seorang gadis terbaring lemah di atas ranjang. sebagian tubuhnya yang mulai menghitam, mengelupas dan mengeluarkan nanah membuat dirinya terus merintih kesakitan dan menangis. sakit yang dialaminya membuat kedua orang tuanya begitu pilu melihat penderitaan putri mereka satu-satunya.
"apa yang harus kita lakukan pak, kasian Hanum, dia sudah lama menderita seperti ini" ibu Rosida setiap melihat penderitaan anaknya, selalu saja meneteskan air mata
"bapak juga bingung bu, kemana lagi kita harus mencari orang sakti untuk mengobati Hanum. bahkan dokter sekalipun tidak dapat menyembuhkan penyakit anak kita" pak Umar yang menjadi kepala keluarga, begitu terpukul melihat keadaan anaknya
mereka adalah orang yang berada, tinggal di rumah yang terbilang mewah namun baik ibu Rosida maupun pak Umar tidak pernah berlaku sombong karena harta yang mereka punya.
bisa dikatakan kehidupan mereka sekarang adalah perjuangan mereka yang banting tulang mencari rezeki hingga akhirnya yang Maha Kuasa mendengarkan doa-doa mereka dan mengangkat derajat mereka.
"apa kita bawa ke luar negri saja untuk pengobatan Hanum" pak Umar mengusulkan
"pak, di negri kita sendiri saja dokter menyerah dengan penyakit anak kita, ibu rasa itu akan percuma saja jika kita membawa Hanum keluar negri. mereka pun pasti tidak akan bisa menyembuhkan Hanum"
"haaah" pak Umar menghela nafas berat. dia tidak tau lagi harus melakukan apa untuk menyembuhkan penyakit putrinya
"sakit bu" rintihan yang keluar dari mulut Hanum membuat mereka merasakan sakit yang teramat perih. sebagai orang tua, mereka tidak dapat melakukan apapun untuk kesembuhan anak mereka
"bu, bapak ke kantor dulu ya" pak Umar pamit kepada istrinya
"iya pak, hati-hati"
setelah berpamitan kepada istrinya, pak Umar keluar dari kamar Hanum dan keluar dari rumah. dia masuk ke dalam mobil meninggalkan rumah mereka.
(apa yang harus aku lakukan untuk menyembuhkan Hanum putriku ya Allah, tolong tunjukkan jalan untuk hambamu ini) pak Umar kalut dengan pikirannya sendiri
menyetir dalam keadaan melamun hampir membuat dirinya menabrak seseorang. untungnya pak Umar segera menginjak rem secara mendadak hingga mobilnya berhenti tepat di depan orang tersebut.
"astaghfirullahaladzim" pak Umar beristighfar beberapa kali kemudian keluar dari mobilnya menghampiri orang tersebut
"maafkan saya, apakah kamu terluka...?" rupanya seorang laki-laki yang hampir pak Umar tabrak
"saya tidak apa-apa pak, tidak perlu cemas" laki-laki itu tersenyum ramah
"saya benar-benar minta maaf. syukurlah kalau kamu tidak apa-apa"
"kalau begitu saya permisi dulu pak" laki-laki itu langsung meninggalkan pak Umar
pak Umar pun akan masuk kembali ke mobilnya namun sepatunya menginjak sesuatu di bawah sana. saat menunduk, pak Umar dapat melihat sebuah tasbih yang diinjaknya.
"astaghfirullah"
merasa sangat berdosa telah menginjak tasbih tersebut, pak Umar mengambil tasbih itu dan melap di jas miliknya.
"ini pasti milik pemuda tadi" gumamnya
pak Umar kemudian masuk ke dalam mobil dan meninggalkan tempat itu. setelah sampai di kantor, pak Umar masuk ke dalam, beberapa karyawan yang berpapasan dengannya akan menunduk hormat dan pak Umar memberikan senyuman ramahnya kepada mereka.
"pak, ada paket untuk bapak" asisten pak Umar yang bernama Hasan memberitahu saat pak Umar melewati mejanya
"paket...? dari siapa...?" tanya pak Umar
"saya tidak tau pak, tidak ada nama pengirimnya"
"lalu mana paketnya...?"
"ini pak" Hasan memberikan sebuah kotak yang dibungkus rapi entah siapa yang mengirimkan
"terimakasih Hasan".
"sama-sama pak"
pak Umar masuk ke dalam dengan membawa paket itu. dia pun menaruh paket itu di atas sofa tanpa membukanya dan dirinya duduk di kursi memulai memeriksa setiap dokumen yang dibawakan oleh asistennya.
tok tok
"masuk"
Hasan masuk ke ruangan bosnya dengan beberapa map ditangannya.
melihat Hasan masuk, pak Umar berniat menanyakan sesuatu kepada asistennya itu.
"Hasan tunggu sebentar" pak Umar menghentikan langkah Hasan saat laki-laki itu hendak melangkah keluar
"ada yang bisa saya bantu pak...?"
"kemarilah, kita bicara di sofa" pak Umar beranjak dari duduknya dan melangkah ke sofa, Hasan pun duduk ditempat yang empuk itu
"ada apa pak...?"
"Hasan, apakah kamu tau seseorang dukun atau semacamnya yang dapat menyembuhkan penyakit aneh" pak Umar bertanya
"penyakit aneh...?" Hasan mengernyitkan dahinya
"ini tentang Hanum San, sampai sekarang Hanun belum juga sembuh dari sakitnya. aku sudah keliling mencarikan pengobatan namun tetap saja tidak merubah apapun" terlihat keputusasaan di wajah pak Umar
"memangnya Hanum sakit apa pak. apa segitu parahnya...?"
"entah San, penyakitnya sungguh menyakitinya. tubuhnya menghitam dan melepuh kemudian keluar nanah di setiap luka-lukanya"
"astaghfirullahaladzim. kenapa tidak dibawa ke dokter"
"sudah San, bahkan berbulan-bulan kami di rumah sakit namun tidak ada perubahan sama sekali"
"boleh saya melihat Hanum saat pulang nanti pak...?"
