NovelToon NovelToon

Istri Genit Mas Faaz

MIRIP MENDIANG LISA

"Apa maksud ibu, aku nikah sama dia?"

"Iy nak, dia baik kok." ucap Dewi.

“Menikah dengan mantan dokter?”

“Iya Mey, itu adalah wasiat terakhir ayahmu sebelum dia berpulang.”

Mey termangu dalam beberapa detik wanita manis dengan kulit seputih susu itu terkejut bukan kepalang mendengar perkataan ibunya.

Menikah? dan desusnya itu dengan dokter Faaz sang duda yang sakit jiwa, oh tidak! Mey bahkan tak pernah membayangkan hal ini sebelumnya.

Bahkan Mey saja tidak cukup mengenal bagaimana Faaz yang Mey ketahui, lelaki itu hanyalah seorang dokter yang merawat ayahnya sewaktu sakit dahulu, selebihnya Mey tak tahu apapun tentang dia, lalu bagaimana bisa saat ini Mey harus menikah dengannya?

“Tidak bu, aku tidak mau!”

Dewi, sang ibu menghela nafas, wanita parubaya itu sudah menduga bahwa putrinya pasti tidak akan mudah setuju dengan perjodohan ini.

“Mey, jika kamu tidak menuruti wasiat terakhir ayahmu, kasihan ayah nak, dia pasti tidak akan merasa tenang di alam sana.”

“Bu, Mey tidak terlalu mengenal dokter itu kan saat ini sakit. Mey tidak bisa menikah dengannya!”

“Mey, Faaz itu lelaki yang baik, selama dua tahun belakangan ini dia yang telah merawat ayahmu, mana bisa di katakan sakit jiwa. Ibu yakin dia bisa menjadi suami yang baik untuk kamu nak. Apalagi ia saat ini berprofesi intel hukum selain membuka klinik.

Mey mengusap kasar wajahnya dengan kedua telapak tangan, Mey bingung dan dilema, apa yang harus dia lakukan? menyetujui perjodohan ini sama saja akan membuat hidup Mey hancur.

Sampai akhirnya, derup suara langkah kaki terdengar mendekati Mey dan juga ibunya yang saat ini berada di ruang tengah.

Mey mendongak, saat itu pula ia melihat kehadiran Faaz, pria yang baru saja mereka bicarakan.

“Nak Faaz sudah datang,” sapa Dewi sembari beranjak dari tempat duduknya.

Faaz mengulas senyum pada wanita parubaya itu.

“Ya tante, baru saja.”

“Tante sudah bicara sama Mey, sekarang tinggal kamu yang meyakinkannya, kalau begitu tante tinggalkan kalian berdua dulu ya,” sambungnya.

Yang berhasil membuat Mey terperanjat.

“Ibu mau kemana, di sini saja!” cegah Mey.

“Mey, kamu perlu bicara berdua dengan nak Faaz, ibu permisi dulu,”

Di saat yang bersamaan, Faaz terlihat mencari posisi nyaman untuk duduk tepat di samping Mey.

Entah kenapa, Mey mendadak menjadi sangat canggung dan begitu gelisah terlebih lagi tatapan Faaz yang begitu intens padanya, membuat darah Mey rasanya seperti naik turun.

“Saya tahu kamu pasti merasa terkejut dengan wasiat terakhir ayahmu tapi memang itu lah kenyataannya, mendiang pak Danish ingin saya menikahi kamu Mey, saat melihat fotomu aku juga kagum akan wajah dan sifat baik penurutmu.”

“Tapi saya belum mau nikah, saya masih harus kuliah, lagi pula saya tidak terlalu mengenal anda,” keluh Mey yang bahkan tak menatap lawan bicaranya.

“Kamu masih bisa tetap kuliah meskipun nanti kamu sudah menjadi istri saya, dan kita juga bisa saling mengenal satu sama lain seiring berjalan waktu.”

“Tapi saya merasa gak mungkin untuk menikah dengan anda, usia kita juga beda jauh banget kan, dan saya juga gak mau menjalani pernikahan atas dasar paksaan,” ucap Mey yang kali ini menatap wajah Faaz.

“Tentang usia itu bukanlah sebuah permasalahan, selagi saya masih sendiri, saya sah-sah saja menikah dengan wanita mana pun, sekali pun itu pada anak kecil seperti kamu, dan tentang menjalani pernikahan berdasarkan paksaan, saya merasa tidak terpaksa sama sekali.”

