NovelToon NovelToon

Istri kontrak

Bab 1 pertemuan

Perusahaan asing milik Negara Jerman ini sudah puluhan tahun berada di Indonesia. Perusahaan yang bergerak dalam bidang Jasa antar dengan menggunakan pesawat ini adalah sebuah Perusahaan gabungan antara Perusahaan penerbangan dan jasa pengiriman barang dari luar Negri.

Disinilah kisah cinta seorang office gril cantik dimulai.

"Eh Lo dah denger lum Yan?" Tanya seorang wanita berkulit gelap pada seorang wanita manis berlesung pipi.

"Tau apa?" Tanya balik wanita yang tadi dipanggil Yani.

"Maryani...gue tanya malah tanya balik..." mendengus kesal wanita kulit hitam itu.

"Hmm...Saodah binti Ma'ruf abdullah...Lo yang aneh-aneh aja deh...gua tanya karena gue nggak tau!" Kata Maryani lebih sering disapa Yani.

"Dia itu CEO baru kita, katanya sih campuran Jepang, Amerika dan Indonesia..." kata wanita kulit hitam.

"Oh ya...hehehe...udah cepet kerja! Ngobrol molo!" kekeh Yani.

Office gril cantik ini sudah berumur tiga puluh lima tahun, tapi...masih terlihat imut dan sangat menggemaskan. Kisah cinta yang tak pernah ia duga mewarnai hidupnya hanya karena sebuah novel yang ia tulis dalam sebuah aplikasi novel online. Dia bertemu dengan pria yang bernama Gween Zero Nagasaki. Pria yang biasa disapa Mr.Zero ini merupakan seorang Komisaris Direksi di Perusahaan GD Express, Perusahaan yang bekerja sama dengan beberapa Perusahaan penerbangan di Indonesia untuk pengiriman paket dari dalam dan luar negri.

Bruggghhh...

"Maaf..." ucap Yani.

"Hm..." seorang pria melewati Yani begitu saja.

"Aneh tuh orang..." batin Yani.

Yani memilih tak mempedulikan pria yang tadi bertabrakan dengannya, ia meneruskan langkah kakinya menuju ruang meeting. Sebuah ruangan luas dengan meja bundar berbaris bentuk oval, ia menaruh botol air mineral di setiap meja yang ada. Ia bernyanyi riang gembira tanpa mempedulikan keadaan sekitar ia terus bersenandung ria.

"Sst...berisik!" Tegur seorang pria padanya.

"Eh...maaf..." ucap Yani.

"Hehehe...bercanda Yan...tegang amat!" Kekeh seorang pria pada Yani.

"Eh...Pak Ian..." Yani nyengir kuda canggung.

"Hm...semangat banget kerjanya Yan..." gurau pria yang biasa disapa Ian, memiliki nama lengkap Dian Satriawan.

"Ya...kalau nggak semangat nanti nggak digaji pak...hehe" kekeh Yani.

"Hehe...kamu bisa aja...nih..." Ian menyondorkan satu kantong kresek bening pada Yani.

"Apaan nih pak?" Tanya Yani bingung.

"Belum makan siang kan? Ini makanan buat kamu..." jawab Ian.

"Loh...eh..." Yani terdiam.

"Ini terima..." Ian menaruh paksa kantong kresek itu ke tangan kanan Yani.

"Ma..ma..kasih pak..." ucap Yani gugup.

"Sama-sama...hm...aku duluan ya..." sahut Ian lalu berpamitan.

Beberapa jam kemudian...

***Brakkk

Bugghhhh***...

"Isst...apa-apaan sih mba Shiren?" Sentak Merry meringis kesakitan.

"Gue peringatin lo ya...jangan pernah caper sama pak Dian!" Wanita bernama Shiren itu menaruh jari telunjuknya tepat di kening Yani.

"Eh...Markonah! Lo ngapa tiba-tiba marah-marah ma gua! Mane ada gua caper sama pak Ian? Gila lo ya!" Yani menepis tangan Shiren dari keningnya.

"Lo ya...!" Shiren merentangkan tangan kanannya hendak menampar Yani.

"Apa yang kalian lakukan disini?" Bentak suara pria dari sisi kiri mereka berdua.

"Mr.Zero!" Pekik Shiren.

"Hm...tadi mau nampar gua lu! Nggak jadi?" Ejek Yani geram.

