Yasa Mahendra yang baru pulang dari mencari kayu, tidak sengaja mendengarkan pembicaraan antara Kakek dan Neneknya.
"Nek, kakek rasa sekarang adalah waktu yang tepat, untuk menyuruh Yasa belajar ilmu bela diri," ucap Kakek kepada Nenek.
"Ta...tapi Kek, Nenek takut kalo Yasa bernasib sama seperti kedua orang tuanya," sahut Nenek sedih.
Mengingat putra dan menantunya yang meninggal, dibunuh Padepokan Black yang bersekutu dengan iblis jahat.
"kita doakan saja Nek, semoga itu tidak terjadi. Yasa sekarang sudah dewasa, ia harus segera pergi belajar ilmu bela diri, ini amanah dari putramu Nek," tutur Kakek sambil memegang erat kedua tangan Nenek.
"Ya...Yasaaa!" lirih Nenek kaget. Karena melihat Yasa yang sudah berada di belakang mereka berdua.
"Kek, Nek tolong jelaskan semuanya? Apa penyebab ayah dan ibu pergi meninggalkan aku? Dari dulu Kakek dan Nenek tidak pernah menjawab setiap aku mempertanyakan tentang ayah dan ibuku." Yasa meminta penjelasan, yang selalu di rahasiakan oleh Kakek dan Neneknya, yang belum ia ketahui selama ini.
"Mungkin ini sudah waktunya Nek, kita harus menceritakan semuanya?" Kakek melirik matanya ke arah Nenek, dan Nenek hanya menanggapinya dengan cara menganggukkan kepalanya, pertanda Nenek menyetujuinya.
***
Flashback
Mahesa Mahendra membuat pedang pusaka, yang sangat sakti bersama Para Dewa, untuk mengalahkan Padepokan Black yang ingin menguasai dunia.
Karena banyak padepokan yang di hancurkan oleh Padepokan Black, jika tidak mau menjadi pengikutnya. Untuk membantu Padepokan Black dalam menguasai dunia, dan Padepokan Black bertambah kuat kekuatannya berkat bantuan dari iblis jahat.
Kehancuran dan kematian orang yang tidak bersalah, membuat jiwa Mahesa Mahendra ingin mengalahkan Padepokan Black.
Maka dari itu ia menciptakan pedang pusaka yang sangat sakti, untuk mengalahkan Padepokan Black.
***
Ketika Mahesa Mahendra sedang bersama istrinya, ia menunjukan pedang pusaka yang sangat sakti itu kepada istrinya.
"Sayang pedang ini sudah jadi, aku akan pergi mengalahkan Padepokan Black, dengan menggunakan Pedang Sakti ini," tutur Mahesa Mahendra menjelaskan kepada istrinya Sekar Wati.
"Iya, berhati-hatilah karena aku takut terjadi sesuatu kepadamu," cemas Sekar Wati, ketika Mahesa Mahendra akan pergi bertarung melawan Padepokan Black, yang terkenal sangat kejam atas ambisinya yang ingin menguasai dunia.
"Iya sayang. Aku akan menemui Markus terlebih dahulu, sebelum pergi menyerang Padepokan Black. Jaga baik-baik Yasa yah sayang," ucap Mahesa Mahendra sambil mencium jagoan kecilnya. Lalu Mahesa Mahendra pergi berpamitan kepada kedua orang tuanya.
Mahesa mahendra yang pergi menemui Markus di Padepokan Macan Putih, disambut baik oleh Markus dan semua muridnya.
"Akhirnya pahlawan kita datang!" Markus tersenyum senang atas ke datangan Mahesa Mahendra sahabat baiknya.
Mahesa dan Markus sedang membicarakan tentang rencana dalam melawan Padepokan Black. Akan tetapi saat mereka berdua sedang membahas tentang itu. Ratu Aurora yang merupakan ketua Padepokan Singa Merah datang ke Padepokan Macan Putih, dengan penuh luka di sekujur badannya.
"Markus Ma...Mahesa," ucapnya terbata-bata sambil meringis kesakitan.
Mahesa dan Markus yang melihat kedatangan Ratu Aurora, menghentikan pembicaraannya lalu pergi menghampiri Ratu Aurora.
