*** 25 tahun yang lalu, (1997).
"Bawa saja Dia kerumah kita".
"Kasian Adikku terlantar dikota orang, tolong jemput Dia," Ucap Ibuku pada Ayahku.
"Oke baiklah jika seperti itu mau kamu".
"Besok aku akan jemput Dia," jawab Ayahku.
Ibuku bernama Maya.
Dan Ayahku bernama Heri.
Ibuku seorang Ibu Rumah Tangga biasa.
Sedangkan Ayahku seorang wiraswasta dengan penghasilan yang berkecukupan untuk keluarga kami.
Ibu dan Ayahku adalah Orangtua yang sangat bisa diandalkan. Semua kebutuhan kami selalu dipenuhi.
Kami hidup rukun dan damai. Dan aku sangat bahagia.
Ibuku dikenal sebagai orang yang sangat baik, ramah, dan suka membantu orang disekitar yang membutuhkan pertolongan. Begitu infonya menurut tetanggaku.
Sedangkan Ayahku, meskipun jarang sekali berada dirumah, Beliau juga dikenal sangat baik dan loyal kepada siapapun yang dijumpainya.
Hari itu Ayah dan Ibuku sedang berbincang tentang Tanteku yaitu Adik kandung Ibuku. Mereka berencana akan menjemputnya untuk tinggal dirumah bersama kami.
Tanteku Eva, Dia sedang kursus dikota lain yang lumayan jauh dari kota tempat kami tinggal.
Dia memberi kabar kepada Ibuku jika Dia tidak punya biaya untuk hidup disana, karena Ayahnya atau Kakekku sudah tidak memberikan dana untuk mencukupi kebutuhannya.
Sehingga akhirnya Ibuku memutuskan untuk menjemputnya dan membawanya tinggal bersama kami.
*** Keesokan harinya
"Aku pergi dulu ya Sayang.." ucap Ayahku.
"Iya Sayang, hati-hati ya".
"Minta tolong bawa Adikku dengan selamat sampai sini ya.." ucap Ibuku memohon pada Ayahku.
"Iya pasti sayang", jawab Ayahku sambil memeluk Ibuku.
"Ayah mau kemana?" Akupun bertanya pada Ayahku yang terlihat sedang bersiap.
"Ayah pergi dulu sebentar ya, mau jemput tante kamu", jawab Ayahku.
"Tante mau kesini?".
"Iya nak, Ayah berangkat dulu ya", ucap Ayahku sambil berpamitan kepada kami semua.
"Iya Ayah, jangan lama-lama ya", ucapku pada Ayahku.
Dan Ayahku pun berangkat untuk menjemput Tanteku.
Dan dirumah hanya tinggal kami berempat.
Aku adalah Yuna. Aku adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Aku punya kakak Perempuan bernama Tika dan Adik laki-laki bernama Roni.
Saat itu aku masih berumur 7 th. Sedangkan Kakakku 13 tahun dan Adikku berumur 6 bulan.
*** Sesampainya Ayahku disana.
"Eva.." panggil Ayahku kepada Tanteku.
"Loh Kak.. Kenapa disini?" jawab Eva kaget karena Ayahku datang tanpa pesan.
"Iya.. Aku disuruh Kakakmu untuk jemput kamu."
"Waktu surat yang kamu kirim itu sampai, Dia langsung meminta Aku untuk datang kesini," jawab Ayahku.
Pada waktu itu belum ada Handphone seperti saat ini. Jadi kalau mau nanya kabar, biasanya melalui surat.
"Oh begitu."
"Makasih ya Kak sudah mau menolongku," ucap Eva.
"Iya sama-sama Va."
"Tapi sepertinya kita berangkat besok aja, karena ini sudah sore."
"Bus sudah gak ada lagi," ucap Ayahku.
"Oke kak. Kalau gitu Aku langsung siap-siap aja ya. Malam ini Kakak menginap dimana?" tanya Eva.
