Nisa memiliki impian bahwa kelak ia besar, dirinya ingin menjadi seperti seekor kupu-kupu yang memiliki rupa cantik dan selalu disukai oleh banyak orang. Namun kini, dibandingkan kupu-kupu, dirinya lebih dianggap ngengat yang mengganggu.

Ingatan itu terhenti seketika, saat tiba-tiba Nisa merasakan sepasang tangan kokoh dan kuat sedang memeluk tubuhnya erat, dan berenang dengan begitu cepat.

Nisa membuka mata dan mencoba menajamkan indera penglihatannya untuk melihat sosok pria disampingnya, namun sedetik kemudian, dirinya kehilangan kesadaran dan semua berubah menjadi gelap.

Bersambung...

Kelahiran sang kupu-kupu

Jam dinding menunjukkan pukul 11 malam, namun suasana didalam salah satu ruangan di sebuah rumah, penuh dengan perasaan cemas dan gelisah.

Seorang pria berumur 30an, duduk dalam diam bersama dua orang anak laki-laki yang masih kecil dengan ekspresi wajah yang sulit dijelaskan. Ada perasaan cemas yang tercetak jelas disana, namun tak bisa dipungkiri guratan kebahagiaan ikut terpancar dari wajah ketiganya.

Indera penglihatan mereka berfokus pada satu titik, pada wanita berwajah cantik dengan rambut panjang terurai yang sedang duduk manis didepan ketiganya.

Sambil membaca sebuah buku ditangannya, sesekali tak lupa wanita itu mengelus perutnya yang buncit dengan penuh kasih sayang.

Perempuan cantik berwajah Jepang itu bernama Natsume Ayane, yang kemudian berganti nama menjadi Natsume Bramanthyo sejak dirinya menikah. Natsume tersenyum penuh kebahagiaan, bagaimana tidak, penantiannya selama 9 bulan akan segera berakhir dan ia akan segera bertemu putri kecil yang sekarang berada dalam perutnya.

Natsume mengalihkan padangannya pada ketiga orang yang selama ini sudah menemani, dan menghiasi hidupnya dengan berbagai warna, hartanya yang paling berharga didunia, yaitu suami Dan kedua putra kecilnya.

"Kalian lucu deh, bunda sampai pengen ketawa. Kenapa sih liatin bunda sampai segitunya? kamu juga mas!" ucap natsume akhirnya bersuara juga pada ketiga manusia dihadapannya itu.

Sebenarnya Natsume enggan berbicara dan ingin lebih lama mendiami ketiganya, namun perasaan lucu yang ditahan sejak tadi dengan susah payah, akhirnya tak lagi dapat ditahan dan Natsume pun tertawa.

"Hahaha... hahaha.. udah dong Arya sama Arkana, jangan liatin bunda kayak gitu lagi, bunda nggak tahan. Kamu juga mas, wajahnya jangan gitu, coba dikasih rileks dikit"

Arkana bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah bundanya "bunda udah nggak ngerasa sakit lagi yah? dedeknya udah nggak nakal lagi? bunda jangan sakit yah, Arkana sedih kalau bunda sakit kayak tadi"

" Bunda udah nggak apa-apa kok sayang, bunda udah nggak ngerasa sakit lagi karna adik dalam perut bunda udah diem. Bunda ngerasa sakit tadi, karna adiknya udah mau lahir dan ketemu sama kita semua" Natsume mengusap puncak kepala Arkana perlahan, berusaha menenangkan anaknya yang mulai kembali menangis.

"Adik kenapa bikin bunda sakit? kan kasihan bunda. Kalau bunda sakit karna adiknya mau lahir, boleh nggak kalau bunda nggak jadi lahirin adik aja, biar bunda nggak sakit lagi?"

"Yah tidak bisa begitu! Kan adiknya juga mau lahir ke dunia buat ketemu sama bunda dan ayah, sama kamu dan juga kak Arya, masa tidak diperbolehkan! Wajar kalau bunda kesakitan, namanya juga mau melahirkan seorang anak, memangnya Arkana pernah liat orang melahirkan anak tidak kesakitan?" protes Arya yang mendengar pertanyaan polos dari sang adik.

