Tap
Tap
Tap
Terdengar langkah kaki seseorang dari luar.
Karina mencoba untuk melihat melalui jendela kamarnya, tetapi ia tidak melihat siapapun diluar. Ia sedikit takut, sebab ia hanya tinggal sendiri di rumah.
Orang tua Karina tinggal di Bandung, sedangkan Karina tinggal di Sukabumi. Orang tua Karina sengaja membiarkan anaknya tinggal sendirian, sebab mereka ingin agar Karina menjadi anak yang mandiri.
Tetapi kedua orang tuanya tentu saja sering memberikan uang bulanan kepada Karina, sebab Karina masih anak sekolah.
Awalnya Karina tidak ingin bersekolah dikota ini, sebab ia tidak mengenal siapapun. Tapi karena orang tuanya memberikan mobil, akhirnya ia setuju dengan keinginan orang tuanya.
Karina sudah satu hari sekolah dikota ini. Tapi saat dirinya pindah ke sekolah Nusa Indah, ia merasakan ada kejanggalan. Biasanya saat ada murid baru, anak-anak kelas langsung menghampiri dan berkenalan dengan murid baru.
Tetapi beda dengan Karina, teman-teman sekelasnya seperti tidak suka dengan Karina. Bahkan saat di kelas, tidak ada satu orangpun yang ingin berteman dengan Karina.
Anehnya lagi, saat ada orang yang melihat kearah Karina, orang itu langsung menatap sinis. Padahal Karina tersenyum kepadanya, tapi orang itu bersikap seperti itu kepada Karina.
Awalnya Karina berpikir bahwa dirinya akan mendapatkan teman setidaknya satu, tapi kenyataannya tidak ada yang mau berteman dengan Karina.
...****************...
Keesokan paginya, Karina berangkat ke sekolah dengan mengendarai mobil. Sebenarnya Karina sedikit tidak percaya diri, karena siswa dan siswi yang lain menggunakan motor.
Tetapi karena orang tua Karina sudah membelikan mobil, mau tidak mau Karina harus berangkat dengan mengendarai mobil.
Ngomong-ngomong soal teman sekelas, Karina rasa mereka tidak suka dengan Karina mungkin karena Karina mengendarai mobil. Mungkin juga mereka mengira bahwa Karina sombong, makanya mereka sinis kepada Karina.
Tak lama, Karina sampai dikelasnya. Lagi-lagi teman sekelasnya memandangi Karina. Ia heran mengapa semuanya bersikap seperti itu, padahal Karina terus tersenyum kepada mereka, namun mereka tetap saja tidak membalas senyuman Karina.
"Karina."
Spontan Karina menoleh kearah seseorang yang memanggilnya. Ia sangat bersyukur karena ada yang menyapanya.
"Iya, ada apa?"
"Ini kursi aku. Kursi kamu yang ada dibelakang," jelas seorang lelaki yang cukup tampan.
"Oh maaf."
Dengan cepat, Karina pindah ke kursi belakang. Tadinya ia mengira bahwa orang itu akan mengajak Karina kenalan, tapi nyatanya dia malah memberitahu Karina bahwa tempat duduknya ada dibelakang.
"Apa aku ajak kenalan duluan aja ya," pikir Karina.
Karina menepuk pundak lelaki yang tadi. Lalu lelaki tadi menengok kebelakang. "Ada apa?"
"Boleh kenalan gak?"
"Boleh. Aku Zevan."
"Aku Karina."
"Aku udah tahu."
Karina memang bodoh, sudah tahu Zevan mengetahui namanya. Tapi dia masih memperkenalkan dirinya.
"Aku boleh tanya sesuatu gak sama kamu?"
"Boleh. Mau tanya apa?"
"Emang ada yang aneh ya dari aku?"
Zevan melihat Karina dari atas sampai bawah. "Gak ada yang aneh kok."
"Terus orang-orang kenapa lihatin aku dan kayak gak sama aku?"
"Itu cuma pikiran kamu aja kali."
"Kayaknya orang-orang gak ada yang mau berteman sama aku deh."
"Kata siapa? Aku mau kok berteman sama kamu."
...****************...
Ketika memperhatikan guru yang sedang menyampaikan materi, tiba-tiba Karina merasakan hal yang aneh.
Ia merasa seperti ada seseorang yang sedang berdiri dibelakang. Padahal dibelakang tidak ada siapapun.