Eva kebetulan tinggal di Asrama tempat kursusnya.
"Aku cari penginapan dekat sini aja."
"Kamu siap-siap aja. Besok aku jemput jam 7 pagi ya," ucap Ayahku sekaligus pamit untuk pergi mencari penginapan.
"Iya kak, jawab Eva pada Ayahku.
Dan Ayahku pun pergi meninggalkan Eva dari tempat kursusnya.
*** Pagi harinya.
Tepat pukul 7 pagi, Ayahku sudah datang ketempat kursus Eva untuk menjemputnya.
"Ayo Va kita berangkat," ucap Ayahku.
"Iya kak," jawab Eva cepat.
"Kita pergi ke terminal Bus, tiketnya udah aku beli," lanjut Ayahku.
Merekapun berangkat ke terminal Bus tujuan kota tempat kami tinggal.
Diperjalanan mereka duduk berdampingan.
Tidak sengaja Eva ketiduran dan bersender kebahu Ayahku.
Melihat seperti itu, Ayahku berucap.
"Kasian Dia, mungkin kecapean karena harus buru-buru menyiapkan semuanya," tutur Ayahku.
Sejak saat itu, mulailah ada rasa simpati dari Ayahku pada Eva Tanteku.
Perhatian kecil mulai diberikan.
*** 5 Jam perjalanan berlalu
Akhirnya Ayah dan Tanteku sampai dikotaku.
Ibuku sudah menyiapkan hidangan yang sangat lezat untuk menyambut Adiknya yang baru saja datang.
"Dek.. Apa kabar?" ucap Ibuku senang.
"Baik ka.." ucap Eva sambil memeluk Ibuku.
"Makasih ya kak, udah menolong aku."
"Aku sangat bersyukur kakak mau membawa aku kesini, karena disana aku seperti terlantar gak punya uang."
"Buat makan aja susah," ucap Eva Tanteku.
"Iya Va.. Kamu tinggal aja disini."
"Jangan sungkan. Anggap aja ini rumah sendiri."
"Biar sambil bantuin aku juga disini jagain Roni," ucap Ibuku.
"Iya ka.. Pasti aku bantuin kakak," jawab Eva.
"Ya sudah. Sekarang kamu mandi dan ganti baju, lalu kita makan sama-sama."
"Aku udah masak makanan kesukaan kita dikampung dulu," ucap Ibuku senang karena bisa kumpul lagi sama Adiknya.
"Iya kak, aku mandi dulu ya," ucap Eva.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semuanya sudah siap dimeja makan. Dan kami pun menikmati makanan yang sudah disiapkan Ibu.
Tampak raut wajah Ibu begitu bahagia karena kedatangan tamu yang sangat dirindukannya.
Maklum, Ibuku sudah lama berpisah dari keluarga besarnya. Bahkan dari sebelum menikah dengan Ayahku, Ibuku sudah pergi merantau untuk bekerja.
Dan begitupun setelah menikah dengan Ayahku, kami tinggal sangat jauh dari kampung halaman Ibuku.
Hingga membuat Ibuku jarang pulang kekampungnya.
......................
Waktu terus berlalu, haripun sudah gelap. Pertanda malam telah datang.
"Tante tidur dikamar kami aja," ucapku pada Eva Tanteku.
"Oke sayang," jawab Tanteku cepat.
Aku dan Kakakku pun juga merasakan hal yang sama. Bahagia dengan kedatangan Tanteku.
Rumah semakin ramai. Bahkan Tanteku pun bisa diandalkan.
Bisa bantu masak dan bersih-bersih, bahkan membantu Ibu jagain Adikku yang masih kecil.
Dan tak terasa, berbulan-bulan lamanya sudah Tanteku tinggal dirumah kami.
Seperti biasa, subuh-subuh Ibu dan Ayahku sudah pergi kepasar untuk membeli sayur, ikan, dan keperluan lainnya untuk dijual kembali.