" Kok kak Arya marah-marah sama Arkana sih? kan Arkana nanya kayak gitu karna kasihan sama bunda, emangnya kak Arya nggak kasihan liat bunda kesakitan?"

"Dimana-mana orang kalau melahirkan anak yah pasti sakit Arkana! Kamu pikir mau BAB makanya tidak sakit? nih dengar yah, kak Arya juga kasihan liat bunda kesakitan, tapi itu memang sudah resiko buat para ibu hamil pas mau melahirkan. kalau Arkana kasihan liat bunda kesakitan, yah berdoa saja biar sakitnya bunda dikurangi sama tuhan, dan semoga adiknya bisa lahir dengan selamat! Bukannya minta bunda jangan melahirkan adik, bagaimana sih kamu?!"

" Arya kok bicaranya kasar begitu ke adiknya sendiri? kan Arkana adiknya Arya, harusnya nggak boleh gitu" kali ini Pradana Bramantyo yang angkat bicara, sebagai kepala keluarga dan ayah dari kedua anak kecil didepannya yang sedang ribut.

" Habisnya Arkana bodoh yah, masa begitu saja tidak tahu! Kan tadi bunda mengalami kontraksi, jadi wajarlah kesakitan seperti itu" jawab Arya acuh tak acuh menanggapi perkataan ayahnya.

Kini, Natsume dan Pradana sukses dibikin tak bisa berkata-kata oleh Arya, dan hanya bisa saling pandang dengan tatapan heran. Bagaimana tidak, anak pertama mereka baru berumur 7 tahun, tapi sudah mengerti tentang perihal orang hamil.

Natsume dan Pradana sadar betul, bahwa arya agak berbeda dibandingkan adiknya dan anak-anak lain seusianya karna memiliki otak genius. Sebenarnya mereka sudah mulai menyadari hal itu saat Arya berumur 5 tahun dan sering dititipkan ke tempat penitipan anak.

Waktu itu, Natsume harus bekerja dan tidak bisa mengasuh dua orang anak sekaligus. Saat itu Aryalah yang lebih sering berada di tempat penitipan, sedangkan Arkana lebih sering dibawa ke kantor atau dititipkan pada ibu Pradana yang notabenenya adalah mertua Natsume, karna umur Arkana baru 3 tahun.

Sebenarnya bisa saja Natsume menitipkan kedua anak itu pada mertuanya, namun ia tak enak hati karna harus menyusahkan wanita itu. Cukuplah sesekali beliau mengasuh Arkana, meskipun sebenarnya mertuanya tak merasa keberatan untuk mengasuh kedua cucunya sekaligus.

Kembali kepada perihal Arya, disaat anak lain sibuk berebut permainan saat berada ditempat penitipan, Arya malah meminta sebuah buku dan pensil untuk menulis.

Tulisan Arya pun bukan sembarang coretan, namun benar-benar tulisan yang memiliki arti. Dalam buku itu, Arya menuliskan hal-hal yang tidak ia mengerti dari buku yang pernah dibacanya, dan saat ditanya oleh seorang pekerja disana apa yang sedang dilakukannya? Arya menjawab:

"Arya sedang menulis tentang hal yang tidak Arya mengerti, dari buku milik ayah yang Arya baca"

"Memangnya Arya sudah bisa membaca dan menulis? Siapa yang mengajarkan?" tanya pekerja lain penasaran.

" Kenapa harus diajarkan, kalau bisa belajar sendiri? bukankah manusia itu adalah ciptaan tuhan yang istimewa, karna bisa beradaptasi dan belajar mengenai sesuatu dengan sendirinya? dan untuk pertanyaan apakah arya bisa membaca dan menulis? jawabannya adalah iya!"

