NovelToon NovelToon

Jodoh Pengganti Presdir

Episode 1.

Di sudut sebuah kafe yang tidak terlalu ramai, terlihat dua orang anak manusia sedang berdebat, mengabaikan beberapa pengunjung yang memperhatikan mereka karena sedikit terganggu dengan nada tinggi si pria.

"Kau tahu kan pernikahan kita akan diadakan sebulan lagi, semua orang sudah mengetahuinya dan sekarang kau ingin membatalkannya begitu saja? Kau ini sudah tidak waras, ya?" sungut pria tampan tapi arogan bernama Alden Richard Mahendra.

"Terserah kau mau menganggap aku apa, tapi sungguh aku tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan kita," sahut wanita cantik nan seksi bernama Raline Adiwiyata.

"Iya, tapi kenapa? Apa salahku?"

"Kau tidak salah apa-apa, aku yang salah," jawab Raline.

Alden mengernyit heran, "Apa maksudmu? Memangnya apa yang kau lakukan?"

"Aku mencintai orang lain," jawab Raline tegas tanpa keraguan.

Bagai tersambar petir rasanya saat Alden mendengar pengakuan kekasih yang sudah dia pacari selama dua tahun ini. Dia tak menyangka hari ini hatinya akan dipatahkan oleh wanita yang begitu dia cintai.

"Siapa pria itu?" tanya Alden dengan tangan terkepal kuat menahan geram.

"Kau tidak perlu tahu."

"Aku tanya siapa pria itu?" bentak Alden mengulang pertanyaannya, mereka kembali menjadi perhatian pengunjung kafe yang lain.

Raline tak menjawab, dia hanya tertunduk menahan air mata yang sedari tadi hendak jatuh.

"Raline, kau tahu betapa aku sangat mencintaimu selama ini, kau satu-satunya wanita yang selalu aku harapkan untuk menemani sisa hidupku. Tapi hari ini kau hancurkan hatiku, kau menyakiti aku dengan keputusan dan pengakuan mu itu," ujar Alden, nada suaranya melemah namun terdengar lirih dan pilu.

"Aku minta maaf," ucap Raline dengan suara bergetar, dia buru-buru mengusap sudut matanya yang mulai basah.

"Andai kata maaf itu bisa menghentikan rasa sakit ini, tapi kenyataannya tidak. Aku tidak bisa memaafkan mu," geram Alden.

Raline mengangkat kepalanya dan menatap Alden dengan mata berkaca-kaca, "Kau pasti akan memaafkan aku suatu saat nanti."

Alden tertawa sinis, "Kau telah membuat aku terluka dan sesakit ini, kenapa kau yakin sekali aku akan memaafkan mu?"

Raline tak menjawab, dia lalu melepaskan cincin berlian pemberian Alden dan meletakkannya di atas meja.

"Ini, aku kembalikan cincin yang kau berikan. Aku harap setelah ini kau menemukan wanita yang lebih baik dan hidup bahagia." Raline kemudian bangkit dan bergegas pergi meninggalkan Alden yang masih terpaku menatap cincin itu dengan nanar.

Saking syok nya, Alden bahkan sampai tak bisa berkata-kata lagi.

Saat di luar kafe, Raline menangis sejadi-jadinya, dia menumpahkan kesedihan dan rasa sakit yang sedari tadi tahan di hadapan pria yang begitu dia cintai.

"Maafkan aku, Alden. Aku terpaksa melakukan semua ini," ucap Raline lirih.

Tak lama kemudian seorang pria muda bernama Raka keluar dari mobil dan menghampiri Raline.

"Sudah?" tanya Raka.

Raline mengangguk sambil mengusap air matanya.

"Kalau begitu mari aku antar pulang."

Raline dan Raka pun masuk ke dalam mobil lalu meninggalkan kafe tersebut.

Sementara di dalam kafe, Alden masih bergeming, hatinya sakit dan impiannya hancur berkeping-keping. Dia sudah berangan-angan untuk menikahi Raline dan hidup bahagia bersama kekasihnya itu, tapi kini semua tinggal khayalan belaka. Apa yang akan dia katakan pada orang-orang yang sudah mengetahui rencana pernikahannya, dia bahkan sudah membooking tempat dan menyiapkan segalanya untuk hari bahagia mereka nanti, namun Raline seolah tak peduli dengan semua itu.

Alden mengusap wajahnya dengan kasar lalu mengembuskan napas berat.