Kebetulan Orangtuaku membuka usaha sembako kecil-kecilan dirumah. Semenjak Ayah berhenti bekerja diluar kota, jadi Ayah dan Ibu berusaha mencari uang dengan berjualan.
Jadi setiap subuh mereka sudah sibuk mencari barang dagangan.
Pagi itu Ayahku pulang duluan kerumah.
Karna hanya menggunakan sepeda motor, jadi biasanya Ayahku mengantar barang dagangan kerumah, kemudian baru kembali lagi kepasar untuk menjemput Ibu.
Sesampainya Ayah dirumah, aku melihat Ayah pergi kedapur untuk meletakkan sayuran yang akan dijual.
Ayah bahkan lewat didepanku. Aku yang kebetulan menonton Tv melihat Ayah datang.
Biasanya Ayah pergi kedapur sebentar saja, hanya untuk meletakkan barang belanjaan dan langsung pergi lagi.
Tapi saat itu, Ayah didapur terlalu lama hingga akupun berdiri dan berjalan kearah dapur.
Tiba-tiba aku melihat Eva Tanteku memegang dada Ayahku.
Akupun terkejut, dan mereka melihat aku yang sedang berdiri memperhatikan mereka.
Melihat hal itu, akupun pergi keluar rumah karena kecewa melihat kejadian itu hingga Ayah mengejarku.
Ayah mengejarku hingga memegang tanganku.
"Kamu jangan bilang pada Ibumu ya, apa yang telah kamu lihat tadi," ucap Ayahku seketika setelah memegang tanganku.
"Kenapa Dia memegang Dada Ayah?" tanyaku sedikit geram.
"Dia hanya mengambil potongan Sayur yang ada di baju Ayah," jawab Ayahku berbohong.
"Kamu jangan bilang Ibumu ya, kalau kamu gak mau Rumah Tangga Ayah dan Ibumu hancur," ucap Ayahku.
Seketika aku terkejut dengan ucapan Ayahku.
...----------------...
Aku yang sangat menyayanginya, begitu kecewa dengan sikap Ayahku.
Apa yang Ayah dan Tanteku lakukan, serta ucapan Ayah barusan, benar-benar sangat menyakiti hatiku.
Seketika aku tersadar, bahwa Ayahku telah berubah semenjak Dia ada bersama kami.
"Aku mau sekali bilang kejadian tadi sama Ibu," ucapku.
"Tapi Aku takut seperti yang Ayah bilang tadi, takut Ayah dan Ibu bercerai," ucapku sedih bahkan akupun menangis.
Akupun termenung dibawah pohon dekat rumahku.
Anak umur 7 tahun sedang memikirkan tindakan apa yang harus dilakukannya.
Bahkan Aku dipaksa untuk berpikir menjadi orang dewasa.
Yang ada dalam pikiranku saat itu hanya satu. Ibu dan Ayah tidak boleh bercerai.
Dan akhirnya aku memutuskan untuk tidak memberitahu Ibu apa yang baru saja terjadi.
...----------------...
Ibu akhirnya datang dari pasar. Ayah bahkan melirik aku dengan raut serius.
Mewanti-wanti aku agar tidak menceritakan kejadian tadi.
Bahkan aku takut dengan raut wajah yang sebelumnya tidak pernah aku lihat pada Ayah.
Aku berusaha melupakan kejadian itu bahkan sampai.............
"Ibu.." ucapku pada Ibu yang baru saja datang.
"Ini.." ucap Ibu seraya menunjukkan makanan yang sudah Dia belikan untukku dan Kakakku.
"Makasih ya bu," ucapku senang.
Aku melihat wajah Ibu yang penuh kasih terhadap kami.
Bahkan Ibu juga membelikan makanan kesukaan Tanteku.
Tapi aku tidak berdaya. Dan akupun tidak bercerita tentang apapun pada Ibuku.
...----------------...
Bulan berganti bulan.
