NovelToon NovelToon

Cantiknya selir MAFIA

ALVARO ADY MEMA

Pagi ini seperti biasanya Alvaro pergi ke kantor. Seorang pemuda berumur 28 tahun, ganteng, dingin, berwibawa. Dia adalah pimpinan gangster bawah, yang bernama The Dark serta di takuti oleh kawan dan lawan.

Untuk menutupi bisnis kotornya, pria itu membuka PT Alvaro Derek, yang bergerak dalam penjualan alat-alat berat. Dia sendiri duduk sebagai CEO sekaligus Owner.

Dia lulusan Harvard University, gaya hidupnya tidak berbeda dengan pria lain yang berada di luar negeri. Bebas, tak terbatas. Alvaro sangat terkenal di antara teman-temannya. Maklumlah, orang tuanya punya bisnis besar, bisa menghasilkan pundi-pundi uang yang tidak habis tujuh turunan.

Pulang dari luar negeri dia belajar bisnis dari papanya. Setelah merasa mampu, orang tuanya menyerahkan satu perusahan besar yang kini di gelutinya.

Dengan berjalannya waktu Alvaro lebih banyak bergerak di dunia bawah, black market tempat dia bertransaksi. Ada kawan, ada lawan, perbedaannya tipis. Walaupun dia menjalin hubungan dengan banyak gangster atau pentolan mafia dari seluruh dunia, tetap saja Alvaro was-was. Dibalik sukses yang dia dapatkan Alvaro banyak musuh. Trutama orang-orang yang pernah dia bunuh.

Untuk membuatnya lebih safe, Alvaro membeli mobil anti peluru. Huron APC dengan harga 9,18 miliar. Keren habis. Dia juga menyembunyikan senjata api Revolver 22 dengan 8 peluru di dalam mobilnya. Wajarlah, hidupnya penuh bahaya, musuhnya terlalu banyak dan rata-rata sangat sadis.

Untuk memuluskan bisnis gelapnya dia juga merangkul aparat yang bisa diajak bermain. Begitulah kehidupan Alvaro yang bergelimang harta, darah dan wanita. Dia menjelma menjadi raja di dunia hitam.

Kantor Alvaro Derek, berlantai dua puluh lima. Sangat megah dan mewah. Alvaro turun dari mobil disambut oleh pak Tony karyawannya.

"Selamat pagi tuan." sapa Tony hormat sambil menganbil tas kerja Alvaro dan mengikuti Alvaro masuk ke dalam kantor. Karyawan berbaris menyambut Alvaro yang berjalan gagah dan sedikit angkuh.

Sampai di ruang kerjanya Alvaro duduk di kursi kebesarannya. Tony menaruh tas kerja tuannya dan keluar.

"Tuan ada rapat jam sepuluh dengan pak Manggala." Marchel nyelonong masuk tanpa mengetuk pintu.

"Ketuk pintu kalau masuk, kau kira ini kantor nenek moyang kau." canda Alvaro melirik temannya yang kini telah menjadi orang kepercayaannya.

"Hahaha...sepertinya Tuan Alvaro akan bungkam setelah membaca berita hot news hari ini." kata Marchel tertawa.

"Ada berita apa?" Alvaro masih acuh, matanya tertuju kepada laptop di depannya.

"Ini surat kabarnya...." kata Marchel memperlihatkan hot news hari ini.

"Aku tidak punya waktu membaca koran, kau bacakan jika ada yang penting." tolak Alvaro.

Dengan posisi tetap berdiri, Marchel mulai membaca baris demi baris berita yang menyinggung kelompok oposisi garis keras, yang dipimpin oleh pak Manggala dan kelompok gangster yang dipimpin Alvaro.

Alvaro menggeser laptopnya, dadanya berdebar ketika inisial namanya AAM, disebut. Sebagai pimpinan gangster, pantang baginya untuk melepaskan gadis itu. Walau kenyataannya, bahwa gadis itu benar dan dialah yang berada di belakang penjualan senjata api laras panjang kepada pembrontak.

"Tuan, dia akan membeberkan kepada polisi, siapa gembong mafia yang di pelihara oleh seorang oknum pejabat."