"Kau akan menyesali keputusanmu ini." Alden beranjak lalu pergi meninggalkan kafe beserta cincin berlian itu.

Beberapa saat kemudian, seorang wanita cantik dan sederhana bernama Hanna Syafarani melenggang masuk ke dalam kafe, pelanggan lain memandanginya dengan kebingungan, membuat Hanna terheran-heran.

"Kenapa mereka lihatin aku begitu?"

Berusaha mengabaikan tatapan aneh orang-orang itu, Hanna pun duduk di tempat Alden dan Raline duduk tadi, dia terkesiap saat melihat ada sebuah cincin berlian tergeletak begitu saja di atas meja.

"Cantik banget! Cincin siapa ini?" Hanna celingukan kesana-kemari.

Merasa tak ada pemiliknya, dia pun lantas memakai cincin berlian itu di jari manisnya.

"Bagus juga!" ujar Hanna sembari tersenyum memperhatikan cincin indah yang melingkar di jari manisnya.

"Mau pesan apa, Mbak?" Seorang waiters tiba-tiba datang dan mengagetkan Hanna, dia langsung menyembunyikan tangannya dan berbalik menatap si waiters.

Namun si waiters justru tampak heran memandangi Hanna dari atas sampai bawah.

"Hem, saya bukan mau pesan, saya mau interview kerja."

"Interview kerja?"

Hanna mengangguk, "Iya, kemarin saya dipanggil dan disuruh datang untuk interview oleh Pak Johan."

"Oh, kalau begitu silakan masuk ke ruangan yang di sudut sana!" Si waiters menunjuk pintu yang bertuliskan manajer room.

"Baiklah, terima kasih, Mbak." Hanna lalu beranjak dan mengikuti perintah waiters tersebut, sementara si waiters masih terbengong-bengong memandangnya.

"Bukannya dia yang tadi? Tapi, kok ...."

Waiters itu menggeleng-gelengkan kepalanya, "Ah, sudahlah!"

Dia lalu mengangkat gelas kotor bekas Alden dan Raline tadi. Untung saja Hanna yang lebih dulu datang sebelum si waiters menemukan cincin itu.

***

Alden sedang duduk di kursi kebesarannya, wajahnya tampak murung dan sedih. Dia masih melamun memikirkan keputusan dan pengakuan Raline yang begitu menyakitinya.

Seseorang mengetuk pintu ruangannya, dan seketika membuyarkan lamunan Alden.

"Masuk!"

Pintu terbuka, seorang pria kurus berkaca mata melangkah masuk sambil membawa map berisi berkas, dialah Jojo, sekretaris Alden.

"Pak, lima menit lagi kita ada rapat dengan para pemegang saham," ujar Jojo mengingatkan.

Alden menghela napas lalu mengangguk, walaupun dia sedang berduka namun dia harus tetap profesional menjalankan perannya sebagai Presdir di perusahaan yang sudah susah payah mendiang ayahnya bangun. Sebagai anak laki-laki tentu ini menjadi tanggung jawabnya, dia tak boleh membuat perjuangan sang ayah sia-sia.

Alden menegakkan badannya dan menatap Jojo yang berdiri tepat di hadapannya.

"Jo, setelah pulang kerja nanti, tolong batalkan booking tempat pernikahan ku beserta WO nya!" pinta Alden.

Jojo tercengang, "Dibatalkan, Pak?"

"Iya, apa ucapan ku kurang jelas?" tanya Alden dingin.

Jojo tertunduk takut, "Baiklah, Pak. Saya akan laksanakan perintah anda."

"Kalau begitu kita ke ruang rapat sekarang!" pinta Alden, dia beranjak dari duduknya dan melangkah mantap menuju pintu. Jojo pun membuntutinya meskipun masih kebingungan dengan keputusan sang atasan.

Semua karyawan yang berpapasan dengan Alden menunduk memberi hormat, meskipun masih muda dan sedikit arogan, tapi dia sangat disegani oleh bawahannya.

Iya, Alden masih berumur dua puluh tujuh tahun tapi track record nya di dunia bisnis sudah tidak diragukan lagi. Sejak sang ayah meninggal dunia dua tahun yang lalu karena kecelakaan, Alden lah yang meneruskan bisnis ini dan semakin hari perusahaannya semakin berkembang pesat. Alden juga beberapa kali muncul di majalah bisnis sebagai pengusaha muda yang berbakat.

***

Episode 2.