Bulu kuduk berdiri, mungkin karena Karina terlalu takut. Ditambah lagi bangku dibelakangnya kosong dan itu membuat Karina semakin takut.
"Pak!"
Spontan semuanya menoleh kearah Karina. Padahal Karina hanya memanggil guru, namun teman sekelasnya juga menoleh kearah Karina.
"Ada apa?"
"Boleh ijin ke toilet gak?"
"Boleh, silahkan."
Karina pergi keluar dan ia mencari toilet. Sejujurnya ia tidak tahu letak toiletnya, namun jika ada seseorang yang bertemu dengannya, ia akan bertanya kepada orang itu.
Kebetulan sekali ada orang yang sedang menyapu dedaunan. Lalu Karina menghampiri orang itu. "Permisi, pak. Kalau toilet disebelah mana?"
"Disebelah sana," tunjuknya.
Tidak lupa Karina berterima kasih kepada orang itu. Kemudian, ia buru-buru pergi ke toilet.
Saat masuk toilet, suasananya sangat menyeramkan. Biasanya di sekolah lama Karina, pasti ada satu atau dua orang yang berada di toilet saat jam pelajaran. Tapi ini tidak ada seorangpun yang buang air kecil atau besar.
Meskipun takut, tetapi Karina mencoba memberanikan dirinya untuk membuang air kecil.
Sesudah itu, ia mencuci tangannya. Pada saat mencuci tangan, tiba-tiba terdengar jelas ditelinga Karina bahwa ada perempuan yang sedang menangis.
Ia melihat ke toilet-toilet yang dibelakangnya, namun toilet itu terbuka dan sudah jelas tidak ada orang. Jika ada orang, mungkin toilet itu tertutup rapat.
Tiba-tiba seseorang menyentuh pundak Karina hingga membuat tubuhnya mematung.
"Lagi ngapain?" tanya seseorang. Spontan Karina menoleh kebelakang karena ia tahu bahwa orang itu adalah manusia.
"Tadi ada suara orang yang nangis, makanya aku cek semua toilet."
"Maklum kalau dengar suara aneh, soalnya toiletnya emang agak angker."
"Hah! serius?"
"Iya, tapi semua orang udah biasa kok. Jadi semuanya gak takut sama sekali."
Karina buru-buru keluar dari toilet itu tanpa berpamitan kepada perempuan itu. Saking buru-burunya, ia sampai menabrak seseorang.
Aww!
"Maaf, aku gak sengaja."
"Iya, gak apa-apa," ujar orang itu sambil tersenyum.
"Ya udah kalau gitu aku pergi dulu ya."
"Tunggu!" cegah orang itu.
Karina mengerutkan keningnya, ia bingung kenapa perempuan itu mencegahnya. "Ada apa?"
"Kamu anak baru?"
"Iya."
"Kelas berapa?"
"Kelas XII IPS 1."
"Aku saranin jangan dekat-dekat sama Zevan," ujarnya, lalu ia buru-buru pergi.
Zevan?
Bukannya itu nama lelaki tadi yang berkenalan denganku. Tapi kenapa perempuan itu menyuruhku untuk menjauhinya?
Entahlah, daripada memikirkan hal itu, lebih baik aku segera pergi menuju kelas.
Setibanya di kelas, ternyata pelajaran sudah selesai, karena memang tadi waktu Karina ijin ke toilet itu mata pelajarannya hampir selesai.
"Mau istirahat bareng gak?" tanya Zevan tiba-tiba.
"Gak usah. Aku istirahat sendiri aja."
"Emang gak bosen istirahat sendiri?"
"Bosen sih, cuma aku gak mau aja kalau nanti ada yang marah."
"Siapa yang marah?"
"Pacar kamu lah."
Zevan menjelaskan bahwa dirinya tidak memiliki pacar, karena sekarang dia tidak ingin membuka hati dulu.
"Tapi tadi ada cewek yang nyuruh aku buat ngejauh dari kamu. Aku kira dia pacar kamu."
"Siapa ceweknya?"
"Aku gak tahu, kan aku murid baru. Jadi aku gak kenal sama murid-murid SMA Nusa Indah."
"Ya udah ayo ke kantin. Nanti kalau ada cewek itu, kamu kasih tahu aku."
Karina jadi penasaran tentang perempuan itu. Kenapa juga perempuan itu melarang Karina untuk menjauhi Zevan. Padahal Zevan sendiri bilang bahwa dia tidak memiliki pacar.