“Yakin pak gak merasa kepaksa nikah sama saya?” Mey mengangkat kedua alisnya.

“Ya saya yakin.”

“Tapi saya yang merasa terpaksa, dan saya gak mau nikah sama anda, gimana dong?” ucap Mey.

“Kalau kamu memang tidak ingin menjalani pernikahan ini, ya sudah tidak masalah, mungkin kita memang tidak berjodoh, saya juga tidak ingin menikahi wanita yang bahkan tidak mau menerima saya sebagai suaminya,” jelas Faaz.

Mey kembali termangu, ia benar-benar berada dalam dilema, Mey begitu menyayangi ayahnya, dan jika Mey tidak setuju dengan wasiat terakhir sang ayah, itu sama saja Mey membuat ayahnya tidak tenang di alam sana.

Namun di sisi lain, Mey juga gak mau menikahi pria yang tidak dia cintai oh astaga Mey sangat bingung!

“Bagaimana Mey, apakah kamu tetap menolak perjodohan ini?” sambung Faaz.

Mey tak langsung menjawab pertanyaan dari pria tampan itu, Mey lagi-lagi hanya diam, sampai akhirnya bayangan wajah sang ayah tiba-tiba saja terlintas dalam benak Mey.

Kasih sayang yang sang ayah berikan pada Mey sedari kecil begitu tulus, ayahnya selalu memperlakukan bak seorang putri raja, membuat ia merasa tak sanggup jika harus menolak permintaan terakhir dari ayahnya.

Dengan satu helaan nafas, Mey pun akhirnya menjawab.

“Baiklah, saya mau menikah dengan anda pak." ucap Mey berubah pikiran.

“Oke, kalau begitu kamu mulai lah bersiap, karena saya akan menjemput orang tua saya dan juga penghulu yang akan menikahkan kita.”

“Eh tunggu dulu, maksud anda pak kita nikah hari ini?”

“Ya!”

“Tapi kan—”

“Bukannya tadi kamu sudah setuju?”

“Ya saya memang setuju, tapi masa iya hari ini, gak bisa nunggu sampai bulan depan gitu? atau mungkin tahun depan?”

“Mey, saya tipe orang yang paling tidak suka membuang waktu, jika kamu memang sudah menyetujui perjodohan ini, saya rasa kita tidak perlu mengulur waktu lebih lama lagi, jika kita bisa menikah hari ini mengapa tidak?”

“Ya sudah baiklah, tapi anda pak harus janji ya sama saya, anda harus bisa jadi suami yang baik untuk saya dan memperlakukan saya dengan baik pula!” ucap Mey.

Mey seolah takut jika Faaz tak bisa menjadi suami yang baik untuk dirinya.

Faaz terlihat mengangkat sudut bibirnya.

“Mey, sifat dan karakter saya itu tergantung bagaimana seseorang memperlakukan saya, jika kamu memperlakukan saya dengan baik dan penuh kasih sayang, maka saya juga akan memperlakukan kamu dengan baik pula, tapi jika sebaliknya, kamu tidak bisa memperlakukan saya dengan baik, yah kamu lihat sendiri saja bagaimana sifat saya nanti ke kamu,” jelas Faaz sembari mengedipkan sebelah matanya

Mey memutar malas bola matanya, bahkan belum jadi suami saja ucapan Faaz sudah terdengar menyebalkan, oh ya ampun bagaimana ini! apa jadinya jika Mey menghabiskan sisa hidupnya bersama pria ini.

“Kenapa wajah kamu seperti itu?” sambung Faaz.

“Gak kenapa-napa, ya sudah katanya tadi mau jemput orang tua sama penghulu tunggu apalagi sana pergi!” ucap Mey yang terdengar tidak sopan.

“Bisa tidak bicaranya lebih baik sedikit, saya calon suami kamu loh!”

“Ya ampun, ini cowok ribet banget!” keluh Mey yang masih dapat di dengar jelas oleh Faaz.

“Saya gak akan menjadi lelaki rumit jika kamu tidak menjadi wanita yang berbelit, mengerti?”

“Iya dah, terserah anda pak mau bilang apa, saya juga gak ngerti. Oke sekarang saya mau siap-siap dulu, bye!”

Mey beranjak dari tempat duduknya dan hendak berjalan meninggalkan Faaz di saat yang bersamaan pula, Faaz tiba-tiba saja tersenyum manis.

