Pagi itu sekitar pukul sembilan, dimana matahari sedang mengeluarkan sinarnya dengan cerah dan hangat. Terangnya cahaya dan kehangatan yang di pancarkan oleh matahari pagi itu akan membuat siapa pun, termasuk seorang gadis yang bernama Ellena menjadi semangat untuk memulai harinya dengan ceria dan gembira.
Sinar matahari yang dipantulkan dari dinding tembok beton di samping kamar Ellena, masuk ke dalam kamarnya melalui jendela yang ia buka lebar-lebar. Tak kala hangatnya pantulan cahaya matahari itu mengenai kulit Ellena yang sedang sibuk mondar mandir di dalam kamarnya.
Gadis itu terlihat sedang sibuk membersihkan dan merapikan segala sesuatu. Bukan hanya merapikan dan melakukan hal-hal simpel yang biasa di lakukan seorang anak gadis saat di rumah.
Ellena yang hobby mendekorasi itu, suka mengolah atau mengotak atik kamar tidur sebagai penyalur hobby kreativitas nya. Seperti yang sering ia lakukan yaitu memindahkan posisi barang-barang yang ringan sampai berat. Ranjang tempat tidur dan dua unit lemari pakaian dua pintu yang letaknya selalu berdampingan. Karena jika di letakkan secara terpisah, akan terlihat berantakan.
Dua benda berat itu tak kala menjadi bahan pengetesan kreativitas nya. Dan ia senang melakukan semuanya itu sendiri.
Jika ada teman yang berada di kamarnya, sudah pasti pekerjaan dan rencananya itu akan gagal. Karena jika ada teman yang menemani, maka bukan merapikan berbagai macam ragam barang miliknya melainkan asik mengobrol saja.
Ellena memindahkan dari sudut atau sisi ke sisi lain, ranjang tempat tidur dan lemari itu beserta berbagai peralatan juga perlengkapan yang ada di dalam kamarnya. Seperti meja, rak buku atau rak piring kecil yang tertata rapi di satu sisi kamar itu, untuk mencari posisi atau tempat yang pas di matanya.
Rasa bosan dan kreativitas Ellena yang membuatnya sering merubah-rubah dekorasi atau posisi penempatan semua barang-barang miliknya.
Di kamar gadis itu selalu di dekor dengan angle yang pas, bagus dan perfek. Karena ia memiliki hobby berfoto indoor atau outdoor bersama-sama dengan teman-temannya, dengan menggunakan kamera milik Ellena. Jadi posisi atau penempatan barang-barang di kamarnya sangat berpengaruh untuk kesenangan nya itu.
Namun dengan kesibukan yang sedang ia kerjakan, gadis bertubuh kecil itu tidak terlihat sedang terbebani. Ia terlihat sangat happy dan menikmati setiap gerakkan dari anggota-anggota tubuhnya dengan apa yang sedang ia lakukan.
Tidak lupa ia menikmati waktu itu, sambil bernyanyi lagi-lagu favoritnya dengan sungguh-sungguh. Terkadang ia terlihat sambil berdiri atau sedang menggenggam benda yang seolah-olah menjadi sebuah mic untuk ia genggam dan diarahkan mendekati bibirnya, lalu ia pun bernyanyi dengan kencangnya.
🎶
Kau harus bisa, bisa berlapang dada
Kau harus bisa, bisa ambil hikmahnya
Karena semua, semua 'tak lagi sama
Walau kau tahu dia pun merasakannya
Na-na-na-na-na-na-na-na-na-na
Na-na-na-na-na-na-na-na-na-na
🎶
Lagu yang di nyanyikan gadis itu seakan berkolaborasi dengan seluruh anggota tubuhnya. Aura dan getaran kebahagiaan yang terdapat dalam lagu itu, seakan dikirimkan dari otak dan turun menghembuskan sampai ke sudut-sudut dalam tubuhnya.
Mulut mengeluarkan suaranya, kedua bola mata terbuka dan berkedip secara teratur, hidung yang menghirup dan menghembuskan nafas lega. Serta tangan dan kakinya yang mungil bergerak kesana kemari, merapikan pakaian yang ia bongkar dari dua unit lemari dua pintu besar miliknya.
