NovelToon NovelToon

Curved Irregular

Chapter 1 : Asa dan Angan

Lorong kastil yang berdiri megah di atas dataran tinggi itu terasa gelap. Walaupun keadaan di luar cerah berawan, suasana itu seolah dibatasi oleh dinding kastil yang berwarna keabu-abuan.

Suara tapak langkah samar terdengar. Dengan diikuti oleh beberapa pelayan dan pengawal, anak laki-laki itu berusaha menahan agar alas kakinya tidak menimbulkan bunyi-bunyi yang mengganggu ketenangan.

Langkahnya terhenti. Ia merasa seperti sesuatu telah mengganggu perhatiannya. Begitupun dengan para pelayan dan pengawal berzirah ringan, mereka juga berhenti karena memiliki tugas untuk melayani anak laki-laki di hadapan mereka.

Anak laki-laki itu mengadahkan wajahnya kepada jendela yang menampakkan langit biru berawan. Secara kasat mata, terdapat bayangan besar yang wujudnya tersembunyi di balik awan.

"Apakah kalian tahu apakah itu?" Anak laki-laki itu melihatnya dengan keingintahuan yang teramat tinggi.

"Ck." Salah satu pelayan wanita mendecakkan lidah. Itu cukup jelas bahkan hingga anak laki-laki itu dapat dengan jelas mengetahuinya.

"Itu adalah makhluk yang disebut dengan 'Naga,' Tuan Muda."

Pelayan lain menjawab dengan nada ketus walau kata-kata yang ia lontarkan sopan. Dia bertanya-tanya apakah anak laki-laki di depannya tidak pernah mempelajari akal sehat dunia sebelumnya.

Bukan berarti para pelayan benar-benar mengetahuinya. Jika melihat kembali, bayangan itu cukup samar sehingga tidak secara pasti dapat dipastikan apabila bayangan itu merupakan "Naga."

Namun, itu telah menjadi rahasia umum. Tidak ada bayangan yang bersembunyi di angkasa kecuali hal itu merupakan seekor naga. Keberadaan makhluk tersebut juga telah dikonfirmasi, itu bukanlah seperti legenda atau dongeng cerita rakyat karena dunia ini merupakan dunia fantasi dimana terdapat sihir dan kekuatan magis, jika seseorang dari bumi menilai dunia ini secara utuh.

Mata anak laki-laki itu menatap sendu. Dia menyembunyikan itu sehingga tidak dapat disadari oleh orang-orang yang berdiri beberapa langkah di belakangnya.

Light Allain, anak pertama sekaligus pewaris House of Allain, sebuah rumah Count yang berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Corthia.

Bagi ayahnya, Light merupakan pembawa kesialan. Tidak hanya hasil panen yang memburuk semenjak beberapa tahun kelahirannya, tanah-tanah mengering, sungai-sungai juga demikian semakin menyurut setiap tahunnya.

Light tidak hanya tidak disukai oleh ayahnya, namun para pelayan serta para ksatria juga bersikap demikian. Mereka bersikap secara terang-terangan tidak menyukai Light karena perintah ayah Light sendiri, Jade Allain.

Alasan-alasan perekonomian serta hasil panen Wilayah Allain yang memburuk sudah dapat dikatakan cukup bagi mereka untuk membenci Light setelah Jade memberi tahu seluruh petinggi wilayahnya mengenai petaka yang muncul setelah Light lahir.

Keadaan itu berangsur membaik setelah istri kedua Jade melahirkan putra pertamanya, Colin Allain. Baik itu hasil bumi yang buruk maupun kekeringan yang melanda wilayah, semua hal itu seolah membaik seperti sediakala, membuat Jade tahu jika Light adalah anak pembawa petaka di keluarganya.

Saat itu, satu-satunya orang yang memberi Light kasih sayang hanyalah ibunya seorang, Elena Allain, yang selalu menyemangatinya meskipun mendapat cibiran serta perlakuan yang tidak menyenangkan dari lingkungannya.

