"A-apa? Di jodohkan, Pa?" Tanya Alisa dengan kedua mata yang membulat, dia terkejut bukan main.
Hari ini dia mendapat kejutan yang sangat membuat nya terkejut berkali-kali, mulai dari dirinya yang harus pindah sekolah, padahal ini sudah semester akhir.
Lalu apa yang papa nya katakan, di jodohkan? Ide gila macam apa itu. Dia masih duduk di bangku sekolah, tepatnya kelas 3 SMA.
"Ya, kamu papa jodohkan sama anak teman Papa." Jawab Rafi, papa Alisa. Sedangkan Alina, nampak biasa-biasa saja tak terkejut sama sekali dengan ucapan sang suami yang ingin menjodohkan putri nya.
"Pa, tapi Lisa masih sekolah lho."
"Anak teman Papa juga masih sekolah, dia juga masih kelas 3 SMA." Jawab Rafi santai, sebelumnya dia sudah mengantongi informasi tentang pemuda yang dia jodohkan dengan putri semata wayangnya.
"Pa, ini terlalu terburu-buru. Lisa mau nikah sama laki-laki pilihan Lisa, aku gak mau di jodohin, apalagi aku gak tahu laki-laki macam apa yang Papa jodohkan sama aku, kalau dia psikopat gimana Pa?" Cetus Lisa, membayangkan nya saja membuat bulu kuduk Lisa meremang.
"Papa tahu gimana anaknya, Minggu depan kita di undang makan malam ke rumah Om Raksa."
"Om Raksa siapa sih Pa?" Tanya Alisa malas.
"Calon mertua kamu, sayang."
"Pa, plis Lisa gak mau di jodohin." Bujuk Lisa, membuat Rafi mendengus.
"Keputusan Papi sudah bulat, sayang. Lagipun kalau kamu punya suami, ada yang jagain kamu, salah sendiri kamu jadi anak kok gak bisa di atur."
"Lisa janji deh bakal jadi anak penurut, asal batalin perjodohan ini ya Pa? Plis." Pinta Lisa, namun sepertinya keputusan Rafi sudah bulat dan tak bisa di ganggu gugat.
Pria paruh baya itu memilih diam dan melanjutkan acara sarapan nya, tanpa memperdulikan ekspresi putrinya.
"Ma, bujukin Papa dong. Bilangin aku belum mau nikah." Pinta Lisa, namun Alina hanya menggeleng samar, pertanda dia juga tak bisa mengabulkan permintaan sang putri.
"Isshh Mama, selalu aja setuju sama Papa." Kesal Lisa, dia berdiri dan mengambil tas nya lalu pergi tanpa menghabiskan sarapan nya.
"Alisa.."
"Gak usah Ma, dia udah di jemput Denis." Ucap Rafi.
"Papa yakin mau jodohin Lisa ama anak temen papa?" Tanya Alina.
"Yakin, dia pemuda yang baik. Kepribadian nya juga bagus, Papa sudah beberapa kali bertemu dengan dia, anaknya sopan juga tampan."
"Tapi Pa, pernikahan semacam apa saat anak-anak nya masih sekolah?" Tanya Alina.
"Pernikahan rahasia, hanya keluarga kita yang tahu." Jelas Rafi, membuat Alina manggut-manggut.
"Dengar sayang, Papa gak mungkin ngambil keputusan tanpa memikirkan sebab dan akibat kedepan nya. Jimmy adalah pemuda yang tepat untuk Lisa, semoga saja setelah menikah dia akan menjadi gadis penurut."
"Gimana kalo Lisa hamil Pa?"
"Lho kenapa? Bukannya bagus, nanti kita bakalan punya cucu."
"Isshh, Lisa sama Jimmy masih sekolah Pa." Ketus Alina sambil menepuk pelan lengan suaminya.
"Itu bisa di pikirkan nanti, Ma. Nikah nya aja belom, udah mikirin kesana aja. Udah ya, papa harus berangkat kerja."
"Yaudah, hati-hati pa." Alina pun mengantar sang suami hingga ke teras, Rafi pergi dengan mengendarai motor matic nya.
Sedangkan di sekolah, Lisa yang biasanya berisik berubah menjadi pendiam, membuat kedua teman nya keheranan.
"Lo kenapa sih, Lis? Dari tadi diem aja, sakit gigi apa cacingan?" Tanya Denis, sahabat Lisa.
"Gue di jodohin sama bokap gue, Den." Jawab Lisa pelan, membuat keduanya melotot dan refleks memukul meja, membuat murid lain langsung menoleh dengan tatapan heran.
"Eehh sorry sorry.." ucap Denis sambil cengengesan.