Alden tengah terduduk lemas sambil memegangi kepalanya yang berdenyut memikirkan rumor yang sedang beredar tentang dirinya. Gosip dirinya dicampakkan oleh Raline langsung tersebar di jagat maya, setelah dua Minggu yang lalu dia membatalkan wedding organizer dan booking tempat yang tadinya akan digunakan untuk resepsi pernikahan mereka. Dia juga sudah membatalkan undangan pada pihak percetakan.

Dampaknya, dia menjadi buah bibir para pebisnis lain yang selama ini merasa iri dan tersaingi dengan kehebatan dirinya dalam berbisnis dan juga tentu menjadi bahan gosip para karyawannya di kantor.

"Pak, jadi sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya Jojo.

"Datangi WO, percetakan dan pemilik gedung yang kemarin! Tanya siapa yang menyebarkan rumor ini, kalau mereka tidak mau mengaku, tuntut mereka sekalian!" pinta Alden.

Jojo mengangguk, "Baik, Pak."

"Lalu hapus artikel sialan itu!" sambung Alden kesal.

"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu."

"Hem."

Jojo segera beranjak dan pergi untuk melakukan apa yang Alden perintahkan padanya.

Alden meremas kuat rambutnya demi menahan geram, "Ini semua gara-gara kau, Raline. Kau membuat aku seperti pecundang yang dicampakkan."

Sorenya, Alden pun keluar dari gedung kantor Miss Queen Beauty dan melesat pergi dengan kecepatan tinggi. Dia ingin cepat tiba di rumah dan segera mandi untuk menyegarkan tubuh serta hati dan pikirannya yang sedari tadi terasa panas. Namun sial, saat di perempatan, Hanna yang mengendarai sepeda motor tiba-tiba muncul dan hendak menyeberang. Karena kaget Alden pun refleks mengerem namun karena jarak mereka sudah terlalu dekat, dia akhirnya menabrak motor Hanna, membuat gadis itu jatuh ke aspal. Untung saja Hanna memakai helm, jadi kepalanya bisa terlindungi.

"Aduh, sakit sekali," keluh Hanna.

Alden mendadak panik, dia sontak keluar dari mobil lalu merunduk dan memperhatikan body mobil mewahnya yang lecet, dia langsung berdiri sambil berkacak pinggang dengan angkuh dan menatap tajam Hanna yang masih terduduk di aspal sembari memeriksa luka di sikunya.

"Mobilku lecet, kau harus ganti rugi!"

Hanna terkesiap, dia lantas membuka helmnya dan mengangkat kepala menatap Alden, "Apa kau bilang?"

Mata Alden langsung membulat sempurna saat melihat wajah Hanna, jantungnya seketika berdebar kencang seolah ingin copot dari tempatnya.

"Raline?" gumam Alden pelan.

Alden terpaku menatap wajah Hanna, wajah yang dia benci sekaligus rindukan beberapa hari ini.

"Kan kau yang menabrak aku, kenapa aku yang harus ganti rugi?" protes Hanna tak terima.

Alden tersentak dan mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Hanna, cara bicaranya tidak seperti Raline yang lemah lembut serta manja, Hanna justru terkesan galak dan kasar. Dia penasaran, sebenarnya siapa wanita di depannya ini? Kenapa wajahnya mirip sekali dengan sang mantan kekasih?

"Woi! Kau dengar tidak?" teriak Hanna.

Walaupun syok, namun Alden berusaha mengendalikan diri agar terlihat biasa saja.

"Pokoknya aku tidak mau tahu, kau harus ganti rugi! Gara-gara motor butut mu itu, mobil mewah ku jadi lecet."

"Hee! Seharusnya aku yang minta biaya perobatan padamu! Lihat, tanganku sampai terluka seperti ini, kau yang harus tanggung jawab," sungut Hanna sembari menunjuk luka di tangannya.

"Kalau kau tidak menyeberang sembarangan, aku tidak mungkin menabrak mu. Jadi ini jelas salahmu!" sahut Alden.

"Tapi kalau kau tidak menyetir mobil dengan ugal-ugalan, kau pasti bisa menghindari aku," balas Hanna tak mau kalah.

"Sudah jangan banyak bicara! Sekarang cepat ganti rugi, atau aku akan lapor polisi!" ancam Alden.

Hanna tercengang dan mendadak takut, sejak kecil dia trauma pada polisi, karena dia memiliki memori buruk dengan aparat penegak hukum itu.