"Beraninya manusia itu, cepat kirim dua orang pengawal untuk menangkap Buang dia di rimba supaya menjadi santapan buaya."

"Tapi Tuan ini seorang gadis." sergah Marchel. Dia tidak rela kalau jurnalis itu menjadi santapan buaya. Marchel sering menonton di Televisi atau di Instagram, sepak terjang gadis yang kini akan menjadi lawannya.

"Laki perempuan sama saja, siapapun yang membuat kita terancam wajib dilenyapkan."

"Ini gadis yang saya sering ikuti IG nya. Sebaiknya kita tangkap saja supaya lebih jelas. Kita introgasi, kepada siapa saja dia sudah cuap-cuap. Jika ada yang tahu masalah ini selain dirinya, kita juga akan hancurkan mereka."

"Siapa gadis itu, lihat instagramnya!!" bentak Alvaro dengan wajah merah.

Marchel cepat membuka instagram dan memperlihatkan sosok gadis yang dimaksud. Mata Alvaro membulat kala melihat foto seorang gadis cantik yang mempesona. Dia seolah tersenyum manis menatap Alvaro.

Ntah berapa wanita sudah dia tidurin, namun tidak ada satupun wanita yang menarik baginya. Foto dan nyata tidak sama, bisa gadis ini lebih cantik atau lebih jelek. Seorang wanita terlihat lebih menarik karena body language.

"Cari dia, bawa ke ranjang panasku. Dia patut menerima hukumam dariku." perintah Alvaro berdiri.

"Siap Tuan."

Marchel keluar dari ruangan bos nya menuju keruangannya. Dia memanggil dua pengawalnya. Gabril dan Jordy.

"Ada apa bos?" tanya Gabril hampir berbarengan. Mereka berdua datang dengan tergopoh-gopoh dan bersiap.

"Tangkap gadis ini, jangan sampai terluka. Sore ini kita akan menyewa pendemo 200 orang untuk memancing gadis ini keluar. Kalian menyusup di antara mereka. Saat pendemo turun memberi narasi, kalian muncul dan pura-pura menjadi mahasiswa untuk mendekati gadis itu. Kalian harus cekatan, lima pengawal yang lain akan berjaga-jaga di dekat sana. Kalian harus bermain cantik, jangan sampai ada yang tahu." jelas Marchel kepada pengawalnya.

"Siap bos."

Ketenangan Alvaro pagi ini terusik oleh khabar yang mencengangkan. Selama ini belum ada yang berani menyentuhnya atau menyenggol namanya. Siapapun yang mencoba mengusiknya, nyawanya berada dalam genggamannya.

Marchel kembali masuk ke ruangan Alvaro, dia ingin menegaskan bahwa jurnalis itu dekat dengan salah satu orang kaya nomer lima di negeri ini.

"Sudah kau perintahkan Gabril dan Jordy? Jangan sampai mereka teledor. Katakan kepada mereka memakai pelindung wajah, polisi pasti akan menyemprot gas air mata."

"Sudah Tuan, saya akan memasang alat sensor di mobil mereka."

"Aku tidak sabar ingin menjajal gadis yang lancang itu."

"Tapi Tuan, gadis itu dekat dengan Jhoni Diaz, orang kaya nomer lima di negeri ini. Saya berkesimpulan mereka berpacaran."

"Tidak mungkin, aku kenal keluarga Diaz. Mereka sangat pemilih, tidak ada keluarga besar Diaz yang menikah dengan wanita level rendah, semua menikah dengan cara perjodohan."

"Kita tidak tahu pasti tuan, menurut mata-mata yang saya sebar, semua informasi merujuk kepada Tuan Diaz sebagai pacar sekaligus teman kuliah waktu berada di luar negeri."

"Siapa yang melacak identitas gadis itu? Aku tidak percaya sama mata- mata yang kau sebar."

"Biasa, kepercayaan kita. Mereka sudah sering memberi informasi yang akurat kepada kita. Jarang ada yang meleset."

"Aku jamin ini meleset. Jhoni Diaz sudah punya pacar setahuku." kata Alvaro meyakinkan Marchel dan dirinya sendiri.