Ketika istirahat, Karina merasa tidak nyaman saat makan bersama Zevan. Karena ia merasa orang-orang melihat kearahnya.
"Zevan, aku duduk disana aja ya."
"Kenapa duduk disana?"
Karina menjelaskan bahwa sepertinya orang-orang tidak suka melihat kedekatan Karina dan Zevan. Dan Karina takut jika orang-orang itu menganggap Karina sebagai perempuan genit.
Setelah mendengar penjelasan Karina, Zevan jadi meyakinkan Karina bahwa orang-orang melihat kearah Karina karena Karina adalah murid baru.
"Oh gitu, kirain mereka gak suka sama aku."
"Oh iya, kamu kenapa pindah sekolah?"
"Gak kenapa-napa."
"Ada kasus di sekolah lama ya?"
"Enggak kok. Aku cuma mau hidup mandiri aja."
"Berarti kamu tinggal sendiri disini?"
"Iya."
Trining! Trining!
Karina mengambil ponselnya dan ia melihat ada panggilan telepon dari temannya yang berada di Bandung.
"Hallo, Salwa."
"Karina, kamu gimana kabarnya?"
"Aku baik-baik aja kok."
"Oh iya, aku pingin tanya sesuatu sama kamu."
"Mau tanya apa?"
"Semenjak Tika meninggal, kamu merasa ada kejadian aneh gak?"
"Kejadian apa?"
Salwa menceritakan tentang kejadian aneh yang ia alami setelah kematian Tika. Ia merasa selalu mendengar suara-suara aneh.
Karina terdiam sejenak. "Aku gak merasakan kejadian aneh kok."
"Tapi aku heran sih. Kenapa ya dia sampai bunuh diri segala."
"Entahlah, mungkin dia ada masalah. Makanya dia nekat bunuh diri."
"Bukan gara-gara kamu, kan?"
"Ya enggak lah!"
Salwa bertanya kepada Karina tentang kenapa Karina memutuskan pindah ke sekolah ini. Dan Karina menjelaskan bahwa dirinya pindah karena kedua orang tuanya ingin Karina hidup mandiri.
"Tapi anak-anak kelas pada nuduh kamu loh."
"Kok nuduh aku sih."
"Habisnya kamu tiba-tiba pindah sih."
"Aku kan udah bilang kalau aku pindah karena orang tua aku."
Karena kesal sebab dituduh, akhirnya Karina memilih untuk mengakhiri panggilannya.
"Teman kamu bunuh diri?" tanya Zevan.
"Kamu kok tahu?"
"Kan aku denger. Oh iya, semenjak kamu pindah, ada yang bilang katanya kamu pindah karena kasus itu. Mereka bilang katanya kamu penyebab teman kamu bunuh diri."
"Tapi aku gak percaya sih. Mana mungkin kan kamu ngelakuin itu," sambungnya.
Karina menghela nafasnya. "Aku juga sebenarnya gak tahu kenapa dia melakukan hal itu. Tapi kayaknya hidup dia gak bahagia, makanya dia bunuh diri"
Trining! Trining!
Lagi-lagi Karina melihat ke layar ponselnya. Kali ini yang menelponnya adalah mantan pacarnya.
Karina melihat kearah Zevan. "Zevan, aku boleh minta bantuan gak?"
"Bantuan apa?"
"Ini mantan aku telepon. Tolong bilang kalau kamu pacar aku, soalnya dia terus ngejar-ngejar aku."
"Kenapa gak diblokir aja?"
"Udah berapa kali aku blokir nomer telepon dan juga udah berapa kali aku ganti nomer. Tapi tetap aja dia tahu nomer telepon aku."
"Ya udah sini, biar aku yang angkat teleponannya."
Karina memberikan ponselnya kepada Zevan. Lalu, Zevan menjawab panggilan telepon dari mantan pacar Karina.
Beberapa menit kemudian, Zevan kembali memberikan ponselnya kepada Karina. "Bahasanya kasar banget sih."
"Iya, mantan aku emang suka gitu kalau lagi kesal."
"Btw, makasih udah bantuin aku."
"Iya sama-sama."
"Oh iya, aku boleh minta nomer telepon kamu?"
"Buat apa?"
"Buat chat atau telepon lah."
"Kamu suka sama aku?"
Betapa kagetnya Karina saat mendengar ucapan Zevan. "Enggak kok! kita kan teman, jadi wajar kalau aku minta nomer telepon kamu."