"Hem, kita bisa selesaikan secara kekeluargaan, tidak perlu bawa-bawa polisi segala," ujar Hanna.

Alden mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa? Takut?"

"Bukan begitu, aku hanya tidak suka berurusan dengan polisi. Itu saja," sanggah Hanna.

"Kalau begitu cepat ganti rugi!" desak Alden.

Hanna terdiam, memang tak ada menangnya jika bermasalah dengan orang kaya. Hanna pun jadi bingung, dia tidak punya simpanan dan belum gajian karena baru beberapa hari bekerja. Ibunya juga pasti tidak punya uang. Dari mana dia harus mendapatkan uang untuk ganti rugi.

Tapi tiba-tiba dia teringat sesuatu yang dia simpan di rumah.

"Baiklah, aku akan ganti rugi. Tapi tidak dengan uang."

"Lalu dengan apa? Daun?" ejek Alden sinis.

"Cincin berlian," jawab Hanna.

Tawa Alden sontak pecah, dia merasa geli dan tak percaya jika wanita sederhana di hadapannya ini memiliki cincin berlian.

"Kenapa kau tertawa? Kau pikir aku sedang bercanda?"

"Cincin berlian imitasi? Kau jangan mengada-ada!" ledek Alden disela-sela tawanya.

Wajah Hanna cemberut, dia kesal Alden mengejeknya seperti itu.

Dengan susah payah Hanna bangkit dan berusaha menegakkan sepeda motornya yang juga ikut terjatuh tadi. Dia berencana untuk pergi dari sana.

"Kalau kau tidak percaya, aku pergi saja!" rajuk Hanna.

Alden sontak menarik lengan Hanna, "Eh, enak saja kau mau kabur!"

Hanna menepis kasar tangan Alden, "Lepaskan tanganku!"

Alden pun melepaskan lengan Hanna dan mengangkat kedua tangannya.

"Kalau kau mau aku ganti rugi, ikut aku! Tapi kalau tidak mau, ya sudah biarkan aku pergi."

Alden memikirkan sejenak tawaran Hanna itu lalu mengangguk, "Baiklah, aku ikut! Awas kalau kau mempermainkan aku!"

Hanna tak menjawab, setelah memeriksa sepeda motornya dan memastikan tidak ada masalah, dia pun segera meninggalkan tempat itu diikuti oleh Alden yang mengendarai mobilnya.

Beberapa menit kemudian, mereka tiba di sebuah pemukiman padat penduduk, rumah-rumah sederhana warga berjejer dan orang-orang keheranan melihat kedatangan Alden. Jalanan yang masih tanah serta sedikit berlumpur karena habis hujan membuat mobil Alden kotor, berulang kali pria arogan itu mengumpat kesal.

Akhirnya mereka tiba di rumah petak semi permanen dan terlihat usang, Hanna turun dari motornya dan berlari masuk ke dalam rumah, sedangkan Alden masih bertahan di dalam mobilnya, dia tidak mau turun sebab risi pada tetangga Hanna yang berkerumun memandanginya dari kejauhan.

Tak berapa lama Hanna keluar lagi dan langsung mengetuk pintu mobil Alden.

Alden pun membuka kaca jendela mobilnya.

"Ini cincinnya." Hanna memberikan cincin berlian yang dia temukan di kafe waktu itu.

Sekali lagi Alden terkejut saat melihat cincin yang seharusnya dipakai oleh Raline kini ada di tangan Hanna.

"Ayo, ambil! Kenapa bengong?"

"Dari mana kau dapatkan cincin ini?" tanya Alden.

"Kau tidak perlu tahu! Sudah, kau mau atau tidak?"

Alden terdiam memandangi cincin itu, seketika dia teringat Raline, membuat hatinya merasa sedih dan pilu.

"Aku tidak mau cincin itu! Buang saja!" tolak Alden.

Hanna mengernyit heran, "Kenapa?"

Alden yang mendadak emosi tak menjawab pertanyaan Hanna, tanpa permisi dia memutar mobilnya dan berlalu pergi begitu saja.

Hanna tercengang melihat tingkah Alden itu.

"Dasar manusia aneh! Tadi dia bersikeras meminta ganti rugi, tapi sekarang dia malah pergi gitu aja," gerutu Hanna sambil memandangi mobil Alden yang menjauh.

"Siapa, Han? Pacarmu?" Seorang wanita muda bernama Tara tiba-tiba bertanya.