" tentu saja boleh, dia pasti akan senang kamu menjenguknya. namun maaf jika nanti saat kamu melihatnya, kamu akan merasa jijik padanya"
"in shaa Allah tidak. dan untuk orang yang bisa menyembuhkan penyakit aneh, akan saya carikan nanti"
"terimakasih Hasan, saya sangat berharap kamu bisa menemukan orang tersebut" ucap pak Umar penuh harap
setelah pulang dari kantor, Hasan saat ini akan menjenguk Hanum. pak Umar meminta Hasan untuk bersamanya saja di mobil namun Hasan menolak karena dia membawa motornya sendiri.
mereka pun sama-sama meninggalkan kantor, motor Hasan mengikuti mobil pak Umar yang berada di depannya. hingga kemudian sampailah mereka di tempat kediaman pak Umar. bukan pertama kalinya bagi Hasan ke rumah tersebut, karena biasanya dia sering membawakan dokumen-dokumen penting kepada pak Umar saat pak Umar tidak masuk kantor.
"ayo San" ajak pak Umar
"iya pak"
keduanya masuk ke dalam rumah, pak Umar membawa Hasan ke kamar Hanum. di dalam kamar itu, Hanum terbaring tidak berdaya di pembaringannya.
"Hanum, ada Hasan nak" pak Umar memanggil pelan putrinya
Hanum membuka matanya perlahan dan saat itu juga dirinya dapat melihat Hasan yang sedang duduk di sampingnya.
"Hasan" panggil Hanum dengan lirih
"kenapa bisa seperti ini Num...?" Hasan begitu sedih melihat Hanum yang benar-benar sama sekali tidak berdaya
gadis cantik yang selalu ceria itu kini sudah tidak ada kebahagiaan di wajahnya. wajahnya yang dulu cantik dan putih mulus kini tidak ubahnya seperti monster yang mengerikan. mengelupas, hitam dan bernanah mengeluarkan bau busuk yang siapapun tidak sanggup untuk menahan bau itu.
Hasan memegang tangan Hanum dan menutup kedua matanya. dia berniat untuk melacak siapa seseorang yang telah membuat Hanum seperti itu namun tiba-tiba saja tubuhnya terpental dan menghantam dinding.
"astaghfirullah, Hasan" pak Umar kaget seketika
segera dia menghampiri Hasan dan membantunya untuk berdiri kemudian mendudukkan Hasan di sofa yang ada di kamar Hanum.
"kamu tidak apa-apa...?"
"aku tidak bisa melacak siapa orang yang telah membuat Hanum seperti ini pak" Hasan meringis menahan sakit
"orang...? maksud kamu apa Hasan...?"
"penyakit Hanum bukan penyakit biasa pak, dia terkena.....santet"
"santet...?" pak Umar tentu saja kaget
"aku bisa merasakan hawa panas yang menjalar di tubuh Hanum. tidak ada bisa menyembuhkannya kecuali orang yang mengirimkan santet itu atau seseorang yang berilmu tinggi yang bisa menyembuhkan Hanum"
"ya Allah, apa salah dan dosaku sehingga orang itu sampai tega menyantet putriku" pak Umar lemas seketika
"pak, ada apa...?" ibu Rosida yang baru saja masuk dan melihat suaminya langsung bertanya
"bu, apa yang harus kita lakukan" pak Umar tidak kuasa menahan air mata
"ada apa pak. Hasan, ada apa ini...?" ibu Rosida beralih melihat Hasan
"Hanum terkena...santet bu"
"astaghfirullahaladzim"
buuuk
seketika ibu Rosida pingsan. pak Umar langsung menggendong istrinya menuju kamar mereka, sedang Hasan masih berada di kamar Hanum.
"aku akan mencari orang yang bisa menyembuhkan mu Num. kamu tidak perlu khawatir, yakinlah kamu akan sembuh" Hasan tanpa rasa jijik memegang tangan Hanum
air mata Hanum jatuh membasahi lukanya. dalam keadaannya yang seperti itu, Hasan sama sekali tidak merasa jijik untuk menyentuhnya. betapa Hanum beruntung bisa mempunyai sahabat seperti Hasan.
keduanya sudah bersahabat sebelum orang tua Hanum kaya seperti sekarang. dan saat orang tua Hanum mulai berada, pak Umar langsung memperkerjakan Hasan sebagai asistennya.
setelah dari rumah pak Umar, Hasan menghubungi seseorang lewat sambungan di telpon.
Hasan
(halo assalamualaikum paman Odir)
paman Odir
(wa alaikumsalam San, apa kabar. lama kamu tidak menghubungi paman)
Hasan
(Alhamdulillah Hasan baik-baik saja paman. kalau paman sendiri bagaimana keadaannya. bibi Murti bagaimana, Intan juga bagaimana kabarnya paman...?)
paman Odir
(Alhamdulillah, kami semua baik. ada apa menelpon Hasan. kapan kamu jalan-jalan mengunjungi paman)
Hasan
(in shaa Allah kalau ada waktu paman. sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu paman)
paman Odir
(mau menanyakan soal apa)
Hasan memberitahu maksud tujuannya ia menghubungi pamannya itu. paman Odir mendengarkan dengan seksama dan tidak memotong sedikit pun cerita dari keponakannya, anak dari adiknya almarhumah Rumini.
paman Odir
(sebenarnya ada satu orang yang dapat menyembuhkan penyakit aneh seperti itu)
Hasan
(siapa dia paman, dimana dia tinggal agar kami dapat membawa Hanum ke sana)
paman Odir
(akan paman tanyakan dulu apakah dia masih tinggal di tempat itu atau tidak, aku akan menghubungi mu nanti jika sudah mendapatkan informasi)
Hasan
(baik paman, aku sangat mengharapkan paman bisa mendapatkan alamat dari orang tersebut)
malam itu pak Umar berada di ruangan kerjanya. dia sedang mengerjakan beberapa file penting yang dikirimkan oleh Hasan tadi sore. namun saat itu juga, dirinya teringat dengan paket yang diterimanya tadi pagi.
ia kemudian mengingat-ingat dimana dirinya menyimpan paket tersebut dan dirinya baru saja ingat kalau paket itu berada di dalam mobilnya. saat pulang dari kantor tadi, dia membawa paket itu dan memasukkan ke dalam mobilnya.
pak Umar menghentikan pekerjaannya dan keluar dari ruangan kerjanya. dia melangkah menuju keluar rumah untuk mengambil paket yang dibawanya pulang tadi.
