NovelToon NovelToon

NARA

BAB 1

Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk mencapai apa yang diinginkan. Tidak ada kata terlambat untuk berusaha menghadapi semua ini. Meski kadang harus terluka dan mengorbankan sesuatu.

Kebahagiaan adalah hal yang paling mendasar dalam hidup manusia. Begitu banyak orang hidup dalam gelimang harta namun tidak meraskan kebahagian di hatinya dan sebaliknya orang yang tidak memiliki apapun mereka hidup penuh dengan kebahagiaan.

🌟🌟🌟

“Besok mama memintamu untuk ke butiknya, banyak barang baru datang.”

“Tapi aku sudah janji pada bapak dan ibu kalau aku ingin mengunjungi mereka besok.”

“Jadi orang tuaku tidak penting bagimu.”

“Bukan begitu, aku sudah beberapa bulan tidak kerumah orang tuaku, bukankan aku selalu membantu mamamu untuk mengurus butiknya. Disana masih banyak karyawan mama yang lebih paham masalah seperti itu.”

“Sudahlah aku tidak ingin memperpanjang masalah.”

Suamiku pergi meninggalkan aku begitu saja. Selalu saja berakhir seperti  ini di setiap pertengkaran kami.

Perkenalkan namaku Nara Zafia Pradana usiaku 20 tahun aku berasal dari keluarga yang sederhana dan aku anak sulung dari tiga bersaudara. Sekarang aku kuliah di salah satu kampus terkenal di kota ini. Tentu saja semua itu suamiku yang membiayai pendidikan dan semua kebutuhanku.

Revan Wijaya 27 tahun seorang ceo sebuah perusahaan. Dia juga memilik restoran dan hotel. Di usia mudanya Revan sudah kaya raya dan sukses.

Dia memang tidak bersikap baik padaku sejak pertama kali bertemu.

Aku tahu suamiku tidak mencintaiku maka dari itu aku berusaha dengan sangat keras agar bisa mencintaiku.

Apakah aku mencintainya? Entahlah mungkin iya mungkin juga tidak.

Flashback on

Suara getaran handphone Nara yang dia letakkan di atas meja perpustakaan itu menimbulkan suara yang sedikit berisik. Beberapa orang menatapnya dengan tatapan kesal.

Nara masih mengacuhkan panggilan masuk itu. Dia masih fokus pada layar laptopnya.

“Nara ibumu menelpon terus dari tadi, angkat dulu mungkin penting.”

Mira mulai kesal karena ponsel sahabatnya itu terus saja menganggu konsentrasinya.

“Iya aku tahu, sebentar lagi aku selesai membuat tugas Mr. Ghani dan langsung aku kirim ke emailnya.”

“Kamu ini, suatu saat kamu akan menyesal memperlakukan orang tuamu seperti ini. Ini dari Ibu kamu kalau ada masalah penting giman?”

“Tenang saja Mira, aku tau apa yang akan di katakan ibuku pasti dia menanyakan aku sudah pulang atau belum. Ini udah selesai kok tinggal aku kirim saja.”

Nara menyelesaikan tugas kuliahnya dan mengirimnya.

Dia mengambil handphonenya membuka dan membaca pesan singkat dari Ibunya. Nara segera menekan tombol panggilan.

Beberapa saat kemudian mendengar suara Ibunya.

“Ya bu, aku sudah selesai kuliah ini mau pulang kok.”

Nara mengakhiri panggilan dan memasukkan peralatan kuliahnya ke dalam tas dan beranjak pulang.

Ibu mengatakan untuk segera pulang dan tidak mampir ke tempat lain lagi jika sudah tidak ada jam pelajaran.

Saat Nara sampai di rumah dia terkejut melihat tiga mobil mewah berjejer di depan rumahnya. Dia terkagum-kagum dan hendak menyentuh salah satu mobil berwarna hitam itu. Namun sebuah suara menghentikannya.