Hanna yang terkejut langsung berbalik, "Eh, bukan! Aku juga tidak kenal."

"Jadi ngapain dia ke sini?"

"Mau tahu saja!" Hanna bergegas masuk ke dalam rumah.

Wajah Tara berubah masam dan dia mencibir Hanna.

***

Episode 3.

Di dalam mobil, Alden terus terbayang wajah Hanna dan cincin berlian yang ada pada wanita itu.

"Ini tidak mungkin hanya kebetulan, wajahnya dan cincin itu, kenapa sama persis?"

Alden tak habis pikir, bagaimana mungkin ada dua orang asing yang begitu mirip meskipun kepribadiannya sedikit berbeda.

"Apa jangan-jangan mereka kembar? Tapi setahuku Raline adalah anak semata wayang, dia satu-satunya putri keluarga Adiwiyata." Alden mulai menebak-nebak.

Kepala Alden mulai pusing memikirkan hal ini, dan yang lebih membuatnya bingung lagi, bagaimana bisa cincin berlian yang ada pada Hanna sama persis seperti cincin yang seharusnya Raline kenakan? Ada apa semua ini?

"Aku harus cari tahu," gumam Alden, dia lantas mengirim pesan ke Jojo agar segera datang ke rumahnya.

Alden melempar ponselnya ke jok sebelah setelah selesai mengirimkan pesan pada asistennya itu, lalu semakin menambah kecepatan mobilnya.

Dua puluh menit kemudian, Alden tiba di kediaman mewahnya, Jojo sudah lebih dulu sampai dan menunggunya di depan rumah.

"Selamat sore, Pak." Jojo menyapa Alden sembari menunduk hormat saat melihat atasannya turun dari mobil.

"Selamat sore. Kau ikut aku!" pinta Alden seraya berjalan melewati Jojo, pria berkaca mata itu pun bergegas membuntuti sang atasan.

Alden mengajak Jojo ke ruang kerjanya, dia melepaskan jas dan juga dasi yang dia pakai agar sedikit lega.

"Ada apa anda memanggil saya, Pak?" tanya Jojo yang berdiri di hadapan Alden, dia tahu pasti ada sesuatu yang tidak beres kalau sampai atasannya itu memanggil dirinya di luar jam kerja.

"Duduklah, ada yang ingin aku tanyakan sebelum aku menyuruhmu melakukan sesuatu."

Jojo pun segera duduk.

"Jo, menurut mu apa ada orang yang tidak memiliki hubungan darah tapi wajahnya sama persis?" tanya Alden kemudian.

"Maksud anda kembar, Pak?" Jojo memastikan.

"Iya, bisa dibilang begitu! Tapi mereka bukan saudara."

"Ada, sih, Pak. Saya pernah melihat berita, ada beberapa orang yang mirip sekali seperti kembar identik tapi tidak memiliki hubungan darah sama sekali," jawab Jojo lugas.

"Jadi ada, ya?"

Jojo mengangguk, "Iya, Pak."

Alden tampak berpikir, dia kembali terbayang wajah Hanna yang begitu mirip dengan Raline. Apakah mereka cuma kebetulan mirip?

"Maaf, kalau boleh tahu, kenapa anda tiba-tiba bertanya seperti itu, Pak?"

"Tadi aku bertemu dengan seorang wanita, wajahnya mirip sekali dengan Raline," beber Alden.

Jojo terkesiap, "Anda serius, Pak?"

"Iya, tapi sikap dan perangainya berbeda. Dia sedikit kasar dan galak, tidak lembut seperti Raline." Alden mengenang mantan kekasihnya itu.

"Apa mungkin dia kembarannya Nona Raline?"

"Aku juga berpikir begitu, tapi setahuku Raline itu anak semata wayang, dia tidak punya saudara," balas Alden.

"Mungkin saja mereka terpisah sejak kecil seperti di sinetron-sinetron itu, Pak."

"Dasar kau ini korban sinetron!" gerutu Alden.

Jojo hanya meringis malu sambil menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal.

"Tapi aku ingin kau tetap menyelidiki semua ini, cari tahu kebenarannya. Nanti aku beri tahu alamat wanita yang mirip dengan Raline itu," pinta Alden.

Jojo mengangguk patuh, "Baik, Pak."

"Aku sungguh penasaran siapa dia sebenarnya?"

"Hem, memangnya tadi anda bertemu dia di mana?"

