Tringggggg
Bel berbunyi dengan begitu nyaringnya membuat sebagian siswa-siswi menutup telinga lantaran merasa telinganya berdengung. Sebagian ada yang mengumpat, kenapa bel sekolah yang menggunakan toa itu begitu memekakkan telinga.
Banyak anak-anak berhamburan masuk ke kelasnya dan bahkan ada yang masih asik nongkrong di kantin.
Namun beda lagi dengan siswi yang satu ini, lima menit sebelum bel berbunyi ia bahkan sudah stay di tempat duduknya.
"Woi, Nes. Lo tau gak?" tanya gadis yang tidak mengenakan hijabnya karena dirinya non-muslim.
"Gak tau. Kan lo belum cerita." jawab Nessa si gadis kalem di kelas itu. Kalemnya kadang-kadang sih, wkwk. Kedekatan keduanya tidak diragukan lagi meskipun beda keyakinan tetapi mereka tetap akur dan menghargai satu sama lain.
"Ck! Si ogep, ini gua mau cerita, nyet. Astaghfirullah, maaf bestie toxic gue kelepasan."
"Dih! Astaghfirullah?" sindir Nessa menahan senyum. Kadang temannya itu suka lupa, mungkin karena kebanyakan bergaul dengannya ataukah faktor lainnya.
"Astaga, maaf. Aduh! Nih mulut suka ember. Lama-lama nanti jadi mualaf nih gue." ujarnya tanpa sadar.
"Emangnya udah siap?" tanya Nessa mengerling.
"Hehe, belum. Butuh kemantapan hati, jiwa, dan raga, bestie, dan tentunya restu orang tua."
"Nah tuh tau. Sekarang lo mau cerita apaan?" tanya Nessa yang sudah kembali ke topik awal.
"Oh iya. Untung lo ingetin. Nih ya, lo denger gosip gak?" Nessa menggelengkan kepalanya.
"Ck! Kudet lo mah. Nih ya gue kasih tau, tadi tuh ya gue liat guru, itu guru baru kayaknya soalnya gue baru liat. Temen-temen yang lain pada bilang gitu sih. Dan lo tau gak?" lagi-lagi Vella menggantungkan kalimatnya membuat Nessa ingin sekali menabok kepada sahabatnya itu.
Nessa mendengkus sambil memandang sinis.
"Hehe, nih gue lanjut. Tuh guru cupu deh, pake kacamata, rambutnya rapi pake bangettt, trus ya mukanya di bawah standar deh."
"Eh! Syutt! Ga boleh gitu, Vevel! Apa gue bilang, jangan ngejelekin orang lain, ntar lo dosa trus dihukum Tuhan lo, mau?"
"Y-ya gak mau dong. Kan gue cuman nyampein berita aja, kali aja lo ketinggalan dan bener kan?"
"Syuttt! Tuh guru udah masuk. Balik ke tempat lo sanah!" usir Nessa kembali ke posisinya menghadap papan tulis. Sedangkan Vella yang diabaikan hanya mendengus kesal dan terpaksa kembali ke tempat duduk asalnya.
🌼🌼🌼
"Kantin yok!" ajak Vella berdiri tepat di hadapan Nessa yang saat itu tengah mengemasi buku-bukunya. Saat ini bel istirahat kedua sudah berbunyi.
"Bentar." jawab Nessa sambil menutup resleting tasnya.
"Yuk!" ajak Nessa yang sudah siap. Tanpa ragu Vella langsung menggandeng lengannya dan mereka menuju kantin.
Kelas yang berjajar panjang searah dengan kantor membuat mereka harus melewati kantor terlebih dahulu, baru setelah itu sampai ke kantin.
Melewati siswa-siswi yang lain membuat telinga mereka tidak sengaja mendengar obrolan mereka yang membicarakan tentang guru baru itu. Sebenarnya Nessa tidak terlalu perduli, namun saat telinganya mendengar ejekan membuatnya penasaran bagaimana sih penampilan guru baru itu sehingga membuat para siswa-siswi mengejeknya.
"Ck! Percuma sekolah, tapi mulut aja belum di sekolahin. Nes, kayaknya nanti kalau sukses gue mau bikin sekolah yang bisa nyekolahin mulut deh." celetuk Vella pelan.
"Lahh... kenapa?" tanya Nessa dibuat bingung.