Akan tetapi, Light harus merasakan kembali kepedihannya. Saat dia masih belia, rumah asal ibunya yang memiliki peringkat marquis sekaligus rumah yang menjadi pelindung bagi Count Allain, House of Renesse, memberontak kepada kaisar dan menyebabkan mereka dieksekusi. Tidak hanya keluarga utama, namun juga seluruh keluarga cabang mereka.

Karena hal ini, Jade semakin membenci Light dan Elena. Dia memohon perlindungan kepada Kaisar agar membebaskan keluarga dan rumahnya dari hukuman meskipun mereka tidak memiliki keterkaitan dengan pemberontakan.

Kaisar tentu mengabulkan permohonan Jade. Tidak mungkin meninggalkan wilayah perbatasan tanpa seorangpun pengurus disaat kerajaan tetangga tengah mempersiapkan kekuatan militernya, walau alasan tersebut tidaklah disadari Jade karena kebodohannya.

Sudah cukup satu alasan bahwa di dalam diri Elena mengalir darah pemberontak hingga menyebabkannya dieksekusi secara diam-diam. Tentu, Kaisar tidak mungkin mengeksekusinya secara publik karena Elena yang tidak lagi terikat secara langsung dengan rumah asalnya. Kesombongan serta kemarahan Sang Kaisarlah yang menyebabkan kematian ibu Light terjadi.

Light telah dijauhi oleh siapapun di sekitarnya, termasuk dalam hari-harinya selama berada di Akademi Bangsawan di ibukota. Tanpa seorangpun yang mendekatinya, Light mengerti apabila para pangeran akan memusuhi semua orang yang mencoba berteman dengan Light.

Tentu saja, kematian Light adalah sebuah keharusan. Setelah penantian panjang, pada akhirnya Light dapat dieliminasi tanpa harus menyebabkan nama baik royalti Kekaisaran Corthia—Keluarga Nouvelle—tercemar.

"Sudah waktunya, Tuan Muda. Harap agar tidak membuat Count menunggu." Pelayan wanita yang tampak senior tidak lagi menyembunyikan ketidaksabarannya.

"Baik, maafkan aku." Light kembali bergerak, dia merendahkan nadanya karena tidak menginginkan mereka bertambah kesal kepadanya.

Beberapa pelayan tidak segan membicarakan Light tepat beberapa langkah di belakangnya. Meskipun begitu, Light hanya bungkam seolah kata-kata beracun itu hanya sekedar masuk ke telinganya dan keluar dari telinganya yang lain.

Pintu kecoklatan sederhana dengan genggaman berwarna emas kini berada tepat di hadapan Light. Ada rasa takut, Light tahu sosok yang memanggilnya tepat berada di balik pintu kembar di hadapannya.

Tok.

Tok.

"Tuan Muda Light telah tiba, Tuan." Ksatria penjaga ruangan itu sejenak berekspresi keruh kepada Light, meski dia mengembalikan wajah datarnya kembali dan melakukan tugasnya dengan acuh tak acuh.

Konfirmasi telah diberikan. Light masuk dan berdiri tegak untuk menerima panggilan ayahnya. Akan tetapi, Light hanya menemukan punggung kursi yang mengarah padanya. Itu disertai asap yang mengepul dari salah satu sisinya.

Meski telah mengalami ini setiap kali Jade memanggil Light ke ruangannya, hati Light entah mengapa selalu merasakan sakit. Dia tahu bahkan ayahnya tidak menginginkan untuk hanya sekedar bertemu pandang dengannya karena kebenciannya. Meskipun begitu, ada keinginan kecil di lubuk hatinya agar setidaknya Jade dapat memandangnya walau itu dengan sebuah ekspresi keruh.