Dia benci ada musuh dibalik nama Diaz. Hubungannya dengan keluarga Diaz cukup baik dan belum pernah saling menjatuhkan.

Gara-gara gadis brengsek itu, Alvaro download instagram, minta menjadi followersnya. Marchel sampai heran mendengar cerita Alvaro sedang download Instagram serta menjadi followers Alexa.

"Hati-hati Tuan, jangan sampai ke blow up, bisa bahaya. Kita belum tahu siapa gadis ini sebenarnya."

"Aku memakai identitas palsu." pungkas Alvaro memperhatikan satu persatu foto yang berada di IG nya.

"Lebih baik hapus IG nya Tuan, musuh ada di sekeliling kita. Sebentar lagi kita akan menculik gadis jurnalis itu dan menghapus jejaknya. Harap Tuan mencari solusi untuk menipu polisi dan keluarganya."

"Seorang wartawan atau aktivis rentan akan hilang atau terbunuh pada saat terjadi kerusuhan. Jangan khawatir, semua akan berjalan sesuai skenario."

"Semoga apa yang kita harapkan, bisa berjalan dengan lancar." kata Marchel dengan ragu. Persiapan pengawal kurang optimal karena keburu waktu.

****

ALEXANDRIA RIGEST

Tiba-tiba dia dibangunkan oleh notif ponselnya. Ternyata tidur siangnya kembali terganggu. Dengan mata baru terbuka setengah Alexa membuka ponselnya. Temannya sesama jurnalis memberitahu akan ada demo di depan gedung pemerintahan.

Alexa buru-buru ke kamar mandi, dalam hati dia meragukan SMS temannya. Kenapa tiba-tiba sekali, biasanya sudah dari dua minggu info demo. Tidak masuk akal. Untuk menghapus kecurigaannya lebih baik dia datang saja, siapa tahu dapat berita bagus. Hitung-hitung tebar pesona. pikirnya.

Celana jeans pensil dan T-shirt putih, sepatu Sneaker serta topi Egle. Dia tidak ingin menjadi perhatian banyak orang, sebab kecantikannya selalu mengundang decak kagum. Tinggi badan 172 cm, dengan kulit putih mulus, glowing. Bibir ranum dan mata bersinar terang. Untuk menutupi badannya yang sexy Alexa memakai jaket panjang.

Lengkap sudah, dia keluar dengan tas ransel model Army. Sudah menjadi kebiasaan kalau ada demo, dia tidak akan membawa mobil. Lebih baik naik ojol. Aman dari huru hara.

Pukul. 16.15 wita, Alexa sudah sampai di kerumunan masa yang berada di depan gedung pemerintahan. Banyak juga yang demo, dan ada mahasiswa.

"Dari perguruan apa kak?" tanya Alexa kepada seorang pemuda yang ada di sebelahnya. Dandanannya seperti dirinya, pakai masker, sarung tangan, topi.

"Sudah tamat mbak, lagi nganggur." jawab pemuda itu slengean, matanya terus menatap ponselnya. Anak muda korban handphone. Dia tidak urus di sekelilingnya.

Alexa mengikuti pendemo sambil merekam apa yang terjadi. Dia juga ikut berteriak atas kenaikan harga BBM. Perasaannya ikut terbawa emosi saat polisi mulai menghalau para pendemo.

Diam-diam gabril dan jordy mendekati Alexa yang sibuk merekam apa yang terjadi. Setelah berada di sebelahnya Jordy dan Gabril pura-pura ikut marah dan jengkel terhadap polisi. Mereka berteriak lantang dan mengacungkan kayu. Tentu saja polisi menyemburkan gas air mata ke arah mereka.

Para pendemo lari kocar kacir. Alexa sendiri berusaha menutup matanya dan berlari ke belakang. Tidak urung matanya perih tanpa mampu melihat. Gabril dan Jordy pura-pura menolong Alexa.

"Siapa kau?" tanya Alexa sambil menepis tangan yang memegangnya.

"Kita berlindung ke mobil, mataku juga perih." kata Jordy menarik lengan Alexa ke mobil.

"Cepat masuk, polisi menembaki kita!! kita harus keluar mencari tempat berlindung." terdengar suara lelaki yang berbeda. Tubuhnya di dorong ke mobil. Suara pintu mobil ditutup keras. Jdeerrr....