Semenjak kejadian yang aku lihat, Ibu dan Ayahku mulai tidak akur.
Memang aku tidak pernah melihat mereka bertengkar, karena Ibu dan Ayah jika bertengkar selalu didalam kamar karena tidak mau anak-anaknya mendengar.
Tapi aku menyadari, Orangtuaku dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Hari itu tiba-tiba Ayahku datang kekamar untuk mencari Ibuku. Dan Ayah tidak menemukan Ibuku didalam kamar.
Kebetulan dirumah hanya ada Aku, Ayah dan Ibu.
Kakak dan Eva Tanteku sedang membawa Adikku jalan-jalan.
Lalu terdengar suara gedoran pintu.
Ternyata Ayah menggedor pintu kamar mandi.
"Sayang... Sayang... Buka pintunya," terdengar suara Ayah sedikit berteriak.
Tapi tak terdengar satu kalipun suara Ibuku.
Aku hanya berdiri melihat apa yang dilakukan Ayahku.
Saat itu karena umur terlalu muda, aku bahkan tidak berpikir mereka sedang bertengkar.
Karena memang tak terlihat.
Tapi apa yang terjadi.
Tiba-tiba Ayah masuk kekamar mandi sebelahnya dan berusaha naik dari atas batas kamar mandi untuk masuk kekamar mandi tempat Ibu berada untuk menyelamatkan Ibu.
Ayah keluar dari sana dengan menggendong Ibu.
Ternyata Ibuku pingsan.
Ibu berusaha bunuh diri dengan menelan Obat-obatan yang jumlahnya banyak sekali.
Akupun menangis ketakutan melihat Ibu tidak sadarkan diri.
"Ayah... Ibu kenapa..!" ucapku sedikit berteriak histeris melihat Ibu tak berdaya.
Ayah tak menjawab pertanyaanku.
Ayah berlarian kedapur untuk membuat secangkir susu untuk menawarkan obat ditubuh Ibu.
"Ibu bangun.. Bangun Bu..." ucapku yang hanya bisa menangis.
Bahkan aku tidak tau kejadian sebenarnya, jika disaat itu Ibu sedang pingsan karena Obat yang dikonsumsi.
Ayahpun tidak menjelaskan padaku apa yang sedang terjadi pada Ibuku.
Didalam keluargaku memang diterapkan seperti itu oleh Ayah dan Ibuku.
Kami tidak boleh tau urusan orang dewasa, karna masih anak kecil.
Jadi tidak akan ada penjelasan untuk kami anak-anaknya.
Bahkan Ayahku melarangku masuk kekamar mereka dengan alasan Ibuku sedang sakit dan harus beristirahat.
Itulah yang ku dengar dulu, Ibuku hanya sedang sakit sehingga pingsan dikamar mandi.
Bahkan aku tau kejadian sebenarnya setelah aku berumur cukup dewasa.
"Ibu.. Ibu kenapa kemarin?" tanyaku pada Ibu besoknya setelah bangun dari tidurnya.
"Gak apa-apa sayang, Ibu hanya kecapean." jawab Ibuku.
"Syukurlah kalau Ibu baik-baik saja," jawabku sambil memeluk Ibuku.
"Iya sayang," jawab Ibu seraya membalas pelukanku.
...----------------...
Namun selang beberapa hari, Aku terbangun dari tidurku.
Hari sudah sangat larut malam.
Terdengar suara keributan dari luar kamar. Ternyata Ibu dan Tanteku bertengkar hebat.
Bahkan aku tidak tau permasalahan mereka apa. Lagi-lagi aku tidak diberitahu.
Hanya tau mereka sedang bertengkar tanpa tau apa penyebabnya.
Besoknya bahkan Eva Tanteku diminta Ibuku untuk pulang kekampung halamannya.
Dan akhirnya Tanteku pulang kekampungnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
1 tahun berlalu setelah kepulangan Tanteku Eva. Aku berpikir semua masalah sudah selesai.