"Diem lo!" Bisik Shiren.

Yani mengangkat kedua bahu sembari berlenggang pergi melewati pria yang tadi membentaknya.

"Kamu!!! Ikut keruangan saya!" Titah pria yang disapa Mr.Zero pada Merry.

"Siapa pak? Saya???" Yani menunjuk dirinya sendiri.

"Iya kamu! Siapa lagi? Cepat!!!" Titah Zero tegas.

Yani berjalan mengekori Zero, begitu hampir sampai di sebuah ruangan. Secara tiba-tiba Zero menghentikan langkah kakinya sehingga membuat hidung Yani terbentur punggung Zero.

"Aishhh...ngerem kira-kira dong!" Yani meringis mengusap hidungnya yang mungil.

"Kamu!!!" Zero menunduk mendekatkan wajahnya pada wajah Yani.

Yani memundurkan kepalanya ngeri.

"Ini orang gila apa? Nggak tau apa kalau wajah dia tuh bahaya???" Batin Yani.

"Kamu berani sama saya! Kamu tau siapa saya?" Zero menghujani Yani dengan pertanyaan yang terdengar membingungkan.

"Lah...mana saya tau bapak siapa?" Jawab Yani asal.

"Huff... sudah...kembali bekerja sana!" Titah Zero kehilangan kata-kata.

"Baik pak...saya permisi..." Yani membungkuk hormat sebelum meninggalkan Zero.

"Dia sama persis yang digambarkan dalam novelnya..." gumam Zero dalam hati.

Bulan sudah menunjukan dirinya tapi office gril cantik ini masih sibuk bekerja. Rentangan tangan mungil menandakan kelelahan dari office gril cantik ini, sesekali ia menguap sembari terus melakukan pekerjaannya.

"Huwaah...hm...udah malam aja ya..." gumam Yani sembari memandang langit malam hari.

Sekitar satu jam kemudian, Yani baru menyelesaikan pekerjaan terakhirnya.

Selesai mengganti pakaian, ia pun keluar dari gedung bertingkat dengan menggendong tas ransel berwarna hitam.

"Pesan ojek aja deh...udah malam banget" gumam Yani saat melihat layar ponsel Android miliknya menunjukan pukul delapan lebih lima belas menit.

Tinnn Tinnn Tinnn

Sebuah mobil bermerk Mazda CX-5 berhenti di depan Yani.

"Mobil sampah nih?" Gumam Yani.

Seorang pria nampak keluar dari dalam mobil.

"Yan...belum pulang?" Sapa pria itu.

"Eh...pak Ian...belum pak..." sahut Yani.

"Jangan manggil bapak kalau di luar jam kerja" protes pria yang tadi disapa Ian oleh Yani.

"Eh...emang boleh?" Yani memiringkan kepala ke sisi kanan.

"Hehehe...kamu imut banget sih Yani!" Kekeh Ian.

"Yuk...aku antar kamu pulang!" Ajak Ian sembari menarik tangan kanan Yani.

***Cllekkkk

Klakkkk***

Yani termenung sampai ia menyadari jika kini ia sudah berada di dalam mobil.

"Kamu tinggal di mess nomor berapa?" Tanya Ian.

"Nomor empat belas pak..." jawab Yani.

"Loh...bukannya itu mess yang paling kecil kamarnya ya? Tapi emang iya sih ada kamar mandi di dalam, lain dari kamar mess yang lainnya" kata Ian.

"Sengaja pak pilih kamar yang lebih kecil karena nggak akan ribet bersihinnya" sahut Yani.

"Oh gitu..." Ian manggut-manggut sembari terus fokus menyetir.

Begitu sampai di depan mess Perusahaan, Yani keluar dari dalam mobil.

"Makasih ya pak...saya nggak bisa nyuruh bapak mampir karena nggak diperbolehkan oleh Perusahaan untuk menerima tamu" ucap Yani.

"Hm...lain kali aku pasti bisa mampir kok...kamu tunggu aja!" Bisik Ian.

"Deket banget!" Batin Yani memundurkan kepalanya.

"Kamu takut sama aku?" Ian terkikik geli.

"Nggak kok...malam pak..." Yani langsung ngacir kocar-kacir masuk ke dalam kamar mess nya.

Ian tersenyum melihat kelakuan Yani.