Mobil melaju dengan kencang, Alexa mulai bisa melihat samar walsupun matanya tetap perih.

"Kita mau kemana? siapa kalian?" Alexa mulai merasa curiga karena tampang lelaki yang berada disamping tidak menunjukkan, bahwa mereka seorang mahasiswa.

"Kita kemarkas." jawab lelaki itu sambil tangannya menyemprotkan semacam cairan face mist ke wajah Alexa.

Seketika Alexa berteriak menutup wajahnya, badannya roboh ke jok mobil. Mobil melaju lebih kencang melewati banyak desa. Terakhir mobil naik ke sebuah bukit flintstone. Bukit batu api korban letusan gunung.

Mobil SUV itu menanjak mengikuti jalan enam meter menuju crested hill. Sepanjang jalan terlihat jejeran pinus balfouriana yang langka. Dua setengah jam perjalanan mobil memasuki kawasan terlarang atau forbidden area milik Alvaro Ady Mema.

Pintu gerbang hitam yang kokoh itu, terbuka secara otomatis saat sensor mendeteksi mobil tuan rumah. Mobil masuk ke dalam rumah dengan mulus. Sepuluh orang laki-laki berpakaian hitam-hitam berbaris menunggu pintu mobil terbuka.

"Angkat gadis itu, bawa ke kamar Tuan tidak boleh ada yang "menyentuhnya" atau coba-coba mencelakainya. Suruh salah satu pelayan mengurusnya." tiba-tiba Marchel muncul. Dia ikut ke kamar untuk memastikan wajah gadis yang ditangkap.

Marchel Gamayo adalah kepercayaan Alvaro, lebih tepatnya tangan kanan Alvaro. Mereka sahabat sejati yang sudah seperti saudara kandung. Sulit dipisahkan. Alvaro sangat percaya kepada sahabatnya ini.

Sedangkan Marchel merasa berhutang budi kepada Alvaro. Tanpa bantuan Alvaro, Marchel sudah tinggal nama, saat orang tuanya menjadi korban rentenir. Waktu itu hanya Alvaro yang menolongnya.

Dia memperhatikan wajah gadis yang dalam keadaan terlelap karena obat bius. Hatinya berdesir memandang wajah Alexa yang cantik mempesona.

"Kalian jaga di luar, suruh seorang pelayan menyiapkan teh hangat untuk gadis ini. Tidak lama lagi dia akan siuman." perintah Marchel.

"Siap bos, saya mohon diri."

Marchel segera membuka ponselnya serta menelpon Alvaro.

"Hallo bos, "barang" sudah ada di kamar."

"Aku segera pulang." jawab Alvaro di seberang sana.

Alvaro keluar dari ruangannya, berjalan dengan langkah panjang. Dia ingin cepat pulang memberi pelajaran kepada gadis itu. Bila perlu tangannya sendiri yang akan melenyapkannya. m

Perjalanan yang memakan waktu cukup lama membuat Alvaro lebih cepat memacu mobilnya. Dia sangat penasaran dengan gadis yang ingin menjatuhkannya. Jangankan seorang gadis, pejabatpun bisa dia lenyapkan dengan mudah. Jurnalis itu rupanya tidak sayang pada nyawanya.

Matahari hampir tenggelam, sebentar lagi malam. Alexa membuka matanya. Dia cepat bangun dan meloncat turun. Seorang wanita berseragam pelayan menatapnya dengan tajam.

"Sore nona, silahkan nona kembali ke tempat tidur."

"Dimana ini, aku tídak sakit kenapa harus tidur."

"Crested hill. Nona sekarang berada di Menssion Tuan Alvaro Ady Mema."

Degg!! jantung Alexa berdegup kencang. Dia tidak menyangka berada di kandang macan. Dia sangat tahu dan mengenal kiprahnya. Walaupun tidak pernah bertemu, nama Alvaro sering menjadi momok menakutkan di dunia bawah.

"Aku mau pulang!!"

"Nona tidak bisa keluar dari sini sebelum Tuan Alvaro datang."