Entah kapan dan berapa lama, gadis itu selesai membereskan semua barang-barang itu. Terutama jika melihat banyaknya pakaian yang sudah membentuk gunung di pertengahan kamar tidur Ellena.
Walau banyaknya pekerjaan dan banyaknya barang-barang yang harus ia rapikan satu persatu, seperti pakaian itu terlihat sangat banyak dan bertumpuk, itu tidak menjadi masalah untuknya. Tidak membuat Ellena susah. Ia tetap melakukannya dengan hati yang gembira.
Ellena adalah mahasiswi dari salah satu Universitas terfavorit di kota tempat ia tinggal. Saat ini ia menginjak semester tiga dengan jurusan Ekonomi Akuntansi S1.
Ellena adalah sosok wanita yang mandiri, pemberani, smart, ceria, tegas dan murah hati. Ellena memiliki banyak sekali teman.
Teman-teman Ellena bukan hanya dari kalangan kampus tempat ia kuliah saja. Gadis ini banyak mengikuti berbagai kegiatan di luar kampus seperti, kegiatan di lingkungan keagaman, kegiatan sanggar tari.
Serta berbagai macam jenis olahraga yang ia sukai, seperti olahraga volly, badminton, tenis meja, bahkan ia hobby bermain bola kaki atau futsal, sampai ia mendapat piala top skor putri saat mengikuti turnamen futsal putri dikotanya.
Dan masih banyak kegiatan di forum-forum lain yang ada di kampus maupun di luar kampus yang ia ikuti.
Ellena selalu aktif mengikuti berbagai kegiatan dimana pun ia berada.
Dengan waktu santai nya pagi itu, saat ia merapikan dan membersihkan kamar di sertai dengan nyanyi ria, Ellena menghentikan semua kegiatannya sejenak.
Saat mendapati hanphone miliknya yang sedang memutarkan sebuah lagu kesukaannya berhenti dan berganti ke suara deringan panggilan masuk.
Ellena yang sedang duduk sambil merapikan pakaian di lemarinya, bergegas berdiri menuju meja belajarnya untuk melihat siapa yang menelponya pagi-pagi begini.
Ternyata panggilan dari tetangganya di daerah tempat ia lahir dan dibesarkan. Dengan segera Ellena menggapai hanphone dan menjawab panggilan itu.
“Hallo Om Riki?” kata Ellena menyapa lembut.
“Hallo… Hallo Len…” jawab suara dari seberang sana.
“Iya Om. Aku dengar, ada apa Om?” tanya Ellena masih dengan lembutnya.
“Ellen ini Mam…” kata suara lelaki itu terpotong dan di sambung dengan suara seorang wanita. “Hallo! Nak! Ini Mama…”
“Loh kok Mama?” tanya Ellena yang sedikit kaget, mengapa suara Mama nya ada di situ.
“Iya Nak, ini Mama! Mama sama Adek lagi di rumah Nenek Lewi” (Nenek Lewi adalah panggilan Ellena untuk Ibu dari Om Riki, yang merupakan tetangga Ellena di daerahnya)
“Oh iya… Mama kangen aku ya? hehe..." tanya Ellena sambil menggoda Mamanya seperti biasa.
Mama tidak menjawab satu kata pun.
"Kenapa Mama telpon aku pakai nomor Om Riki? Hanphone Mama mana? Rusak kah?” tanya Ellena tiada henti kepada Mamanya yang terdiam membisu di seberang sana.
“Bukan… Bukan begitu…” jawab Ibu Ellena agak gagap.
“Iya terus? Bagaimana Ma?” tanya Ellena lagi dengan polos.
“Mama sama Adek lagi sembunyi di rumah Nenek Lewi, Papa kamu gila lagi!” jelas sang Mama kepada Ellena.
Mimik muka Ellena langsung berubah drastis. Hatinya yang tadi sedang gembira membereskan dan memebersihkan kamar, sambil bernyanyi mengikuti lagu kesukaannya yang sedang ia putarkan di hanphone milik nya, seakan sirna pergi begitu saja. Ketika mendengar pernyataan dari sang Mama.