"Iya, soalnya mulut mereka tuh pada kotor. Gue jadi gatel pengen nyucinya."
Mendengar itu membuat Nessa hanya tersenyum geli. Ada-ada aja pola pikir sahabatnya itu.
Tidak lama akhinya mereka sampai. Baik Nessa maupun Vella lebih memilih tempat yang lumayan sepi karena baginya sepi itu lebih adem dan tidak bising.
Sementara Vella memesan makanan, Nessa duduk menunggu sambil menyanggah dagunya menggunakan kedua tangannya menatap lurus ke depan. Entah apa yang ada dipikiran gadis itu. Tiba-tiba Vella datang sambil menjentikkan jarinya di hadapan Nessa membuat gadis itu tersentak kaget.
"Mikirin apaan? Jangan bilang mikirin mantan yang abis putus kemarin?" goda Vella membuat Nessa manyun seketika.
"Apaan sih! Gak jelas banget idup lo, Vell."
"Ya ya ya, iyain aja deh demi sahabat gue tercinta. Ini baksonya mari dimakan, ntar keburu bel bunyi." ucap Vella menunjukkan bakso yang sudah tersimpan di atas meja.
"Demi gue kan? Kalo gitu sekalian traktir ya, hehe." balas Nessa tersenyum menyeringai.
"Sudah kuduga." seru Vella memutar bola matanya malas.
🌼🌼🌼
Tidak terasa bel masuk telah berbunyi, Nessa dan Vella pun segera kembali ke kelasnya setelah membayar makanan. Eits, lebih tepatnya Vella yang membayar karena Nessa bilang, "Demi gue kan? Sekalian traktir ya."
Ngomong-ngomong soal Nessa dan Vella. Mereka adalah siswi kelas 12 jurusan IPS, lebih tepatnya kelas 12 IPS 2. Keduanya sudah lama berteman sejak pertama masuk sekolah dulu tepatnya saat MOS berlangsung. Berawal dengan buku Nessa yang tertinggal membuat Vella inisiatif memberikannya. Sejak saat itulah keduanya akrab, bahkan tampak seperti adik kakak.
Soal jurusan, Nessa sengaja mengambil jurusan IPS. Bukan tidak mampu mengambil jurusan IPA, namun dia lebih memilih IPS yang terbilang mudah beda lagi dengan IPA yang dikit-dikit rumus dikit-dikit rumus. Mangga jatuh aja dibikin rumus. Bola memantul aja harus dihitung berapa pantulan di setiap detik. Itu fisika ya, hehe.
Di perjalanan Vella mengaduh lantaran perutnya mules. Sontak hal itu membuat Nessa mengomel karena Vella tidak mendengarkan perkataannya tadi.
"Vell, cabenya jangan banyak-banyak. Nanti lo sakit perut baru tau rasa." peringat Nessa saat Vella menuangkan cabe dengan porsi banyak ke dalam mangkuknya.
"Tenang bestie. Gue kan kuat, tahan cabe, mana mungkin sakit perut." ujar Vella keras kepala.
Nessa hanya memutar bola matanya malas. Sahabatnya itu memang keras kepala. Bukan sekali dua kali, namun sudah beberapa kali terjadi tetep aja orangnya tidak kapok.
"Ah, terserah lo aja deh, Vell. Kalo sakit perut jangan salahin gue ya?"
Vella hanya mengacungkan jari jempolnya.
"Lo sih, Vell. Gue bilang apa coba jangan banyak-banyak ngasih cabenya, tuh tau kan akibatnya sekarang." omel Nessa tepat di depan toilet cewek.
"Jangan ngomel-ngomel napa, Nes. Ah sakit banget ini perut." jawab Vella meringis dari dalam toilet. Suasana toilet sepi karena semuanya sudah masuk ke kelas mengikuti jam pelajaran berikutnya.
Nessa hanya mengedikkan bahunya. Sambilan menunggu, Nessa mencuci tangannya di wastafel sambil bercermin dan membetulkan jilbabnya.
Tidak lama pintu terbuka menampakkan Vella dengan wajah lesunya.
"Udah?" tanya Nessa menyiratkan kekhawatiran. Bagaimanapun juga Vella adalah sahabat satu-satunya yang selalu ada di sisinya.
Vella hanya mengangguk lemah.