“Nona, anda sudah di tunggu di dalam.” Seorang pria berbadan kekar menghampirinya. Nara pun menatap ngeri dan segera masuk kerumahnya.

“Bu, siapa sih yang parkir mobil mewah itu di depan rumah kit....”

Nara baru menyadari bahwa di ruang tamu sudah ada tiga orang sedang berbincang dengan orang tuanya. Semua mata mengarah padanya.

“Ini anak perempuan saya yang kita bicarakan tadi. Namanya Nara,” ucap ibu Nara sambil menarik lengan Nara agar duduk di sampingnya.

“Nara, beri salam pada pak Santoso dan ibu Lidya juga anak tunggal beliau Revan.” Ayahnya memperkenalkan tamu yang langsung menatapnya saat dia masih di ambang pintu.

“Saya Nara, Om.” Nara memberikan senyuman pada tamu orang tuanya. Namun ibu dan anak itu malah berwajah ceuk dan melirik dengan pandangan tidak nyaman.

“Karena Nara sudah datang sekarang kita bisa langsung menentukan tanggal pernikahan mereka ya, Pak Pradana.”

Tunggu. Pernikahan?

Siapa yang akan menikah, tidak mungkin adik - adikku. Apa Papa ingin poligami, itu tidak mungkin.

Aku? Apakah mereka sedang membicarakan pernikahan untukku?

Ternyata mereka sedang merencanakan pernikahanku dan Revan. Perjodohan ini hanya berdasarkan perjanjian antara kakekku dan kakek dari Revan. Kakek Revan berpesan sebelum meninggal bahwa akan menikahkan Revan denganku untuk membalas budi karena kakek telah mendonorkan satu ginjalnya.

Ibu juga mengatakan bahwa selama ini semua biaya kuliah berserta biaya hidup kami keluarga Revan lah yang menanggung dan semua modal usaha ayah berasal dari keluarga itu.

"Tapi, Bu. Aku masih ingin kuliah lalau bekerja membantu Ayah dan Ibu."

Nara terus berusaha menyakinkan kedua orang tuanya, bahwa dirinya belum siap dengan semua ini.

"Nara, kami ataupun Revan tidak keberatan kalau kamu sambil kuliah. Kami akan mendukung setiap cita - cita kamu," ucap Papa Revan

Ibu Nara menggengam jari jemari putrinya dengan lembut. Lalu kembali menatap kepada kedua orang tua Revan.

"Maaf, jika saya bermaksud tidak sopan. Tapi kami saja masih sangat terkejut dengan semua ini. Apa lagi Nara. Bagaimanapun juga pernikahan itu bukan hal yang mudah untuk di jalani, setidaknya kami minta waktu supaya bisa menjelaskan perjodohan ini pada putri kami, Pak Santoso."

"Betul yang di katakan istri sayap, Pak. Bahkan sepertinya ini juga masih menjadi keraguan untuk Revan sendiri."

"Jika kalian melihat Revan sejak tadi tidak mengatakan apapun, bukan berarti dia tidak setuju dengan perjodohan ini. Hanya saja putra saya ini kurang pandai bicara."

"Mohon maaf sekali lagi tolong beri kami waktu, Pak."

"Begini saja, kami beri waktu tiga hari. Jika kalian siap untuk hidup serba kekurangan silahkan tolak perjodohan ini," sahut Mama Revan

"Ma, jaga kata - kata kamu di depan calon besan kita."

"Baiklah kami akan mengabari setelah tiga hari. Apapun nanti keputusan dari Nara, saya harap kita masih menjadi keluarga."

"Tentu saja kita akan tetap menjadi keluarga. Tapi besar harapan saya Nara bisa menerima Revan sebagai suaminya."

Selama tiga hari itu pula menyakinkan kedua orang tuanya untuk menolak semua ide konyol itu.