Bersambung...
Ellena tampak sangat mengerti dan paham akan situasi yang Mama nya sampaikan. Walau sang Mama hanya menyampaikan dalam satu kalimat saja.
Tangan Ellena menjadi gemetar dan berkeringat dingin dari telapak sampai ke ujung jari.
Matanya menjadi berkaca-kaca dan jantungnya memompa darah begitu cepat keseluruh tubuh.
Sampai Ellena tidak tahu kapan waktu yang tepat untuk ia menarik nafas dan menghembuskannya.
Walau begitu yang ia rasakan ketika mendengar satu kalimat dari sang Mama, Ellena berusaha tegar dan menjawab pernyataan Mama nya dengan perlahan.
“Coba cerita Ma. Papa… Kenapa lagi Dia?” kata Ellena bertanya perlahan. Menutupi getaran dalam suaranya.
“Papa mu bawa senapang ngejar Mama, dia mau nembak Mama!” kata suara Mama Ellena bergetar.
“Ya Tuhan… Kenapa lagi Papa itu, Ma?” Ellena yang sudah tidak bisa membendung air matanya pun berjatuhan di pipinya. Ia juga menjatuhkan tubuhnya ke lantai dengan posisi duduk dan hanphone yang masih ia letakkan di telingannya.
Dadanya seakan bergemuruh, kebencian yang ada di dalam lumbuk hatinya meronta-ronta minta untuk keluar.
“Mama juga gak tahu Len, kenapa Papa begitu terus… Mama juga capek rasanya… Kasian sama Adek, dia sampai nangis ketakutan Mama bawa lari kemana-mana dari subuh tadi” jelas Mama.
“Memang Anji**! Bangsa*! Ba**! Orang tua kayak begitu!” Ellena yang begitu emosinya melayangkan kata-kata kasar dari mulutnya.
Bagi Ellena dan Mama Ellena, kata-kata kasar itu bagai sudah mendarah daging di telinga dan pikiran mereka.
Karena sedari Ellena kecil dan mulai mengerti arti-arti kata, ia sudah sangat sering mendengar kata-kata itu keluar dari mulut sang Papa.
Dan bahkan Mama nya pun setelah menikah dalam jangka waktu beberapa bulan saja, ia juga sudah sering mendengarkan kata-kata kasar keluar dari mulut sang suami.
Karena terlalu biasa mendengar, Ellena yang terkena imbas dari kelakuan kasar mau dari perkataan atau pun perbuatan Papa nya.
Sikap, perkataan dan perbuatan itu juga secara tidak langsung Ellena pelajari dan Ellena tumbuh dengan lingkungan yang seakan menuntunnya untuk seperti itu juga.
“Mama, perlu kah aku pulang? Memang mau ku bunuh Papa tu nanti, Ma. Lihat aja!" ungkap Ellena emosi.
"Aku gak suka dengan sikap Papa kayak gini Ma, aku sudah muak!” kata Ellena tegas kepada sang Mama.
“Dari dulu aku bilang Mama, pisah saja sama laki-laki begitu. Kalau gak masukkan ke penjara”
“Gak semudah itu Ellen, untuk mengambil keputusan yang begitu besar. Mama harus bertahan untuk kamu dan adek” jelas Mama Ellena.
“Mama gak usah mikirin aku. Aku jauh dari Mama selama ini gak tenang tiap saat, tiap hari mikirin Mama dan adek serumah sama siluman seperti itu” jawab kasar Ellena.
“Mama tahu maksud kamu. Kalau Tuhan masih mengizinkan Mama hidup, Mama akan baik-baik saja. Kamu yang sabar dan tenang ya…”
“Mama selalu begini. Selalu minta aku untuk sabar, selalu meminta aku untuk tenang. Mau sampai kapan aku harus sabar dan tenang? Sampai ada korban jiwa kah? Atau kalau sudah ada korban aku juga harus sabar lagi? Harus tenang juga?” jawab Ellena dengan penuh amarah.
Mama Ellena hanya diam tidak menjawab apa-apa, saat mendengar anaknya berkata hal yang benar.