"Sebuah dekrit telah datang dari Yang Mulia Kaisar kepada salah satu ksatrianya, Count Allain, untuk mempertahankan perbatasan dari serangan kaum barbar." Ucapan Count singkat, namun terasa berbobot. Tindakan tersebut sudah cukup untuk menyandera Light agar tetap berada di bawah perintahnya hanya karena dia masih menyandang nama Allain.

"Dan kau diperintahkan secara langsung oleh Yang Mulia Kaisar untuk memimpin pasukan pertahanan di perbatasan selagi aku diperintahkan untuk menyambut dan mengatur pasukan yang akan datang dari ibukota." Kata-kata Jade mengandung duri.

Light saat itu mengerti bila ajalnya semakin dekat. Kaisar dan ayahnya tidak mungkin membunuhnya dengan mengirimnya ke medan perang sebelum Light dewasa atau menginjak usia 15 tahun. Itu hanya akan merusak reputasi dan nama baik mereka sebagai orang biadab yang mengirim anak kecil untuk mati di medan perang.

"Baik..." Sesaat Light hendak memanggil Jade sebagai "Ayah," Light menarik kembali ucapannya karena teringat dengan kejadian kelamnya di masa lampau, "Saya akan memberikan kemenangan bagi kekaisaran dan kemakmuran bagi Wilayah Allain."

Kalimat itu bergetar. Meski telah berusaha, Light entah mengapa tetap tidak dapat menahan kesedihannya. Dia tahu bahwa dia tidak diinginkan. Dia mengerti bahwa para pelayan dan perwira militer di dalam ruangan menyambut dekrit itu dengan sukacita meski tidak mereka tampakkan.

Sesaat Light menunduk, dia menerima perintah "pergi" dari ayahnya dan meninggalkan ruangan dengan cepat, seperti melarikan diri dari kenyataan kejam yang menyudutkannya.

Air mata itu tumpah. Light berlari melewati lorong dengan perasaan hancur. Mungkin, hari ini adalah hari terakhir dirinya dapat berjumpa dengan makam ibunya di pemakaman kastil.

Sesaat Light menatap jendela, bayangan itu masih terlihat. Light hanya dapat tersenyum sendu, ia memiliki keinginan agar setidaknya dia dapat hidup bebas di kehidupannya yang lain.

......................

Chapter 2 : Cahaya dalam Keputusasaan

Suasana malam itu terasa sangat dingin. Angin sepoi-sepoi meniup rambut hitam pendek Light yang sedang terbaring di bawah langit berbintang.

Tidak dapat tidur nyenyak di tempat terbuka, Light kembali membuka matanya, meninggalkan kantung tidurnya untuk mendekati api unggun dengan beberapa prajurit tua yang duduk mengelilinginya.

"Hm? Apakah kamu tidak bisa tidur, Tuan Muda?" Salah satu prajurit tua berkata heran. Menilai bahwa Light masih berumur jagung, dia merasa jika seharusnya Light dapat tertidur dalam keadaan apapun karena anak seusianya yang masih membutuhkan banyak waktu untuk beristirahat.

Light sejenak diam tidak menjawab, dia hanya duduk di salah satu batang pohon kosong yang mengitari perapian.

"Aku hanya... memikirkan sesuatu yang tidak begitu penting, Pak Tua Eld." Light menghindari jawaban jujur.

"Apakah begitu..." Eld memutuskan untuk menghentikan percakapan.

Berbeda dengan para ksatria yang mengabdi di bawah Count saat ini, Eld adalah veteran yang telah pensiun sebelum Light lahir. Berasal dari golongan rakyat jelata, karir Eld dapat dikatakan bagus sebagai ksatria dari sebuah rumah bangsawan bergengsi yang memiliki sejarah militer ratusan tahun lamanya.