"Seriusan Lo? Jangan becanda, gak lucu begeng!" Ucap Harry, dia juga teman Lisa. Sedangkan teman nya yang satu lagi sedang absen karena sakit.
"Ngapain gue becanda, gak niat juga gue ngelucu."
"Pantesan ratu kita ini bengong terus dari tadi, ternyata lagi punya masalah batin ya."
"Jaga omongan Lo ya Den, kalo gak mau gue tampol." Ketus Lisa sambil menungkupkan wajah nya di meja.
Hingga suasana kelas seketika hening saat seseorang datang, siapa lagi kalau Jimmy. The most handsome seantero sekolahan dan sahabat nya, juga seorang perempuan yang selalu nempel pada Jimmy, Ayuna.
"Kenape Lo natap gue kek gitu? Iri kan Lo gak bisa deket-deket sama Jimmy?" Ucapnya dengan percaya diri, sedangkan Jimmy sudah duduk di kursi nya, tatapan nya datar begitu juga ekspresi wajah nya.
Jimmy Marchy Leonard, pria dingin dan cuek juga acuh. Dia tak peduli sekitar nya, egois dan menyebalkan. Dia juga ketua geng motor yang di beri julukan geng Kelelawar.
Sedangkan wanita yang selalu menempel di samping Jimmy bernama Ayuna, dia wanita cantik, bertubuh mungil namun dada nya cukup menonjol dan seringkali sukses membuat kaum pria tergoda.
Dan di bangku depan Jimmy, ada Alisa. Alisa adalah gadis bar-bar yang ceria, makanya saat gadis itu berubah menjadi pendiam, teman-teman nya langsung keheranan, karena tak biasa nya Lisa begini.
"Nyontek tugas."
"Nyontek nyontek, kerjain sendiri. Punya otak kan? Pake mikir." Jawab Lisa pada Jimmy, sudah kebiasaan pemuda itu jika lupa mengerjakan tugas pasti akan mencontek milik teman nya.
"Ambil." Pinta Jimmy pada Farhan, teman nya, sekaligus kaki tangan nya di perkumpulan geng motor nya.
Dengan cepat Farhan merebut buku milik Lisa dan memberikan nya pada Jimmy, jelas saja Lisa yang merasa tak terima langsung marah dan berusaha mengambil kembali bukunya.
Namun tubuh Jimmy yang tinggi membuat Lisa kesulitan, dia bertubuh mungil tingginya hanya sebatas dada Jimmy.
"Ambil aja kalo bisa, pendek!" Ejek Jimmy, dia mengode pada Farhan agar memegangi Lisa sementara dia akan menyalin tugas. Farhan yang paham dengan kode dari Jimmy langsung melakukan tugasnya dengan baik.
Tak ada yang berani melerai atau menghentikan tingkah Jimmy, karena pria itu selalu mengancam akan membuat hidup mereka tak tenang dan akan di keluarkan dari sekolah ini, karena sekolah ini milik orang tua nya.
"Selesai, lepasin dia." Lisa langsung merebut buku nya dan melayangkan tatapan tajam pada Jimmy, yang di tanggapi dengan senyuman manis yang terlihat sangat menyebalkan di mata nya.
Tanpa aba-aba, Lisa menginjak kaki Jimmy dengan kuat hingga membuat nya memekik kesakitan.
"Aahh sial, awas Lo ya!"
"Gue tunggu, gak ada takut-takut nya gue sama cowok modelan Lo." Tantang Lisa dengan berani.
"Heh, Lo berani-beraninya nginjek kaki Jimmy. Gak tau diri, di keluarin dari sekolah nyahok Lo." Sewot Ayuna.
"Bodo amat, gak peduli." Jawab Lisa lalu kembali duduk di kursi nya karena guru sudah masuk ke kelas.
Suasana kelas kembali tenang, hampir setiap pagi pasti saja ada keributan, dan itu pasti Jimmy dan Lisa. Keduanya tak pernah akur, seperti anjiing dan kucing.
"Selamat pagi semuanya." Sapa guru itu dengan ramah.
"Pagi Bu."
"Silahkan kumpulkan tugas kalian, bagi yang tidak mengerjakan harap keluar dari kelas ibu." Tegasnya, semua murid mengumpulkan tugas mereka.
Kelas pun di mulai dengan keheningan yang mewarnai seisi kelas karena semua murid fokus belajar dan memperhatikan penjelasan dari guru di depan mereka.
.....
🌻🌻🌻🌻
namanya author ganti 🙏
Di kediaman Leonard
Jimmy menatap kedua orang tua nya dengan tajam, jika sudah mengumpulkan anggota keluarga seperti ini, pasti ada yang penting. Namun kali ini dialah yang menjadi topik pembicaraan nya dan Jimmy tak menyukai hal itu.