"Apa yang terjadi denganmu Ratu Aurora?" tanya Markus yang mencemaskan kondisi Ratu Aurora yang terluka.
"Pa...padepokan ku, di serang oleh Pa...padepokan Black," jawab Ratu Aurora tertatih-tatih.
"Sebaiknya kita obati dulu lukamu, cepat Markus kamu panggilkan Tabib!" perintah Mahesa Mahendra, ia tidak bisa mendengarkan cerita dari Ratu Aurora dengan kondisi yang seperti ini.
Markus pun menyuruh muridnya untuk memanggil seorang Tabib, dan kemudian Markus membaringkan Ratu Aurora ditempat tidur.
"Ma...mahesa, ka...kamu ha...rus berhati-hati," ucap Ratu Aurora, yang tidak sempat menceritakan semua kejadian yang ia alami karena Ratu Aurora pingsan.
Mahesa dan Markus sangat mengkhawatirkan kondisi Ratu Aurora, yang belum sadar meski Tabib sudah datang dan mengobati semua lukanya.
"Luka yang di alami Ratu Aurora sangat parah, ia tidak bisa cepat pulih dengan waktu yang cepat. Apalagi banyak bagian tulang yang sedikit bergeser, tapi itu masih bisa di obati." Tabib menjelaskan semua luka yang di alami oleh Ratu Aurora kepada Markus dan Mahesa.
"Tapi kenapa Ratu Aurora belum juga bangun dari pingsannya." Markus bertanya kepada Tabib, karena mengkhawatirkan Ratu Aurora yang sudah setengah hari belum juga sadar dari pingsannya.
"Sepertinya, obat yang aku berikan belum berjalan sepenuhnya. Mungkin tidak lama lagi ia akan bangun," tutur Tabib.
Tabib pun pergi setelah mengobati luka Ratu Aurora, dan menjelaskan semua kondisi luka yang di alami Ratu Aurora.
Markus terus menjaga Ratu Aurora sambil memegang tangan Ratu Aurora. Mahesa Mahendra terkekeh melihat pemandangan itu.
Karena biasanya Markus dan Ratu Aurora sering bersitegang, dan tidak ada yang mau mengalah dalam segala hal apa pun itu.
Ketika jam menunjukan tengah malam. Ratu Aurora bangun dari pingsannya.
"Aurora, akhirnya kamu bangun juga!" ucap haru Markus yang melihat Ratu Aurora bangun dari pingsannya.
"Terima kasih telah mau menjagaku, ketika aku sedang terluka," ujar Ratu Aurora sambil tersenyum.
"Iya, coba kamu jelaskan apa yang terjadi kepadamu?" tanya Markus antusias. karena ia ingin mengetahui apa yang di alami oleh Ratu Aurora, sehingga membuatnya bisa terluka.
"Masalah aku sampai bisa seperti ini bukan hal yang penting. Aku hanya minta maaf kepadamu Mahesa. Karena aku tak sengaja menceritakan Pedang Sakti yang kamu miliki kepada Padepokan Black," ucap Ratu Aurora terhenti. Karena Ratu Aurora meminta maaf kepada Mahesa Mahendra sambil berderai air mata.
"Kamu harus segera pergi dari sini, dan pulang ke rumahmu. Untuk menyelamatkan keluargamu dari Padepokan Black. Karena Rimba dan murid-muridnya. Pasti akan pergi mencari keberadaan mu, dan mereka semua akan pergi menuju rumahmu. Ambisi Rimba yang ingin menguasai dunia ini. Pasti Rimba akan berbuat semaunya, demi mendapatkan apa yang dia inginkan. Termasuk merebut Pedang Sakti yang kamu miliki," lanjut Ratu Aurora.
Mahesa Mahendra yang mendengar cerita seperti itu, ia langsung segera pergi dengan menggunakan ilmu menghilang. Agar dapat menyelamatkan keluarganya, dan membawa pergi keluarganya ke desa terpencil yang sangat jauh.
Setelah merasa keluarganya akan aman tinggal di sebuah desa terpencil. Mahesa Mahendra memberi pesan kepada kedua orang tuanya. Untuk menjaga istri dan anaknya, dan menyuruh putranya Yasa Mahendra. Jika ia sudah dewasa, untuk pergi belajar ilmu bela diri di Padepokan Macan Putih.