Faaz jadi ingat pertemuannya dulu dengan Lisa, terlihat tak bersahabat dan ketus. Terlalu dalam rasa cinta dan rasa bersalahnya. Ia menganggap Mey, gadis kuliahan itu adalah reinkarnasi mendiang istrinya yang membuatnya gila ditinggalkan.

'Kali ini aku akan membahagiakan dan terus menjaga hati dan seluruh hidupku, aku bersyukur kamu kembali hadir ke dunia ini Lisa.' batin Faaz.

Tbc.

AKAD KILAT

“Saya terima nikahnya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” ucap Faaz dengan lantang.

Sah!

“Kalian berdua sekarang sudah resmi menjadi pasangan suami-istri, sekarang mari saling bertukar cincin.”

Faaz menghela nafas lega, ia kemudian meraih sebuah cincin pernikahan dan memasangkannya di jari manis Mey, begitu pula dengan Mey yang juga melakukan hal sama.

Malam ini Mey, sudah resmi menjadi istri dari Fawaz Ardhan Jhonson ( Faaz ). Tidak ada dekorasi yang mewah, semuanya sangat sederhana dan pernikahan tersebut juga hanya dihadiri kedua belah pihak keluarga inti saja.

Mey menarik nafas dalam, tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa ia akan menikah secepat ini, bahkan tanpa persiapan yang matang dan yang lebih parah lagi Mey menikah dengan lelaki yang begitu asing baginya.

Jika bukan mengingat ini semua adalah wasiat terakhir sang ayah, pasti Mey tak akan pernah menyetujui perjodohan ini.

***

“Mey, sekarang kamu sudah menjadi istrinya nak Faaz, kamu harus menuruti semua perkataan suami mu ya,” ucap Citra pada putri semata wayangnya itu.

Mey, mengangguk paham, tak ada wajah bahagia sedikit pun dari dalam diri Mey, sampai akhirnya Faaz datang menghampiri Mey dan juga Citra yang saat ini sudah menjadi ibu mertuanya.

“Bu, Faaz dan Mey akan pergi sekarang.”

“Baiklah nak, baju-baju Mey juga sudah siap, tinggal di masukan kedalam bagasi mobil.”

Mey terperanjat, ia menatap bergantian kearah sang ibu dan juga Faaz -- suaminya.

“Tunggu dulu memang kita mau kemana?” tanya Mey.

“Pulang,” jawab Faaz tanpa ragu.

“Pulang kemana?”

“Ya pulang ke rumah kita, kamu sekarang kan sudah menjadi istriku, itu artinya kamu harus ikut tinggal bersama ku,” jelas Faaz.

Namun dengan cepat Mey langsung menggelengkan kepalanya.

“Tidak! aku tidak mau, rumahku di sini dan aku tidak akan pergi ke manapun,” Mey beralih mendekati Dewi dan bersembunyi di belakang tubuh ibunya.

Melihat tingkah sang istri, Faaz hanya bisa menghela nafas.

“Tidak bisa Mey, kamu akan tinggal bersamaku. Aku sudah menyiapkan rumah untuk kita berdua,” sambung Faaz.

Namun Mey sama sekali tak perduli, Mey tidak ingin pergi dari rumahnya dan meninggalkan sang ibu seorang diri. Mey tak mau!

“Mey sayang, tadi kan ibu sudah bilang, kamu harus menuruti semua perkataan nak Faaz karena sekarang dia adalah suami mu,” ucap ibu.

“Tapi Mey gak mau ninggalin ibu, Mey mau tetap di sini,” jawab Mey yang bahkan terlihat menangis.

Bagi Mey, ini semua terlalu mendadak, ia harus menikah dengan lelaki yang tak begitu ia kenali. Dan sekarang Mey juga harus tinggal di tempat yang lain, Mey harus meninggalkan rumahnya—tempat dimana ia tumbuh besar dan tempat yang menyimpan sejuta memori kenangan.

“Mey sayang tidak sama ibu?” sambung Citra bertanya.

Mey menganggukkan kepalanya, “Iya bu, Mey sayang sama ibu.”

“Kalau Mey sayang sama ibu, sekarang Mey harus menurut apa pun yang nak Faaz katakan.”

“Tapi bu—”

“Mey gak perlu merasa takut dan khawatir, karena nak Faaz pasti bisa menjaga Mey dengan baik,” ungkap Dewi sembari menyentuh lembut wajah Mey.

Mey kembali menghela nafas, ia pun kemudian beralih menatap Faaz, Mey tak punya pilihan apapun selain ikut dengan lelaki itu.