Tapi di saat Nara mencoba mengalahkan egonya, dia sadar akan satu hal. Hanya dialah yang bisa membantu keluarganya. Kika Nara menolak pastinya, semua tidak akan sama.

Jika di lihat dari sikap Mama Revan. Sudah sangat jelas bahwa mereka tidak mau menerima penolakan.

🌟🌟🌟

Pernikahanku di laksanakan di sebuah hotel bintang lima tentu saja milik keluarga Revan.

“Selamat Nara kau sangat cantik sekali, kau sangat beruntung memiliki suami yg kaya dan tampan,” bisik Mira di telingaku saat dia memelukku. Aku hanya membalas dengan senyuman.

Semua sesi acara yg melelahkan ini berakhir dan aku ikut pulang ke rumah mertuaku.

“Nara untuk satu minggu ini kamu tinggal dulu di rumah papa dan mama, ya. Karena rumah Revan masih belum selesai di renovasi.”

“Iya, Pa.”

“Revan ajak istrimu ke kamar.Ya, sudah kalian beristirahatlah.”

Aku mengikuti Revan menaiki tangga menuju lantai dua dimana kamar Revan berada. Namun sebuah tangan menghentikanku dan berkata, “Satu hal yang harus kamu ingat, aku mengizinkan anakku menikah denganmu hanya agar suamiku mempercayai dia untuk memimpin perusahaan miliknya. Jadi jangan pernah berharap lebih dari ini."

Deg..

Jantungku rasanya berhenti berdetak dan kakiku pun terasa lemas kalau saja aku tidak berpegangan pada pagar tangga ini mungkin aku sudah jatuh di lantai saat mendengar perkataan mama mertuaku. Air mata pun tidak bisa aku tahan lagi.

“Cepatlah aku ingin tidur.” Suara Revan mengejutkanku

Kami memang tidur dalam satu ruangan namun Revan memilih tidur di sofa. Aku menangis dalam diam mengingat perkataan mama mertuaku.

Ya, hari-hari indahku berakhir sekarang yang tersisa hanya penderitaan.

Flash back off

BAB 2

Saat aku pulang dari butik mama jam menunjukkan pukul 11 malam. Rumah terlihat sangat sunyi sepertinya semua maid sudah kembali ke rumah khusus untuk para pekerja di rumah ini, yang berada di belakang rumah utama. Aku masuk kedalam kamarku sepertinya Revan belum pulang atau memang tidak pulang.

Ya, kami memang sudah memiliki rumah sendiri dan aku tidur satu ranjang dengan Revan namun kami tidak pernah melakukan hubungan selayaknya suami istri. Semua ini hanya untuk menutupi kecurigaan dari ayah Revan  yang sangat berharap dengan pernikahan ini.

Aku memutuskan untuk mandi. Aku membuka seluruh pakaianku dan menatap tubuh polosku di cermin.

Apakah Revan tidak pernah satu kali pun menginginkan tubuhku? Apakah aku tidak menarik? Apakah dia tidak memiliki ruang di hatinya untukku?

Pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul di benakku. Aku hanya wanita biasa yang ingin di cintai. Jangankan untuk menyentuh tubuhku melihatku saja dia tidak ingin.

Saat aku keluar dari kamar mandi betapa terkejutnya aku melihat Revan duduk di tepi ranjang dengan rambut acak-acakkan dan tiga kancing kemejanya telah di terbuka. Dia melihat kearahku dengan tatapan yang tidak aku pahami.

Apakah dia tergoda melihat lekuk tubuhku yang hanya di balut dengan handuk di atas lutut ini. Batinku

Dia semakin mendekat dan meraih pinggangku kini aku berada di pelukannya. Revan mencium bibirku dengan begitu lembut. Aku memejamkan mata dan menimati setiap inci ciuman Revan di tubuhku yang tidak tertutup sehelai kain pun entah sejak kapan handukku terlepas.