"pak Anto, kalau sudah mengantuk tidur saja pak" pak Umar sedikit mengeraskan suaranya agar satpam yang bernama Anto yang bekerja di rumahnya dapat mendengarnya
"iya pak, nanti saya tidur kalau saya sudah mengantuk. untuk sekarang saya belum mengantuk pak" jawab pak Anto
"jangan lupa kunci pagarnya ya pak Anto"
"siap pak"
pak Umar menuju ke garasi mobil dan membuka pintu mobilnya. dia mencari paket yang dibawanya tadi, rupanya ada di kabin tengah. setelah mengambil paket itu, pak Umar menutup pintu mobilnya dan kembali masuk ke dalam rumah.
"apa itu pak...?" tanya ibu Rosida saat melihat suaminya masuk ke dalam kamar
"bapak juga tidak tau apa isinya, bapak mendapatkan paket tadi pagi dan tidak di tau siapa yang mengirimkan ini" pak Umar menyimpan paket itu di atas kasur
"ibu sudah dari melihat Hanum...?" tanya pak Umar
"sudah pak, dia sedang tidur sekarang"
"semoga Hasan mendapatkan orang yang dapat menyembuhkan Hanum"
"kasian sekali anak kita pak, apa salahnya sampai ada yang tega mengirimkan santet kepadanya"
"berdoa dan berserah diri kepada Allah bu, tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya" pak Umar menenangkan istrinya
"apa bapak punya musuh di luar sana. siapa tau orang-orang saingan bisnis bapak yang tidak suka dengan keberhasilan kita sehingga mereka mengirim santet kepada putri kita"
"jangan suudzon bu, tidak baik. siapapun yang membuat putri kita seperti ini ada Allah yang akan membalasnya"
"tapi ibu tidak rela pak, kalau ibu tau siapa pelakunya ibu akan menuntut balas"
"istighfar bu istighfar, jangan biarkan setan menghasut ibu sehingga ibu akan menyesali perbuatan ibu nantinya. saat ini kita cukup fokus untuk kesembuhan Hanum"
"astaghfirullahaladzim.... astaghfirullahaladzim"
ibu Rosida beristighfar berulang kali. pak Umar membawa istrinya kedalam pelukannya, sekarang ini tentu saja ibu Rosida sangat terguncang melihat keadaan Hanum. pak Umar harus selalu siaga dan sabar dalam menghadapi sikap emosional istrinya.
"coba buka paketnya pak, ibu ingin tau apa isinya"
pak Umar melepaskan pelukannya dan mengambil paket itu. dia menatap istrinya seakan ragu untuk membukanya namun karena ibu Rosida sangat ingin tau apa isi di dalamnya, pak Umar pun mulai membuka paket tersebut.
saat paket dibuka, pak Umar dan ibu Rosida dapat melihat isi di dalamnya. sebuah foto Hanum yang sedang tersenyum namun foto tersebut dicoretkan dengan tinta merah dan terdapat tulisan
MATI
ibu Rosida berteriak melihat isi paket tersebut. saat itu juga ponsel pak Umar berbunyi, pesan masuk ke dalam ponselnya, sebuah nomor yang tidak di kenal mengirimkan pesan untuknya.
nomor tidak di kenal : bersiaplah kehilangan putrimu Umar
"aaaaa" suara teriakan Hanum yang menjerit menggema di rumah besar itu
"HANUM"
pak Umar dan ibu Rosida langsung berlari meninggalkan kamar mereka menuju ke kamar Hanum.
"Hanum... Hanum" pak Umar berteriak, pintu kamar Hanum tidak bisa dibuka
"ya Allah pak bagaimana ini" ibu Rosida mulai menangis
braaaakkk
braaaakkk
pak Umar beberapa kali mendobrak pintu kamar itu namun sama sekali tidak terbuka.
"ada apa nyonya, tuan...?" mbok Sari yang sudah tertidur langsung terbangun saat mendengar suara teriakan majikannya
"mbok, ada kunci serep kamar Hanum...?" pak Umar bertanya
"tidak ada tuan, ada apa sebenarnya" jawab mbok Sari
braaaakkk
braaaakkk
"ALLAHUAKBAR"
braaaakkk
pintu kamar terbuka seketika. di dalam kamar, tubuh Hanum terangkat ke atas dan bahkan kejang-kejang.
"Hanum, ya Allah nak... Hanum" ibu Rosida memeluk Hanum mencoba menurunkan Hanum namun tubuh Hanum sama sekali tidak bisa untuk di turunkan
"astaghfirullah, non Hanum" mbok Sari begitu kaget melihat anak majikannya seperti itu
pak Umar berlari kembali ke kamarnya, dia mencari sesuatu sebuah keris yang ia selipkan di tempat tidur. saat mengambil keris itu, sebuah tasbih jatuh dari atas meja, tasbih itu adalah tasbih milik pemuda yang hampir dirinya tabrak tadi pagi.
pak Umar mengambil tasbih itu dan kemudian berlari kembali ke kamar Hanum.
"pak, tolong anak kita pak" ibu Rosida histeris
pak Umar membaca sesuatu kemudian keris itu mengeluarkan cahaya putih. cahaya itu ia arahkan kepada Hanum, seketika tubuh Hanum berhenti kejang-kejang dan tubuhnya jatuh mendarat di atas kasur.
namun sayangnya semua itu belum berakhir, tiba-tiba saja Hanum teriak histeris. dirinya kepanasan bahwa yang ia rasakan tubuhnya seperti terbakar api.