"Jim, kami akan menjodohkan mu dengan anak sahabat kami." Ucap Raksa Leonard, papi Jimmy.
"Sudah kuduga." Gumam Jimmy pelan, sangat pelan.
"Gadis mana lagi, Pi?" Tanya Jimmy, ini bukan perjodohan pertama kali nya. Tapi yang ke berapa kali nya, namun sejauh ini Jimmy selalu menolak.
"Namanya Alisa, mungkin kamu sudah mengenal nya karena kalian teman sekelas kan?"
"Alisa? Gadis cerewet itu, merepotkan!" Ucap Jimmy, dia seringkali di buat pusing dengan ocehan gadis itu di kelas, lalu sekarang di rumah juga? Astaga, hidupnya seperti di ujung tanduk.
"Setidaknya dia gadis yang cerdas, tak seperti kau, Jim." Sindir Raksa, membuat Jimmy mendengus.
"Tapi Pih, nilai Jimmy akhir-akhir ini bagus lho."
"Bagus lah tante, dia kan nyontek tugas dari Alisa, jelas aja nilai nya bagus tinggal nyalin doang." Celetuk Farhan, ya dia adalah sahabat, kaki tangan, juga sepupu Jimmy. Sama badung dan nakal nya, tak jarang mereka berdua bolos dan memilih nongkrong di kantin dari pada masuk kelas.
"Sialan, awas Lo ya!" Mata Jimmy berkata seperti itu, membuat Farhan hanya tersenyum mengejek ke arah nya. Saat di rumah, dia tak takut pada Jimmy, namun di luar dia akan menjadi anak buah yang penurut.
"Astaga, sudah Pih itu keputusan yang tepat. Kali aja dengan menikah sama Alisa, Jimmy bisa berubah." Ucap Larissa, ibu Jimmy.
"Ya, Papih juga berfikiran begitu. Rafi juga punya keluhan tentang putrinya yang susah di atur, dia juga berharap putra kita bisa membuatnya menjadi gadis penurut."
"Ohh jadi ini awal mula perjodohan konyol ini? Alisa itu gadis cerewet, bisa-bisa telinga Jimmy rombeng denger celotehan nya." Ketus Jimmy.
"Tak ada penolakan ya, Jim. Hari Minggu, om Rafi dan Tante Alina akan kesini untuk membicarakan perjodohan ini."
"Terserah Papi saja lah, gak ada guna nya Jimmy nolak juga." Ucap Jimmy, dia melengos dan memilih pergi dengan menarik kerah baju belakang Farhan, hingga membuat pemuda itu terangkat ke atas.
Dengan terpaksa dia mengikuti langkah Jimmy dengan langkah terseok.
"Apes dah, kalo gak mati seenggaknya gue sekarat." Rutuk Farhan dalam hati, sudah pasti mood Jimmy berantakan saat ini dan itu akan berpengaruh padanya.
"Ke basecamp."
"Siap, bos." Jawab Farhan, perkiraan nya meleset. Nyatanya Jimmy tak melakukan apapun, dia hanya mengajak nya pergi ke basecamp.
Keduanya pun mengendarai motor besar dengan kenalpot bising mereka menjauhi rumah, tentunya dengan kecepatan tinggi yang membuat mereka seolah terbang. Tentunya ini sudah biasa bagi Jimmy dan Farhan, bahkan mereka sudah sering ugal-ugalan di jalan.
Hanya beberapa menit saja, keduanya sampai di basecamp, sebuah gedung yang di bangun Jimmy dengan uang tabungan nya untuk tempat menenangkan diri, sekaligus tempat berkumpulnya geng Kelelawar.
Tanpa banyak omong, Jimmy masuk dan duduk di meja, dia menuang cairan berwarna merah dan menenggak nya dengan sekali tegukan.
"Kenapa tuh bos kek gitu?"
"Masa lajang nya segera berakhir, bro." Jawab Farhan dengan kekehan pelan, takutnya terdengar Jimmy dan nanti dia akan mengamuk. Jika Jimmy mabuk, itu akan sangat merepotkan, khususnya bagi Farhan. Karena dia yang akan menghadapi kemarahan om dan Tante nya jika nanti melihat Jimmy pulang dengan keadaan tepar.
"Lolos dari harimau, nanti masuk sarang singa. Sial, sama aja." Gerutu nya pelan, dia memutuskan untuk membakar satu batang bernikotin dan menjepitnya di antara jemari nya, asap mengepul dari hidungnya.
Keesokan harinya, Jimmy pulang dengan langkah sempoyongan. Semalam dia memutuskan tak pulang untuk menghindari ceramah dari kedua orang tua nya, namun pulang siang hari juga seperti nya bukan ide yang bagus.