Mahesa Mahendra pergi meninggalkan keluarganya, untuk pergi melawan Padepokan Black.
Sekar Wati yang melihat Mahesa Mahendra telah pergi jauh, diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuanya. Sekar Wati pergi meninggalkan Yasa dan orang tuanya, karena Sekar Wati ingin pergi membantu Mahesa Mahendra.
Flashback OFF.
***
"Ayah dan ibumu, mungkin sudah mati di bunuh oleh Padepokan Black. Karena sampai sekarang mereka berdua belum kembali lagi," ucap Kakek yang bersedih menceritakan kejadian itu.
"Dan pesan terakhir ayahmu adalah. Agar kamu pergi belajar ilmu bela diri di Padepokan Macan Putih," sahut Nenek menjelaskan.
"Padepokan Black awas kau. Aku pasti akan mengalahkan kalian semua," geram Yasa, yang mendengar cerita tentang kedua orang tuanya.
"Sabar cucuku, tenangkan dirimu jangan sampai amarah menguasai dirimu. Yang terpenting sekarang kamu sudah mengetahui semuanya. Jadi bagaimana keputusanmu sekarang?" tanya Kakek yang berharap Yasa mau menuruti permintaan terakhir Mahesa Mahendra putranya.
"Yasa mau Kek, Nek.
Tapi..... Yasa sangat berat meninggalkan Kakek dan Nenek. Karena yang Yasa tau, Padepokan Macan Putih sangatlah jauh dari desa ini," tutur Yasa yang berat pergi jauh meninggalkan Kakek dan Neneknya.
"Kamu belajar saja yang rajin di sana, jangan mengkhawatirkan Kakek dan Nenek. Doa Kakek dan Nenek selalu menyertaimu."
Kakek dan Nenek memeluk Yasa. Dan sebenarnya berat berpisah dengan cucunya.
"Yasa janji Kek, Nek. Akan belajar dengan bersungguh-sungguh, agar Yasa bisa membuat Kakek dan Nenek bangga." Yasa memegang tangan Kakek dan Neneknya, sebagai sebuah simbol perjanjian, bahwa dirinya akan pergi belajar ilmu bela diri di Padepokan Macan Putih.
Keesokan harinya.
Yasa pergi meninggalkan desa yang penuh kenangan indah bersama Kakek dan Neneknya.
Yasa pergi menuju Padepokan Macan Putih. Untuk belajar ilmu bela diri disana, dan Yasa juga menginginkan bisa mengalahkan Padepokan Black.
Perjalanan panjang menuju Padepokan Macan Putih, dilalui Yasa dengan baik, tanpa ada hambatan yang mengganggu perjalanannya.
Sesampainya Yasa di Padepokan Macan Putih, Yasa melihat ada dua orang pemuda yang menurutnya adalah murid Padepokan Macan Putih.
Yasa pun menghampiri dua pemuda itu.
"Permisi kak, apa benar ini Padepokan Macan Putih?" tanya Yasa kepada kedua murid Padepokan Macan Putih.
"Iya, ada tujuan apa kamu kesini?" sahut salah satu pemuda itu.
"Saya kesini mau bertemu dengan ketua Padepokan Macan Putih, dan memberikan surat ini." Yasa menunjukan surat dari Kakeknya, untuk diberikan kepada Markus ketua Padepokan Macan Putih.
Kedua pemuda itu pun saling melirik, lalu kemudian menganggukkan kepalanya, dan salah satu dari pemuda itu pergi meninggalkan Yasa dan temannya.
"Kamu tunggu saja disini, temanku akan menemui guru kami," ucap pemuda itu.
Yasa tidak menjawab, ia hanya menganggukkan kepalanya.
Tidak lama kemudian, teman pemuda itu datang kembali.
"Ayo ikut saya masuk kedalam, guru sudah menunggumu," ujar teman pemuda itu.
Yasa dan kedua pemuda itu pun masuk kedalam aula Padepokan Macan Putih, karena Markus sang ketua sedang duduk menunggu kedatangan orang yang ingin menemuinya.