"panas... panas" Hanum berguling-guling di atas kasur
ibu Rosida dan pak Umar tidak tau harus berbuat apalagi. bahkan mbok Sari mengambil kain basah kemudian diselimuti di tubuh Hanum namun tetap saja Hanum terus teriak kepanasan dan kesakitan.
"panas... panas"
"pak bagaimana ini"
dalam pikirannya yang kalut, pak Umar sadar dirinya sedang memegang tasbih. tanpa pikir panjang tasbih itu ia kalungkan di leher Hanum dan lambat laun Hanum mulai tidak merasakan panas dan tidak merasakan sakit lagi.
"ya Allah nak, malang sekali nasibmu" ibu Rosida memeluk dan Hanum dan menangis terisak
"h-haus bu" Hanum bersuara dengan sangat lirih
"biar saya ambilkan air" mbok Sari keluar dari kamar Hanum menuju dapur kemudian ia kembali lagi dengan segera air putih
"tunggu sebentar" pak Umar mengambil gelas itu
dirinya pun duduk bersila ke arah kiblat dan membacakan ayat kursi serta ayat-ayat lainnya kemudian ia berdiri dan duduk di samping Hanum.
"minumlah" pak Umar membantu Hanum untuk minum
Hanum meneguk air itu tanpa sisa, dirinya seperti seseorang yang berada di padang pasir dan menemukan air. tenggorokannya yang terasa kering kini kembali segar setelah dibasahi oleh air itu.
ibu Rosida menyalakan AC dan juga kipas angin karena Hanum merasa kepanasan. Setelah menyalakan kipas, kini Hanum lebih tenang dan bahkan karena lelah, dirinya langsung tertidur saat sejak tadi dirinya merasakan sakit yang luar biasa.
(tasbih itu sungguh luar biasa) batin pak Umar
(kalau tasbih ini milik pemuda itu, berarti pemuda itu mempunyai ilmu sakti yang tidak dimiliki banyak orang. dimana aku harus mencari pemuda itu)
malam itu pak Umar dan ibu Rosida menemani Hanum di dalam kamarnya, mereka tidur di kamar itu jangan sampai kejadian tadi terulang lagi.
sebelum tidur, pak Umar membaca ayat-ayat yang ia ketahui di sebuah mangkuk yang berisi air kemudian tasbih tadi ia celupkan ke mangkuk tersebut. setelah itu, air itu ia percikan di setiap sudut kamar berharap agar sihir yang dikirimkan untuk mereka, akan dihalangi oleh dinding dari ayat-ayat itu dengan izin yang Maha Kuasa. setelah melakukan hal itu, pak Umar kembali mengalungkan tasbih tadi di leher Hanum.
namun rupanya ada sebuah nama yang tertulis di tasbih itu, beberapa butirnya terdapat huruf yang ternyata adalah sebuah nama seseorang.
"Fatahillah" pak Umar membaca nama tersebut
"apakah ini nama pemuda itu" ucapnya
pak Umar begitu yakin kalau tulisan itu adalah sebuah nama dan pastinya itu adalah nama dari pemilik tasbih tersebut.
ibu Rosida telah terlelap di samping Hanum. setelah memperbaiki selimut anak dan istrinya, pak Umar melangkah ke sofa dan menjatuhkan dirinya di sana hingga kemudian ia terlelap tidur.
selesai sholat subuh, ponsel Hasan bergetar. ia yang sedang mengaji segera mengakhiri dan mengambil ponselnya, rupanya paman Odir yang menghubunginya.
Hasan
(halo, assalamualaikum paman)
paman Odir
(wa alaikumsalam San. paman ingin memberitahukan sesuatu)
Hasan
(tentang yang kemarin kan paman)
paman Odir
(iya, paman sudah mencari alamat dari orang tersebut. namanya adalah kiyai Zulkarnain, dia tinggal di desa Malanda sekarang, di desa yang jauh dari desa lainnya di bawah kaki pegunungan Sangiran)
Hasan
(gunung Sangiran...?itu jauh sekali paman)
paman Odir
(memang di situ dia tinggal, sekarang terserah kamu apakah masih ingin ke sana untuk mengobati teman mu atau mencari orang lain. kalau kalian bersedia pergi maka paman akan menemani kalian, kebetulan paman dekat dengan beliau)
Hasan
(aku akan beritahu dulu pak Umar paman, tapi sepertinya sejauh apapun itu, pak Umar pasti akan setuju)
paman Odir
(ya sudah, hubungi paman jika bos mu itu bersedia)
Hasan
(tentu paman, akan aku hubungi nanti)
Hasan kemudian menghubungi pak Umar untuk memberitahu bahwa dia sudah menemukan seseorang yang dapat menyembuhkan Hanum. namun sampai dua kali panggilan, pak Umar tidak mengangkat panggilannya. Hasan tidak lagi menghubungi karena jika seseorang dihubungi setelah dua kali tidak diangkat itu berarti orang tersebut sedang sibuk atau sedang tidak ingin diganggu.
Hasan menyimpan ponselnya di atas meja kemudian membuka pakaian sholatnya untuk membersihkan diri karena akan ke kantor pagi nanti. biarlah nanti di kantor saja dirinya akan memberitahu kepada pak Umar bahwa orang yang mereka cari untuk menyembuhkan Hanum telah ia temukan.
"kenapa pak Umar belum datang juga ya" Hasan mengetuk-ngetuk mejanya sendiri
"aku telpon lagi, mungkin kali ini akan diangkat"
Hasan mengambil ponselnya dan mencari nomor bosnya itu kemudian menekan melakukan panggilan.
panggilan terhubung
Hasan
(assalamualaikum pak, bapak dimana sekarang)
pak Umar
(di rumah San, badan Hanum tiba-tiba panas tinggi, sepertinya saya tidak bisa ke kantor hari ini)
Hasan
(tidak perlu cemas dengan pekerjaan pak, biar nanti saya yang handel di sini. saya akan ke rumah bapak setelah pulang kantor nanti, ada yang harus saya beritahu mengenai seseorang yang dapat menyembuhkan penyakit Hanum)
pak Umar
(kamu sudah menemukan orangnya...?)
