Rumah tangga Rose dan Wandi memang tidak harmonis, bukan menikah tanpa adanya rasa cinta tapi Wandi yang selalu bertindak kasar bahkan selingkuh.
Saat menikah Rose masih berstatus gadis dan Wandi berstatus bujangan, tapi tidak merubah apa pun.
Sikap Wandi yang ternyata tempramental membuat Rose kehilangan rasa sayangnya terhadap Wandi.
2 tahun menikah, membuat Wandi mulai berpaling dari Rose dengan cara berselingkuh.
Di tahun ke 3, akhirnya Rose bisa hamil dan memberi kabar bahagia ini pada Wandi.
"Mas, aku hamil," ucap Rose memberi kan hasil testpack pada Wandi.
Bukannya senang tapi reaksi Wandi biasa aja seperti tak menginginkan kehadiran seorang anak dalam rumah tangganya.
"Oh gitu," jawab singkat dan mengembalikan hasil testpack pada Rose.
"Kok kamu gitu sih mas, katanya pengen punya anak tapi giliran aku hamil reaksinya biasa aja kaya yang ga senang aku bisa hamil," ucap Rose cemberut.
"Terus aku harus apa, lompat-lompat kegirangan atau harus gendong kamu," ucap Wandi.
Rose yang tak terima terus ngomel karna sikap Wandi yang seperti acuh tak acuh padanya.
"Mas, kamu ini kenapa sih. Akhir-akhir ini kamu mulai berubah, apa kamu udah ga cinta lagi sama aku?" tanya Rose.
"Sudah lah aku cape, yang penting anak itu lahir ada bapaknya. Gitu aja kok repot," ucap Wandi melangkah pergi menuju pintu untuk keluar dari rumah.
...***...
Setiap ngidam, Rose tidak bisa meminta pada Wandi untuk di cari kan apa yang ia mau.
Bahkan periksa rutin tiap bulan pun selalu Rose lakukan seorang diri tanpa di temani sang suami.
Wandi semakin jarang pulang semenjak tau Rose hamil, bahkan tidak memperduli kan kehamilan Rose.
"Kok aku merasa ada yang aneh dengan mas Wandi ya?" batin Rose.
Wandi yang jarang pulang dengan alasan narik ke luar kota kalau tidak tidur d garasi karna Wandi hanya lah seorang sopir mobil travel, pada hal Wandi selalu pulang ke rumah selingkuhannya.
kecurigaan Rose terbukti, saat usia kandungan menginjak 30 minggu Rose melihat Wandi berpelukan dengan seorang wanita cantik di depan mini market.
Dengan emosi, Rose langsung mendatangi Wandi dan wanita selingkuhannya dan memaki bahkan berteriak di depan umum.
"Oh jadi ini alasan kamu sering ga pulang alasan ke luar kota padahal main gila sama wanita penggoda suami orang," teriak Rose.
Orang-orang sekitar yang melihat langsung berkerumun menyaksi kan pertengkaran hebat antara Rose,Wandi dan wanita simpanan Wandi.
"Rose kita bicara kan baik-baik, kamu ga mau apa. Kita sudah di lihat banyak orang," ucap Wandi berbisik pada Rose.
"Oh, seperti itu. Kamu malu ketahuan selingkuh di depan umum, padahal aku istri sah mu dan aku sedang mengandung anak mu," teriak Rose.
"Kamu bener-bener ga tau diri ya, aku sengsara di rumah sementara kamu senang-senang dengan wanita murahan ini," sambung Rose menunjuk wanita di samping Wandi penuh emosi.
Wandi yang tak terima dengan omongan Rose akhirnya menampar pipi Rose dengan begitu kerasnya sampai Rose jatuh ke tanah.
"Heh wanita, kamu ga lihat bagaimana cara dia memperlaku kan ku? Suatu saat kau pun akan mengalami apa yang aku alami saat ini," ucap Rose.
Dengan menahan rasa sakit, akhirnya Rose pergi dan meninggal kan keramaian yang telah terjadi.
"Tuhan apa ini adil untuk ku?" batin Rose
Selama perjalanan menuju rumahnya, Rose terus menerus menangis dan ingin mengakhiri hidupnya.
Percobaan bunuh diri pun Rose lakukan tanpa memikir kan anak dalam kandungannya, Rose mencoba lompat dari jembatan yang di bawahnya terdapat sungai yang cukup deras airnya.
Tapi sayang, percobaan bunuh diri yang Rose lakukan bisa tertahan karna Arip datang tepat pada waktunya.
"Kak, apa yang kakak lakukan tadi?" tanya Arip
"Buat apa kakak hidup kalau harus hidup menderita sementara Wandi dia senang-senang bersama wanita lain, bahkan dia ga perduli sedikit pun dengan anak yang ku kandung," jawab Rose di iringi dengan tangisan.