Markus yang melihat Yasa dari jauh, langsung bangun dari duduknya, lalu pergi menghampiri Yasa dan memeluknya.
"Wa...wajahmu, mengingatkan aku dengan sahabat baikku!" tutur Markus, lalu ia melepaskan pelukannya.
"Ada tujuan apa kamu datang menemui ku?" Lanjutnya lagi.
"Aku diperintahkan oleh Kakekku. Untuk belajar ilmu bela diri disini, dan ini surat dari Kakek," Yasa memberikan surat itu kepada Markus, dan Markus pun menerimanya dengan baik.
Markus langsung membaca surat dari yasa, dan setelah selesai membacanya ia kembali memeluk Yasa.
"Sahabatku, akan aku jaga putramu, dan akan aku latih dengan baik. Agar kelak ia bisa mengalahkan Padepokan Black, seperti keinginanmu," gumam Markus dalam hati yang haru, karena akhirnya bisa bertemu dengan putra Mahesa Mahendra yang ia cari selama ini.
"Istirahatlah wahai putraku, besok kau akan langsung belajar ilmu bela diri disini," ujar Markus, dan menyuruh muridnya untuk mengantar Yasa ke dalam kamarnya.
Yasa pun beristirahat di kamar yang di sediakan untuknya. Karena perjalanan dari desa menuju Padepokan Macan Putih sangatlah jauh.
***
Keesokan harinya.
Yasa sudah bersiap-siap, untuk belajar ilmu bela diri bersama teman-teman seperguruannya.
Markus terus memperhatikan gerakan ilmu bela diri Yasa, yang menurut Markus cepat tanggap, dalam menguasai gerakan yang sedang diajarkan oleh para guru di Padepokan Macan Putih.
"Mahesa Mahendra lihatlah putramu sekarang, ia mewarisi kemampuanmu yang cepat dalam belajar, pasti kamu disana akan merasa bangga kepada putramu," lirih Markus.
Yasa belajar dengan giat dan bersungguh-sungguh, mendengarkan dengan baik ketika guru memberikan materi gerakan ilmu bela diri.
"Dengarkan semuanya, hari ini kita akan belajar tentang ilmu Pendengaran, jadi kita itu harus fokus dan berkonsentrasi ketika melakukan ilmu ini, karena meski ilmu ini dibilang paling dasar, tapi sangat penting ketika menghadapi musuh di kegelapan malam, dengan ilmu ini kita bisa mendengar gerakan lawan dan bisa menangkis semua gerakannya, paham semuanya?" jelas guru Herion.
"Paham," semua murid menjawab serempak.
Guru Herion pun memperaktekan pelajarannya, dengan menutup matanya menggunakan kain, lalu salah satu murid maju ke depan memberi gerakan menyerang kepada guru Herion.
Serangan murid itu, semuanya bisa ia tangkis dengan menggunakan ilmu Pendengaran, meski tanpa melihat hanya dengan Pendengaran yang baik, bisa melakukan penyerangan balik kepada musuh.
"Aku yakin pasti bisa, melakukan ilmu pendengaran dengan baik, aku akan belajar ilmu ini dengan serius," ucap Yasa dalam hatinya, meyakini dirinya sendiri untuk bisa melakukan semua gerakan, yang di ajarkan oleh para guru di Padepokan Macan Putih.
***
Dari hari ke hari kemampuan bela diri Yasa, sudah bisa mengejar murid yang lebih dulu belajar di Padepokan Macan Putih.
Disaat kemampuannya sudah cukup baik, Markus dan murid kepercayaannya pergi menghadiri undangan acara Perkumpulan Padepokan Sedunia.
Markus pun menitipkan Padepokan Macan Putih kepada guru Herion, dan memintanya menjaga dengan baik seluruh murid yang berada disini.
Ketika malam hari tiba, segerombolan pasukan dengan baju serba hitam, menyerang Padepokan Macan Putih.
Yasa yang tengah tidur pun terbangun, karena mendengarkan keributan diluar kamarnya.
"Ada apa sih? Malam-malam begini masih ribut, mentang-mentang Guru Ketua sedang pergi. Jadi melakukan seenaknya saja, aku harus melihat dan menegur teman-temanku." Yasa pun bangkit dari tempat tidurnya untuk pergi keluar.