"Pulang aja, mau? Nanti gue bilang ke guru piket." tawar Nessa yang kasihan melihat keadaan Vella.
Gadis itu hanya menggeleng lemah. "Nggak usah, Nes. Gue masih kuat kok, Velvel-nya Nessa mah gak boleh lemah, ya kan?" masih sempat-sempatnya gadis itu melawak.
Nessa hanya tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya. Mereka pun kembali ke kelas. Sudah dipastikan ketinggalan pelajaran.
"Eh, Nes! Itu tuh kayaknya guru baru." tunjuk Vella ke arah guru yang baru saja memasuki kelas sebelah.
Nessa pun menilik, dan benar saja, pantas saja menjadi bahan ejekan. Tampilannya saja sudah beda dari yang lain, namun Nessa tetap memaklumi, bukankah manusia itu harus tetap menghargai satu sama lain?
Akhirnya mereka pun sampai di depan kelas. Dan benar saja, sudah ada guru yang mengajar di kelasnya. Nessa dan Vella pun berdiri di ambang pintu sambil mengetuk pintu tersebut.
"Permisi. Assalam'alaikum!" ujar Nessa mengucap salam sementara Vella hanya mengucapkan kata permisi.
"Masuk! Dari mana saja kalian berdua?" tanya guru yang mengajar di kelas mereka.
"Maaf, Pak. Tadi Vella mules, jadi saya temenin ke toilet." jawab Nessa memberi alasan. Guru tersebut pun hanya mengangguk-angguk dan mempersilahkan mereka berdua duduk di tempatnya masing-masing.
Sepulang sekolah Nessa dan Vella langsung pulang dengan Nessa yang menyetir motor. Ya, keduanya selalu berangkat dan pulang bersama. Kadang mereka gantian, kadang menggunakan motor Nessa dan kadang menggunakan motor Vella.
Untuk Nessa dan Vella keduanya sudah akrab bahkan dengan kedua orang taunya masing-masing. Orang tua mereka tidak mempermasalahkan dengan hubungan persahabatan keduanya meskipun beda keyakinan. Asal jangan menyimpang dari ajarannya saja.
Kali ini menggunakan motor Nessa. Gadis itu pun langsung mengantarkan Vella ke rumahnya.
"Titip salam sama Om dan Tante ya? Gue langsung pulang." ujar Nessa tanpa turun dari motornya.
"Yahhh, gak mampir dulu, Nes?" tawar Vella dengan nada sedih.
"Kapan-kapan aja ya? Jangan sedih gitu dong, nanti bisa lah nelfon, gampang kok."
"Hmmm, ya udah deh. Lo hati-hati ya, Nes."
"Sip. Bye, Vell."
"Ho'oh." balas Vella melambaikan kecil tangannya menatap kepergian Nessa.
Sementara itu, Nessa sudah sampai di rumahnya 5 menit yang lalu. Gadis itu langsung masuk ke rumahnya yang masih dalam keadaan sepi karena keduanya orang tuanya sedang bekerja dan akan pulang sore harinya.
Nessa adalah anak tunggal. Keduanya orang tuanya adalah pembisnis, jadi sewaktu Nessa pulang, rumah dalam keadaan sepi. Hanya ada pembantu di rumahnya saja. Meskipun sibuk, Nessa tidak kekurangan kasih sayang, ia pun harap maklum dengan kesibukan orang tuanya. Malamnya mereka tidak pernah absen untuk selalu bercengkrama bercerita tentang hari-harinya.
"Sudah pulang, Non?" tanya Mbok Eli menyambut kedatangan anak majikannya.
Nessa hanya mengangguk lalu melempar tasnya di atas sofa lalu menjatuhkan bobot tubuhnya.
"Capek ya, Non?" tanya Mbok Jum perhatian, mengambil tas Nessa yang tergeletak di atas sofa.
Nessa tidak menjawab, melainkan hanya bergumam saja. Sesaat ia langsung bangkit membuat Mbok Jum sedikit kaget sampai-sampai mengelus dada.
"Eh! Maaf, Mbok. Mbok jadi kaget, hehe." ujar Nessa menyengir.
"Si Enon teh kenapa? Untung Mbok gak jantungan."
"Jangan dong, Mbok. Nanti yang nemenin Nessa siapa kalau Mbok sakit? Eh ya, Mbok. Bisa bikinin Nessa minuman gak? Yang seger-seger gitu." pinta Nessa.