Kedua pekerja itu pun terkejut mendengar jawaban Arya, keduanya kemudian menyadari bahwa Arya adalah anak genius. Mereka menceritakan hal itu pada pemilik tempat penitipan, kemudian pemilik menceritakannya pada Natsume dan juga Pradana.

Sejak saat itu, semakin banyak hal mengejutkan yang Arya ucapkan dan juga lakukan. Namun sebagai orang tua, Natsume dan Pradana sebisa mungkin memperlakukan Arya seperti anak kecil pada umumnya.

Meskipun begitu, mereka tetap tak bisa menyembunyikan rasa heran serta kagumnya pada Arya. Seperti saat ini, bagaimana bisa anak mereka tau perihal ibu hamil.

" Arya dengarin bunda yah, Arkana nggak bodoh. Arkana memang belum tau dan mengerti soal hal itu, karna arkana masih kecil. Arya mengerti kan?" Natsume mencoba menjelaskan secara lembut pada Arya.

Arya cuman bisa mengangguk pelan, ia tak pernah bisa menjawab atapun membantah bundanya, meskipun ia bisa saja melakukan hal itu.

" Nah, sekarang Arya minta maaf sama adiknya, karna sudah bicara dengan nada kasar dan karna sudah ngatain Arkana bodoh"

Arya melihat bundanya dengan tatapan kesal, namun saat melihat senyuman bunda, Arya langsung luluh dan menjulurkan tangannya ke arah Arkana serta memasang senyum manis.

"Kakak minta maaf sama Arkana karna sudah bicara seperti tadi. Arkana mau kan memaafkan kakak?"

" Iyah, Arkana mau maafin kakak. Tapi janji yah kak Arya nggak akan begitu lagi?. Kalau Arkana nggak tau, tolong dikasih tau, jangan dikatain bodoh" jawab Arkana tersenyum dan menjabat uluran tangan kakaknya sebagai pertanda mereka sudah berbaikan.

" Iyah kakak janji sama Arkana"

Natsume dan Pradana tersenyum senang melihat kedua putranya kembali akur. Pradana memeluk kedua putranya dengan sayang sambil memberikan kecupan di kening istrinya.

Tiba-tiba matanya menangkap pergerakan diperut istrinya, "Si dedek barusan gerak kan sayang?" tanya Pradana antusias yang dijawab anggukan oleh Natsume.

Pradana pun menunduk sejajar dengan perut Natsume, kemudian menciumnya pelan sambil membisikkan kata-kata manis penuh cinta.

"Aduh...! Aduh mas, sakit! Kayaknya aku mau lahiran deh mas, sakit banget mas..! Aduh!" Natsume berteriak kesakitan yang langsung membuat panik Pradana dan kedua putranya.

" Oke sayang, kita ke rumah sakit sekarang yah, kamu tahan sebentar. Arya tolong telpon tante Safira, bilang kalau sebentar lagi kita akan menuju ke sana. Telpon kakek dan nenekmu juga, bilang kalau bunda sudah mau melahirkan"

" Iyah ayah" jawab Arya segera berlari ke arah telpon rumah dan mulai sibuk disana.

Sedangkan Arkana cuman berdiri diam dengan tubuh gemetar dan wajah khawatir melihat bundanya kesakitan.

Namun segera ia ingat ucapan Arya untuk berdoa agar rasa sakit bundanya dikurangi oleh tuhan, dan dengan sungguh-sungguh, Arkana meletakkan tangan didada kemudian menutup matanya dan mulai berdoa.

" Aduh mas...! Sakit...! Sakit banget mas! Hu...Hu...Hu... Sakit mas!"

" Sabar yah sayang, aku panggil Sarip dan bi Inah, yah" Pradana berlari untuk membangunkan supir dan juga asisten rumah tangganya.

Tak butuh waktu lama, Pradana telah kembali diikuti seorang perempuan paruh baya dan seorang pemuda.