Sesampainya Yasa diluar pintu kamarnya, ia langsung mendapatkan serangan dari lawan, yang tiba-tiba datang memberi pukulan kearahnya.
Yasa yang terjatuh pun bangkit kembali, untuk mengalahkan pasukan serba hitam itu, yang membuat keributan di Padepokan Macan Putih.
"Yasaaa," teriak Malik,
Yasa pun melirik matanya ke arah Malik, lalu ia berdiri bangun untuk melawan pasukan serba hitam, dan teriakan Malik tadi itu adalah ingin memberitahu Yasa, bahwa ada pasukan serba hitam dibelakangnya. Pasukan serba hitam yang akan menyerang Yasa dari arah belakang, langsung Yasa tangkis semua serangannya dengan baik.
Pasukan serba hitam yang terlalu banyak sulit untuk dihadapi, membuat murid Padepokan Macan Putih banyak yang terluka.
Yasa yang melihat pasukan serba hitam, yang akan pergi memasuki ruangan rahasia Markus, ia langsung pergi untuk menghadangnya.
Akan tetapi saat Yasa yang hendak menghadang pasukan serba hitam itu, gerakan serangan Yasa dapat ditangkis. Sehingga Yasa pun terjatuh dan pingsan. Karena mendapatkan pukulan berapi, dari pasukan serba hitam itu, lalu pasukan serba hitam itu mengambil barang berharga di Padepokan Macan Putih, dan langsung pergi dengan membawa barang yang di ambil di ruangannya Markus.
Tidak lama kemudian. Markus datang ke Padepokan Macan Putih, dan ia di kejutkan dengan kejadian semua ini. Apalagi saat Markus melihat murid-muridnya banyak yang terluka dan jatuh pingsan.
Dan melihat sekeliling Padepokan Macan Putih, banyak bangunan yang hancur berantakan.
Markus pun meminta kepada murid yang ikut bersamanya, untuk mengobati luka teman-temannya. Ketika Markus pergi mengecek ruangan rahasianya, ia menemukan Yasa yang pingsan di ruangan rahasianya, dan saat Markus masuk ke dalam ruangan rahasianya, banyak barang berserakan di lantai menjadi berantakan.
Markus pun segera mengecek Pedang Sakti, karena takut ada orang yang mengambil Pedang Sakti, setelah Markus mengetahui Pedang Saktinya hilang, ia pun menangis sedih karena Pedang Sakti yang ia simpan baik-baik telah hilang dicuri.
"Harusnya aku menuruti kata hatiku, untuk tidak pergi menghadiri undangan itu," gerutunya kesal pada dirinya sendiri.
Setelah kejadian itu, Markus memerintahkan muridnya untuk memanggil Yasa ke hadapannya.
"Yasa kamu dipanggil Guru Ketua."
Yasa yang sedang berlatih menghentikan gerakannya, karena dipanggil oleh Firman sahabatnya.
"Ada apa yah? Guru Ketua mau menemui ku?" lirih Yasa.
"Kalau kamu ingin mengetahuinya? Ayo kita segera pergi ke sana hehe..." sahut Firman sambil tersenyum.
"Huuuh, aku kira kamu sudah tau!" gerutu Yasa sebal.
"Udah jangan banyak bicara, kita temui Guru Ketua, jangan buat beliau menunggu kita terlalu lama." Firman pun menarik pelan tangan Yasa, dan mengajak Yasa pergi bersamanya. Untuk menemui Markus ketua Padepokan Macan Putih.
Yasa dan Firman berpapasan dengan Malik, ketika akan menemui Markus ketua Padepokan Macan Putih.
"Kamu dipanggil Guru Ketua juga yah Lik?" tanya Firman lalu pergi menghampiri Malik.
"Iya, kamu berdua juga dipanggil Guru Ketua kan. Ayo kita pergi bersama menemui beliau," sahut Malik.
Meraka bertiga pergi bersama menemui Markus di ruangannya, dan sesampainya di ruangan Markus. Yasa dan Firman serta Malik memberikan salam hormat kepada Markus ketua Padepokan Macan Putih.