Karena aku memang lagi-lagi tidak pernah melihat pertengakaran Orangtuaku.
Kalaupun bertengkar, aku tidak tau. Karena mungkin terjadi dikamar dan tidak bisa aku saksikan.
Tiba-tiba ayahku bilang:
"Sayang.. Aku ada tawaran pekerjaan baru di Perusahaan dekat kampung halamanmu," ucap Ayah pada Ibuku.
"Bagaimana menurutmu? Gajinya sangat tinggi."
"Aku diminta datang minggu depan," lanjut Ayahku.
Ibu yang mulai percaya pada Ayah pun menyetujui keberangkatannya.
Karena Ibu berpikir, tempat Ayah bekerja dekat dengan kampungnya sehingga jika Ibu menyusul Ayah diwaktu kami libur sekolah, Ibu bisa langsung kekampung halamannya.
Tiba waktunya Ayah untuk berangkat ketempat kerjanya.
"Ayah pergi dulu ya," pamit Ayah pada kami semua.
Kami pun memeluk Ayah.
"Hati-hati ya yah," ucap Kakakku.
"Kalau nanti Ayah pulang, bawa jajan yang banyak ya yah," ucapku menimpali perkataan Kakakku.
"Iya sayang.. Ayah berangkat ya," ucap Ayah sambil memeluk Ibu dan kami Anak-anaknya.
......................
Setahun berlalu sejak kepergian Ayah. Ibu baru saja mendapat kabar tidak mengenakkan hati.
Dan lagi-lagi aku saat itu tidak mengerti keadaannya. Hanya kakakku yang tau bahkan Dia juga tidak menceritakan itu padaku karna dilarang Ibuku.
Pada waktu itu, Ibu mendapat sebuah surat dari sepupunya. Dia mengabarkan jika disana Ayahku sering pulang kekampung Ibuku.
Dan dia merasa curiga jika Ayah dan Tanteku Eva ada hubungan gelap.
Menurut kesaksian Tanteku, Ayah sering pulang kekampung dan membagi-bagikan uang pada keluargaku tak terkecuali Eva Tanteku.
Bahkan didapatinya, Tanteku sedang memijat Ayahku. Yang menurutnya itu tidak pantas dilakukan Eva sebagai Adik Ipar.
Padahal disana banyak Adik-adik Ibuku yang lain karena kebetulan mereka 9 bersaudara dan Ibuku anak tertua.
Adik-adiknya yang lain pun menyaksikan tetapi tidak ada satupun yang menegur, karena mungkin sudah disuap Ayahku dengan uang.
Infonya seperti itu dari sepupu Ibuku.
Tiba-tiba Ibu datang kesekolahku. Dia langsung datang keruangan kepala sekolah.
Ternyata Ibu mengurus kepindahanku kekampung halamannya.
Setelah mengurus kepindahanku, Ibu mendatangi aku keruangan tempatku belajar.
"Nak.." panggil Ibuku.
"Loh Ibu kok ke sekolahku?" tanyaku pada Ibu.
"Iya nak, Ibu sedang mengurus kamu untuk pindah sekolah," jawab Ibu.
"Hah pindah sekolah Bu?" tanyaku terkejut dengan ucapan Ibu.
"Iya sayang, nanti kita pindah kekampung halaman Ibu," jawab Ibu padaku.
Tanpa tau apa yang terjadi, aku dibuat terkejut dengan pernyataan Ibu.
Bahkan pindahnya 1 minggu lagi.
Aku bahkan belum menyiapkan mentalku untuk pindah sekolah bahkan pindah tempat tinggal.
Ini terkesan sangat mendadak.
Aku pun sedih karena akan berpisah dengan teman-temanku yang sangat dekat denganku.
Dan lebih kagetnya aku, mulai besok Ibu sudah meminta izin agar aku sudah tidak bersekolah lagi.