"Bi Inah, tolong bawa semua barang-barang istri saya dan perlengkapan baby yang sudah disiapkan ke mobil. Kamu sarip, tolong siapkan mobil dan parkir di depan pintu rumah kita"

" Baik tuan" jawab wanita paruh baya dan pemuda itu kompak.

" Ayahhhhhhhhh...! Bunda ngompol ayah! Bunda kesakitan sampai ngompol!" teriak Arkana histeris saat melihat banyaknya air yang jatuh membasahi bagian bawah tubuh bundanya, serta lantai dibawah tempat bundanya berdiri.

Mendengar hal itu, Pradana segera menghampiri istrinya dan mencoba untuk menguatkannya.

" Ayah, Arya sudah menelpon semuanya. Kata tante Safira, udah stand by disana dan menunggu kedatangan kita. Kakek sama nenek juga akan langsung berangkat menuju ke rumah sakit"

" Bagus Arya. Sekarang Arya bawa Arkana ke mobil, kita harus cepat ke rumah sakit" Arya mengangguk dan meraih tangan adiknya menuju mobil, Arkana cuman bisa mengikuti dengan air mata penuh membasahi kedua pipinya.

" Tuan, semua barang-barang sudah bibi masukkan ke bagasi mobil, dan mobilnya juga Sudah siap"

" Sekarang bibi bantu saya menuntun istri saya ke mobil yah"

Mereka membantu Natsume dengan hati-hati menuju mobil. Di dalam mobil sudah ada Arya yang duduk di samping supir mereka dan Arkana di kursi penumpang.

Natsume masuk kedalam mobil diikuti Pradana, mereka duduk berdampingan dengan Arkana. Natsume kemudian meraih tangan anak keduanya itu yang gemetaran, mencoba tersenyum dan mengatakan bahwa dirinya akan baik-baik saja.

Perjalanan menuju ke rumah sakit terasa sangat lama bagi Natsume, namun wanita itu berusaha untuk tetap kuat. Sesekali Natsume merintih kesakitan yang teramat sangat sambil mencoba tetap fokus berdoa dalam hati, agar dirinya serta bayi dalam kandungannya baik-baik saja.

Sesampainya di depan pintu rumah sakit, Natsume perlahan kehilangan kesadarannya, namun ia masih sempat mendengar suara-suara yang meneriakkan namanya agar tetap sadar. Tapi sayangnya, Natsume benar-benar tak sanggup membuka matanya lagi.

*****

Pradana bangun karna sinar matahari yang mengenai wajahnya, ia tertidur dikursi samping ranjang istrinya berbaring. Ia membelai pelan wajah istrinya yang tertidur pulas karna kelelahan.

Kejadian beberapa jam lalu kembali terlitas, semuanya terjadi begitu cepat, dan Pradana nyaris berteriak histeris saat istrinya pingsan dalam keadaan hendak melahirkan.

Namun ia kembali mendapatkan kontrol dirinya berkat adiknya Safira, yang merupakan dokter kandungan dirumah sakit itu yang dengan cepat mengambil alih untuk membawa istrinya ke ruang bersalin bersama para rekannya.

Untung saja dalam perjalanan ke ruangan bersalin, istrinya kembali sadar dan bisa melewati proses bersalin dengan lancar.

Pradana menunduk dan mengucapkan syukur kepada tuhan dalam hatinya, namun tak lama ia kembali mengangkat wajahnya karna merasakan adanya pergerakan diujung ruangan.

Benar saja, Arya sudah bangun dari tidurnya. Kedua anak laki-lakinya itu memang memilih untuk tidur disofa yang ada diruangan bundanya semalam, setelah menolak mati-matian untuk pulang bersama kakek dan nenek mereka.

Arya tersenyum manis pada ayahnya, namun sedetik kemudian senyuman di wajahnya semakin melebar, hingga menunjukkan gigi-giginya yang imut dan ia tampak begitu bahagia.

Pradana mengikuti arah pandang Arya pada sesuatu yang ada dibelakang dirinya. Saat membalikkan badan, Pradana baru mengerti kenapa Arya berekspresi seperti itu, ternyata seorang perawat baru sajamemasuki ruangan dengan seorang bayi dalam gendongannya.