"Imut..." gumam Ian.

"Sudah pergi orangnya...masih kau senyum-senyum begitu???" Tegur suara serak dari seorang pria.

"Lo udah bangun?" Ian masuk kembi ke dalam mobil.

"Udah dari tadi...kau bisa ya... mesra-mesraan di depan bos!" Sindir pria tersebut.

"Astaga Zero! Please deh...lo bisa kan biarin gue bahagia sedikit aja..." gerutu Ian kesal.

"Whatever..." sahut Zero pria Jepang-Amerika itu.

To be continue...💜💜💜

Istri kontrak

Dalam kamar yang luasnya tak lebih luas dari kamar mandi rumah orang kaya, Yani terlelap dalam mimpi, dalam mimpinya muncul sosok bayangan yang tadi mengantarnya pulang.

"Hahh...huff...mimpi apaan tuh???" Yani terbangun dengan nafas memburu.

"Udah gila kali ya gua! Haishhh..." Yani mengacak-acak rambutnya.

Setiap hari Sabtu, Yani sengaja datang ke kantor guna mengambil lemburan, seharusnya hari Sabtu dan Minggu itu hari libur akan tetapi Yani selalu datang tiap hari Sabtu karena pasti ada saja staf kantor yang lembur ditiap hari Sabtu.

Office gril sebenarnya tugasnya hanya membuatkan minuman atau melakukan pekerjaan semacam membelikan makanan untuk para staf kantor akan tetapi Yani turut ikut bersih-bersih yang seharusnya itu adalah tugas dari cleaning servis.

"Huff... selesai juga...pulang ah..." gumam Yani.

Yani turun dari lantai lima gedung menggunakan lift karyawan.

"Kau lembur lagi?" Tegur suara pria dari arah belakang Yani.

"Eh...kok bapak naik lift ini sih???" Pekik Yani.

"Suka hati saya mau naik lift yang mana?" Sahut pria itu.

"Cih...ya deh...komisaris mah laen!" Decih Yani memutar bola mata malas.

tingg

"Saya duluan pak...permisi..." pamit Yani menunduk hormat.

Saat Yani hendak keluar dari dalam gedung, seorang wanita masuk dengan dandanan bak artis selebriti Hollywood.

"Sayang...aku kangen..." teriak kecil wanita itu hendak memeluk pria yang tadi berpapasan dengan Yani.

"Eughh..." pria itu menghalangi wanita itu untuk memeluknya.

Yani memperhatikan pria yang tadi, wajah pria itu berubah pucat pasih. Sedikit mendesah kesal, Yani menghampiri pria itu.

"Pak...apa bapak baik-baik saja?" Tanya Yani sembari memapah pria tampan yang kondisinya kini sudah hampir pingsan.

"Tolong...saya...eughhh...hm..." ucap pria itu menahan mual.

"Eh..." Yani termenung.

"Sayang...kamu baik-baik saja kan?" Tanya wanita tadi cemas.

"Sudah aku peringatkan untuk tidak lagi muncul dihadapan ku!!!" Sentak pria itu marah.

"Sayang...kamu masih marah? Padahal itu sudah lama sekali berlalu..." rengek wanita cantik itu.

"Jangan sentuh aku!!! Terlebih di depan istriku!!!" Pria tadi menepis kasar tangan wanita cantik yang tadi ingin memeluknya.

"Istri??? Saya???" Bisik Yani.

"Saya mohon...hm..." menautkan alis pria tampan itu nampak sangat menyedihkan.

"Sabar Yani..." batin Yani lalu berkata."Maaf ibu ini siapa ya? Ada perlu apa sama SUAMI saya?" Yani menekankan kata suami di akhir kalimat.

"Lo??? Istrinya Zero? Yang bener aja lah..." wanita cantik bersedekap angkuh.

"Ada yang salah? Yang jelas saya istri sah pak Zero sedangkan kamu siapa???" Sahut Yani geram.

"Sayang...benaran dia istri kamu???" Rengek wanita cantik itu.

Pria yang ditolong oleh Yani adalah Zero, seorang Komisaris di Perusahaan tempat Yani bekerja.

"Lo nggak tau siapa gua hah!!! Bapak gua pemilik gedung ini! Asal Lo tau!!!" Wanita cantik itu berteriak marah.