"Aku tidak sudi bertemu dengan manusia iblis itu....."

"Nona hati-hati bicara, kalau di dengar Tuan, nona bisa habis."

"Aku tidak takut dengan Tuanmu yang brengsek!!" pekik Alexa kesal.

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Mata Alexa berkilat memandang siapa yang datang. Giginya gemeretuk menahan marah, ketika memandang ke ambang pintu. Dia tahu yang datang adalah bos mafia yang di carinya, tidak salah lagi.

"Pelayan keluar." hardik Alvaro.

"Siap Tuan." kata pelayan itu cepat menyingkir.

Semua pelayan dan pengawal takut kepada Tuan Alvaro, karena dia tidak segan-segan membunuh siapapun yang membangkang perintahnya. Jika wanita dia akan menjadi pelampiasan nafsu Alvaro.

"Kau tahu dengan siapa berhadapan? tundukkan kepala kau!!"

"Jangan ngelucu Alvaro, kau bukan hidup di zaman kuda gigit besi. Kau kira semua orang takut padamu? berkacalah." Alexa mengedikan dagunya dan berkata dingin. Matanya yang coklat menatap tajam.

Alvaro terdiam sesaat. Dia tidak menyangka mendapat sambutan sadis dari mulut gadis itu.

"Hahaha...rupanya kau tidak tahu siapa aku, atau aku perkenalkan diriku dulu, supaya mulutmu bungkam." sehabis berkata begitu tangan Alvaro yang kekar dan badannya yang tinggi tegap menangkap tubuh Alexa dan melemparnya ke kasur.

Bukan Alexa namanya kalau dia tidak melawan. Badannya langsung melengkung seperti ulat mylasis, kaki kirinya menendang Alvaro.

"Duugg!!"

Badan Alvaro bergetar, dia selangkah mundur. Wajahnya merah membara menahan marah.

"Brengsek!! kau berani melawanku, kau harusnya dienyahkan!!." teriak Alvaro menubruk badan Alexa di ranjang. Dengan luwes Alexa berkelit, sayang sekali rambutnya yang sepinggang ditarik oleh Alvaro.

"Lepaskan...kau beraninya pegang rambut, dasar cemen..." teriak Alexa berbalik dan menjambak rambut cepak Alvaro. Kakinya menjepit tubuh Alvaro dan mulutnya serta merta menggigit leher laki-laki itu.

"Aahhh...." Alvaro kaget dan menolak wajah Alexa. Badannya yang kekar langsung menindih tubuh Alexa yang ramping.

****

TERLUKA

Alvaro yang biasanya menindas kaum wanita, merasa gusar atas perlawanan Alexa. Tangannya yang kuat dan kekar, terus memegang kedua tangan Alexa, hingga gadis itu tidak bisa memukul tubuh Alvaro.

Tubuh kekar itu menindih Alexa sambil sesekali merasa sensasi mesum, yang terjadi karena gesekan tidak sengaja dari perlawanan Alexa. Baru kali ini dia bertemu dengan wanita tangguh yang bisa diajak bertarung. Tentu saja dia merasa suprise dengan tendangan serta pukulan Alexa yang tertata dan hebat.

"Jangan sombong baru punya ilmu bela diri, kamu akan menyerah kalau pistolku sudah menyalak. Ilmu ninja yang menjadi andalanmu akan lumpuh di depanku. Aku akan menembak kakimu, lenganmu, matamu, hidungmu dan jantungmu."

"Tembak saja, aku tidak takut, hidup cuma sekali. Semua orang akan mati, duluan atau belakangan." sahut Alexa geram.

"Oke, aku akan membunuhmu." kata Alvaro mendekatkan wajahnya ke wajah Alexa. Bibirnya mau mencium Alexa, namun gadis itu menyambut bibir Alvaro dengan kepalanya.

"Arrrgggghhh......" teriak Alvaro dengan bibir berdarah.

Alvaro meringis kesakitan, dia tidak menyangka Alexa akan membenturkan kepalanya. Amarahnya meluap, dia geram dengan tingkah Alexa yang membuatnya malu. Untung tidak ada yang menyaksikan kebodohannya.