Apakah Revan akan melakukannya malam ini. Tapi tunggu dulu, kenapa dia berubah seperti ini bahkan tadi pagi dia marah padaku.

Aku mencium bau alkohol yang sangat menyengat dari Revan. Megapa dia begitu terlihat kacau malam ini. Mungkinkah dia sedang masalah di kantor. Nanti saja aku tanyakan itu saat kami selesai bercinta.

Kami masih dalam posisi berdiri dan bersandar di dinding. Kakiku terasa lemas saat Revan menyusir lekuk tubuhku .

“Ahhh...” desahanku kelur begitu saja. Dari artikel yang pernah aku baca bahwa desahan wanita akan meningkatkan gairah sex pria, semoga saja Revan juga begitu.

Namun tiba-tiba Revan menghentikan semua kegiatan panas kami. Dia mengambil handukku dan menutupi tubuhku dan meninggalkan aku begitu saja tanpa mengatakan apapun.

“Ke...kenapa?” suaraku bergetar

“Kenapa kau perlakukan aku seperti ini? Apa salahku padamu, sehingga kau menghukum aku seperti ini, seharusnya kau tidak perlu menikahiku jika aku hanya kau jadikan pajangan di rumah mewahmu ini?”

Aku tidak sanggup lagi untuk diam dan menahan sikapnya selama ini.

Revan menghentikan langkahnya saat akan keluar dari kamar. Air mataku pun mengalir dengan derasnya aku merasa sangat terhina.

“ Apakah kau sudah lupa apa yang di katakan mamaku saat kita menikah, apa perlu aku ingatkan lagi!? Seharusnya kau sadar akan posisimu.”

Dia mengatakan itu tanpa membalikkan tubuhya sama sekali.

Pintu kamar pun tertutup menandakan Revan telah pergi dari ruangan itu. Aku menghabiskan sepanjang malam untuk menangis dan mengasihani diriku sendiri.

Pada siapakah aku harus mencurahkan segalanya tidak mungkin aku menceritakan semua masalahku pada ayah dan ibu, mereka akan sangat sedih bila tahu begitu hancurnya rumah tangga anak mereka.

Bukan tanpa alasan aku tetap berjuang dirumah ini. Aku hanya tidak ingin membebani keluarganya. Bagaimanapun juga selama ini keluarga Revan yang banyak membantu keluarga besarku.

Tidak tahu diuntung, itulah yang akan aku dapatkan dari orang - orang jika aku membuay kekacawan di keluarga ini.

BAB 3

Hari ini ku putuskan untuk mengunjungi club malam sekedar untuk melepas penat dan melupakan segala permasalahan ini.

Terdengar dentuman musik yang memekakkan telinga khas club malam dan terlihat para manusia yang terhanyut dalam kesenangan masing-masing. Aku memesan minuman pada bartender.

“Selamat datang tuan, begitu senangnya saya anda bersedia berkunjung di club sederhana milik saya ini.”

“Saya sangat tersanjung seorang billioner abad ini bersedia minum-minum disini.”

“Sudah diam saja kau jika tidak ingin gelas minuman ini memecahkan kepalamu.”

“Hahaha,, kau sangat kejam tuan.” lelaki itu terkekeh karena berhasil memancing emosi ku.

Aku sangat mengenal pria itu dia Hans sahabatku dari kami masih kuliah dulu dan sekaligus pemilik club malam ini. Bisnis club malamnya sangat banyak dan maju pesat. Hans penggila pesta dan kebebasan, itulah sebabnya dia memilih mengurus usaha club malam dari pada menjadi penerus perusahaan besar orang tuanya. Andai saja aku bisa seperti itu mungkin aku tidak akan mengalami semua ini.

“Ada apa kawan? Kau sangat terlihat kacau malam ini tidak terlihat tampan seperti biasanya.”