"Salam hormat kepada Guru Ketua," ucap Yasa dan Firman serta Malik secara bersamaan.
Markus yang melihat kedatangan mereka bertiga tersenyum senang, dan menerima salam hormat dari mereka bertiga.
"Wahai murid-murid ku, aku ingin menyuruh kalian bertiga, untuk mencari pedang pusaka yang sangat sakti yang telah hilang dicuri." Markus menunjukan sebuah gambar Pedang Sakti kepada mereka bertiga.
"Baik Guru Ketua. Kami akan berusaha mencari Pedang Sakti itu," sahut Yasa.
"Kemungkinan terbesar yang mencuri Pedang Sakti, adalah Padepokan Black. Karena ciri khas mereka adalah, berpakaian serba hitam dan selalu menyerang di malam hari. Maka dari itu berhati-hatilah kalian bertiga," tutur Markus.
"Dan bawalah senjata ini, dan gunakan ketika kalian diserang musuh," lanjutnya, lalu Markus memberikan senjata itu kepada mereka bertiga.
"Kalau begitu kami bertiga pamit pergi Guru Ketua, untuk melaksanakan misi mencari Pedang Sakti yang telah hilang dicuri." Yasa dan kedua sahabatnya pergi, setelah berpamitan kepada semua guru dan teman-temannya di Padepokan Macan Putih.
"Padepokan Black, aku akan datang mengalahkan mu," gumam Yasa dalam hatinya, ia akan berusaha sekuat tenaganya untuk bisa mengalahkan Padepokan Black, yang bersekutu dengan iblis jahat.
Perjalanan Yasa dan kedua sahabatnya, dalam misi mencari Pedang Sakti, masih sangat panjang, dan banyak rintangan yang akan mereka bertiga hadapi.
Yasa dan kedua sahabatnya sudah pergi jauh meninggalkan Padepokan Macan Putih, dan mereka bertiga memutuskan untuk beristirahat sebentar, sebelum melanjutkan kembali perjalanannya.
"Nih minum dulu Yas, pasti kamu haus kan!" Malik memberikan sebotol minuman kepada Yasa, yang tengah serius memperhatikan gambar Pedang Sakti.
Tapi Yasa tidak menanggapi ucapan Malik, yang sedang memberikan minuman untuknya, Malik dan Firman pun saling beradu pandang, lalu menatap Yasa yang tidak menjawab dan mengambil minumannya.
"Serius bener lihatin gambarnya, tuh Malik ngasih minuman." Firman yang ada di sebelah Yasa menyenggol lengannya.
"Ada apa sih Fir? Jadi jatuhkan gambar pedangnya," ujar Yasa kesal, lalu mengambil gambar Pedang Sakti.
"Itu Malik ngasih kamu minum!" sahut Firman sambil menunjuk ke arah Malik yang sedang memegang minuman untuk Yasa.
"Oh iya, maaf gak denger hehehe," ujar Yasa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Terima kasih yah Lik, minumannya," lanjutnya dan kemudian meminum, minuman yang di berikan oleh Malik.
"Serius bener lihat gambarnya, jadi gak fokus gitu hahaha.." ujar Firman tertawa.
"Iya maaf, tapi... Firman. Malik, aku merasa Pedang Sakti di gambar ini begitu sangat familiar, seperti aku sebelumnya sudah pernah melihatnya, tapi entah dimana itu!" ucap Yasa, dan masih terus memperhatikan gambar Pedang Sakti yang berada ditangannya.
"Yasa kamu gimana sih masa lupa, kita semua kan sudah melihatnya, di ruangan Guru Ketua, kamu itu masih muda loch Yas, masa udah pikun hahaha.... " sahut Firman memukul pelan pundak Yasa.
"Tau nih Yasa, gitu aja harus di ingetin hehehe..." Malik pun menimpali ucapan Firman sambil geleng-geleng kepalanya.
"Maksud aku itu yah. Aku ini pernah melihat Pedang Sakti yang ada di gambar ini, asli pedangnya bukan gambarnya doang tau," gerutu Yasa kesal.