Hasan
(sudah pak, dia...)
pak Umar
(kamu ke sini sekarang, saya tunggu di rumah. urusan pekerjaan serahkan kepada Fauzan) Fauzan adalah orang kedua kepercayaan pak Umar setelah Hasan
Hasan
(baik pak, saya ke sana sekarang)
setelah mematikan panggilan, Hasan mencari Fauzan. dia langsung menuju ke ruangan laki-laki itu.
"Zan" panggil Hasan setelah membuka pintu
"ada apa San, wajahmu terlihat tegang seperti itu...?" Fauzan bertanya, dia menutup map yang sedang diperiksanya tadi
"aku harus ke rumah pak Umar, dia meminta ku ke sana sekarang. tolong kamu handel perusahaan dulu ya, itu pesan pak Umar"
"memangnya ada apa, apa ada masalah...?" tanya Fauzan
"anaknya demam tinggi"
"apa sampai sekarang belum ada perubahan dengan penyakitnya itu...?"
"belum, maka dari itu aku pulang untuk mencarikan solusi terbaik. tolong ya Zan, kalau kami pergi beberapa hari, kamu handel perusahaan dengan baik. pak Umar sangat percaya padamu"
"tenang saja San, aku akan melakukan yang terbaik"
"kalau begitu aku pergi dulu" Hasan keluar dari ruangan Fauzan
dia langsung menuju mobilnya dan meninggalkan perusahaan besar itu yang berdiri dari hasil keringat pak Umar sendiri. saat meninggalkan perusahaan, ada mobil lain yang mengikuti mobil Hasan.
tadinya Hasan tidak begitu memperhatikan namun kemudian dia menyadari kalau dirinya sejak tadi diikuti oleh mobil hitam.
"cari masalah saja" ucap Hasan memperhatikan mobil itu di kaca depan dalam mobilnya
Hasan mempercepat laju kendaraannya dan saat itu juga mobil yang mengikutinya melaju kencang menyusul mobil Hasan.
di tempat lain, seorang laki-laki sedang memijit kaki ibunya. wanita yang sudah tidak muda lagi namun masih terlihat cantik, duduk di kursi kayu dan laki-laki itu duduk di lantai sambil memijit kaki ibunya.
"sudah nak, ibu sudah jauh lebih baik setelah kamu pijit" wanita itu menarik kakinya dari paha anaknya
laki-laki itu kemudian berpindah tempat duduk ke kursi kayu dekat dengan ibunya.
"hari ini Fatah gajian. ibu mau Fatah belikan apa...?" tanya laki-laki yang bernama Fatah itu, nama lengkapnya adalah Fatahillah Malik
Fatahillah hidup berdua saja dengan sang ibu, menurut cerita ibunya, ayahnya meninggal sewaktu dirinya baru saja dilahirkan. sang ibu tidak menikah lagi dan lebih memilih mengurus Fatahillah sampai dewasa. Fatahillah bahkan pernah di masukkan ke pesantren, namun karena tidak sanggup hidup berjauhan dengan sang ibu, akhirnya Fatahillah membuat ulah dan dikeluarkan dari pesantren.
sang ibu sempat kecewa kepada putranya itu, dia ingin anaknya mendalami ilmu agama namun nyatanya Fatahillah malah ingin keluar dan benar-benar dikeluarkan.
sang ibu bahkan tidak menegur Fatahillah sejak seminggu, itu membuat Fatahillah sangat merasa bersalah.
"Bu, Fatah janji akan menjadi seperti yang ibu inginkan mendalami ilmu agama tapi bukan di dalam pesantren dan jauh dari ibu. masih banyak tempat untuk belajar ilmu agama Bu, meskipun bukan di pesantren"
"Fatah tidak bisa jauh dari ibu, maafin Fatah bu, maafin Fatah" Fatahillah menangis sesenggukan dan bersimpuh di kaki ibunya
melihat anaknya yang merasa sangat bersalah, hati wanita itu luluh dan memeluk anaknya. kini anak yang ia besarkan itu benar-benar seperti keinginannya, berbakti kepadanya dan menjadi anak yang soleh.
"ibu tidak ingin apa-apa, cukup melihat kamu sehat dan tetap bersama ibu, itu sudah lebih dari cukup" wanita itu tersenyum lembut ke arah anaknya
Fatahillah mengambil tangan ibunya dan menciumnya beberapa kali kemudian membawa sang ibu kedalam pelukannya.
"jadi kapan kamu akan memperkenalkan calon istrimu kepada ibu"
mendengar pertanyaan sang ibu, Fatahillah melepas pelukannya dan menatap sendu wajah yang sudah tidak muda lagi seperti dulu. garis kerutan sudah terlihat jelas namun tetap saja pancaran kecantikan wanita itu masih tetap ada.