"Isshh...jadi Lo yang namanya Larissa Riquelme??? Putri dari pak Guetta Riquelme? Ishh...bapak Lo aja nggak berani teriak-teriak marahin gua! Lah Lo berani-beraninya teriak dan bentak-bentak gua?!" Sahut Yani geram.

"Siapa lo sampai bapak gua nggak berani sama Lo hahh!!!" Sentak wanita cantik bernama Larissa itu pada Yani.

"Gua???" Yani menunjuk dirinya sendiri sembari tersenyum smirk.

"Lo ya!!!" Larissa hendak menampar Yani.

"Gua cewek yang ditaksir sama bapak Lo! Puas!!!" Yani menongak menatap tajam Larissa.

"Apa???" Larissa memekik kesal.

Semakin meradang Larissa kembali berusaha menyerang Yani, tapi tidak sampai karena Zero keburu menghadang berdiri di depannya.

"Jangan sentuh istriku!!!" Sarkasme Zero mendelik marah.

"Dia itu pelakor! Kau masih mau menerima wanita pelakor ini sebagai istrimu hah!!!" Maki Larissa.

"Rissa kejadian tiga tahun yang lalu membuat ku mual setiap berdekatan dengan wanita, tapi..." Zero menarik pinggang ramping Yani."Tapi...dia-lah wanita satu-satunya yang membuat debaran melodi di hidupku..."

"Pak Zero..." cicit Yani termenung.

"Rasakan disini...debaran ini hanya untukmu istriku..." ucap Zero mesra seraya menaruh kepala Yani ke sisi kanan lalu ditempelkan telinga Yani disana.

deg deg deg deg

"Ini kok deg deg serr sih ya???" Batin Yani.

"Benar kan??? Hm..." belaian lembut Zero hadiahkan pada pucuk kepala Yani.

"Hm...aku percaya sama kamu suamiku..." sahut Yani mulai berakting.

"Kamu sudah lihat kan? Kalau kami saling mencintai???" Kata Zero melirik sinis pada Larissa yang memerah wajahnya menahan marah.

Larissa berbalik arah kemudian berkata."Ingat ini Zero! Kau hanya milikku!!! Kau hanya bisa menjadi milikku!!!"

Selepas kepergian Larissa, Yani mendorong perlahan dada Zero.

"Sudah selesai kan aktingnya? Saya pulang dulu pak!" Yani mengulang kembali kalimat berpamitan kemudian melangkah keluar gedung.

"Tunggu!!! Tunggu!!!" Berlari kecil Zero mengejar Yani.

"Apa pak???" Yani menoleh ke belakang.

"Ini...bayaran untuk aktingmu tadi!" Zero menyondorkan lima lembar uang seratus ribu.

"Hm...lumayan buat stok makan selama sebulan!" Sahut Yani tanpa malu-malu ia mengambil lembaran uang itu.

"Tunggu!!!" Zero menarik pergelangan tangan kanan Yani kali ini.

"Apa lagi bapak Zero??!!!" Geram Yani.

"Ikut saya! Saya perlu bicara empat mata sama kamu!!!" Titah Zero sembari menarik tangan Yani lalu masuk ke dalam mobil.

"Loh...Yani...kamu ada disini???" Sapa pria semalam yang muncul di mimpi Yani.

"Iya pak Ian..." sahut Yani memblushing malu.

"Sial!!!" Runtuk Zero dalam hati kemudian menutup kedua mata Yani dengan telapak tangan kirinya yang lebar.

"Apaan sih pak? Ngapain bapak tutup mata saya!!!" Yani menyingkirkan secara kasar telapak tangan Zero kemudian melotot galak.

"Kamu berani sama saya?" Zero mendelik tak mau kalah.

"Ngapain takut sama bapak? Mang bapak alien??? Yeee..." sahut Yani menekuk wajah cemberut.

"Kamu!" Zero mengeram kesal.

"Baru kali ini...dia tidak muntah bersama dengan seorang wanita..." batin Ian melirik kaca spion depan.

"Apa???" Yani menongak menantang.

"Ishh...sudahlah..." Zero memalingkan pandangannya ke luar jendela mobil.

"Pff..." Ian menahan tawa melihat raut wajah sahabat sekaligus atasannya itu.

"Bahagia sekali lo Ian!" Kata Zero melirik Ian dari balik kaca spion.