"Oh gitu, biasanya cewek-cewek minta nomer telepon aku karena dia suka."
"Jangan terlalu percaya diri. Aku bukan termasuk cewek-cewek itu."
Zevan mengalihkan pandangannya dan Karina tahu betul bahwa Zevan sangat malu.
"Sorry."
Karina tertawa kecil. "Gak apa-apa kok, santai aja."
...****************...
Sepulang sekolah, Karina langsung memakan obat yang sering ia konsumsi. Ia tidak tahu itu obat apa. Tapi kata orang tuanya, itu adalah obat untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Karina berusaha mengingat kejadian itu. Sebelum kejadian Tika bunuh diri, Karina merasa pernah bertengkar dengannya.
Tapi entahlah, Karina tidak mengingat kejadian itu. Mungkin itu cuma halusinasi Karina saja. Lagipula Karina merasa tidak mempunyai salah kepada Tika.
Ngomong-ngomong soal gosip yang beredar, Karina tidak tahu siapa yang menyebarkan gosip itu. Tapi yang pasti ada teman sekolah Karina yang menyebarkan gosip itu.
Trining! Trining!
Karena Karina tidak tahan sebab mantan pacarnya terus menelponnya, akhirnya ia menjawab panggilan telepon itu.
"Ada apa sih?"
"Kamu sekarang dimana?"
"Di rumah."
"Bohong! Aku tahu kamu udah pindah."
"Kalau tahu kenapa tanya aku?"
"Cepat kasih tahu aku. Sekarang kamu ada dimana?"
"Ril, kita udah putus. Jadi kamu jangan ganggu aku lagi."
Aril menegaskan bahwa dirinya dan Karina masih pacaran. Karena katanya kalau putus itu harus sepakat antara kedua belah pihak.
Karina mengatakan bahwa dirinya sangat membenci Aril, sebab Aril selalu selingkuh dengan wanita lain.
"Maafin aku."
"Pokoknya mulai sekarang, kamu jangan telepon atau chat aku lagi."
Ucapan tadi mengakhiri pembicaraan Karina dan mantan pacarnya.
Karina membuka chat waktu itu. Sebenarnya Karina tidak ingat jelas saat ia mengirim chatnya. Tapi yang jelas, Karina mengirim foto-foto mantan pacarnya bersama cewek lain.
Ia juga heran, padahal dia yang mengirim pesan tersebut kepada Aril. Namun ia tidak tahu darimana dia bisa mendapatkan foto itu.
Tingtong! Tingtong!
Karina tersentak saat mendengar bel rumah yang berbunyi. Bagaimana tidak, ia tidak mengenal siapapun disini. Namun sekarang ia kedatangan tamu.
Takut.
Itulah yang dirasakan Karina saat ini. Ia tidak tahu siapa orang yang menekan bel rumahnya. Yang ia lihat dari jendela adalah seorang lelaki.
Tingtong! Tingtong!
Lelaki itu terus menekan bel rumah. Hingga membuat jantung Karina semakin berdegup kencang.
"Mbak Karina! ini ada paket!" teriak lelaki itu.
Ada perasaan lega saat lelaki itu berteriak seperti itu. Lalu, Karina buru-buru pergi keluar untuk menemuinya.
"Paket dari siapa ya?"
"Dari Bu Ana."
"Terimakasih ya, Pak," ujar Karina sambil mengambil paket tersebut. Setelah itu, Karina buru-buru masuk kedalam rumah.
Saat paket itu dibuka, ternyata isinya obat. Karina jadi heran, mengapa mamahnya selalu memberikan obat ini kepada Karina.
Sekilas yang Karina ingat saat itu adalah ia merasa depresi akibat suatu kejadian dan mamah malah memberikan obat ini kepada Karina.
Tapi Karina tidak ingat kenapa dulu ia sangat depresi. Atau mungkin Karina depresi karena ia mengetahui bahwa Aril selingkuh darinya.
Mulai detik ini, Karina akan mencoba untuk tidak memakan obat ini lagi. Ia jadi yakin bahwa obat ini bukanlah vitamin, melainkan obat yang bisa menyebabkan kehilangan memori atau ingatan.
Ting!
Karina melihat ponselnya dan ternyata ia dimasukkan kedalam grup kelas oleh Zevan.
Senyuman terukir diwajah Karina. Ia senang ternyata ada satu orang yang menganggapnya sebagai teman.