“Ini sudah tidak bisa di biarkan Ma… Orang itu sudah bawa senapang ke sana sini, kejar istri kejar anak itu sudah kejahatan Ma. Di laporkan ke polisi langsung di tangkap orang gila itu” kata Ellena lagi.
“Iya Len… Mama tahu maksud kamu… Mama minta kamu sabar ya… Mama bisa menyelesaikan masalah ini” kata Mama Ellena lagi.
“Ya Tuhan, Ma… Aku udah gak ngerti lagi apa yang ad di pikiran dan hati Mama. Masih saja Mama pertahankan suami psikopat begitu”
“Mama memikirkan kamu dan adek” hanya kalimat itu yang terucap dari seberang sana.
“Ya sudah, kalau Mama mikirin aku dan adek. Biar aku pulang nanti pesan trevel. Biar aku yang urus semua nya” kata Ellena.
Ellena sudah berniat dengan tekat akan pulang ke daerahnya, langsung melaporkan ke kantor polisi di kota terdekat.
Ellena adalah anak tertua di antara saudaranya. Dengan umurnya yang sekarang, ia sudah merasa bahwa dirinya memiliki tanggung jawab besar sebagai anak paling tua. Walau pun balik lagi, ia terlahir sebagai seorang wanita.
Wanita merupakan makhluk lemah lembut dan penuh kasih sayang karena perasaannya halus. Namun mungkin tidak sepenuhnya ada dalam diri Ellena, yang terlahir sebagai seorang wanita tetapi di besarkan dalam lingkungan yang begitu keras seperti itu.
“Tidak usah Len… Mama hanya khawatir, jika kamu menghubungi Mama tapi tidak bisa. Makanya minta Om Riki telpon kamu. Hanphone Mama di bawa pergi sama Papa” jawab Mama Ellena.
“Papa pergi pakai apa tadi? Kemana dia? Jam berapa dia pergi?” tanya Ellena menyiratkan ke khawatiran akan keselamatan Mama dan Adik nya.
"Papa pergi bawa kapal otok Len. Awalnya jam 6 dia udah keluar dari rumah. Mama kira dia sudah pergi dari kampung. Jadi Mama sama Adek langsung balik ke rumah. Gak tahu nya dia balik lagi.
Dan tadi Mama sama Adek itu bukan sembunyi di rumah Nenek Lewi awalnya. Tapi di rumah Om Elon (Om Elon adalah tetangga Ellena yang rumah nya tepat berada di sebelah kanan rumah Ellena).
Mamak dengar motornya langsung lari bawa Adek lewat pintu belakang dan sembunyi di rumah Kakek Enso (Rumah tetangga sebelah kiri rumah Ellena di kampung)
Terus tidak lama Papa di rumah dia pergi lagi. Pulang lah lagi Mama sama Adek ke rumah. Tiga puluh menit kemudian setelah Mama sama Adek udah di rumah, Mama lagi di toilet mendengar suara motornya lagi dari kejauhan.
Langsung mama keluar dari toilet gendong Adek dan pergi lagi untuk ke tiga kalinya dari pintu belakang dan langsung ke rumah Nenek Lewi ini sampai sekarang, rasanya belum berani pulang lagi takut dia datang lagi tiba-tiba.
Jadi di rumah Nenek Lewi ini sudah rumah ke tiga tempat kami sembunyi Len" jelas Mama akan kronologi kejadian yang sudah mereka alami.
“Separah ini kejadiannya, Mama masih minta aku untuk sabar? Kemana otak Mama? Ada waktunya kita sabar, Ma. Ada saatnya sabar itu tidak di perlukan lagi. Ini benar-benar sudah kelewatan. Aku harap Mama bisa berfikir secara rasional. Mama bukan wanita yang bodoh” kata Ellena lagi dengan keras kepada Mama nya.
Ellena bisa membayangkan betapa takut dan sedihnya perasaan Adek dan terutama sang Mama saat kejadian.
Bersambung…
“Ya Tuhan… Papa! Kenapa Papa masih gak berubah, Ma…! Aku sekarang sudah besar, dia masih saja begini, tidak berubah dari dulu!”