"Bisa atuh, Non. Bentar ya Mbok bikinin dulu. Non masuk kamar dulu atuh, bersih-bersih trus nanti langsung turun ke bawah."
"Yoi, Mbok. Kalau gitu Nessa ke atas dulu ya siap-siap. Nanti Nessa mau ke kantor Papa." ujarnya langsung ke kamar, tidak lupa membawa tas miliknya.
Kini Nessa sudah rapi dengan rok plisketnya serta baju panjang dan jilbab instannya. Gadis itu langsung turun ke bawah untuk menemui Mbok Jum yang sedang membuatkannya minuman.
Sesampainya di bawah, minuman permintaannya tadi sudah siap.
"Makan dulu, Non? Mau ke kantor Tuan kan?" tanya Mbok Jum.
"Iya. Makannya nanti aja, Mbok. Sekarang Nessa langsung berangkat aja ya?"
"Berangkat sendiri, Non?"
"Nessa naik taksi aja, Mbok. Lagi males nyetir motor, hehe." jawabnya menyengir.
"Ya udah. Hati-hati ya, Non. Bilangin ke supirnya bawa mobilnya jangan kenceng-kenceng."
"Bisa aja si Mbok. Nessa pamit ya, Mbok. Assalamu'alaikum."
Nessa langsung keluar dari pekarangan rumahnya sambil berdiri di sisi jalan yang terhindar dari matahari sambil menunggu taksi pesanannya tadi. Tidak lama taksi itu berhenti tepat di sampingnya. Nessa segera masuk dan memberitahu arah tujuannya.
"PT Jaya Corp ya, Pak!" ucap Nessa tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya.
"Siap, Non."
🌼🌼🌼
"Makasih, Pak." ucap Nessa sambil memberikan lembaran uang berwarna biru.
Gadis itu berdiri tepat di gedung pencakar langit. Terpampang spanduk nama perusahaan tersebut membuatnya tersenyum tipis. Tanpa ragu ia melangkahkan kakinya masuk ke area perkantoran.
"Siang, Mbak." sapa Nessa di bagian resepsionis.
"Siang, Nona."
"Papi ada di atas?" tanya Nessa meneliti.
"Ada, silahkan langsung saja ke atas, Nona. Hati-hati ya?"
Nessa hanya tersenyum menganggukkan kepalanya. Gadis itu langsung melangkahkan kakinya ke arah lift dan langsung menekan tombol lift menuju lantai atas.
Nessa tersenyum membalas sapaan dari karyawan kantor tersebut karena ia menaiki lift umum jadi berbarengan dengan yang lainnya.
Ting
Pintu lift terbuka, Nessa segera melangkahkan kakinya menuju sebuah ruangan di mana tertulis ruangan CEO di sana.
"Siang Ibu Hana, Bapak Ibrahimnya ada?" tanya Nessa menahan senyum saat berhadapan dengan sekretaris Papinya, begitu juga dengan perempuan tersebut menahan senyum.
"Ada, silahkan masuk Nona Nessa Ibrahim Halana."
Nessa cekikikan menahan tawa, sebelum masuk ia masih sempat mencium kilat pipi perempuan itu.
"Ya ampun, punya anak gadis gini amat." lirih Hana pelan sambil menahan senyum.
"Ibrahim Wijaya, di mana kamu?" ujar Nessa tertawa sambil celingukan.
"Astaga! Mau durhaka sama Papi, hah!?"
Sontak hal itu membuat tawa Nessa pecah. Secepat kilat ia mencium pipi Papinya untuk meredakan kekesalan pria tersebut.
"Hehe, becanda, Papi."
"Untung anak sendiri. Kalau anak orang mah udah Papi ikat kamu di tower."
"Ish! Kejamnya sama anak sendiri. Mana mungkin Papi berani, Nessa kan anak Papi satu-satunya." balasnya pede sekali.
"Ck! Iya, iya. Ngapain ke kantor Papi? Pasti ada maunya kan?" selidik Ibrahim dengan mata menyipit.
"Tuh! Gak boleh suudzon sama anak sendiri. Orang Nessa mau jenguk Papi sama Mami kok."
"Ya ya ya. Mami kamu mana?" tanya Ibrahim dengan nada pelan.