Perawat itu tersenyum pada Pradana dan juga Arya, serta Natsume yang entah sejak kapan sudah bangun. Pradana berbalik dan menatap wajah wanita yang amat sangat ia cintai itu, kebahagiaan terpancar diwajahnya dan kemudian berbalik lagi melihat putri kecilnya yang masih berada dalam dekapan perawat.

"Silakan pak, digendong bayinya. Bayi bapak dan ibu sangat cantik dan sangat sehat sekali" ucap perawat, dan dengan semangat memberikan bayi dalam dekapannya kepada Pradana, dan langsung disambut oleh pria itu.

" Terima kasih sus"

" Sama-sama pak, apakah bapak dan ibu sudah menyiapkan nama untuk putri kecil ini?" tanya perawat penasaran.

" Iyah, sudah suster. Namanya Nisa, Arnisa Putri Bramanthyo" jawab Pradana seketika menjadi antusias.

" Nama yang cantik sekali, semoga anak bapak dan ibu sehat selalu. Kalau begitu, saya pamit keluar"

"Iyah, terima kasih banyak sus"

Setelah suster keluar dari ruangan, Pradana menyerahkan putrinya kepada Natsume untuk digendong. Arkana yang baru saja bangun dan melihat bayi itu, langsung menghampiri bundanya diikuti Arya dibelakangnya.

Arkana langsung bercelonteh ria disamping adik barunya seolah sedang mengajak bayi mungil itu bicara, yang langsung mengundang tawa dari kedua orang tuanya. Sedangkan Arya, ia menyentuh jemari mungil adiknya dan meneteskan air mata bahagia.

" Arnisa Putri Bramanthyo, kakak janji akan selalu menjaga Nisa apapun yang terjadi. Kakak akan menjaga dan melindungi Nisa dari dunia luar yang berbahaya, bahkan dengan nyawa kakak sendiri" ucap Arya dalam hatinya, dan air mata semakin banyak turun membasahi kedua pipinya.

Arya jatuh cinta pada bayi mungil didepannya, cinta seorang kakak yang begitu besar telah ia jatuhkan pada adiknya, bahkan lebih besar dibanding cintanya pada bundanya sendiri.

Tanpa ia sadari, tatapan kedua orang tuanya terarah padanya, mereka tak pernah mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh anaknya yang satu itu.

Arya tidak pernah menangis setelah adanya Arkana dikeluarga mereka. Bahkan saat ia terjatuh ataupun sakit, serta apapun kondisinya, Arya tak pernah menangis sekalipun.

Namun melihat dirinya sekarang menangis hanya dengan melihat bayi mungil dihadapannya, Pradana dan Natsume mengerti bahwa cinta Arya sudah, dan mungkin hidupnya sekarang telah ia jatuhkan sepenuhnya untuk Nisa, putri kecil mereka.

Bersambung....

Keinginan Natsume

Natsume memandangi putri kecilnya yang sedang bermain bersama teman-teman sebayanya.

Gadis kecil itu tampak sangat menikmati setiap waktu yang ia habiskan, sekedar berlarian dan berlomba untuk mencoba berbagai permainan yang disediakan di taman kanak-kanak.

Natsume mendaftarkan Nisa, untuk mulai membiasakan diri bersosialisasi dengan orang lain selain anggota keluarganya.

Waktu tak terasa berlalu begitu cepat. Tanpa Natsume sadari, kini putrinya sudah berumur 5 tahun, dan sebentar lagi akan memasuki bangku sekolah dasar.

Semenjak kelahiran Nisa dalam hidupnya, Natsume benar-benar berfokus untuk mengurus gadis kecil itu. Meskipun Nisa adalah anak ketiga dari pernikahan Natsume dan Pradana, namun masih banyak yang harus ia pelajari, karna Nisa adalah putri pertamanya.