"Fatah masih ingin terus bersama ibu" ucapnya lembut
"kamu tidak berniat untuk menikah, umur kamu sudah cukup matang untuk berkeluarga"
"mau membangun rumah tangga dengan siapa, calonnya saja belum ada"
"apa kamu tidak tertarik kepada Anita, dia cantik dan alhamdulilah Solehah"
"ibu sudah ingin nimang cucu loh nak"
"in shaa Allah kalau sudah ada jodoh, Fatah pasti menikah. ibu yang sabar ya" Fatahillah mengelus lembut lengan sang ibu
"sekarang ibu istrahat ya, Fatah mau memasak dulu"
"tidak ada lagi bahan-bahan untuk dimasak nak, sebaiknya kamu ke pasar dulu untuk membeli bahan makanan. tunggu sebentar ibu ambilkan dulu uangnya" wanita itu hendak berdiri namun di tahan oleh Fatahillah
"tidak usah bu, pakai uang Fatah saja. kalau begitu Fatah pergi ke pasar dulu ya" Fatahillah mencium tangan ibunya dan keluar dari rumah
sementara itu, Hasan masih saling mengejar dengan mobil hitam yang terus mengikutinya. dia pun menginjak rem dan menghalangi mobil itu. tidak ingin menabrak, mobil tersebut berbelok ke kanan dan menabrak pohon besar di sekitar itu.
braaaakkk
mobil hitam itu ringsek seketika dibagian depan. tidak ingin kehilangan kesempatan, Hasan langsung tancap gas meninggalkan tempat itu, sementara orang-orang yang berada di mobil itu keluar dalam keadaan tidak baik-baik saja.
"kurang ajar, beraninya dia mengerjai kita" seseorang mengumpat dengan kesal
drrrttt... drrrttt
Hasan
(halo pak)
pak Umar
(kamu dimana San, kenapa lama sekali)
Hasan
(maaf pak, sebentar lagi aku sampai. tadi ada gangguan sedikit di jalan)
pak Umar
(ya sudah, berhati-hatilah)
"Hasan belum juga sampai ya pak...?" tanya ibu Rosida setelah suaminya mematikan panggilan
"sementara di jalan bu" pak Umar mendekati Hanum
"tahanlah sedikit lagi nak, bapak akan membawamu untuk berobat kepada seseorang yang dapat menyembuhkan sakit mu" air mata pak Umar tidak bisa dibendung lagi melihat anaknya yang menggigil kedinginan namun diluar badannya terasa sangat panas
(Allah, apa yang harus aku lakukan) pak Umar memeluk anaknya
Hasan tiba di rumah pak Umar setelah dirinya sejak tadi melarikan diri dari orang-orang yang mengejarnya. bukannya takut menghadapi mereka hanya saja Hasan berburu waktu untuk sampai di rumah pak Umar.
rumah yang besar dengan beberapa penjaga membukakan pagar untuk Hasan kemudian mobil itu masuk ke dalam halaman rumah.
Hasan keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam rumah.
"pak Umar mana bi...?" tanya Hasan pada bi Asi
"bapak bilang den Hasan langsung ke kamar non Hanum saja" jawab bi Asi
segera Hasan melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ke kamar Hanum. harusnya kamar gadis itu ada di lantai dua namun karena jatuh sakit sampai sekarang, pak Umar membawa anaknya ke kamar bawah begitu juga dengan kamar mereka yang langsung pindah di lantai bawah.
cek lek
"pak" panggil Hasan setelah membuka pintu kamar dan masuk ke dalam
"San" mata pak Umar tampak sembab karena menangisi keadaan putrinya
"San bagaimana, kamu sudah menemukan orang untuk mengobati Hanum kan" ibu Rosida langsung bertanya
Hasan menarik nafas dan duduk di ujung ranjang. dia begitu pilu melihat keadaan Hanum sekarang.
"kiayi Zulkarnain, yang tinggal di bawah kaki gunung Sangiran desa Malanda. menurut paman saya, dia dapat mengobati penyakit Hanum" Hasan memberitahukan apa yang paman Odir ceritakan disambungan telpon
"gunung Sangiran...?" pak Umar memastikan
"benar pak, gunung Sangiran desa Malanda. tempat yang sangat jauh dan itu berada di ujung pulau ini. kalau bapak bersedia membawa Hanum ke sana, paman Odir akan menemani kita untuk pergi ke sana" jawab Hasan
"jauh sekali, apa tidak ada orang lain selain kiyai itu. butuh beberapa hari untuk sampai ke sana, bukan waktu yang sangat sedikit sedangkan keadaan Hanum sudah sangat semakin parah" ibu Rosida berat hati
"maafkan saya bu, tapi selain beliau saya tidak menemukan orang lagi untuk menyembuhkan Hanum. hanya dia satu-satunya" ucap Hasan
"bagaimana ini pak...?" ibu Rosida menatap suaminya sendu
"kita tidak punya pilihan lain bu, kita harus membawa Hanum ke sana" pak Umar menatap putrinya yang sedang menggigil kedinginan padahal di luar tubuhnya sangat terasa panas
"Hasan" panggil pak Umar
"saya pak"
"kita akan berangkat sekarang juga. persiapkan apa yang perlu dibawa, kita jemput pamanmu dan kita ke tempat itu" ucap pak Umar
"baik pak, kalau begitu saya harus pulang dulu untuk menyiapkan barang-barang yang perlu saya bawa"
"pergilah, kami akan menunggumu disini" ucap pak Umar
Hasan keluar dari kamar dan menuju mobilnya. perlahan mobil itu bergerak keluar dari halaman rumah dan meninggalkan tempat itu.
Hasan menghubungi seseorang, sekretaris dari pak Umar yang bernama Meisya. wanita itu harus diberitahu tentang keberangkatan mereka.
Hasan
(halo Mei)
Meisya
(San, kamu dimana bukannya tadi kamu di kantor)
Hasan
(maaf Mei, saya tadi buru-buru pulang karena harus mengurus Hanum)
Meisya
(kenapa dengan Hanum, apa dia kenapa-kenapa)
Hasan
(sakitnya tambah parah. rencananya saya dan pak Umar akan membawa Hanum berobat, mungkin beberapa hari kami tidak akan masuk ke kantor. urusan kantor akan diambil alih oleh Fauzan untuk sementara selama kami keluar. jadi apapun yang akan dikerjakan oleh pak Umar Fauzan yang akan mengerjakannya. kamu tolong bantu dia ya Mei)
Meisya
(tenang saja San, aku akan membantu Fauzan selama kalian nggak ada. semoga Hanum cepat sembuh, kalian hati-hati)
Hasan
(ya sudah, saya tutup dulu)
Hasan menutup panggilannya, sayangnya tanpa ia sadari dari arah depan sebuah truk melaju begitu cepat mengambil jalur yang diambil oleh Hasan hingga tabrakan pun tidak bisa dihindari.
mobil Hasan berguling-guling dan kemudian terbalik sedangkan mobil truk tersebut menabrak warung makan yang ada di tempat itu.
melihat adanya kecelakaan, orang-orang yang berkendara maupun tidak langsung menghampiri mobil Hasan yang sudah hancur parah. Hasan sendiri sudah tidak sadarkan diri dan dari kepalanya mengucur darah yang membasahi wajahnya dan juga lehernya.