"Ada tuh di depan. Lagi jagain ruangan Bapak Ibrahim. Saking cintanya sampai-sampai sekretaris aja istri sendiri." sindir Nessa benar adanya.
"Biarin. Iri ya?" ledek Ibrahim menyombongkan dirinya.
"Iri? Kurang kerjaan banget boss. Nih ya Nessa kasih tau, di dunia ini tuh masih banyak ya pasangan yang lainnya. Ya kali aku iri sama Bapak Ibrahim dan Ibu Hana."
"Hust! Jangan kenceng-kenceng, nanti Mami kamu ngamuk." bisik Ibrahim.
"Oooo Ibu Hana beruntungnya kamu mendapatkan suami sesempurna Bapak Ibrahim." teriak Nessa dengan nadanya yang seketika membuat pintu ruangan tersebut terbuka.
"Nessa Sayang, jangan gangguin Papi kerja, Nak." ujar Maminya yang berdiri di ambang pintu. Nessa hanya menyengir dan saat itu juga ia kabur dari ruangan Papinya.
"Mi, Nessa laper." adu gadis itu memegang perutnya.
"Ya ampun, emang tadi di rumah gak makan? Mbok Jum gak masak?" tanya Hana.
Nessa menggelengkan kepalanya. "Tadi udah ditawarin makan kok sama Mbok, tapi Nessa pengen makan bareng Mami Papi. Ke restoran langganan Nessa tuh, Mi."
"Kasian kesayangan Mami. Ya udah, tunggu bentar lagi ya? Masih bisa ditahan kan lapernya?"
Gadis itu mengangguk.
"Tunggu ya, Sayang. Bentar lagi kerjaan Papi kelar kok." ucap Hana sambil mengelus kepala Nessa yang tertutupi jilbabnya yang warnanya hampir sama dengan jilbab yang ia kenakan.
🌼🌼🌼
Nessa menyantap makanannya dengan begitu lahap. Di sisinya ada Mami dan Papinya yang setia menemani.
"Mami, Papi, makanannya kok gak diabisin?" tanya Nessa.
"Mami sama Papi udah kenyang, Sayang. Kamu makan aja yang lahap, nanti kalau kurang bilang ya?"
Nessa hanya mengangguk. Segera ia menghabiskan makanannya karena ingin cepat pulang ke rumah.
🌼🌼🌼
Jangan lupa tinggalkan jejak😍🥰
Pukul setengah lima dini hari Nessa terbangun lantaran alarmnya terus berbunyi. Dengan malas gadis itu beranjak bangun lalu memasuki kamar mandinya untuk bersih-bersih.
Tepat saat sudah berpakaian lengkap, pintu kamarnya diketuk. Nessa segera membukakan pintu kamarnya.
"Ayo, Sayang!" ujar Mami Hana menyeru lengkap dengan mukenanya.
"Bentar, Mi. Nessa ambil mukena dulu di dalam."
Mami Hanya mengangguk dan menunggu Nessa di luar kamar.
"Yuk, Mi! Papi?"
"Papi udah nungguin dari tadi." jawab Mami Hana membuat Nessa manggut-manggut.
Singkat cerita, kini anggota keluarga itu sudah selesai beribadah. Dan sekarang masih belum beranjak sama sekali dari tempatnya.
"Sekolah gimana?" tanya Papi Ibra.
"Alhamdulillah lancar, Pi."
"Bentar lagi mau semester 2. Kamu harus belajar yang giat ya? Nanti kalau udah lulus mau lanjut ke mana?"
"Mmm... belum tau, Pi. Nessa pikir-pikir dulu deh."
Tiba-tiba Mami Hana mengusap kepalanya yang masih terbalut mukena.
"Belajar yang giat, tingkatkan prestasinya, ingat... Mami sama Papi selalu mendukung keputusan kamu. Kalau nanti lanjut pendidikan di negeri orang, ingat pesan Mami Papi ya? Jaga sikap, jaga sifat, ingat kami yang selalu menunggu. Mami Papi gak berharap kamu mengikutinya jejak kami, itu semua ada di kamu, Sayang."
Mata Nessa sudah berkaca-kaca. Sungguh. Orang tuanya tidak memaksakan kehendak mereka.
"Pasti, Mi, Pi. Nessa selalu ingat pesan Mami Papi. Terima kasih udah jadi orang tua yang baik, bertanggungjawab, serta sayang sama Nessa. Nessa beruntung banget punya orang tua seperti Mami Papi."