"Aah yang bener kamu Yas? Aku aja yang sudah lama belajar di Padepokan Macan Putih, belum pernah melihat Guru Ketua menggunakan Pedang Sakti." Malik tidak percaya dengan ucapan Yasa, meski Yasa begitu dekat dengan Guru Ketua, dan Yasa juga belum terlalu lama menjadi murid di Padepokan Macan Putih.
"Aku pernah melihat Pedang Sakti ini, bukan di Padepokan Macan Putih, tapi aku bener-bener lupa di mananya?" terang Yasa yang meyakini bahwa ia pernah melihat Pedang Sakti.
"Iya aku percaya kok Yas, udah simpan baik-baik gambar Pedang Saktinya, lebih baik kita pergi mandi dulu di sana," ucap Firman menunjuk air terjun yang tidak jauh dari tempat mereka beristirahat.
Mereka bertiga pun pergi menuju air terjun Akan tetapi perjalanannya terhenti, karena ada seorang wanita berpakaian serba merah datang menyerang mereka bertiga.
Mereka bertiga yang mendapatkan serangan secara tiba-tiba, mendapatkan sedikit luka, karena mereka bertiga terkena pedang wanita berbaju merah itu.
Yasa segera mengambil pedang pemberian Guru Ketua. Untuk menyerang wanita berbaju merah, yang telah menghalangi langkahnya menuju air terjun.
"Hei siapa kamu? Kenapa datang-datang menyerang kami!" tanya Yasa sebelum melakukan serangan balik.
Wanita itu tidak menjawab pertanyaan Yasa, ia malah tersenyum kecut, lalu kembali menyerang mereka bertiga.
Yasa yang sudah memegang pedang, menghalau pedang wanita itu, yang hendak mengenai Firman, dan menangkis semua serangan wanita itu.
"Dasar wanita menyebalkan! Akan aku gunakan ilmu sihir pengikat biar kau tak bisa melawanku lagi," gerutu Firman kesal.
Firman pun mengeluarkan ilmu sihir pengikat, akan tetapi bukan sebuah ikatan sihir yang mendekati wanita berbaju merah, malah sebuah apel yang menghampiri wanita itu.
Wanita berbaju merah menangkap apel itu dengan tangannya,
"Hahaha... ilmu sihir macam apa yang kau gunakan? Payah sekali!" ejek wanita berbaju merah.
"Enak dan manis apelnya," lanjutnya lagi, sambil memakan buah apel. Lalu sebagian buah apel yang sudah di makan olehnya, di buang begitu saja.
Dan wanita itu malah menggunakan ilmu sihir Pengikat kepada mereka bertiga, Malik dan Firman terkena ikatan ilmu sihir wanita itu, sedangkan Yasa dapat mengelak nya.
"Ini baru ilmu sihir Pengikat yang sebenarnya, bukan sebuah apel yang keluar ha...ha...ha," sindir wanita berbaju merah.
"Kamu kenapa salah ngeluarin ilmu sihir sih? Jadinya kita berdua kan, yang terkena ikatan ilmu sihir ini!" bisik Malik di telinga Firman.
"Ya aku juga tidak tahu Lik, udahlah jangan bahas sihir ku yang gagal itu. Lebih baik kita doakan saja, semoga Yasa bisa mengalahkan wanita berbaju merah itu!" sahutnya.
Yasa yang hendak membuka ikatan kedua sahabatnya, malah di halangi oleh wanita itu.
lalu mereka berdua berkelahi menggunakan pedang. Yasa yang tidak mau kalah dari wanita berbaju merah, maka dari itu ia segera mengeluarkan jurus ilmu Pedang Angin Putih.
Yasa pun mengayunkan pedangnya, lalu keluarlah angin kencang dan gumpalan putih ke arah wanita berbaju merah, dan wanita itu terlempar jatuh ke tanah.
"Huuuh rasain itu! Bagus Yas, serang terus wanita itu," teriak Firman memberi semangat kepada Yasa.
"Boleh juga kemampuan lelaki ini, tapi aku tak akan membiarkannya menang melawanku!" wanita berbaju merah bangun untuk menyerang Yasa kembali, dengan menggunakan kekuatan ilmu Pedang Merah.