"keluarkan cepat, keluarkan" beberapa orang membantu Hasan untuk keluar dari mobil.
satu orang laki-laki menarik tubuh Hasan, bahkan kini darah Hasan sudah menempel pada baju laki-laki itu. Hasan berhasil dikeluarkan dan dibawa ditempat aman. seseorang menghubungi ambulan dan juga polisi. sementara supir truk tersebut mengalami luka-luka namun tidak sampai pingsan dan separah Hasan.
untungnya truk tersebut tidak melindas beberapa pengunjung yang sedang makan di warung makan tersebut, saat melihat sebuah truk akan datang menabrak, pengunjung warung makan segera menyelamatkan diri.
dua mobil ambulan datang setelah beberapa menit menunggu. Hasan segera diangkat dan dibawa masuk ke dalam mobil ambulan sedangkan sopir truk dimasukkan ke dalam ambulan lain. kemudian mobil ambulan itu meninggalkan tempat dengan suara sirine yang menggema di setiap jalan yang dilaluinya.
di dalam mobil ambulan, ada satu orang laki-laki yang menemani Hasan. dia adalah seseorang yang berhasil mengeluarkan Hasan dari mobilnya tadi.
tiba di rumah sakit, Hasan dibawa lari masuk ke dalam rumah sakit menuju ruang IGD.
"pak, silahkan mengurus administrasi terlebih dahulu, untuk pasien akan ditangani oleh dokter" seorang suster datang menghampiri kaki yang sedang termangu di depan ruang IGD
"baik sus" jawabnya
segera dia ketempat pengurusan administrasi, setelah selesai dia kembali lagi ke ruangan IGD menunggu di depan ruangan itu.
drrrttt.... drrrttt
ponselnya bergetar, dengan tangan yang penuh darah, ia merogoh ponselnya yang ada di kantung celananya.
"Allah, ibu" ucapnya merasa bersalah. ia pun mengangkat panggilan itu
ibu
(halo assalamualaikum nak, kenapa lama sekali ke pasarnya) terdengar suara nada khawatir di sebrang sana
Fatahillah
(wa alaikumsalam, maafin Fatah bu. Fatah sekarang sedang berada di rumah sakit, Fatah....)
ibu
(Allahuakbar, ya Allah anakku. apa yang terjadi padamu, kenapa bisa kamu berada di rumah sakit. kamu kenapa Fatah, kamu kenapa) suara sang ibu begitu menyayat hati Fatah. dirinya sangat merasa bersalah telah membuat sang ibu khawatir padanya
Fatahillah
(bu...ibu tenang ya, jangan panik. Fatah baik-baik saja, Fatah tadi menolong seseorang yang kecelakaan dan Fatah bawa di rumah sakit. Fatah tidak kenapa-kenapa bu, anakmu ini sehat walafiat) Fatahillah menenangkan ibunya yang sudah sangat gelisah disebrang sana
ibu
(Alhamdulillah, terimakasih ya Allah...anakku baik-baik saja. kalau begitu jangan lupa makan ya nak, kamu kan tadi perginya belum makan sama sekali. jangan sampai karena menolong orang malah kamu juga ikut sakit)
begitulah seorang ibu, akan memperhatikan setiap kebutuhan anaknya terutama makanannya. Fatahillah sangat sangat bersyukur dia dilahirkan dari rahim seorang ibu yang sangat baik seperti malaikat. bagi Fatahillah ibunya adalah malaikat tanpa sayap, manusia yang harus ia sembah setelah Tuhannya yang Maha Kuasa.
Fatahillah
(iya bu, nanti Fatah makan. ibu juga jangan lupa makan ya, beli saja nasi uduknya ibu Farida kalau belum ada makanan. maaf ya bu, maafin Fatah)
ibu
(tidak apa-apa nak, menolong yang membutuhkan pertolongan lebih diutamakan dulu daripada ibu. ya sudah, kamu baik-baik ya. kalau sudah selesai urusannya langsung pulang saja)
Fatahillah
(iya bu. Fatah tutup ya, assalamualaikum)
ibu
(wa alaikumsalam)
Fatahillah memegang erat ponselnya dan bersandar di kursi ruang tunggu. sudah beberapa jam dia menunggu namun belum juga ada tanda-tanda dokter akan keluar dari ruangan itu.
sementara di rumah pak Umar, beberapa kali dirinya menghubungi Hasan namun ponselnya sama sekali tidak aktif. ia pun mulai khawatir, takut terjadi sesuatu dengan asistennya itu.
"belum bisa juga dihubungi pak si Hasan...?" tanya ibu Rosida
"belum bu, nomornya tidak aktif. perasaan bapak kok jadi nggak enak begini" pak Umar mencoba beberapa kali namun tetap saja nomor Hasan tidak aktif
pak Umar mulai resah, harusnya Hasan sudah tiba di rumahnya karena mereka akan berangkat ke gunung Sangiran, namun sampai saat ini Hasan belum juga kunjung datang.