“Terus saja kau mengejekku Hans, nikmati kebahagiaanmu itu,” jawabku dengan kesal

“Hey, ceritakan apa masalahmu. Bukankah hidupmu sangat sempurna sekarang papamu sudah menyerahkan 80% perusahaannya pada mu tinggal satu langkah lagi kau akan menguasai semua kekayaan om Santoso dan memiliki istri yang sangat cantik dan bentuk tubuh istri mu itu sangat menggoda.”

“Hanya masalah pekerjaan saja dan kau tidak akan mengerti jika aku jelaskan.”

Aku berbohong padanya tentang masalah yang sebenarnya aku hadapi.

Hans melambaikan tangannya kearah orang-orang yang sedang bergoyang mengikuti irama musik club. Sepertinya dia memanggil seseorang dan benar saja tidak lama ada wanita yang menghampiri kami dengan pakaian kurang bahan.

“Bos memanggil aku ya?” wanita itu menghampiri dan memeluk manja Hans

“Kenalkan dia Revan sahabatku sekaligus pelanggan VIP kita, kau temani dia dan berikan dia kepuasan tentunya.”

“Ok bos.. aku jamin Revan akan sangat puas.”

“Van, aku tinggal dulu selamat bersenang-senang.”

Hans pergi meninggalkan ku dengan wanita penggoda itu. Aku masih sibuk dengan minumanku.

“Revan kita mau main dimana? Di hotel atau di sini saja?”

Wanita itu terus menggodaku dengan membelai wajah dan dadaku.

“Pergilah aku sudah selesai.”

“Apa!? Bahkan kita belum mulai permainan kita.”

Wanita itu mengedipkan sebelah matanya

dengan genit

“Ini bayaran untuk mu dan katakan pada bos mu jangan coba-coba membayangkan tubuh istriku.”

Aku mengeluarkan beberapa lembar uang dan meninggalkan tempat itu.

Saat sampai di rumah aku langsung menuju kamar namun aku tidak melihat Nara, ternyata dia sedang mandi. Aku putuskan untuk menunggu dia keluar karena aku ingin membersihkan tubuhku sebelum mandi. Terdengar suara pintu berderit dan Nara keluar dari kamar mandi. Aku melihat wajah terkejutnya saat mata kami bertemu.

Aku menghampirinya dan meraih pinggangnyaku cium bibir merah muda itu dengan lembut dia hanya terdiam aku semakin agresif menciumnya dan dia pun mengimbangi ciumanku kini Nara pun sudah hanyut dalam permainanku.

Kau milikku hanya aku yang boleh menyentuh dan memikirkan mu. Batinku

Tapi aku tersadar akan satu hal dan aku harus menghentikan semua ini sebelum semakin jauh. Handuknya yang telah jatuh di lantai ku ambil dan aku kenakan lagi di tubuh Nara. Ada tatapan kecewa dan penuh tanya diwajah Nara. Aku hendak meninggalkan ruangan ini namun langkah ku terhenti.

“Ke...kenapa?”

“Kenapa kau perlakukan aku seperti ini? Apa salahku padamu sehingga kamu menghukum aku seperti ini, seharusnya kamu tidak perlu menikahiku jika aku hanya kau jadikan pajangan di rumah mewah mu ini?”

Aku melihat sekilas Nara berusaha menahan air matanya saat mengatakan itu kepadaku.

“Apakah kau lupa apa yang di katakan mamaku saat kita menikah, apa perlu aku ingatkan lagi!? Seharusnya kau sadar akan posisimu.”

Kini aku sedang berbaring di kamar tamu. Memikirkan semua yang terjadi hari ini.

Maafkan aku Nara penolakanku tadi sangat menyakiti hatimu dan tidak cukup dengan itu aku malah mengucapkan kata-kata tak pantas itu.

Maaf..maaf dan maaf itu saja yang bisa aku lakukan bahkan untuk mengucapkan kata itu langsung pada mu saja aku tidak bisa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!