Karena itu, meskipun dia mengetahui secara kasar bagaimana perlakuan yang Light terima, Eld tetaplah memperlakukan Light dengan ramah karena dia tidak terpengaruh oleh Count saat ini. Bahkan bagi Eld, anggapan jika Light merupakan anak pembawa sial hanyalah sebuah omong kosong dari seorang bangsawan yang tidak mampu memerintah wilayahnya dengan baik.

Setelah Eld melakukan pendekatan secara intens selama beberapa hari terakhir, Light akhirnya mengizinkan permintaan Eld untuk berbicara secara tidak formal kepadanya. Ini merupakan niat Eld untuk setidaknya dapat meringankan beban pikiran dan mental yang Light kini alami.

"Apakah kamu mau?" Eld menawarkan tusuk daging yang baru saja matang dari api unggun.

"Terima kasih." Light sedikit enggan. Dia terpaksa menerimanya karena tahu bagaimana sikap merepotkan Eld saat dia menolak kebaikannya.

Berbeda dengan tampilannya yang sedikit gosong, ajaibnya daging itu terasa enak meski hanya ditaburi sedikit garam.

Melihat keterkejutan Light dari ekspresinya, Eld menampakkan senyuman masam, "Bagaimana itu? Apakah masakanku sudah dapat bersaing dengan koki istana?"

"Dalam mimpimu, Pak Tua," jawab Light datar.

"Gahahaha!" tawa Eld keras.

Beberapa veteran lain menatap mereka dengan hangat. Kebanyakan dari mereka tidak peduli dengan situasi yang Light alami, jadi mereka semua mengambil sikap yang sama terhadap Light seperti Eld.

Eld sedikit berhasil mencairkan suasana hati Light. Meskipun begitu, sorot mata Light masih terlihat gelap.

"Daripada itu, Gennes, bagaimana keadaan para budak saat ini? Bisakah mereka semua tiba hidup-hidup di perbatasan?" Light mengungkapkan kekhawatirannya tanpa ragu.

Mendengar Light segera beralih topik menuju pembahasan pasukan, Eld terlihat sedikit kecewa. Mau tidak mau, usahanya untuk mencairkan suasana setelah kehadiran Light terbuang sia-sia begitu saja.

Berbeda dengan Eld, Gennes—salah satu perwira veteran berpostur kekar dari golongan rakyat jelata berkepala botak—menjawab tegas. Sejak awal, dia memiliki ekspresi serius, "Saya rasa itu merupakan sesuatu yang mustahil, Tuan Muda. Dengan perbekalan yang kita miliki saat ini, mustahil memberi makan mereka sesuai dengan porsi para prajurit."

"Saya setuju dengan itu, Tuan Muda. Bahkan, entah mengapa Count juga memberikan barang bawaan yang tidak perlu seperti budak yang cacat dan sakit keras kepada kita. Mohon maaf, apabila saya menghitungnya secara kasar, mungkin hanya sekitar 300 budak yang diperkirakan dapat tiba di tujuan." Eld menambahkan, nadanya berubah hormat karena topik mereka berubah menjadi sebuah obrolan operasi militer.

Saat itu, suara hentakan terdengar samar. Semua orang segera menutup rapat mulut mereka dan kembali membakar daging sembari bercanda ria seolah tidak terjadi apapun sebelumnya.

Hentakan yang terdengar seperti suara tapak langkah semakin keras. Beberapa perwira mengecek asal suara namun mereka hanya menemukan kakek tua yang berjalan menuju kelompok mereka di tengah gelapnya hutan seorang diri.

Tentu, perkemahan Light dan para perwiranya terpisah dari perkemahan utama. Para perwira bawahannya masih memikirkan bagaimana menempatkan Light dalam posisi yang aman. Bahkan jika Count mengirim pembunuh untuk Light setelah keberangkatannya, mereka memiliki waktu untuk membiarkan Light pergi melarikan diri meski Light sendiri tidak lagi peduli terhadap keselamatan hidupnya.