Ellena yang sudah tidak mampu menahan isak tangisnya pun, dengan terpaksa mengeluarkan suara tangisannya yang tersendat-sendat. Karena sambil menahan emosi yang sedang bergemuruh di dadanya.
“Aku benci sama Papa, Ma! Dia jahat sama kita!” ungkap kesal dari Ellena sambil menangis.
Terdengar dari seberang sana, Mama Ellena pun tidak mampu menahan tangisnya. Entah rasa yang seperti apa lagi, yang ada dalam hati sang Mama.
Dunia pernikahan yang ia idam-idamkan, hidup rukun, damai dan bahagia bersama suami dan anak-anaknya ternyata hanyalah hafalan semata. Yang kini dia hadapi malah yang sebaliknya. Pernikahan yang dia jalani begitu kejam dan menyakitkan.
Bersyukurnya Mama Ellena adalah wanita yang mandiri, kuat dan sabar, juga cerdas. Jalan kehidupan yang dia lewati semasa kecil sampai hidup mandiri, mencari uang atau ongkos untuk sekolah sendiri. Sudah dia lewati.
Dari awal dia menikah sampai dia sudah mempunyai dua orang anak, Mama Ellena mampu untuk tetap bertahan. Dalam kondisi apa pun.
Ellena yang masih muda dan dangkal dalam pengetahuan mengenai hidup berumah tangga hanya bisa mendukung sang Mama dengan seadanya.
Ellena tidak habis pikir, dengan kesulitan, kekerasan dalam rumah tangga, kebohongan, serta segala hal negatif lainnya yang ada pada Papa Ellena. Namun sang Mama masih kuat untuk bertahan.
Itu kah cinta? Apakah sekuat ini kekuatan cinta? Sampai mampu membuat seorang wanita yang sudah ada di tepi jurang tetap bertahan dengan kuatnya? Ellena sangat membenci hal itu.
Mama Ellena seakan sangat mudah melupakan segala bentuk kekerasan dan ketidakadilan yang sudah suaminya lakukan padanya.
Ia tetap fokus mencari pundi-pundi keuangan sendiri, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga kecil nya dan untuk seluruh keperluan pendidikan anak-anak, tanpa berharap kepada sang suami.
Dalam kondisinya yang kritis Mama Ellena tetap mampu memberikan didikkan dan ajaran dalam hidup bersosial kepada anak-anak nya. Dia selalu memberi kata-kata yang membuat anak-anaknya menjadi tumbuh dalam keyakinan dan kepercayaan diri.
Dia mengajarkan Ellena untuk bisa menabung uang sekecil apapun penghasilan, harus tetap di usahakan. Dan tetap bekerja keras melebihi orang lain.
Ellena yang tidak luput dari permintaan sang Mama yang selalu mengikut sertakan nya dalam mencari pundi-pundi keuangan. Sampai Ellena tidak bisa bebas seperti teman-temannya yang lain. Menghabiskan hari-harinya bermain, padahal seumuran Ellena masih terbilang wajar menghabiskan waktunya untuk bermain saat itu.
Dengan pengalaman dan jangaka waktu panjang yang sudah dia lewati, dengan hiruk pikuk dalam dunia pernikahan. Dia sadar bahwa hanya kekuatan dirinya sendiri lah yang mampu di gunakan untuk bertahan hidup.
Yaaa!! Mama Ellena yang bernama Natalia ini masih mempunyai orang tua yang lengkap, saudara saudari yang lumayan mapan dalam berbagai segi, pendidikan, keuangan atau pun kedudukan di tempat kerja atau di lingkunan pemerintah Desa.
Namun dia memilih untuk tidak bisa merendahkan hatinya dan mengeluh kepada mereka. Dia tetap kuat berdiri tegak dengan segala kemampuannya. Lelaki ini adalah pilihan hidupnya yang sudah dia pilih sendiri. Menjadikan Natalia tidak memiliki pilihan lain, selain untuk bertahan sendiri dengan sekuat tenaga.