“Ayo Mey," ucap Faaz seraya meraih lembut telapak tangan sang istri, Faaz membawa Mey berjalan menuju pintu keluar rumah.

Namun Mey sama sekali tak berhenti menoleh menatap kearah ibunya, Mey berharap sang ibu memanggil dan memintanya untuk tetap berada di sana.

Namun bahkan sampai pandangan Mey menghilang dari ibunya, sang ibu sama sekali tak mencoba untuk menahan kepergiannya.

Sakit! ini sungguh menyakitkan bagi Mey! baru saja ia kehilangan ayah yang paling dia sayangi, dan sekarang Mey justru harus tinggal terpisah dengan ibunya.

Entah takdir macam apa ini, Mey, merasa semuanya tak adil, dan Mey mulai membenci kehidupannya sendiri.

Sepanjang perjalanan menuju kediamannya yang baru, Mey hanya termangu sembari menatap kearah luar jendela mobil, Faaz yang tengah mengemudi di sebelahnya juga tak mengeluarkan sepatah kata pun.

Suasana begitu dingin di antara mereka berdua, jika biasanya pasangan pengantin baru akan sangat berbahagia di hari pernikahannya, namun tidak bagi Mey.

“Meyra, kamu gak perlu sedih, kamu masih bisa berkunjung ke rumah ibu kapan pun itu,” ucap Faaz yang berusaha untuk memecahkan keheningan diantara mereka berdua.

Mey tersenyum miring, ia menatap sinis kearah suaminya tersebut.

“Pak dokter itu gak ngerti bagaimana perasaan saya,” ucap Mey.

“Saya mengerti kamu merasa sedih karena harus tinggal terpisah dengan ibu kamu, iyakan?”

“Bukan cuma itu!”

“Lalu, apa lagi?”

“Saya merasa terpuruk memikirkan bagaimana saya harus menghabiskan sisi hidup saya bersama dengan bapak, disaat semua teman-teman saya sedang sibuk mencari universitas terbaik tempat mereka akan kuliah, tapi saya apa? saya justru harus terperangkap dalam pernikahan seperti ini!”

Srettttttttt!

Faaz menginjak pedal rem secara spontan, tatapannya kemudian beralih kearah Mey.

Tatapan yang begitu serius, tajam dan sangat menusuk!

“Dengar ya, sebelum akad nikah tadi terjadi, saya juga sudah bicara matang-matang sama kamu, kamu sendiri yang akhirnya mau menikah dengan saya, tapi sekarang kamu justru bertingkah seolah-olah saya ini adalah penjahat yang sedang menculik kamu, kamu merasa seperti wanita paling teraniaya. Lain kali, kalau bicara itu pakai otak! sekali lagi kamu bersikap seperti ini saya gak segan-segan untuk bertindak tegas, mengerti?”

Dep!

Meyra termangu, ia tak menduga jika Faaz bisa bicara sekasar ini padanya.

Sangat menyebalkan! bahkan belum genap satu hari mereka menjadi sepasang suami-istri, tapi Faaz sudah menyakiti perasaan Meyra.

Ini juga salah Mey, kenapa dia tiba-tiba berubah pikiran dan memilih menyetujui pernikahan ini, padahal sebelumnya Mey sudah menolak, oh astaga bagaimana hidup Mey nantinya, jika dari awal saja sudah seperti ini.

Mobil yang dikemudikan oleh Faaz akhirnya sampai di salah satu komplek perumahan elit kawasan Kota.

Mey dengan kasar membuka sabuk pengaman yang terlingkar di tubuhnya lalu beranjak turun dari dalam mobil.

Mey belum bisa melupakan ucapan kasar yang beberapa waktu lalu Faaz lontarkan padanya, Mey, merasa begitu kesal, jika mungkin rasanya Mey ingin berpisah saja dengan lelaki itu malam ini juga.

Sementara itu, Faaz sendiri terlihat menurunkan koper baju dari dalam bagasi mobil, Faaz lalu berjalan mendekati Mey.

“Ini rumah kita, ayo masuk!” ajak Faaz dengan nada suara yang begitu dingin.

Faaz kemudian berjalan mendahului Mey sembari menarik koper, di saat yang bersamaan pula, pintu rumah terbuka, memperlihatkan seorang wanita parubaya dengan setelan baju pelayan datang menyambut.

“Selamat datang tuan dan nyonya,” sapa hangat pelayan tersebut.