"Sama-sama, Sayang. Kami sebagai orang tua juga beruntung memiliki anak seperti kamu. Maaf kalau kami belum bisa menjadi orang tua seperti yang kamu inginkan."
Nessa menggelengkan kepala, lalu tanpa aba-aba langsung memeluk Maminya dan diikuti Papinya yang selalu menjadi tameng bagi keduanya.
"Sssttss! Jangan nangis lagi, Sayang. Sekarang siap-siap ya? Kan mau sekolah, Mami sama Papi juga harus kerja."
Nessa melepaskan pelukannya lalu menyeka air matanya. Kemudian mengangguk.
🌼🌼🌼
Pagi hari seperti biasa, kali ini Nessa dijemput oleh Vella.
"Semangat belajarnya ya?"
Nessa mengangguk kepalanya mendengar perkataan orang tuanya.
Gadis itu langsung keluar menemui Vella yang menjemputnya.
"Sorry, lama." ucap Nessa. Vella hanya mengangguk sambil menyodorkan helm kepada Nessa. Keduanya segera berangkat ke sekolah.
Sesampainya di sekolah, Vella langsung memarkirkan motornya.
Keduanya berjalan beriringan menuju kelas.
"Eh ya! Semalam lo liat kan di grup kelas? Katanya Pak Santo udah diganti dengan guru baru, apa mungkin guru baru itu ya?" tebak Vella yang hanya dibalas gedikan bahu Nessa. Pak Santo adalah guru yang mengajar mata pelajaran agama.
"Kalau iya ya terima aja sih. Kasian tau ga, semuanya pada ngejelekin." balas Nessa.
"Gue enggak ya. Mereka aja tuh, emang ya kalo mulut tuh gak bisa direm."
Sesampainya di kelas, mereka sudah melihat kehebohan teman-temannya yang lain. Sudah jelas mereka membicarakan tentang guru baru yang akan mengajar mereka itu. Bagi siswa yang nakal, terlihat mereka seperti merencakan sesuatu.
Tringgggggg
Bel masuk berbunyi. Kelas pun tidak seribut tadi, hanya ada suara beberapa siswa-siswi yang terlihat berdiskusi entah apa itu.
Jam pelajaran pertama dan kedua mereka lewati dengan aman, dan lanjut ke jam pelajaran keempat dengan mata pelajaran agama islam.
Vella yang tidak berkepentingan diperbolehkan keluar kelas, namun rupanya gadis itu memilih berada di dalam sembari berleha-leha alias tertidur.
"Assalamu'alaikum."
Seketika ruangan kelas itu sunyi. Tidak ada yang berani bersuara, lebih tepatnya mereka tercengang melihat guru yang masuk tersebut.
Sesaat kemudian, ribut pun dimulai.
"Ekhem... Assalam'alaikum semuanya. Perkenalkan saya guru agama Islam yang baru yang akan mengajar di kelas 12 ini. Nama saya Dimas Endi Rey. Kalian boleh panggil saya Pak Endi."
"Di pertemuan pertama ini, saya tidak akan langsung mengajar. Namun, saya akan mengajak kalian berkenalan terlebih dahulu dan mungkin nanti ada yang ingin bertanya."
"Baiklah saya akan mengabsen satu per satu siswa-siswi di kelas ini."
"Andika Saputra!"
"Saya."
"Amira!"
"Saya."
"Cinta Kumayanti."
"Saya, Pak."
Setelah beberapa nama disebutkan kini giliran absen Nessa.
"Nessa Ibrahim Halana."
"Hadir, Pak." jawab Nessa mengangkat tangannya.
"Vella Trialuvitaa."
"Hadir."
"Kamu non-Islam?"
Vella hanya mengangguk sebagai jawaban.
Setelah beberapa menit berlalu akhirnya satu per satu nama sudah disebutkan.
"Baiklah. Mungkin ada yang ingin ditanyakan dari saya?"
"Pak, Pak. Bapak kok mirip Kakek saya yang pake kacamata?"
"Rambut bapak kok lucu ya."
"Hahaa iya tuh, rambutnya kayak Kakek Kakek yang biasa nyisirin cucunya."
"Ehh! Eh. Sepatunya juga kegedean, an*jir. Haha."