Supaya kami dapat menyiapkan semua barang-barang untuk pindah rumah.
......................
Sepulang sekolah aku bertanya lagi sama Ibu karena masih seperti tidak percaya dengan ucapan Ibu tadi.
"Ibu benar aku akan pindah sekolah?" tanyaku lagi.
"Iya sayang, kita bahkan akan menetap dikampung halaman Ibu."
"Kamu akan sekolah disana, dan kita akan kumpul lagi bersama Ayah," ucap Ibu.
Mengingat setelah Ayah pergi bekerja kedaerah kampung halamam Ibu, Ayah baru pulang 2 kali selama 1 tahun ini.
"Baiklah Ibu kalau itu alasannya," jawabku pada Ibu.
Walaupun dihati ini sangat tidak setuju dengan keputusan Ibu, karena dikota tempat kami tinggal sekarang aku sangat bahagia.
Orang-orang sekitar bahkan teman-temanku sangat baik sekali.
Disini kota tempat aku dilahirkan dan dibesarkan. Bahkan ini sudah disebut dengan kampung halaman tempat aku dilahirkan. Sehingga berat untukku meninggalkan kota ini.
Tapi Ibu melakukan ini karena Ibu ingin menyelamatkan Pernikahan mereka.
...----------------...
Tanpa tau alasan Ibu sebenarnya, dengan berat hati aku menerima semuanya dengan lapang dada.
Bahkan ternyata kakakku akan berangkat duluan besok pagi.
Itu semakin membuat aku syok dan bertanya-tanya, ada apa sebenarnya?
Tapi tak satupun mereka menjawab dengan jujur pertanyaanku.
Semua terasa mendadak dan berasa didesak.
......................
Keesokan harinya.
Akhirnya pagi-pagi sekali Kakakku berangkat duluan kekampung halaman Ibuku.
Dan waktu itu aku pun tidak tau Dia perginya dengan siapa.
Aku sedih harus berpisah dengan Kakakku.
Tapi apa daya, kami hanya bisa menuruti permintaan Ibu.
Ibuku mulai membereskan semua barang-barang yang ada dirumah.
Bahkan sebagian barang kami yang tidak bisa dibawa, Ibu jual ke para tetangga dan temannya.
"Ibu kenapa lemarinya dikasih tetangga?" tanyaku ketika tetangga mulai mengangkat lemari kerumahnya.
"Ibu jual nak.. Karena takut Truk yang mengangkut barang kita nanti gak muat," ucap Ibu.
Bahkan hampir separo barang-barang dirumah sudah terjual.
Sambil melihat orang bergiliran datang membawa barang yang telah Ibu jual, teman-teman sekelasku datang kerumah.
Mereka memberikanku hadiah perpisahan.
"Yun.. Ini hadiah perpisahan dari aku," ucap teman sebangkuku.
"Ini dari aku Yun.." ucap temanku yang lain.
Lebih 10 orang teman sekelasku yang datang menjengukku dan mengucapkan salam perpisahan sebelum aku berangkat.
"Makasih ya teman-temanku, kalian baik sekali," ucapku sambil berpelukan dan kamipun menangis sedih karena akan berpisah.
"Kalian jangan lupain aku ya," ucapku sambil menahan tangis.
"Iya Yun, kamu juga jangan lupain kami disini ya," jawab teman-temanku.
"Ini ada foto kami masing-masing, kamu bawa ya biar kamu ingat wajah kami."
"Takut nanti setelah dewasa, wajah kita berubah dan tidak saling kenal," ucap temanku yang lain.
Lalu akupun memberikan fotoku juga sebagai kenang-kenangan.
"Ini fotoku, tapi cuman ada 3 aja."
"Nanti kalian giliran aja ya liatin fotonya," ucapku sambil sedikit bercanda.
Hari-hari terakhirku dikota ini diisi dengan kebahagiaan dan kekecewaan.
Andai bisa memilih untuk tinggal, aku tak akan pergi.