"Tadi saat di jalan, kami terlibat kecelakaan dan mobilku sampai lecet. Aku minta ganti rugi tapi dia malah mengajak aku ke rumahnya dan memberikan sebuah cincin. Dan kau tahu, cincin itu sama persis seperti cincin yang aku berikan ke Raline," terang Alden antusias.

Jojo mengernyit heran, "Loh, kok bisa? Kenapa kebetulan sekali?"

Alden mengangkat kedua bahunya, "Entahlah, Jo! Aku juga tidak mengerti dengan semua ini, siapa wanita itu dan kenapa dia bisa memiliki cincin tersebut? Karena kalau dilihat dari tempat tinggalnya, mustahil sekali dia bisa membeli cincin semahal itu."

"Mungkin cincin itu palsu, Pak."

Alden menggeleng, "Cincin itu asli, aku bisa melihatnya."

"Lalu apa dia sudah mengganti rugi mobil anda yang lecet, Pak?"

Alden kembali menggeleng, "Belum, aku langsung pergi saat melihat cincin itu. Aku masih sakit hati dan kesal karena mendadak teringat pada Raline."

"Mereka mirip banget, ya, Pak?" Jojo memastikan.

"Iya, Jojo! Wajah wanita itu dan Raline bagaikan pinang dibelah dua, cuma penampilan serta sikapnya saja yang berbeda."

Tiba-tiba sebuah ide gila muncul di kepala Jojo, dia tersenyum penuh arti.

"Pak, saya ada ide."

"Ide apa?"

"Bagaimana kalau anda meminta wanita itu untuk menikah dengan anda menggantikan Nona Raline?"

Alden terkesiap, "Kau ini sudah gila, ya? Ide mu tidak masuk akal! Mana mungkin kami menikah!"

"Kenapa tidak, Pak?"

"Jo, aku tidak mengenal dia seperti apa, mungkin saja dia sudah menikah. Dia juga pasti tidak akan mau!"

"Kita coba dulu, Pak. Saya akan cari tahu tentang dia."

Alden terdiam, dia masih merasa ragu.

"Pak, di luar sana anda sedang menjadi buah bibir para saingan bisnis dan karyawan anda, karena rencana pernikahan anda yang batal dengan Nona Raline. Jadi ini kesempatan anda untuk menghilangkan gosip tersebut. Anda cukup mengadakan pernikahan sederhana di tempat tersembunyi dan menyebar foto-fotonya ke media tanpa statement apa pun. Mereka akan berpikir jika anda benar-benar menikah dengan Nona Raline," usul Jojo yang paham Alden masih ragu.

Alden bergeming mencerna ide bawahannya itu.

"Mereka pasti mengira anda membatalkan booking tempat dan WO yang waktu itu karena anda ingin mengadakan pernikahan yang tertutup di tempat lain," lanjut Jojo menyampaikan gagasannya.

"Tapi bagaimana jika Raline dan keluarganya membantah berita itu? Semua akan terbongkar, Jo."

"Anda tenang saja, apa pun yang mereka katakan nanti, anda tidak perlu menanggapinya ataupun klarifikasi. Biar mereka menebak-nebak sendiri kebenarannya. Ini juga akan menjadi peluang untuk anda agar semakin terkenal lagi dikalangan pebisnis lain, karena pasti banyak yang membahas tentang anda."

"Berarti itu sama saja aku sedang mencari sensasi."

"Sekali-kali sepertinya tidak jadi masalah, Pak. Ini demi nama baik dan karir anda juga," ujar Jojo.

"Kau yakin ini tidak akan jadi masalah?"

Jojo mengangguk dengan mantap, "Saya yakin, Pak."

"Baiklah, aku akan ikuti saran mu ini. Tapi kalau sampai terjadi masalah dan nama baikku semakin rusak, kau harus tanggung jawab!"

"Siap, Pak!"

Alden mengembuskan napas, sejujurnya dia sedikit ragu dengan usul Jojo itu, dia takut ini malah menimbulkan masalah baru. Namun dia tak ada pilihan lagi, dia harus membersihkan nama baik dan memperbaiki pamornya yang rusak karena penolakan menyakitkan dari sang mantan kekasih.

***

Hai, BESTie ....

Novel ini sedang mengikuti lomba, jadi aku akan update setelah mendapat persetujuan dari editor.

Mohon dukungannya, ya. Mudah-mudahan tidak di suruh revisi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!