"Pfff...hahahaha...sumpah muka lo gitu amat!" Tawa Ian pecah seketika melihat mimik wajah Zero semakin masam.

"Diam!" Sentak Zero.

"Dih...orang ketawa kok dilarang! Emang ada pasalnya dilarang ketawa? Huh..." gumam Yani.

"Ck...cepat ke Apartemen gue sekarang!" Titah Zero memutar bola mata malas.

"Ihh..." Yani mengangkat bibir atasnya setengah melirik Zero.

Beberapa jam kemudian...

"Ini...lo yakin Zee mau buat kontrak kayak gini?" Tanya Ian selesai mengeprin lembaran surat kontrak.

"Ck...tidak perlu ikut campur urusan gue!" Sahut Zero.

"Ini...baca dulu!" Titah Zero memberikan lembaran kertas pada Yani.

Yani membaca isi lembaran demi lembaran itu lalu bertanya."Apa bapak nggak salah nih? Mau saya jadi istri kontrak bapak? Udah gitu selama satu tahun lagi! Lama bener???"

"Iya...saya butuh istri untuk menghapus rumor yang beredar di kantor maupun di luar kantor" jawab Zero.

"Bapak nggak mau tanya saya bersedia apa nggak?" Protes Yani.

"Kamu pasti bersedia, ini...lihat nominal uang muka kontrak pernikahan ini!" Tunjuk Zero pada tulisan di lembaran tersebut.

Bola mata Yani hampir keluar kala memperhatikan angka nol dalam surat kontrak itu.

"Satu,dua,tiga,empat...hah!!! Seratus juta!!!" Yani tersentak langsung berdiri dari duduknya.

"Astaghfirullah..." ucap Ian terkejut.

"Hehehe...maaf pak Ian..." Yani nyengir kuda.

"Hm...masih mau nolak?" Zero bersedekap sombong.

"Ehemm...hmm...okay...tapi saya punya syarat!" Dehem Yani canggung.

"Apa???" Tanya Zero.

"Pertama...kita tidak boleh menganggu kehidupan pribadi masing-masing, kedua...tidak ada kontak fisik! Ketiga...kita tidak boleh tinggal di satu kamar yang sama!" Jawab Yani sembari menghitung dengan jari jemarinya yang imut.

"Yang pertama dan yang kedua okay, tapi yang ketiga itu tidak bisa" kata Zero.

"Loh...kenapa???" Yani mengkerutkan kening bingung.

"Kontrak ini selain untuk menghapus rumor tidak sedap tentang saya, kontrak ini juga untuk menyenangkan hati nenek saya yang sudah sakit-sakitan ditambah lagi ibu saya bisa curiga jika kita tidak tidur di kamar yang sama dan satu lagi..." Zero menarik tangan Yani sampai ia terjatuh di pangkuannya.

Glekkk

"Mau apa dia???" Yani memejamkan mata takut berkata dalam hati.

Tak

"Auchh...sakit pak!" Meringis Yani mengusap keningnya.

"Kamu lagi mikir apa sih? Jangan bilang kamu kira saya mau nyium kamu...ih...tidak sudi!" Kata Zero.

Dughh

Yani memukul kening Zero menggunakan kepalanya.

"Argghhh...kamu gila ya!!!" Zero berteriak kesakitan.

"Kalian belum nikah aja udah kayak Tom and Jerry, gimana mau tinggal serumah?" Kata Ian melerai pertengkaran antara Zero dan Yani.

"Dia duluan pak!" Rengek Yani.

"Cih...kamu lihat nih...merah kening saya!" Tunjuk Zero pada keningnya.

"Lagian bapak ngomong nyelekit gitu!" Gumam Yani.

"Udah salah masih berani ngebantah! Cepat tanda tangan, atau mau saya laporkan kamu atas tindak kekerasan? Nih...bisa jadi bukti!" Kata Zero nge-bossi.

"Ya...jangan dong pak...iya nih...saya tanda tangan!" Yani langsung menanda tangani dokumen surat kontrak itu tanpa pikir panjang.

"Bagus! Seminggu lagi kita menikah!" Kata Zero tersenyum puas.

"Tapi pak...di kantor jangan sampai orang-orang tau saya istri bapak" tutur Yani.

"Kenapa???" Tanya Zero.