Bahkan sampai sekarangpun aku berpikir, aku tidak bisa sebahagia dulu seperti saat masih kecil dikota kelahiranku.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Waktunya telah tiba.
Pagi-pagi sekali, 2 buah Truk angkutan barang sampai didepan rumah.
Bergiliran tetangga masuk kedalam rumah membantu mengangkat barang-barang yang akan kami bawa kedalam Truk tersebut.
Membutuhkan waktu beberapa jam hingga akhirnya selesai dan kami pun siap berangkat.
Menjelang siang kami berangkat menuju kampung halaman Ibuku.
Kami berangkat ditemani 1 orang Tante Teman Ibuku serta Supir dan 1 orang yang mengawasi barang di masing-masing setiap Truk.
Perjalanan menghabiskan waktu 4 hari 3 malam.
Perjalanan yang lama sekali, biasanya menghabiskan waktu 2 hari. Tapi ini lebih lama karena banyaknya barang yang dibawa sehingga Truk hanya bisa jalan santai.
"Ibu.. Aku capek duduk terus," ucapku merengek pada Ibu karena kelelahan akibat perjalanan yang panjang.
"Ya sudah kalau gitu Yuna duduk dibelakang aja ya."
"Disitukan ada tempat tidur, nah Yuna bisa sambil tiduran disitu."
"Nanti kalau sudah malam, Yuna kedepan lagi ya. Soalnya angin malam nanti kamu sakit nak," ucap ibuku.
"Iya bu," jawabku.
Lalu kemudian tak lama Truk pun berhenti, dan aku pindah kebelakang ditemani Tante temannya Ibuku.
Perjalanan dilewati dengan penuh perjuangan. Karena pergi dengan Truk bermuatan barang itu tidak senyaman pergi dengan mobil penumpang.
......................
Dan akhirnya kami pun tiba ditempat tujuan.
Jam menunjukkan pukul 2 siang pada saat kami sampai didepan rumah.
Kami tinggal dirumah Ibuku. Kebetulan Kakekku membuatkan rumah untuk Ibuku dengan biaya yang dikirimkan Ibuku selama ini.
Setibanya didepan rumah, Ayahku nampak memperhatikan kami yang baru saja turun dari Truk bermuatan barang yang kami bawa.
Baru saja kami turun, tiba-tiba Ibuku dibawa Ayah kedalam rumah.
Ternyata mereka bertengkar.
Ayah tidak tau kalau ternyata kami pindah kekampung halaman.
Yang Ayah tau hanya Kakakku yang pindah sekolah kekampung Ibu. Tapi bukan pindah rumah.
Ayah marah karena kami pindah tapi tidak memberitahunya terlebih dahulu.
"Kenapa tiba-tiba pindah kesini?"
"Kenapa Aku tidak diberitahu?" ucap Ayah penuh pertanyaan.
Disini Aku bisa mendengar perbincangan mereka karena rumah Ibu dikampung terbuat dari bangunan Kayu ulin, jadi meski bicaranya dikamar tetap masih bisa terdengar dari luar.
"Aku mau kita kumpul sama-sama lagi," jawab Ibuku.
"Tapi kan aku bisa saja pulang kesana, tidak perlu sampai pindah segala," ucap Ayah semakin marah pada Ibu.
Entah berapa lama pertengkaran itu berakhir, Aku setelah sampai hanya bisa duduk termenung melihat pertengkaran Ayah dan Ibuku.
Entah bagian mana atas kepindahan kami yang membuat Ayah marah pada Ibu.
Apa karena tidak mau kami pindah ke desa karena sudah mempunyai kehidupan dikota? Atau Ayah takut, jika Ibu tau apa yang telah Dia lakukan?
Akhirnya setelah bicara pada Ayah, Ibu menghampiri kami dan menyuruh temannya dan kawanan yang membawa mobil masuk kedalam untuk beristirahat.