"Kakak jangan khawatir anak yang kakak kandung akan aku besar kan sampai ia dewasa nanti," ucap Arip membuat hati Rose tenang.
Arip pun mengajak Rose pulang untuk beristirahat.
Setelah kejadian tempo lalu sampai Rose hendak akan bunuh diri, sampai saat ini Wandi tidak pernah pulang ke rumah dan tidak perduli dengan anak yang di kandung oleh Rose.
Wandi lebih memilih tetap tinggal dengan wanita selingkuhannya dari pada dengan Rose yang sudah di nikahinya secara sah menurut agama dan negara.
Rose pun sudah menerima segala kenyataan bahwa anak yang di kandungnya memang tidak di inginkan oleh Wandi.
Terutama kenyataan bahwa Wandi sudah meninggalkannya karna ada wanita lain yang lebih baik darinya.
Selama hamil tua Rose tidak pernah mau keluar rumah bahkan Rose sering menyiksa diri dan bayi yang di kandungnya dengan cara tidak makan apa pun.
Saat ini Arif berusia 20 tahun dan hanya bisa kerja serabutan tapi Arif adalah seorang lelaki pekerja keras, apa pun pekerjaannya pasti Arif kerja kan asal kan itu halal.
Arif mengumpul kan hasil kerjanya untuk biaya melahirkan Rose, walau pun hanya keponakan tapi Arif sudah berjanji akan mengurus bayi yang Rose kandung.
...***...
Kini usia kandungan Rose sudah memasuki usia 37 minggu, Rose sudah merasakan kontraksi.
"Aw perut ku, sakit sekali. Apa sudah waktunya anak ini lahir," gerutu Rose.
Rose mencoba berjalan mencari pertolongan, namun di rumah tidak ada orang satu pun.
Rose mencoba tetap tenang sambil menunggu arif pulang kerja.
Rose pun berjalan menuju bidan seorang diri karna kontraksi yang sudah semakin sering.
"Bu maaf kalau Arif pulang, titip pesan saya tunggu di bidan. Sepertinya saya sudah mau lahiran," ucap Rose titip pesan untuk Arif pada tetangga sebelah rumahnya.
"Mau saya antar ga? Takut ada apa-apa di jalannya," ucap ibu tetangga sebelah menawar kan diri.
"Tidak usah, masih bisa sendiri kok. Titip pesan itu aja ke Arif," ucap Rose
"Baik lah nanti saya sampai kan, kamu hati-hati di jalannya ya," ucap tetangga merasa khawatir.
"Iya, terima kasih. Saya pamit pergi," ucap Rose lalu melangkah pelan menjauhi rumah tetangganya.
Rose hanya bisa berjalan perlahan dan sesaat berhenti untuk istirahat.
Walaupun jarak tempat praktek bidan tidak terlalu jauh tapi bagi Rose saat ini jarak yang di tempuhnya jauh sekali untuk di lewati sendiri.
40 menit sudah Rose lalui jalanan menuju bidan, tanpa menunggu lama Rose langsung di periksa oleh ibu bidan.
Dan ternyata sudah pembukaan 5, Rose akan segera melahir kan.
"Suaminya mana bu? Ga ada yang antar bu?" tanya ibu bidan.
"Suami saya lagi pergi kerja bu bidan, nanti adik saya yang menemani di sini setelah pulang kerja," jawab Rose beralasan.
Tak lama Arif pun datang membawa peralatan bayi tas besar yang sudah di sedia kan sejak lama.
Tok tok tok
"Permisi bu bidan," ucap Arif.
"Iya, cari siapa ya mas?" tanya bu bidan.
"Maaf bu bidan apa kakak saya yang bernama Rose melahir kan di sini," ucap Arif dengan sopan.
"Oh, ini adiknya ibu Rose. Silahkan masuk mas, ibu Rose ada di dalam," ucap bu bidan.
"Apa saya bisa tunggu saja di luar bu bidan, saya tidak sanggup melihat orang yang hendak melahir kan. Saya takut bu bidan," ucap Arif.
"Boleh saya titip peralatan bayi untuk kakak saya?" sambung Arif memberi kan tas yang di bawanya dari rumah.
Bu bidan pun tersenyum dan membawa kan tas yang di beri kan Arif ke dalam ruangan Rose.
Satu jam berlalu, Arif masih menunggu kabar kelahiran keponakan barunya tapi masih belum terdengar suara tangisan bayi dari dalam.
Setelah 5 jam menunggu, akhirnya terdengar suara tangis bayi dari dalam.