Faaz membalasnya dengan senyuman manis, ia kemudian menoleh menatap Mey.

“Mey, perkenalkan ini bibi Arum yang akan mengurus semua keperluan rumah,” sambung Faaz.

Meyra hanya mengangguk kilas, ia dengan bibi Arum saling berjabat tangan sebagai bentuk perkenalan.

Tidak ingin menunggu lama, mereka semua pun bergegas masuk kedalam rumah. Sorot mata Mey, menyapu setiap sudut rumah yang begitu elegan, tidak terlalu besar, namun tidak terlalu kecil pula.

Semua furniture yang ada di dalamnya tampak baru dan mengikuti trend gaya rumah masa kini, bisa ditebak bahwa pasti rumah ini baru saja selesai dibangun.

“Kamar kita ada di lantai atas,” ucap Faaz yang berhasil membuyarkan lamunan Mey.

“Ka—kamar kita?” Meyra mengangkat kedua alisnya.

Tanpa ragu, Faaz langsung mengangguk.

“Iya.”

“Maksud kamu kita sekamar gitu?”

“Tentu saja, kamu lupa aku ini siapa? aku kan suami kamu, ya sudah sekarang ayo ke kamar!” ajak Faaz.

Tbc.

BERSIKAP BAIKLAH

Mey, menghela nafas, rasanya ia ingin sekali menolak untuk tidur satu kamar dengan Faaz, tapi jika Mey melakukannya, sama saja Mey akan memicu genderang perang yang baru.

Dengan terpaksa Mey pun berjalan mengikuti Faaz sampai ke lantai atas, entah mengapa jantung Mey terasa berdegup lebih kencang dari biasanya.

Dan kemudian mereka berdua sampai di depan pintu kamar, Faaz membuka pintu dan kembali mengajak Mey untuk langsung masuk kedalam sana.

Mey yang canggung memilih untuk duduk di atas pinggir ranjang, sementara Faaz, lelaki itu terlihat mulai membuka kemejanya.

“Aku mau mandi, kamu tunggu di sini dan jangan tidur dulu, mengerti?” ungkap Faaz.

“Kenapa aku tidak boleh tidur, aku sudah mengantuk!”

“Kalau aku bilang jangan tidur dulu ya jangan, apa susahnya untuk menurut?” keluh Faaz.

Mey, berdecak kesal, bahkan sekarang Faaz sudah mulai berani mengatur-atur dirinya.

“Dokter Faaz, aku tahu kamu itu sekarang adalah suamiku. Tapi bukan berarti kamu bebas mengaturku paham?” jawab Mey, sembari beranjak berdiri.

Faaz mengangkat sudut bibirnya, perlahan ia pun berjalan mendekati Mey. Melihat Faaz melangkah kearahnya, Mey pun mundur ke belakang.

Namun Faaz semakin mendekatinya, Mey berusaha untuk menjauh, sampai tubuhnya mentok di sudut dinding, dan Mey tak bisa lagi menghindar.

Saat itu pula, Faaz langsung mengunci tubuh Mey, dengan mengangkat kedua tangan Mey di atas dinding kamar.

“Ka.....kamu mau apa?” tanya Mey dengan bibir bergetar.

Faaz tersenyum miring, ia semakin mendekatkan wajahnya ke hadapan Mey, bahkan kini jarak diantara mereka hanya tersisa beberapa senti saja.

“Mey, aku paling tidak suka dibantah jika kamu terus bersikap buruk dan selalu saja membantah ucapanku, maka aku tidak akan segan-segan untuk menghukum mu!” tegas Faaz dengan tatapan yang menyala.

Mey, spontan menelan lekat salivanya, jantung Mey semakin berdegup kencang mendengar ucapan yang baru saja Faaz katakan.

“Enyahlah dari hadapanku!” keluh Mey sembari ingin melepaskan diri.

Namun Faaz sama sekali tak perduli, bahkan saat ini salah satu tangannya beralih mencengkram kuat lengan kanan Mey.

“Auuu, sakit!”

Mey, meringis, ia tak pernah mendapatkan tindakan sekasar ini seumur hidupnya. Dari kecil Mey selalu diperlakukan dengan lemah lembut, tapi sekarang apa yang Faaz lakukan, dia bahkan menyakiti Mey.

“Jika kamu tidak ingin aku bertindak kasar, mulai sekarang jangan pernah melawan atau membantah setiap perkataan ku, mengerti?”