Wanita itu mendekati Yasa dan mengeluarkan kekuatan ilmu Pedang Merah, tapi sayang gerakannya dapat dibaca oleh Yasa, dan yang terkena kekuatan ilmu pedang merah adalah sebuah pohon di sebelah Yasa, yang terbelah menjadi dua bagian karena kekuatan ilmu Pedang Merah.
Deringan suara pedang mereka berdua semakin kencang,
[ Tang-plentang-tang ] suara pedang yang saling beradu, di antara Yasa dan wanita berbaju merah, pertarungan pun semakin sengit karena keduanya bisa menangkis, setiap serangan dan gerakan pedang yang akan dilakukan.
"Berhenti! Semuanya berhenti!" teriak seorang lelaki berpakaian serba merah, lalu menghampiri mereka semua.
"Riska apa yang kau lakukan?" tanya lelaki itu kepada wanita berbaju merah.
"Mereka semua ini adalah mata-mata Padepokan Black kak," sahut wanita itu.
"Hey! Jangan sembarang bicara kamu, menuduh kami bertiga mata-mata Padepokan Black," bantah Yasa yang tidak terima dengan tuduhan wanita berbaju merah.
"Kalau bukan mata-mata Padepokan Black, terus siapa? Karena hanya Padepokan Black, yang menginginkan Pedang Sakti itu! Dan aku dari tadi mendengarkan ucapan kalian bertiga, yang terus membicarakan Pedang Sakti," tutur wanita berbaju merah.
"Apa itu benar Riska? Kalau mereka bertiga ini adalah mata-mata Padepokan Black?" lelaki berbaju merah menatap tajam kepada mereka semua.
"Kami bertiga bukan mata-mata dari Padepokan Black, tapi kami bertiga ini adalah murid Padepokan Macan Putih." Yasa mengatakan yang sebenarnya. Kalau mereka bertiga bukanlah mata-mata Padepokan Black, melainkan murid Padepokan Macan Putih.
"Apa....?" wanita berbaju merah pun kaget, mendengarkan penjelasan dari Yasa.
"Jadi kalian bertiga ini adalah murid Padepokan Macan Putih?" tanya lelaki berbaju merah.
"Iya benar," sahut Yasa dan Firman serta Malik secara bersamaan.
"Kalau begitu maafkan atas kesalah pahaman ini! Riska ayo kamu minta maaf sama mereka bertiga, lalu lepaskan ikatan itu!" perintah lelaki berbaju merah kepada wanita yang bernama Riska.
Riska pun menggunakan ilmu sihir Pelepas ikatan, kepada Malik dan Firman, tanpa meminta maaf kepada mereka bertiga, dan langsung pergi meninggalkan mereka semua.
"Huuuh dasar wanita sok tau dan menyebalkan, harusnya tanya dulu baik-baik sebelum menyerang" gerutu Firman yang masih kesal kepada Riska, karena telah mengejek ilmu sihirnya yang gagal ia keluarkan.
"Sekali lagi saya minta maaf, atas kesalah pahaman yang telah adik saya lakukan, dan perkenalkan. Nama saya Robi murid Padepokan Singa Merah." Robi pun mengulurkan tangannya ke arah Yasa, Malik dan Firman.
Meraka bertiga pun menerima uluran tangan dari Robi, sebagai tanda perkenalan.
"Kalian bertiga ayo ikut saya ke sana!" tunjuk Robi ke sebuah rumah sederhana yang ada di desa ini.
Yasa dan kedua sahabatnya saling lirik, dan masih ragu untuk mengikuti Robi.
"Kalian bertiga jangan takut, aku ini di utus oleh ketua Ratu Padepokan Singa Merah, untuk membantu kalian dalam mencari Pedang Sakti yang hilang dicuri," lanjutnya lagi, dan menunjukan surat perintah dari Ratu Aurora ketua Padepokan Singa Merah.
Yasa dan kedua sahabatnya pun percaya, setelah membaca surat perintah dari ketua Padepokan Singa Merah, dan mereka bertiga pergi mengikuti Robi ke rumah yang di tujuh oleh Robi.
"Semoga dengan banyaknya bantuan. Akan memudahkan langkahku dalam mencari Pedang Sakti, dan bisa mengalahkan Padepokan Black " gumam Yasa dalam hatinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!