Setelah beristirahat sebentar barulah mereka membantu mengeluarkan barang-barang untuk dimasukkan kedalam rumah.
......................
Besok harinya teman Ibu pun pamit pulang.
"Aku pulang dulu ya," ucap teman Ibu sambil mereka berpelukkan.
"Jangan lupa kasih kabar," tambahnya.
"Iya.." jawab Ibu yang kini sambil menangis saat memeluk temannya.
Mereka berdua sangat akrab, sehingga terasa sulit pula untuk berpisah. Bahkan temannya pun rela jauh-jauh ikut kekampung untuk sekedar mengantarkan Ibuku.
Disaat itupun sebenarnya Ibu tidak mau juga untuk pindah kekampungnya karena sudah merasa betah dikota tempat kami tinggal.
Tapi Ibu tidak punya pilihan lain. Bermaksud hanya untuk berkorban demi rumah tangganya.
Akhirnya Ibu berpisah dengan temannya bahkan itu menjadi terakhir kali mereka berjumpa.
Air matapun mengalir membasahi pipi Ibu. Entah apa yang Ibu pikirkan sekarang.
Karena dulu aku terlalu kecil untuk mengerti perasaan Ibu, hingga tidak tau apa yang sebenarnya Ibu rasakan dan alami.
......................
Suasana dikampung tidak begitu nyaman.
Karena pada saat itu, dikampung Ibuku belum masuk Listrik. Meskipun sudah kecamatan tapi memang belum tersedia listrik maupun akses jalan yang bagus.
Saat itu umurku 9 tahun dan aku sudah kelas 4 SD.
Aku bersekolah disekolah yang baru. Punya teman baru. Rumah yang baru. Dan situasi yang berbeda.
Yang membuatku sedikit belum terbiasa sehingga kurang nyaman.
1 tahun setelah kami menetap dikampung, akhirnya Ayah berhenti dari perusahaan tempat Dia bekerja dan memilih untuk berwiraswasta dikampung Ibu.
Dan aku pun mulai terbiasa dengan keadaan ditempat tinggalku yang baru.
Aku merasa hidupku mulai kembali normal karena sudah lumayan menyesuaikan diri.
Dan aku merasa pernikahan Ayah dan Ibu sudah aman.
......................
Namun tak berlangsung lama setelah Ayah berhenti bekerja, pertengkaran itu kembali lagi.
Aku mendengar Ayah bertengkar hebat dengan Ibu yang sebelumnya tidak pernah aku saksikan.
Melihat mereka bertengkar aku menghampiri mereka untuk melerai.
"Sudah Ibu.. Sudah jangan bertengkar sama Ayah lagi," ucapku sambil menangis.
Kakakku pun datang untuk menghentikan mereka. Namun tidak bisa dihentikan.
Tapi setelah Tanteku Eva datang menghentikan mereka, sekejap saja mereka langsung berhenti.
"Sudah kak.. Hentikan," ucap Eva pada Ayah.
Ayah yang sedari tadi marah seketika berhenti. Seperti menurut sekali pada Eva Tanteku.
Eva kebetulan tinggal satu rumah dan satu atap bersama kami. Karna meskipun itu rumah Ibuku, selama ini mereka yang merawat rumah Ibu karena memang kosong tak ditinggali sebelumnya.
Jadi Dialah yang tinggal dirumah Ibu. Sampaipun kami sudah menetap disitu, Dia masih ikut tinggal disitu juga bersama kami.
Karna hanya Dia yang belum menikah. Sedangkan saudara Ibu yang lain sudah mempunyai rumah masing-masing bersama pasangan mereka.
Ibu hanya bisa menangis setelah pertengkaran mereka.
Dan setelah cukup dewasa, aku baru mengetahui jika pertengkaran Ibu waktu itu juga karena Eva tanteku.
Semenjak Eva hadir ditengah-tengah keluarga kami, aku tersadar jika Orangtua ku lebih sering bertengkar.
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!