"Bapak tuh idola para wanita di kantor, saya nggak mau jadi musuh para wanita yang suka sama bapak!" Jawab Yani.

"Yang dikatakan Yani ada benarnya Zee, paling tidak orang-orang di kantor tau lo udah nikah, mereka juga nggak akan cari tau istri lo siapa? Cukup lo pakai cincin kawin di jari manis lo! Masalah beres!" Celetuk Ian.

"Hm...okay...saya setuju!" Sahut Zero.

Zero dan Yani berjabat tangan sebagai tanda kesepakatan bagi keduanya.

"Apa langkah yang gue pilih udah benar ya???" Batin Yani.

"Satu tahun...apakah aku bisa menunggu selama itu???" Batin Ian.

"Aku tidak akan mungkin jatuh cinta dengan wanita ini kan???" Batin Zero.

Seiring surat kontrak ditandatangani, ketiga insan ini pun larut dalam pemikiran masing-masing.

To be continue...❤️

Sang Jenderal

Gween Zero Nagasaki lahir di Jepang pada tanggal 10 November 1978, tahun 2025 ini usianya sudah menginjak empat puluh tiga tahun, sudah sangat cukup umur untuk pria seusia dirinya untuk membina rumah tangga.

Trauma mendalam yang ia alami saat memutuskan berkencan dengan seorang gadis cantik yang merupakan adik angkatnya itu membuat ia sampai detik ini tidak bisa lama-lama berdekatan dengan seorang wanita. Karena jika demikian terjadi maka ia akan merasakan sakit yang luar biasa di bagian perut timbulah rasa mual yang berlebihan lalu ia bisa memuntahkan semua isi perutnya.

Sudah lebih dari dua tahun lamanya ia menjalani terapi pengobatan ahli kejiwaan, meski sudah menjalani terapi ia masih belum juga sembuh dari penyakit aneh itu. Dimana ia tidak mampu menahan mual saat berdekatan dengan seorang wanita, bahkan ibu kandungnya Haruka Nagasaki tidak bisa leluasa memegang tangan putranya ataupun sekedar duduk santai berduaan itu pun tidak bisa dilakukan olehnya.

Zero kini gemar membaca novel online, ada satu novel di aplikasi novel online yang membuat ia geram dan merasa ini adalah khayalan si penulis saja, cerita yang tak masuk akal bagi dirinya membuat ia ingin sekali bertemu dengan si penulis atau akrab dikenal dengan sebutan Athour.

"Ishhh...jauh-jauh ku mencari informasi tentang dia... ternyata dia orang Indonesia...cih..." gumam Zero sembari memperhatikan gerak-gerik seseorang.

"Samperin Zee, jangan beraninya liat dari jauh!" Sindir Ian sembari duduk di sebelah kanan Zero.

"Berisik!" Sentak Zero.

"Lagian...ada angin topan darimana seorang Komisaris Direksi yang tidak pernah mau makan di kantin kini justru duduk manis disini..." kata Ian sembari mengunyah.

"Bawel!" Omel Zero.

"Sang Jenderal ada di kantin untuk makan siang...wah...hebat bukan? Hehehe" kata Ian dengan senyum menggoda.

"Sial lo!" Umpat Zero kemudian beranjak.

Sepasang mata sipit namun sangat berkarisma terus membututi sosok wanita manis yang sedang bersend gurau bersama rekan-rekannya. Mata itu terus menerus tertuju pada wanita itu akan tetapi wanita yang ditatap justru nampak tidak mempedulikan tatapan mata itu.

"Ke ruangan saya! Sekarang!!!" Bisik Zero no debat pada wanita yang sedari radi ia perhatikan.

Glekkk

"Mau apa sih nih orang?" Batin si wanita meneguk kasar slavinanya.

"Yan...pak bos ngomong apa?" Tanya seorang pria pada wanita yang bernama lengkap Maryani.

"Suruh keruangannya sekarang juga!" Jawab Yani sembari beranjak berdiri.

"Ada hubungan apa Yani sama pak bos?" Pria itu kembali bertanya-tanya.

"Udin markudin, kalo masih mau kerja disini mending nggak usah ikut campur!" Sahut Saodah rekan seprofesi Yani.

"Odah...lo kan deket sama Yani, masa Yani nggak cerita apa-apa sama lo?" Kata Udin mulai kepo.

"Kagak!" Jawab Saodah.