"Apakah kau ingin bergabung dengan kami, Kek?" Eld mengatakan itu dengan pembawaan ramah setelah mendekatinya sembari menggenggam sebuah botol anggur di tangan kanannya.

Kakek itu sejenak terkejut karena kehadirannya dapat dengan mudah ditemukan, dia segera bersikap mempertahankan diri, kapak yang ia genggam dengan kedua tangannya seolah siap untuk mengayun, "Siapa kalian?! Apakah kalian semua berasal dari Arcadia?!"

Kerajaan Arcadia, negara kecil yang telah lebih dari beberapa dasawarsa mempertahankan kedaulatan wilayahnya dari cengkraman kekaisaran. Dalam beberapa tahun terakhir, tersiar kabar apabila Kerajaan Drenzig—sebuah kerajaan besar yang terletak di utara Arcadia—memberikan bantuan moneter kepada Arcadia untuk melindungi wilayahnya. Sudah menjadi rahasia umum apabila Drenzig berniat untuk menjadikannya sebuah negara boneka.

Setelah mendapatkan bantuan keuangan, Arcadia secara bertahap menguatkan pasukannya. Tidak terhitung berapa banyak mereka telah menyerang perbatasan kekaisaran hanya karena berniat membalaskan dendam akibat Sungai Rhine yang saat ini secara penuh telah dikendalikan kekaisaran.

Korban dari warga sipil tidaklah sedikit. Penjarahan yang mereka lakukan kepada desa-desa perbatasan selama beberapa bulan terakhir juga tidak dapat dikatakan ringan.

Mendengar kabar bila Kerajaan Arcadia serta Count Allain sedang mempersiapkan pasukannya, kakek tersebut selalu berpatroli ke hutan sekitar desa untuk bersiaga apabila Arcadia datang menyerang.

Ketakutan yang berlebihan.

Tidak, apakah keluarganya telah menjadi korban penjarahan sehingga dia memiliki trauma yang parah seperti ini?

Eld menatap tubuh kakek tua yang gemetar dengan kening yang berkerut. Setelah beberapa saat, Eld kembali menciptakan suasana hangat, mencoba untuk menenangkan sang kakek, "Tenanglah, kami bukan bagian dari Arcadia, Kek. Kami hanya pengembara yang kebetulan terpaksa berkemah di tempat yang jelek seperti ini karena tidak punya pilihan lain."

Meskipun Eld juga terlihat seperti kakek-kakek, entah mengapa dia percaya diri untuk memanggil pihak lain juga sebagai kakek.

"Jangan berbohong!" teriak Kakek itu gemetar.

"Nah, jika kami berbohong, tidak mungkin kami akan menyambutmu dengan hangat, bukankah begitu?" Eld merangkul kakek itu sembari mengajaknya mendekati api unggun, "Jadi tenanglah, tidak ada orang mencurigakan di sekitar sini setelah kami mengeceknya beberapa waktu lalu."

Setelah beberapa obrolan singkat yang terasa hangat, kakek itu perlahan luluh. Dia secara bertahap mulai nyaman untuk berbicara mengenai dirinya. Light, Eld, serta beberapa perwira lain tidak menyia-nyiakan untuk mengambil segala informasi yang dapat mereka ambil.

"Tuan Muda." Gennes memanggil Light dengan lirih.

"Apa?" Light menjawab lirih, perhatiannya tetap terfokus kepada percakapan para veteran dan kakek tua itu.

"Kemungkinan terburuk, tentara yang dikirim untuk menjarah desa-desa perbatasan sudah mengetahui medan daerah ini dengan baik," timpal Gennes lirih, kekhawatiran terpancar dari suaranya.

"Ya, aku tahu."

Meski daerah ini dulunya merupakan kekuasaan Kerajaan Arcadia sebelum direbut kekaisaran puluhan tahun yang lalu, akan tetapi medan akan terus berkembang. Tidak mungkin militer Arcadia hanya akan mengandalkan ingatan lama mereka.