Natsume sangat senang ketika menghabiskan setiap waktunya bersama dengan Nisa, karna sudah sejak lama dirinya berharap bisa dikaruniai seorang putri.

Ketika Natsume mengetahui bahwa saat itu yang sedang dirinya kandung adalah seorang anak perempuan, ia sudah menyiapkan segala rencana untuk kehidupan putrinya di masa depan.

Waktu usia kehamilannya memasuki 7 bulan, dirinya sudah meminta resign dari pekerjaannya disebuah perusahaan ternama.

Kini Natsume tengah dilanda kebimbangan dalam menjalani perannya sebagai seorang ibu dan istri.

Bukan apa-apa, tapi Natsume kini sadar betul bahwa dirinya mulai merindukan untuk kembali menjadi wanita karir. Wanita yang selalu berpenampilan elegan, dan selalu diandalkan oleh banyak orang dikantor.

Bukan berarti Natsume membenci kehidupannya yang sekarang hanya berfokus mengurus keluarga, tapi karna Natsume sekarang lebih banyak memiliki waktu luang, karna kedua anak laki-lakinya mulai bisa mengurus diri sendiri, dan Nisa juga sudah bisa sepenuhnya ditinggalkan bersama babysitter.

"Apakah mungkin, mas Pradana mau memberikan ijin padaku untuk bekerja kembali?" Tanya Natsume pada dirinya sendiri.

" Bundaaaaa!" tiba-tiba terdengar suara teriakan Nisa. Sepertinya gadis kecil itu sudah selesai dengan semua kegiatannya di taman kanak-kanak.

" Nisa jangan lari nak, nanti jatuh! Pelan-pelan aja sayang" balas Natsume gemas melihat Nisa yang berlari untuk menghampiri dirinya.

" Bunda...! Bunda...! Nisa mainnya seru banget! Bunda liatkan tadi, Nisa lebih jago main permainannya dari semua teman-teman Nisa yang ada?"

"Iyah sayang, bunda liat Nisa kok dari tadi. Anak bunda memang paling jago"

"Iya dong bunda, makasi yah bunda udah nemenin Nisa terus"

"Sama-sama sayang. Kita pulang yuk sekarang, biar bunda bisa bantu bi Inah masak makan siang"

" Ayo bunda"

Natsume pun beranjak dari tempat duduknya dan menggandeng tangan Nisa menuju mobil mereka yang diparkir tidak jauh dari sana.

Sesampainya di rumah, Natsume memarkirkan mobilnya digarasi dan membantu Nisa keluar dari dalam mobil. Gadis kecil itu melompat kegirangan saat melihat ada mobil ayahnya ikut terparkir disana.

"Bunda, ada ayah dirumah" kata Nisa antusias

" Iyah sayang"

"Ayo masuk bunda! Kita samperin ayah didalam, siapa tau ayah pulang buat makan siang bareng sama kita"

" Nisa masuk dan temui ayah duluan yah, nanti bunda nyusul" jawab Natsume datar sambil melepaskan tarikan nisa pada ujung bajunya. Nisa pun langsung mengikuti kata-kata Natsume, dan berlari kecil masuk ke dalam rumah.

"Selamat siang ayah, Nisa pulang!" Natsume masih bisa mendengar salam Nisa pada suaminya, meskipun sosok gadis itu sudah tak terlihat lagi olehnya.

Natsume melirik mobil suaminya sesaat, dan kebimbangan di hatinya yang sempat hilang kembali bermunculan lagi. Pikirannya kembali dipenuhi oleh keinginannya untuk kembali bekerja.

Tadinya Natsume ingin membahas hal ini bersama Pradana, saat malam hari pada waktu biasa suaminya itu pulang kerja. Namun siapa sangka, Pradana akan mampir ke rumah pada siang hari dan disaat Natsume belum menyiapkan hati untuk bicara.

"Kamu kenapa? Kenapa nggak ikutan masuk?" tegur Pradana membuyarkan lamunan Natsume.

" Eh mas... Ini mau masuk kok. Mas mau makan siang dirumah?"