Pertengkaran, kekerasan yang sudah dia alami selama bertahun-tahun lamanya, sampai beberapa kali nyawa nya terancam di jurang kematian. Sampai saat ini Maha Pencipta masih memberinya nafas kehidupan yang wajib dia jaga dan syukuri.
Begitu lah cara Mama Ellena bertahan selama bertahun-tahun. Mencoba nguatkan dirinya sendiri, mencoba untuk mengiklaskan segala sesuatu yang berat dan selalu mencoba untuk tetap bersyukur dalam kondisi apa pun.
Dia bukan malaikat, dia juga bukan wanita super tetapi dia wanita biasa yang mempunyai batas kesabaran.
Pernah Mama Ellena ingin menyerah? jawabannya pasti pernah. Tapi setelah dia berpikir kembali, banyak masalah dalam hidup yang lebih parah dari ini yang sudah berhasil dia lewati sampai detik ini.
Jadi sudah tidak ada waktu lagi untuk menyerah. Hanya ada pilihan untuk tetap maju kedepan. Anak-anak yang sudah mulai tumbuh dan dapat dia lihat dengan jelas perkembangan dari mereka baby, membuatnya semakin kuat dan bersyukur karena kahadiran anak-anak ini dalam hidupnya.
Mama Ellena sudah tahu betul dengan kebiasaan-kebiasaan buruk dari sang suami. Jika dia tidak berusaha sendiri, maka berakhirlah sudah kehidupan dirinya dan anak-anak nya kedepan.
Kekuatan, pertahanan dan kerja keras yang selalu dia laksanakan, tanpa rasa lelah itu semua adalah untuk anak perempuan dan anak laki-laki yang sudah ia lahirkan dari rahimnya sendiri.
Kehidupan dan permasalahan ekonomi yang dia alami semasa kecil, menjadi kekuatan besar untuknya. Planning dan tata cara kehidupan kedepan yang sepertinya sudah tergambar jelas di benaknya, membuatnya tidak bisa berhenti.
Entah sampai kapan ini akan berlanjut. Luka hati maupun luka luar yang dia alami, belum mampu menghentikan tekat wanita kuat dan mandiri seperti dirinya.
Mama Ellena tidak ingin, membuat anak-anak nya merasakan hal itu. Dia berusaha dengan keringatnya sendiri, agar nanti kedepan anak-anaknya dapat menikmati hasil jerih payah yang dia lakukan.
Dia tidak ingin anak-anaknya mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupan mereka kela. Terutama saat dia sudah tiada. Karena umur di dunia ini tidak ada yang tahu, kapan dan dimana yang Maha Kuasa akan memanggil kita menghadap kepada Nya. Mau tidak mau siap tidak siap, kita harus mau dan siap.
Walaupun waktu membenarkan keadaan saat itu, bahwa dulu saat tahun-tahun silam Mama Ellena kecil, yang namanya uang itu memang sangat susah di cari.
Kala itu uang masih sangat langka di daerahnya. Apa lagi daerah tempat Mama Ellena dan saudara saudari nya serta kedua orang tua Mama Ellena tinggal masa itu, masih di daerah pedalaman hutan Kalimantan. Yang jauh dari kota besar.
Kendaraan atau alat transportasi juga masih minim sekali. Maka menjadikan daerah perkampungan tempat Mama Ellena tinggal, lamban berkembang.
Walau pun dengan kondisi seperti itu, Mama Ellena dengan dukungan dari abang tertua nya berusaha dengan bertekat untuk tetap menuntut ilmu yang lebih tinggi dari sekolah yang ada di kampung mereka saat itu.
Setelah Mama Ellena menyelesaikan study Sekolah Menengah Pertama nya, dia memutuskan untuk berpisah dengan kedua orang tuanya.
Dia mengambil studi Sekolah Menengah Atas di kota yang jauh dari kampung, walau dengan konsekuensi mencari biaya sendiri untuk biaya sekolah maupun biaya hari-hari saat tinggal di kota yang jauh dari daerah perkampungan mereka.
Selama menuntut ilmu itu sudah di pastikan akan jarang bertemu dengan orang tua dan saudara saudari nya di kampung halaman, karena terbatanya transportasi kala itu.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!