Hal ini juga terbukti dengan ucapan kakek tua itu atas penjarahan tentara Arcadia yang kian intens dalam beberapa bulan terakhir.

"Menurutmu, dalam berapa minggu Tentara Arcadia akan menyerang? Asumsikan apabila kita telah berada di benteng perbatasan dalam waktu 2 hari ke depan," tanya Light.

"Paling buruk, 4 minggu adalah waktu tercepat, Tuan Muda." Gennes menjawab tegas.

"Begitu."

Sesaat di tengah pembicaraan lirih dengan Gennes, semua mata termasuk sang kakek terpalingkan menuju Light.

"Apakah kamu... adalah pemimpin para pelancong ini?" Kakek itu sedikit ragu, namun ia tidak mungkin tidak mempercayai mata kepalanya sendiri.

Jika dibandingkan dengan para veteran, pakaian yang Light gunakan termasuk berkualitas tinggi meski itu tidak dapat dibandingkan dengan milik keluarga serta saudara tirinya. Kakek tua itu menganggap bila Light adalah anak saudagar kaya yang dikawal oleh beberapa tentara bayaran dalam perjalanannya.

Jadi, Light memutuskan untuk mengikuti anggapan kakek tua itu, "Ya."

Kakek tua itu mendekati Light dengan tergesa-gesa. Meski para perwira tua hendak melindungi Light karena menganggapnya sebagai ancaman, namun perilaku sang kakek bertentangan dengan harapan.

Kakek itu bersujud di atas kaki Light, memohon sembari menangis dengan menggenggam kedua kaki Light seolah tidak lagi memiliki harapan atas pertolongan.

"Kumohon... selamatkan Desa Heron, Tuan... Kami tidak lagi memiliki pelindung! Kami—kami..." Suara terisak, Kakek mengadahkan kepalanya dengan mata yang berkaca-kaca, "Jika tidak... kami hanya... akan menjadi korban para tentara atau makanan goblin..."

Saat itu, Gennes membisikkan sesuatu yang bahkan tuannya tidak akan pernah sangka, hingga menyulut api kemarahan Light yang sebelumnya tidak pernah terjadi.

"Tuan Muda, saat ini, Desa Heron merupakan desa mati yang tidak mungkin untuk dibangun kembali."

......................

Chapter 3 : Persiapan Perang

Miasma adalah keberadaan terkutuk.

Tanah menghitam, hewan-hewan akan bergerak menjauh untuk mencari habitat di tempat lain. Hanya karena keberadaannya, area di sekitarnya akan menjadi tandus yang tidak lagi mungkin untuk disuburkan kembali dengan cara apapun.

Desa Heron juga tidak luput dari akibat tersebut. Terletak sedikit jauh dari jalanan utama yang lebar, Desa Heron dapat dikatakan desa yang bagus untuk berperan sebagai relay yang menghubungkan benteng perbatasan dengan kota pos terdekat.

Saat menyadarinya, bukan hanya rasa penyesalan, kemarahan juga muncul di dalam benak Light karena tidak ada seorangpun perwira yang terafiliasi dengan Count Allain yang melaporkan atas kondisi desa yang telah dijarah.

Bukan berarti Light dan Count Allain sendiri—Jade Allain—meremehkan permasalahan tersebut, namun sudah sewajarnya perbatasan menjadi tempat terjadinya pertempuran proxy skala kecil. Entah itu di negara manapun, wajar jika terjadi satu atau dua gesekan di perbatasan.

Namun, berbeda jika itu melibatkan miasma. Itu berarti pihak lain berniat untuk memanfaatkan para monster dalam peperangan atau melakukan sabotase karena penyerangan berskala besar mereka akan terjadi dalam waktu dekat. Selain itu, pihak yang memicu kemunculan miasma sekecil apapun akan mendapat sanksi besar dari otoritas gereja.

"Ada pengkhianat di rumah Allain."