"Fauzan, ya Fauzan. mungkin saja Hasan di kantor sekarang" gumam pak Umar mencari nomor Fauzan
panggilan tersambung
pak Umar
(halo Zan, kamu dimana)
Fauzan
(di kantor pak tapi sekarang saya akan ke rumah sakit. Hasan kecelakaan pak, apa bapak tidak tau...?)
pak Umar
(innalilahi, Hasan kecelakaan...?) tubuh pak Umar seketika linglung
"Hasan kenapa pak, apa yang terjadi...?" ibu Rosida ikut panik
Fauzan
(iya pak, saya melihat di siaran televisi. sekarang saya akan ke rumah sakit untuk melihat keadaan Hasan)
pak Umar
(ya sudah, kita bertemu di rumah sakit)
"pak ada apa, apa yang terjadi dengan Hasan...?" ibu Rosida bertanya setelah pak Umar mematikan panggilannya
"Hasan kecelakaan bu, dan sekarang dia di rumah sakit" jawab pak Umar dengan lirih
"astaghfirullahaladzim" ibu Rosida seketika pusing dan hampir jatuh, untungnya pak Umar segera menangkap tubuh istrinya
"ya Allah bagaimana ini pak, Hasan kecelakaan. lalu siapa yang akan mengantarkan kita ke sana. kita tidak mungkin membiarkan Hasan sendiri, dia sudah tidak punya keluarga di sini selain pamannya yang ada di kota lain"
"tenanglah dulu bu. bapak akan ke rumah sakit melihat Hasan"
ibu Rosida berbaring di samping Hanum, setelah itu pak Umar mengambil kunci mobilnya dan keluar dari kamar menuju halaman depan.
baru saja hendak masuk ke dalam mobilnya, satu pesan masuk ke ponselnya. pak Umar mengecek siapa yang mengirimkan dirinya pesan.
nomor tidak diketahui : bagaimana kejutan dariku Umar, apa kamu suka...? sangat disayangkan asisten mu itu sudah tidak berguna sekarang
membaca pesan itu membuat darah pak Umar mendidih, ia menghubungi nomor tersebut namun tidak tersambung.
(Allah, siapa yang sedang mempermainkan ku sekarang ini) pak Umar meremas ponselnya
tidak ingin pusing dengan nomor tersebut, pak Umar menyalakan mobilnya dan meninggalkan rumahnya.
pak Umar dan Fauzan tiba di rumah sakit bersamaan. mereka kemudian menanyakan pasien korban kecelakaan pada salah seorang suster dan suster tersebut memberitahu bahwa pasien sedang berada di ruang IGD. segera pak Umar dan Fauzan pergi ke IGD yang sudah ditunjukkan oleh suster dimana tempatnya.
di sana, di depan ruangan itu terlihat seorang laki-laki yang sedang duduk termenung dengan pakaian yang sudah bernoda darah. pak Umar dan Fauzan mendekati laki-laki itu
"assalamualaikum" sapa pak Umar
"wa alaikumsalam" Fatahillah mendongak melihat siapa yang datang menghampirinya
pak Umar dan Fauzan duduk di kursi yang sama dengan Fatahillah.
"kamu ini...siapa...?" tanya pak Umar
"saya yang membawa pasien di dalam ke sini pak. saya sebenarnya sejak tadi sedang menunggu keluarganya yang datang untuk melihatnya. namun sampai sekarang belum ada yang datang juga"
"jadi kamu yang menyelamatkan Hasan...?"
"Hasan...?" Fatahillah mengulang
"iya, laki-laki yang kamu tolong adalah Hasan asisten saya"
"jadi bapak mengenal korban. syukurlah, saya pikir saya akan terus di sini untuk menunggu. saya sangat lega bapak bisa datang untuk melihatnya" terukir senyuman di wajah Fatahillah
"kalau begitu karena sudah ada bapak, saya pamit pulang dulu. ibu saya menunggu di rumah" ucap Fatahillah
"tunggu sebentar" pak Umar menghentikan Fatahillah
"ada apa pak...?"
"kamu sepertinya tidak asing, saya seperti pernah melihatmu"
"oh ya, mungkin bapak salah orang karena saya baru pertama kali ini melihat bapak"
"tidak...tidak...kita sepertinya memang pernah...."
drrrttt.... drrrttt
belum sempat melanjutkan ucapannya, ponsel pak Umar bergetar. dia segera mengangkat panggilan dari istrinya.
ibu Rosida
(bapaaaak... anak kita pak...anak kita) ibu Rosida menangis histeris
pak Umar
(tenang bu, bapak pulang sekarang)
"Fauzan, kamu tolong di sini dulu ya. saya harus pulang, terjadi sesuatu dengan Hanum" raut wajah pak Umar tampak begitu panik setelah mendapatkan telpon dari istrinya
"iya pak, tidak usah khawatir. saya akan di sini menjaga Hasan" jawab Fauzan
"anak muda maaf, saya harus pergi. terimakasih sudah menolong Hasan. siapa namamu agar nanti saya dapat mengingat orang yang telah berjasa menolong Hasan" pak Umar menatap Fatahillah
"Fatahillah pak, Fatahillah Malik" jawab Fatahillah
"Fatahillah, saya akan mengingat nama itu. kalau begitu saya pergi dulu"
buru-buru pak Umar melangkah cepat meninggalkan Fatahillah dan Fauzan. dirinya bahkan berlari untuk segera sampai di lobi rumah sakit namun yang terjadi selanjutnya, pak Umar menghentikan langkahnya dan berdiri mematung mengingat sesuatu.
(*maafkan saya, apa kamu tidak apa-apa...?)
(saya baik-baik saja pak, tidak perlu cemas*)
(tasbih)
(Fatahillah, apa ini nama pemuda itu)
setelah mengingat apa yang ada dikepalanya, pak Umar berbalik dan melihat Fatahillah yang sedang tersenyum ke arahnya. pak Umar melangkah mendekat kembali Fatahillah yang bingung melihat pak Umar berbalik arah.
"ada apa pak, apa tertinggal sesuatu...?" tanya Fauzan saat melihat bosnya kembali lagi
pak Umar menatap Fatahillah yang juga sedang menata bingung ke arahnya.
"Fatahillah Malik, apa ini milikmu...?" pak Umar menunjukkan sebuah tasbih di tangannya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!