Masih banyak macamnya terdengar ditelinga Nessa.
Sedangkan yang diejek tersebut hanya tersenyum menanggapi sambil membetulkan letak kacamatanya yang terlihat kebesaran, sangat tidak cocok untuk ukuran matanya. Memakai baju yang kebesaran, celana bahan kebesaran, sepatu kebesaran. Dan rambutnya yang di sisir begitu rapi menyerupai seperti anak-anak. Pantas saja siswa-siswi satu sekolah menjelekkannya.
"Ekhem. Mungkin itu sudah cukup ya perkenalan kita. Baiklah, silahkan kalian buka saja buku halaman 34 dan buat rangkuman beserta tulisan arabnya. Dari halaman 34-50 ya? Nanti selesai istirahat harus sudah ada di meja saya."
"Gila! Katanya belum masuk materi! Mana banyak banget lagi."
"Dih! Guru cupu!"
"An*jing lah! Gak mau ngerjain gue. Ngapain juga dikerjain ntar ujung-ujungnya juga gak bakalan dinilai. Mending ngegame ya gak ya?"
"Wah! Iya. Boleh tuh idenya."
Masih banyak lagi.
Yang tidak mengejek hanya ada beberapa termasuk Nessa dan Vella.
Sementara itu, Nessa terlihat iba. Ingin membela tapi percuma. Dapat Nessa lihat raut wajah Dimas Endi Rey yang jadi guru mata pelajaran agama Islam tersebut. Wajahnya tersenyum, namun Nessa tau dibalik senyumnya itu menahan seribu amarah, sabar, dan campur aduk.
Nessa menoleh ke belakang di mana Vella juga melihat dirinya. Seakan tau, Nessa kembali ke posisinya dan mulai mengerjakan tugas yang diberikan. Dari halaman 34-50 bukan? Dan itu hanya meringkas bukan mencatat semuanya, bahkan kalau diringkas terlihat sedikit bagi yang pandai mengambil bagian-bagian inti dari materi tersebut.
Nessa tampak fokus dengan tugasnya. Tersisa dua jam pelajaran lagi dan Nessa yakin tugas itu akan selesai. Gadis itu tidak mengeluh.
"Alhamdulillah." ujarnya lega karena tugas itu selesai. Nessa meregangkan jari-jarinya yang terasa pegal. Dan kebetulan saat itu juga bel istirahat berbunyi dan jam pelajaran pun usai.
"Baik anak-anak. Tugasnya silahkan dikumpulkan."
Nessa menoleh ke arah teman-temannya yang terlihat acuh. Dan menoleh ke arah teman perempuannya yang satu server dengan dirinya. Mereka mengangguk dan bangkit dari duduknya sambil membawa buku tugasnya.
"Tugas Amira, Pak!"
"Fitri, Pak."
"Cinta."
"Tugas saya, Nessa, Pak." ujar Nessa memberikan buku tugasnya.
Hanya ada tujuh. Ya, tujuh. Tujuh orang yang hanya mengerjakan tugas dari jumlah 36 siswa. Sangat wow bukan?
"Baiklah. Silahkan istirahat!"
Dan kelas pun kosong. Hanya menyisakan Pak Endi, Nessa, Vella, dan tiga orang lainnya.
"Kamu!" tunjuk Pak Endi ke arah Nessa.
"Saya, Pak?" tanya Nessa kebingungan.
"Iya, bisa tolong bawakan tugas temannya ke meja saya?" pinta Pak Endi yang sudah repot membawa barang-barangnya.
"Baik, Pak."
"Vell, ayok!" bisik Nessa masih terdengar.
"Hah! Paan?" bel Vella.
"Ck! Temenin! Kita langsung ke kantin. Ayok cepetan!"
"Haha. Oke oke." balas Vella dengan cepat bangkit.
Keduanya pun keluar dari kelas dengan Nessa membawa buku tugas dan disampingnya ada Vella sementara Pak Endi berjalan di depann.
"Psttt! Beneran ini lo disuruh?" bisik Vella pelan.
Nessa hanya mengangguk tanpa suara.
"Kebangetan banget mereka." geram Vella ikut merasakan sedih.
Nessa hanya diam tidak menanggapi.
"Pak Endi!" panggil Vella tiba-tiba membuat sang pemilik nama langsung berhenti mendadak.
Duk
"Aduh!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!