“Iya-iya baiklah! tapi sekarang lepaskan tanganmu dari lenganku, ini sangat sakit!" pinta Mey.

Dan saat itu pula Faaz pun langsung melepaskan cengkramannya.

Mey, dengan cepat menarik ulur tubuhnya untuk menjauh dari lelaki tampan itu.

'Dasar sableng, apa otaknya bergeser.' batin Mey bergerutu.

“Berbaringlah di ranjang, sekarang!” sambung Faaz.

Berhasil membuat kedua kelopak mata Mey langsung membulat sempurna. Oh astaga! apalagi ini, mengapa Dia tiba-tiba ingin aku berbaring di atas ranjang?!

“Kamu mau apa? jangan macam-macam ya,” ucap Mey memperingati.

Faaz kembali mengangkat sudut bibirnya.

“Sudah kubilang jangan pernah lagi membantah perkataanku dan sekarang cepat naik ke atas ranjang.”

“Ta.....tapi!”

“Mey, sekarang!”

Dengan satu helaan nafas, akhirnya Mey menuruti perkataan Faaz, ia naik ke atas ranjang dan berbaring di sana.

Faaz tersenyum puas, setidaknya kali ini Mey, tak lagi membantah ucapannya.

Di saat yang bersamaan pula, Faaz menyusul Mey, lelaki tampan dengan aroma maskulin itu juga menaiki ranjang.

Ia merengkuh tubuh mungil Mey, kedalam pelukannya. Sangat erat! Faaz memeluk Mey dengan begitu erat.

Mey sendiri belum mengerti tujuan lelaki tampan itu melakukan semua ini, yang jelas kini jantung Mey kembali berdegup lebih kencang.

“Kamu sebenarnya ingin apa?” tanya Mey sembari mendongakkan kepalanya.

Faaz tersenyum manis, ia menyentuh lembut wajah Mey, Faaz juga terlihat mengecup pucuk kepala wanita cantik itu.

Sikapnya begitu lembut, sangat berbanding terbalik dengan beberapa menit yang lalu, oh yaampun bahkan kini Mey, merasa bahwa suaminya ini seperti memiliki kepribadian ganda.

“Sekarang sudah bisa merasakan bagaimana sikap kasar dan juga lembut ku?” tanya Faaz seraya mengangkat kedua alisnya.

Mey, mengangguk“Yaa!”

“Jadi, kamu ingin aku bersikap lembut atau kasar?” tanya Faaz, kembali yang kali ini terlihat meraih telapak tangan Mey dan mengecupnya.

“Tentu saja aku ingin diperlakukan dengan lembut, tidak ada wanita di dunia ini yang ingin dikasari,” tegas Mey.

“Baiklah, kalau begitu kamu sudah tahu apa yang harus kamu lakukan agar aku bersikap lembut padamu.”

“Hum, yah aku tahu, tidak boleh membantah dan harus menuruti setiap perkataan mu.”

“Good girl!”

Cup! Faaz mengecup dahi Mey, ada sesuatu mata indah dan ia begitu jelas melihat Lisa seperti lahir kembali, dan kini menjadi istrinya lagi.

Faaz yang terus mendekap tubuhnya dengan begitu erat membuat Mey, perlahan mulai merasa risih.

“Bukannya tadi kamu bilang mau mandi, pergilah sana!” sambung Mey.

Faaz tertawa kecil.“Aku sepertinya berubah pikiran.”

“Be.....berubah pikirin gimana?”

“Aku akan mandi nanti saja setelah kita—”

“Kita apa? Faaz jangan macam-macam yah!” sambung Mey, sembari melepaskan dirinya dari dalam dekapan Faaz.

“Kamu sudah menjadi istriku Mey, dan ini malam pertama kita, kamu harus melaksanakan kewajiban mu untuk melayaniku.”

Dep!

Bibir Mey, langsung terasa kelu tak kalah mendengar perkataan yang baru saja Faaz lontarkan. Tidak! tidak! Mey, belum siap, ini terlalu cepat.

Demi apapun, rasanya Mey, ingin sekali lari dan pergi meninggalkan lelaki yang ada di hadapannya kini, namun Mey tak seberani itu untuk kembali membantah ucapan Faaz, apa yang harus ia lakukan?

"Bisakah, kita tunda. Aku sangat lengket?" Mey, menghindar kala Faaz juga meraih tangannya.

"Baiklah, kita mandi bersama."

Gleeuuuk. "Apa ...?"

Tbc.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!