Semua telinga pendengar bersikap setuju tanpa penolakan sedikitpun atas pernyataan Light.

"Tapi, bukankah itu berarti mereka memiliki koneksi langsung dengan Drenzig? Jika melihat untung dan rugi, mustahil mereka melakukan sesuatu yang merangsang kekaisaran dengan cara-cara yang dapat menimbulkan intervensi gereja bahkan jika mereka merupakan petinggi Kerajaan Arcadia."

Perkataan Light memiliki kebenaran. Meskipun mereka memusuhi kekaisaran, mustahil bagi para petinggi kerajaan menjadikan gereja sebagai musuh. Arcadia tidaklah memiliki kekuatan sebesar itu bahkan jika mereka mendapat dukungan dari kerajaan besar seperti Drenzig.

"Apa yang akan Anda lakukan, Tuan Muda?" Eld bertanya khawatir. Jika tidak mengambil tindakan lebih lanjut, bukan sesuatu yang tidak mungkin apabila House of Allain akan musnah bahkan pada saat Jade masih menjabat sebagai pemilik rumah.

"Tidak... tidak ada. Mustahil bagiku untuk melakukan apapun karena aku tidak memiliki pengaruh disana." Light menampakkan senyuman kekecewaan.

Meskipun begitu, Light menolak jika ia akan dikorbankan dengan sia-sia seperti ini. Mendengar apa yang telah dilakukan oleh musuh kepada para penduduk Wilayah Allain, hati Light terkoyak. Dia berusaha agar setidaknya dapat membuat orang-orangnya dapat hidup dengan aman sebelum dia mati.

Dua hari telah berlalu dan mereka tiba di benteng perbatasan sesuai prakiraan. Sejauh mata memandang, terdapat Sungai Rhine—sebuah sungai besar di sisi selatan benteng—serta dataran yang jauh membentang di sisi utaranya.

Lokasi benteng yang tidak strategis bagi kekaisaran seperti ini sejatinya karena Arcadia merupakan pemilik asli benteng, sebelum wilyah ini direbut oleh Corthia ratusan tahun yang lalu.

Berlatar hutan serta Pegunungan Rhine yang berbaris rapi di belakangnya, dataran tersebut seolah dibuat sebagai tempat yang cocok untuk tempat bertemunya pasukan.

Tentu, itu bukanlah tanah kosong tanpa apapun. Berisi beberapa perkebunan buah-buahan, sayur, serta lahan gandum, mungkin dapat dikatakan apabila keamanan daerah sekitar benteng sangat jauh lebih baik jika dibandingkan dengan desa-desa yang sedikit jauh berada di dalam pedalaman.

Pendahulu Count Allain benar-benar berniat untuk membuat lahan di sekitar benteng menjadi lebih produktif, dan hasilnya dapat dirasakan hingga saat ini.

Jauh dari apa yang Light bayangkan, meskipun itu benteng, keramaiannya akan kegiatan serta aktivitas ekonomi dapat disandingkan dengan sebuah kota pos. Keamanan yang terjamin karena persenjataan benteng, prajurit kekaisaran yang ditunjuk langsung untuk melindungi perbatasan atas yurisdiksi kepala ordo ksatria, semua kenyamanan itu membuat perekonomian sekitar benteng semakin berkembang pesat.

Namun, Light sedang menghadapi gelombang kemarahan dari perwakilan guild pedagang serta pemimpin garnisun yang memiliki kekuasaan penuh atas benteng dan daerah sekitarnya.

"Apa maksudmu kita harus membendung Sungai Rhine selama sebulan?!"

"Bocah, meskipun aku tahu kau merupakan pewaris Count, aku tidak akan membiarkanmu mengatakan omong kosong!"

Penolakan datang bertubi-tubi, baik itu dari para prajurit dan pejabat pemerintah. Meskipun perbatasan ini secara fakta diabaikan istana, mereka masihlah orang-orang yang berada di bawah keluarga kekaisaran secara langsung.