"Kubunuh kau...." tangannya berayun mau menampar Alexa, lagi-lagi Alvaro kalah cepat. Alexa memegang tangan Alvaro dan membetotnya kencang. Wajah Alvaro menimpa perut Alexa, dengan cepat kaki Alexa membelit leher Alvaro.

Otak kotor Alvaro kembali berselancar, dia membiarkan wajahnya dibelit oleh kaki Alexa. Dia malah membenamkan wajahnya lebih dalam menyentuh benda empuk milik Alexa. Menyadari kelakuan Alvaro yang mesum, Alexa melepaskan belitannya. Alvaro berdiri ditepi ranjang menatap Alexa.

"Keluarkan aku dari sini sebelum lehermu aku patahkan!!" bentak Alexa mendorong tubuh kekar itu ke pintu.

"Bruuggg....."

Hari ini Alvaro memang sedang apes. Rencananya untuk mempermainkan Alexa gagal total. Malah dia menjadi bulan-bulanan gadis itu. Bisa saja dia menembak gadis itu sampai mati, tapi dia tidak ingin Alexa mati dengan cara mudah.

"Pengawal tangkap betina ini." teriak Alvaro sembari keluar kamar menutup mulutnya yang berdarah.

Alexa sangat senang merasa menang, dia mengejek Alvaro habis-habisan. Senyumnya mengembang melihat Alvaro keluar dengan bibir berdarah. Namun senyum itu seketika lenyap saat empat orang pengawal masuk. Tanpa ba bi bu mereka menangkap tubuh Alexa.

"Lepaskan aku brengsek." pekik Alexa berontak. Dia menendang, memukul membabi buta. Tenaganya sangat besar membuat para pengawal kalang kabut dan kewalahan.

"Dasar perempuan rendahan, berani kau melawan kami." bentak salah satu pengawal menampar Alexa.

Tangan Alexa lebih cepat mengambil bantal dan melempar ke wajah pengawal itu. Kakinya juga melayang menendang dari samping. Satu pengawal jatuh kena amukannya.

"Keparat!!" mereka serempak kembali mengeroyok Alexa. Dengan lincahnya Alexa berkelit, dan kembali memukuli satu persatu pengeroyoknya. Bantal, guling, semua benda yang ada di atas ranjang dan di meja Alvaro, di pakai senjata untuk melawan pengawal itu.

Mungkin karena sudah merasa kewalahan, seorang dari pengawal itu mengambil pistol dan menembak kaki Alexa, untung Alexa bergerak sehingga peluru hanya menyerempet betisnya.

"Dooaarrr....." suara letusan senjata api terdengar sampai luar. Alexa roboh di lantai dengan teriakan nyaring. Darah membasahi lantai.

Mendengar suara tembakan, semua pelayan dan pengawal berlarian keluar. Mereka bertanya-tanya siapa yang menembak, sedangkan Tuannya berada di ruangan dokter Yani.

Alvaro dan dokter Yani kaget. Dia keluar dari ruangan dokter dan berlari menuju kamarnya. Perasaannya tidak enak. Dia yakin letusan itu berasal dari balik pintu kamarnya. Alvaro langsung menerobos masuk.

"BERHENTI!!" suara bariton Alvaro mengagetkan pengawal dan Alexa. Gadis itu tergeletak di lantai sambil meringis.

"Siapa yang menyuruh menembak!!" teriak Alvaro lantang.

Pengawal tidak berani bersuara, tapi Alvaro tahu yang menembak, karena salah satu pengawal masih tetap memegang pistol.

"Bajingan kalian!"

Tetap senyap!. tidak ada yang berani menjawab, tiba-tiba tangan Alvaro mengambil pistol yang di bawa pengawalnya. Suara letusan revolver terdengar, pengawal jatuh bersimbah darah di tembak oleh Alvaro.

Alexa berguling menjauh saat tubuh pengawal itu jatuh ke lantai. Dia duduk bersandar di tembok. Walaupun dia sering melihat orang kena tembak, tapi tetap saja hatinya bergemuruh ngeri memandang darah segar yang mengalir dari tubuh pengawal itu.

"Panggil dokter yani suruh merawat wanita itu." ketus suara Alvaro.

"Siap Tuan."