"Mana mungkin nggak cerita, siapa lagi yang bisa dia ajak curhat kalau bukan gua atau bu Eve..." batin Saodah menatap iba punggung sahabatnya.

***Cklekkk

Brakkk***

"Auchhh...pak...sakit tau!" Yani meringis kesakitan.

"Kamu dari tadi lihat saya kan disana? Kenapa nggak nyapa saya?" Tanya Zero menggeram marah.

"Dih...bapak mah aneh, kan kita udah sepakat jangan sampai orang-orang di kantor tau kita punya hubungan!" Jawab Yani."Lagian...nih...lepas...sakit tau!" Yani menepis kasar tangan kiri Zero yang mencengkram tangan kanannya.

"Kamu memang perempuan aneh, khayalan mu terlalu tinggi!" Kata Zero.

"Bapak kenapa dah? Apa salah saya? Kok bapak marah-marah sama saya?" Yani melotot galak.

"Ck...kau si Ahli cinta bukan?" Zero duduk di singgasana miliknya lalu bersedekap sombong.

"Hm...bapak tau saya si Ahli cinta? Tau darimana?" Tanya Yani sembari duduk santuy menyilangkan kaki.

"Tulisan kamu itu membuat saya merasa kamu kurang bercermin!" Kata Zero.

"Maksud bapak apa? Hahh!!!" Bentak Yani marah.

"Aku tau...sebagian dari tulisanmu itu adalah kisah hidupmu sendiri dan sebagiannya lagi adalah khayalan mu! Benar???" Sahut Zero.

"Terus? Masalahnya apa??? Toh kalo bapak nggak suka tulisan saya ngapain dibaca lagian siapa suruh baca???!!!" Yani berdiri lalu berjalan ke arah pintu.

"Sebaiknya kamu bercermin! Siapa kamu sehingga ada pria yang bisa mencintaimu dan menerima empat anakmu dari pernikahan mu yang terdahulu? Di kehidupan nyata, mana ada pria yang ikhlas ataupun rela membesarkan empat anak dari istrinya?" Kata Zero.

"Snff..." Yani menghapus kasar air hangat yang menetes di kedua pipinya.

"Saya tidak butuh bercermin, karena itu hanya khayalan saya maka biarkanlah menjadi khayalan belaka, tidak perlu saya jadikan kenyataan!" Kata Yani dengan mata berkaca-kaca, ia enggan menoleh ke belakang.

"Mengkhayal boleh-boleh saja tapi harus ingat batasan! Jangan sampai kamu jadi gila karena terlalu tinggi mengkhayal!" Kata Zero.

Yani langsung menoleh ke belakang, kini wajah manisnya sudah basah oleh air mata.

Zero tertegun melihat raut wajah Yani.

"Iya...ini emang khayalan saya! Tapi biarkan saya bahagia dengan khayalan saya! Tidak perlu bapak ingatkan saya pun paham jika khayalan ini tidak akan mungkin jadi kenyataan!!!" Kata Yani sesegukan.

"Sa...-" Zero beranjak dari singgasananya berjalan perlahan menghampiri Yani.

"Bapak mau apa hah!???" Teriak Yani marah.

"I..i..t..u...u...sa...yy..." Zero mengulurkan tangan kanannya ke arah kepala Yani.

"Saya sadar diri pak! Dengan status janda perceraian siapa yang mau menikahi saya kalau bukan bapak! Tapi...bukan berarti bapak boleh menghina tulisan saya! Mulut bapak...benaran...hiks...kejam!!!" Kata Yani lalu ia keluar dari ruangan Zero.

Brakkkk

"Hah...hufff...apa aku sudah keterlaluan ya???" Zero mendesah frustasi, menjambak kasar rambutnya sendiri.

Sementara di atap gedung...

"Arggghhhh...dasar Jenderal gila!!! Brengs3k!!! Sialan!!! Arggghhhh!!!" Umpat Yani kesal.

"Kamu kenapa Yan?" Tanya seorang pria.

"Nggak kenapa-kenapa!" Jawab Yani menghapus air matanya.

"Siapa yang udah buat kamu nangis Yan? Bilang sama aku!" Kata Ian pria tampan berusia 38 tahun.

"Saya cuma kangen sama anak-anak saya..." kata Yani.

***

***

***

***

See you next chapter 💜🤗💜

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!