"Alhamdulillah, terima kasih Tuhan akan ku jaga dan ku rawat bayi ini dengan sepenuh hati meski hanya keponakan ku," batin Arif penuh syukur.
Sementara di dalam Rose yang enggan menerima bayi yang telah di lahirkannya barusan, seakan Rose menyalahkan bayinya atas kepergian Wandi dari hidupnya.
"Selamat ya bu, bayinya perempuan beratnya 2,800 gram dan tinggi 50 cm.
Rose tidak mau menjawab apa pun, hanya senyuman yang Rose tunjukan pada bidan yang telah menolongnya.
Setelah semua selesai, bu bidan memberi tau Arif kondisi Rose dan juga bayinya.
"Mas, kakak mas sudah melahir kan seorang bayi perempuan dan kondisinya sangat baik hanya perlu sedikit pemulihan pasca melahir kan," ucap bu bidan.
"Terima kasih bu bidan sudah menolong kakak dan keponakan saya, kapan kakak saya bisa pulang bu bidan?" ucap Arif dengan polosnya.
"Paling besok mas, setelah tenaga ibunya kembali pulih," ucap bu bidan.
"Mas mau lihat kakak dan bayinya?" sambung bu bidan.
"Boleh saya lihat bu bidan?" tanya Arif.
"Boleh," jawab bu bidan singkat.
Arif pun masuk hendak melihat keponakannya tapi apa yang di lihatnya di luar perkiraannya, Rose tidak mau menyentuh bayinya padahal bayinya menangis di sampingnya.
"Loh kak, kenapa bayinya di biar kan menangis? kenapa ga kakak gendong biar tangisannya terhenti," ucap Arif.
"Aku ga mau sentuh anak itu karna dia Wandi meninggal kan aku dan memilih perempuan lain, aku benci anak itu," ucap Rose dengan penuh air mata karna sudah menangis sedari tadi.
"Jangan seperti ini kak, kasian bayi ini ga berdosa sama sekali. Wandi itu laki-laki bodoh yang pernah ada, dia sudah punya kakak tapi masih cari perempuan lain di luar. Lagi pula buat apa kakak pertahan kan dia, dia juga sering KDRT sama kakak jadi buat apa lagi dia ada di sisi kakak," ucap Arif mencoba meyakin kan hati kakaknya.
"Buka mata hati kakak, anak ini darah daging kakak. Dia ga salah kak, anak ini juga yang akan mendoa kan kakak kelak," sambung Arif.
Rose hanya bisa terdiam melihat bayinya menangis dan Arif terus mencoba menenang kan hati kakaknya.
Arif pun menggendong bayi yang baru di lahir kan oleh Rose agar berhenti menangis.
"Kak, kayanya bayinya mau minum asi deh," ucap Arif.
"Aku ga mau, kamu kasih air putih aja atau ga kamu biar kan aja biar dia mati kekeringan sekalian," ucap Rose penuh amarah dan emosi.
Arif membawa bayi yang di lahir kan oleh Rose keluar ruangan untuk bertanya pada bu bidan.
"Maaf bu bidan kalau bayi ga di kasih asi itu ga apa-apa? soalnya kakak saya ga mau menyusui anaknya ini bu bidan," tanya Arif dengan polosnya.
"Loh kenapa ga mau menyusui anaknya, coba nanti saya tanya ibunya ya," ucap bu bidan.
Bu bidan pun mendatangi ruangan Rose dan bertanya secara langsung.
"Ibu kenapa menangis? Coba cerita pada saya, siapa tau saya bisa bantu cari solusi buat ibu," tanya bu bidan.
"Saya benci anak itu bu, karna anak itu suami saya meninggal kan saya dan lebih memilih wanita lain dari pada saya yang sedang mengandung darah dagingnya, anak kandungnya sendiri," ucap Rose.
Rose pun mencerita kan sedihnya hidup yang ia jalani selama menikah dengan Wandi, hingga air matanya terus mengalir.
Setelah lama bercerita, bu bidan memberi obat penenang agar Rose bisa tertidur.
"Mas, saya saran kan kakaknya di bawa ke psikiater aja. Maaf ya mas, si ibu mengalami baby blues syndrome tapi si ibu begitu membenci bayinya," ucap bu bidan.
Bu bidan pun menjelas kan efek dari baby blues secara jelas pada Arif, meski pun Arif hanya tamatan SMP tapi Arif mengerti dengan keadaan sang kakak.
"Kalau boleh saya tau, biaya berobat ke psikiater berapa ya bu bidan. Kalau mahal saya ga sanggup bu bidan, untuk biaya lahiran aja aku ngumpulin dari hasil kerja ku sehari semalam," ucap Syam.
"Untuk biaya melahir kan, nanti saya bantu kasih potongan harga," ucap bu bidan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!