Kebencian Alexa bertambah atas tindakan Alvaro yang kejam. Karena dirinya kena tembak satu nyawa melayang. Bahkan dia merasa Alvaro berlebihan, pengawal itu salahnya sedikit mengapa harus dibunuh? semurah itukah Alvaro menilai nyawa orang.

Alvaro keluar kamar disambut Marchel yang baru datang. Dia memerintahkan Marchel untuk menghukum pengawal yang mengeroyok Alexa.

"Ada apa dengan jurnalis itu, kelihatan Tuan tegang sekali."

"Pengawal kita mengeroyoknya dan menembak. Untung meleset." geram Alvaro.

Marchel kaget mendengar perkataan Alvaro yang seolah berpihak kepada Alexa. Biasanya Alvaro tidak pandang bulu untuk menghabisi orang yang membuatnya susah. Khusus untuk Alexa perlakuan Alvaro berbeda.

"Syukurlah meleset, kesempatan untuk introgasi masih ada." gumam Marchel masuk ke kamar.

"Pelayan dan pengawal bersihkan kamar ini dan pindahkan gadis ini ke ruang sebelah." perintah Marchel seraya memperhatikan kamar Alvaro yang seperti kapal pecah.

Mendengar perintah Marchel, pelayan dan pengawal memindahkan Alexa ke kamar sebelah. Tidak ada yang berani protes dan berbicara sepatah katapun.

Dokter Yani mulai mengobati Alexa dengan seksama. Untung betis Alexa cuma keserempet peluru. Pengawal yang menembaknya sungguh berani, apa dia tidak tahu bahwa perlakuan Tuan Alvaro sangat berbeda kepada gadis ini. bathin dr. Yani.

"Dokter, apa setiap kesalahan dibayar dengan nyawa?" tanya Alexa memandang dokter Yani seksama.

"Nyawa kami tidak berharga semenjak kami diculik oleh Tuan. Semua pelayan disini bukan orang sembarangan, mereka anak orang kaya dari musuh Tuan yang kalah. Aku sendiri diculik oleh Tuan dan mengabdi disini sampai mati. Hidup tidak ada pilihan."

"Kenapa kalian tidak melawan?"

"Karena kami takut mati." jawab dokter Yani sambil mengobati luka Alexa.

"Kalau kalian tidak melawan, manusia brengsek itu akan terus merajalela dengan sikapnya yang arogan. Biarlah aku mati daripada dijajah dan di pakai alat pemuas nafsunya."

"Nona baru datang, belum tahu seluk beluk disini. Tuan sangat berkuasa, jangankan kita para pelayan, pengawal yang tangguh saja takut pada Tuan."

"Aku tidak takut!!" gerutu Alexa tegar.

"Saya berpesan kepada nona supaya menurut saja. Nona belum tahu rasanya di gantung di kolam buaya, serta merasakan sakit yang luar biasa digigit oleh buaya sedikit demi sedikit."

Alexa merinding mendengar cerita dokter Yani. Tanpa sadar tangannya memegang baju dr. Yani.

"Ngeri sekali, aku sampai mual mendengar ceritamu. Aku yakin Tuan Alvaro jelmaan iblis. Psychopath sejati tanpa kaleng-kaleng.

"Tuan disini seperti raja yang pantang di tolak perintahnya.

"Kurasa semua orang punya sisi buruk dan kelemahan, saat aku menemukan kelemahanya aku akan membunuhnya. Mungkin aku akan menggantungnya di kolam buaya atau membunuhnya dengan cara membakar hidup-hidup."

"Nona sungguh berani, semoga cepat sembuh." kata dr. Yani menyudahi pengobatannya.

Alexa tidak menjawab karena dia melihat Machel masuk ke dalam kamar.

"Suruh pelayan membantu gadis ini mandi dan bawakan makanan untuknya."

"Tidak perlu aku dilayani aku cuma minta satu, lepaskan aku dari kandang macan ini."

"Sabar nona, nanti pasti aku lepaskan."

Alexa langsung duduk dan bersandar di kepala ranjang.

"Apa kau benar melepasku?" tanya Alexa dengan wajah berbinar.

****

ALVARO

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!