Ia berpikir, apa kini saatnya untuk menjelaskan kepada teman-temannya bahwa dirinya tidak bersalah.
Tetapi kalau dijelaskan sekarang, takutnya mereka semakin tambah curiga kepada Karina, masa iya Karina langsung menjelaskan bahwa gosip itu tidak benar, padahal anak-anak kelas juga tidak ada yang bertanya.
Suara jarum jam terus berdetak, begitupun dengan jantung Karina. Suhu udara terasa dingin, ditambah dengan suara-suara aneh yang sering Karina dengar.
Tap
Tap
Karina mendengar suara itu lagi. Suaranya terdengar jelas ditelinga Karina. Ia tidak berani membuka kedua matanya, sebab ia terlalu takut.
Deru nafas terdengar sangat dekat, hingga membuat bulu kuduk Karina berdiri. Rasanya tubuh Karina sangat kaku untuk digerakkan.
Saat membuka kedua matanya, tiba-tiba ada sesosok perempuan berambut panjang dan wajahnya dipenuhi darah.
Karina ingin berteriak, namun mulutnya sulit bergerak. Dalam hati ia terus berdoa dan meminta agar hantu itu pergi dari hadapannya.
Krining! Krining!
Suara alarm membangunkan Karina. Ia terus menarik dan menghembuskan nafasnya agar ia merasa tenang.
Mimpi tadi seperti nyata untuk Karina. Tetapi kalau dipikir-pikir itu tidak nyata, sebab di mimpi itu Karina masih berada di rumah yang berada di Bandung.
...****************...
Pukul 06.30 WIB
Karena belum sarapan, akhirnya Karina memutuskan untuk membeli makanan di kantin. Alasan ia tidak memasak karena ia takut dan masih terbayang-bayang wajah hantu dalam mimpinya.
Setelah selesai membeli makanan, ia kembali menuju kelasnya. Pada saat di kelas, orang-orang kembali menatap Karina dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Entah apa yang mereka lihat, tapi sepertinya Karina sadar bahwa orang-orang melihatnya karena mereka mengira bahwa Karina yang telah menyebabkan Tika bunuh diri.
Ketika Karina hendak duduk, ia melihat bunga berwarna putih. Ia tidak tahu nama bunga itu, tapi yang jelas bunganya sangat indah.
"Bunga dari siapa?" tanya Zevan sambil meletakkan tas nya.
"Aku gak tahu."
"Tunggu deh. Itu bukannya bunga buat orang yang meninggal ya?"
Spontan Karina menjatuhkan bunga itu. "Bunga buat orang yang meninggal?"
"Iya. Kalau gak salah namanya bunga Krisan."
"Kira-kira siapa yang kasih bunga ini ya?"
"Mungkin orang yang iseng kali."
Karina sedikit takut, karena katanya bunga ini untuk orag yang meninggal. Ia takut jika Tika membalas dendam dengan Karina, karena katanya waktu itu Karina dan Tika sempat bertengkar.
Namun Karina sama sekali tidak mengingat kejadian pertengkarannya bersama Tika.
Ting!
Terdapat satu pesan masuk, lalu Karina buru-buru membuka pesan tersebut. Pesan tersebut dari nomer telepon yang tidak dikenal dan juga pesan itu berupa video Karina dan Tika. Namun, video tersebut tidak memiliki suara sama sekali, jadi Karina tidak tahu apa isi percakapannya.
Mata Karina memandang ke segala arah, ia yakin bahwa salah satu orang yang berada di kelas lah yang mengirim video ini. Tapi tentu saja video tersebut asal mulanya dari murid SMA yang di Bandung.
"Zevan."
Zevan menengok kebelakang. "Ada apa?"
"Kamu tahu rumor aku dari siapa?"
"Aku udah bilang, kalau aku denger dari anak-anak kelas."
Karina bertanya kepada Zevan tentang siapa yang nyebarin rumor pertama kali, tetapi Zevan sama sekali tidak tahu siapa orangnya.
"Pasti yang nyebarin salah satu anak kelas ya?"
"Gak tahu. Tapi belum tentu juga anak kelas yang pertama kali nyebarin."
Karina sangat bingung dengan situasi ini. Ia jadi berpikir, apakah memang Karina penyebabnya?
"Udah santai aja, jangan dipikirin. Lagian rumor itu gak benar, kan?"
"Iya, rumornya emang gak benar."
...****************...