" Iyah, udah lama aku nggak makan siang dirumah. Nggak apa-apa kan?"

" Yah nggak apa-apalah mas, justru aku senang karna bisa nyiapin makan siang juga buat mas" Natsume memeluk lengan suaminya dengan manja dan tersenyum manis.

" Bagus deh kalau begitu, tapi kamu nggak kenapa-kenapa kan dari tadi?" tanya Pradana menatap wajah istrinya cemas.

"Nggak kenapa-kenapa kok mas. Memangnya aku kenapa?"

" Aku cuman penasaran aja, takut ada apa-apa sama kamu. Kalau kamu baik-baik aja, yah syukur"

"Apaan sih mas"

"Loh, kok ada Arya sama Arkana juga dirumah? Bukannya ini belum jam pulang sekolah yah?" tanya Natsume heran, ketika melihat kedua putranya turun dari lantai dua dengan berbalut pakaian yang biasa mereka pakai dirumah sehari-hari.

" Kita disuruh pulang cepat bun, karna ada acara diantara guru-guru. Kan aku sama kak Arya satu yayasan sekolah, jadi jam segini udah barengan ada dirumah" jawab Arkana sambil berjalan ke meja makan.

Sedangkan Arya, masih sibuk membaca buku yang ada ditangannya. Namun detik berikutnya, ia dengan cepat mengalihkan pandangan, pada sosok gadis kecil yang berlari menuruni tangga.

"Nisa jangan lari-lari nanti jatuh!" tegur Arya pelan, yang langsung dituruti oleh Nisa. Gadis itu segera memperlambat gerakannya menuruni tangga.

"Kok bunda nggak tau kalian pulangnya cepat, kan biasanya kalian nelpon bunda? Terus tadi pulangnya sama siapa? Sama bang sarip?"

"Kita udah nelpon bunda berulang kali, tapi nggak diangkat. Pas nelpon bang sarip, katanya lagi nemanin bi Inah belanja ke pasar, jadi kita nelpon ayah buat jemput ke sekolah" kali ini suara Arya yang terdengar.

" Masa sih?" Natsume segera mencari hpnya didalam tas. Benar saja, ada banyak sekali notifikasi panggilan tak terjawab dan chat dari kedua anak laki-laki itu serta suaminya.

"Kok kamu bisa nggak sadar? Kamu benaran nggak apa-apa kan sayang? Kalau ada apa-apa, cerita aja sama aku, nggak biasanya kamu seperti ini"

"Aku nggak apa-apa kok mas, beneran deh. Ini aku nggak sadar, karna hpku aku silent. Kamu nggak usah khawatir yah, mending kita makan siang aja"

Natsume mencoba mengubah topik dengan mengajak Pradana makan bersama, karna Natsume belum bisa mengatakan keinginannya sekarang.

Biarlah saat malam hari ketika suaminya pulang, barulah ia sampaikan maksud hatinya itu. Mereka pun menyantap makanan yang disiapkan bi Inah dengan lahap, dan diselingi percakapan ringan yang sering terdengar diantara keluarga.

******

Natsume melirik jam dinding dikamarnya yang sudah menunjukkan pukul 9 malam. Pasti sebentar lagi suaminya akan pulang. Ia Menatap pantulan wajahnya dicermin dan tersenyum bahagia, karna wajahnya masih nampak sangat muda, meskipun sekarang ia telah menyandang gelar ibu tiga anak.

Natsume selalu merasa beruntung menikah dengan Pradana, yang baginya sangat sempurna sebagai seorang suami, dan selalu mengerti dirinya serta tak banyak menuntut sesuatu secara berlebihan.

"Bunda" terdengar suara dari balik pintu kamar Natsume, yang dengan cepat dibukanya.

" Kenapa sayang?" tanya Natsume pada putra sulungnya.