Light berwajah lurus, dia memutuskan untuk melontarkan kata-kata yang tidak mungkin untuk dipatahkan sembari mengeluarkan perkamen bertinta merah dengan segel sihir, "Sesuai dengan dekrit Yang Mulia Kaisar tertanggal 25 September 1162, Yang Mulia Kaisar memberikan mandat kepada Count Allain—yang mana diwakilkan olehku—untuk membendung serangan Arcadia dalam batas waktu yang tidak ditentukan."

Sesuai dengan artinya, itu menunjukkan Light adalah raja di tempat ini.

"Ada keberatan?"

"T—tidak..." Beberapa terdorong mundur, beberapa yang lain hanya dapat menelan ludah mereka. Hal ini alami, posisi Light memungkinkan untuk tidak hanya mengambil kepala mereka, tapi juga keluarga mereka dalam 3 generasi jika mereka memberontak.

"Lagipula, apakah kalian mengetahui bagaimana desa-desa kecil di selatan benteng saat ini?" Light bertanya tajam.

"Hah?! Memangnya apa yang terjadi? Aku tidak melihat keanehan apapun, kau dapat melihat semua transaksi sehari-hari mereka terjadi seperti biasa di benteng ini." Pria berpangkat paling tinggi berusaha untuk menyanggah apabila Light hendak mengajukan keluhan.

"Begitu, terima kasih, kata-katamu sudah cukup banyak bagiku." Light tahu, terdapat tiga kemungkinan arti dari kata-kata komandan tua itu.

Beberapa kemungkinan seperti adanya penyusupan mata-mata Arcadia atau Drenzig yang menyamar sebagai prajurit atau pejabat pemerintah dan memalsukan transaksi dalam laporan sehingga para petinggi benteng tidak merasakan keanehan apapun. Kemungkinan lain yaitu beberapa pejabat pemerintah di dalam benteng telah menerima suap untuk memalsukan laporan. Jika tidak, mungkin komandan tua di depan Light hanya berusaha menutupi ketidaktahuannya dengan melontarkan kebohongan.

Sangat nyaman bagi Light jika itu adalah kemungkinan terakhir, namun akan sangat berbahaya apabila kemungkinan pertama telah terjadi.

"Jika kau ingin mengetahui kebenarannya, pergilah menyusuri desa-desa di pedalaman hutan. Laporkan kepadaku apapun yang kau lihat di sana." Tidak membuang waktu, Light meninggalkan kantor dan memerintahkan para budaknya untuk membendung sungai. Perintah untuk meninggikan dasar sungai juga telah Allain berikan tepat saat hari dimana dia tiba di benteng perbatasan.

"Ah, benar." Light sejenak menghentikan langkah, tidak berbalik karena merasa itu hanya membuang waktu, "Aku mencabut semua otoritasmu di benteng ini, Jenderal Garnet. Dan juga, Kepala Guild..."

Pria tua yang menjabat sebagai kepala guild pedagang hanya dapat diam, menahan kekesalannya agar tidak tertampakkan.

"Kosongkan benteng ini dari semua golongan sipil dalam tiga hari, kau tidak ingin netralitas Guild Pedagang diragukan, bukan?"

"... Sesuai perintahmu, Jenderal." Kepala Guild menundukkan kepalanya dan melontarkan nada penuh hormat dengan sejenak penundaan. Bersikap merendah meski semua orang tahu jika dia sangat kesal.

Light melangkah keluar diikuti oleh para perwira tua bawahannya.

Pandangan penuh dendam, Garnet menggebrak meja dengan sangat keras. Ada perasaan takut, beberapa perwira muda terlihat gemetaran. Tidak pernah sekalipun para bawahan Garnet melihatnya berada dalam kemarahan.

Lihat saja, Bocah!

Kau pasti akan menyesal!

......................

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!