Pada saat istirahat di kantin, Karina merasa tidak nyaman. Orang-orang terus melihat kearah Karina dengan tatapan yang sangat sulit diartikan.
"Zevan, aku duduk disebelah sana ya."
"Kenapa mau duduk disana?"
"Soalnya aku gak nyaman kalau duduk sama kamu, apalagi sekarang orang-orang lihat kearah kita."
"Santai aja. Wajar aja mereka lihat kearah kamu, karena kamu kan murid baru."
"Bukannya mereka lihat kearah aku karena rumor itu?"
"Enggak kok. Lagian bukannya rumor itu gak bener, kan?"
"Iya, rumornya emang gak bener. Tapi tetap aja aku jadi risih kalau dilihatin terus-menerus."
"Udah jangan dihiraukan."
Beberapa menit kemudian, Karina mendapatkan pesan dari nomer yang tadi mengirimkan video. Kali ini orang itu mengirimkan foto rumah yang ditempati Karina dan orang itu menuliskan pesan bahwa sekarang dia sedang berada didepan rumah Karina.
Seketika jantung Karina berdebar kencang, ia sangat takut jika orang itu sampai masuk kedalam rumah. Tetapi kalau dipikir-pikir, tidak mungkin juga dia masuk, sebab pasti ada saja satpam yang berkeliaran disekitar perumahan.
"Kenapa sih? kok kayak panik gitu," ujar Zevan.
"Zevan, aku boleh minta tolong gak?"
"Minta tolong apa?"
"Kamu bisa gak antar aku sampai ke rumah?"
"Bukannya kamu bawa kendaraan ya?"
"Iya sih, cuma aku agak takut."
"Takut kenapa?"
Karina menunjukkan foto yang dikirim oleh orang itu kepada Zevan. "Soalnya ada orang yang memantau rumah aku."
"Mantan kamu ya?"
"Kayaknya sih bukan, soalnya dia sama sekali gak tahu rumah aku yang sekarang."
"Karina ya?" tanya seseorang.
"Iya."
"Tadi kamu disuruh ke ruang guru."
"Ada apa ya?"
"Aku gak tahu. Tapi lebih baik kesana aja dulu," ujar orang itu, lalu ia segera pergi.
"Zevan, aku pergi dulu ya," ujar Karina, lalu ia pergi menuju ruang guru.
Ketika dipertengahan jalan, tiba-tiba seseorang menarik tangan Karina dan orang itu membawa Karina ke suatu tempat.
"Kamu-"
"Aku kan udah bilang, kamu jangan dekat-dekat dengan Zevan," ujar seorang perempuan yang waktu kemarin bertemu dengan Karina.
"Emangnya kenapa sih? lagipula Zevan baik kok sama aku."
Orang itu terus menyuruh agar Karina tidak mendekati Zevan.
Perempuan itu terdiam sejenak. "Karena dia udah bikin seseorang bunuh diri."
Karina terdiam sejenak karena mendengar ucapan perempuan itu. "Kamu gak bohong, kan?"
"Enggak. Buktinya saat kamu sama Zevan, orang-orang lihat kearah kamu, kan?"
Memang sih saat Karina pindah, orang-orang terus memperhatikannya. Tetapi Karina tidak percaya kalau Zevan sudah membuat orang lain bunuh diri.
"Aku kira mereka lihat kearah aku karena rumor tentang aku."
"Rumor tentang apa?"
"Rumor yang sama seperti Zevan."
"Jadi kamu pindah kesini karena rumor itu?"
"Bukan! aku pindah kesini karena orang tua pingin aku mandiri."
Krining! Krining!
"Udah bel. Kalau gitu aku ke kelas dulu ya"
"Iya."
Kemudian, Karina buru-buru pergi menuju kelasnya.
Sesampainya di kelas, ia duduk di kursinya sambil melihat kearah Zevan yang sedang memainkan ponselnya.
Ketika Zevan menengok kebelakang, spontan Karina mengalihkan pandangannya.
"Karina." panggil Zevan.
Karina kembali melihat kearah Zevan. "Iya, ada apa?"
"Jadi gak?"
"Maksudnya?"
"Tadi kamu minta tolong supaya aku antar kamu ke rumah."
"Hmm...gak jadi deh. Nanti aku minta tolong aja ke satpam yang suka jaga."
Tiba-tiba Zevan tersenyum kearah Karina dan itu membuat Karina sedikit takut dengannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!