" Ayah sudah pulang bun, sekarang lagi di bawah. Tadi udah Arya bilangin, kalau bunda lagi mandi"

" Makasi yah sayang" Natsume memang berpesan pada Arya untuk mengatakan pada Pradana bahwa dirinya sedang mandi. Ia takut kalau nanti saat suaminya itu pulang, dan tak melihat Natsume menyambut dirinya.

" Mas, udah pulang?" Natsume duduk disamping Pradana yang sedang menikmati kopi bikinan bi Inah di sofa ruang tamu.

" Iyah, kamu baru habis mandi? Kenapa nggak keringin rambut dulu, malah buru-buru turun?"

" Iyah aku habis mandi mas. Tadi habis masak makan malam, belum sempat mandi udah diminta temanin kerja tugas sekolah sama Nisa"

" Lain kali mandi aja dulu, baru urusin yang lain. Nggak baik mandi malam hari seperti begini, ini udah jam 9 loh, kalau kamu sakit gimana?"

" Iyah mas"

"Lain kali juga, kalau lagi bikin sesuatu, lanjutin aja dulu. Jangan paksain kalau nggak bisa nyambut aku pulang kerja, tuh liat rambut kamu masih basah, nanti bajumu juga ikutan basah"

Pradana mengambil jasnya yang ia letakkan disofa, kemudian memakaikannya dipunggung Natsume. Ia memindahkan rambut Natsume keatasnya, agar air yang menetes dari rambut basah itu, jatuh membasahi jas Pradana.

" Terima kasih yah, mas" Natsume tersenyum bahagia ke arah Pradana.

Inilah yang membuat Natsume jatuh cinta pada pria tampan dihadapannya, semua hal yang dilakukan Pradana membuat Natsume selalu merasa sangat dicintai dan istimewa.

"Mas, ada hal penting yang mau aku bicarakan sama mas"

" Hal penting tentang apa? Coba bicara saja, mas akan mendengarkan"

" Tapi mas harus janji dulu, nggak akan marah sama aku yah?"

"Iyah, mas janji"

" Beneran mas?" tanya Natsume tampak ragu-ragu.

"Iyah sayang. Kapan mas pernah bohong sama kamu?" Pradana tersenyum lembut kearah natsume.

"Aku pengen bisa balik kerja lagi kayak dulu mas. Ituupun kalau boleh, tapi kalau nggak boleh, nggak masalah kok" ucap Natsume menunduk.

"Uang yang aku berikan tiap bulan, kurang yah? Atau ada sesuatu yang mau kamu beli?" Tanya Pradana, yang membuat Natsume terkejut.

" Nggak kok mas, uang yang kamu kasih sangat lebih dari cukup. Aku cuman pengen aja, karna sekarang aku punya banyak waktu luang dan merasa bosan. Apalagi Arya dan Arkana udah bisa mandiri, dan Nisa juga ada babysitter yang jagain kalau di TK. Tapi aku juga pasti akan tetap menjalankan peranku, sebagai ibu dan juga istri kok mas"

" Kamu yakin bisa membagi waktu buat keluarga dan kerjaan? Nggak apa-apa, kalau kecapean nanti?"

"Aku yakin pasti bisa kok mas. Kalau soal cape, itu kan resiko yang harus aku ambil untuk keinginan aku ini, jadi nggak masalah buat aku mas." Jawab Natsume penuh keyakinan.

" Ya sudah kalau begitu maumu. Aku sih ikut aja apa yang mau kamu lakukan, selama itu masih hal yang positif"

" Serius mas? Kamu nggak bohong kan mas?" tanya Natsume tak percaya dengan jawaban Pradana yang didengarnya barusan.

"Iya, aku serius sayang"

" Ahhhh..., makasi sayang" Natsume berhambur memeluk suaminya dengan bahagia, Pradana pun memeluk istrinya dengan sayang.

Namun keduanya tak akan pernah menyangka, bahwa keputusan mereka saat ini, adalah jalan yang akan membuka banyak sekali konflik dan kesakitan dalam bahtera rumah tangga, yang telah begitu lama mereka jaga dengan penuh cinta.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!