"Mabuk-mabukan lagi, Jim?" Sindir Larissa, dia menatap tajam sang putra. Begitu pun Raksa, dia melakukan hal yang sama seperti sang istri.
"Mama lihat sendiri kan? Jadi, apa gunanya bertanya kalau Mama sendiri tau jawaban nya." Jawab Jimmy ketus, lalu melangkah pelan ke kamarnya di lantai atas.
"Astaga, kelakuan putra kita semakin hari semakin menyimpang, Ma."
"Mama sendiri udah bingung harus pake cara apalagi biar Jimmy gak mabuk-mabukan lagi, tapi semakin di larang Jimmy malah semakin tak terkendali." Jelas Larissa, dia sudah kewalahan menasehati putra bungsu nya itu.
Sore harinya, Raksa memberitahukan sang istri bahwa pertemuan dua keluarga di percepat. Hanya sekedar perkenalan sambil makan malam.
Larissa menghela nafas nya pelan di depan pintu kamar putranya, lalu perlahan mengetuk pintu.
"Masuk.."
Larissa membuka pintu kamar itu dan melihat sang putra sedang duduk di lantai dengan gitar yang sedang dia mainkan.
"Kenapa Ma?"
"Malam ini bersiaplah, calon mertua mu akan datang berkunjung." Ucap Larissa, membuat Jimmy terkekeh.
"Biarkan saja mereka datang, lalu urusan nya denganku apa?"
"Sayang, tolonglah. Turuti keinginan papi mu, sekali ini saja Nak." Bujuk Larissa membuat Jimmy tersenyum kecut.
"Ya, nanti Jimmy turun jika mereka sudah datang." Jawabnya, membuat Larissa tersenyum.
"Terimakasih sayang, Mama akan bilang sama Papi."
"Bilang saja, dia takkan perduli." Sinis nya, membuat Larissa menggelengkan kepala nya. Putranya ini kelewat dingin, acuh dan cuek, juga datar seperti tembok.
Larissa keluar dari kamar putranya, dia masuk ke dalam ruang kerja suaminya untuk memberitahukan kabar baik.
"Jimmy sudah setuju Pih."
"Baguslah, Mama tolong persiapkan sajian nya."
"Siap Pih." Jawab Larissa, dia pun pergi keluar dari ruang kerja suaminya untuk mulai memasak.
Sedangkan di rumah Alisa, gadis itu hampir saja menangis karena merasa putus asa. Dia tak ingin kebebasan nya terenggut karena pernikahan yang tak dia inginkan, tapi sialnya dia tak bisa menolak perjodohan ini karena papa nya.
"Sayang, jangan menangis. Ini yang terbaik buat kamu. Calon suami kamu pemuda yang baik, dia pasti bisa jagain kamu." Ucap Alina.
"Lisa cuma merasa gak siap aja Ma, Alisa masih muda buat berumah tangga."
"Kalian akan di dewasakan oleh keadaan nanti." Jawab Alina, dia ingat betul. Dulu, dirinya juga menikah karena perjodohan.
Hal yang sama pernah dia alami, rasa takut dan khawatir selalu saja menghantui nya. Dia juga merasa takut kebebasan nya akan hilang bersama status nya, namun dia tak menyangka perjodohan itu membawa cinta dan pernikahan mereka bertahan hingga saat ini.
"Bersiaplah, sebentar lagi kita akan berangkat." Ucap Alina, gadis itu mengangguk dan beranjak ke kamar mandi.
Singkatnya, tepat pukul 8 malam Alisa berangkat dengan menggunakan mobil. Dia duduk anteng di bangku belakang, namun keadaan hatinya benar-benar berantakan saat ini.
"Huhh, gak mungkin gue kabur kan? Gue belom mau mati sekarang." Gumam Lisa sambil mengenyahkan pikiran buruk dari kepala nya.
Hingga, mobil itu berhenti di garasi rumah mewah yang terlihat sangat asing di mata Alisa.
"Ayo masuk, Nak. Jangan bengong, kamu ini malu-maluin. Liat rumah orang sampe gak ngedip." Ucap Alina membuat Alisa terkekeh pelan.
Alina menggandeng lengan sang putri, kedatangan mereka mendapat sambutan hangat dari tuan rumah. Bahan Larissa tak segan, dia langsung memeluk Alisa dengan hangat.
"Ayu nya calon mantuku." Puji nya sambil mengusap wajah Alisa dengan lembut.
"Ayo masuk, silahkan." Ajak Raksa, memang bagi Alisa ini bukan pertemuan pertama nya dengan Om Raksa, tapi mana dia tahu kalau dia punya anak laki-laki.
"Panggilin Jimmy nya, Ma."
'Jimmy?' batin Alisa, Jimmy yang mana? Tunggu, tak mungkin Jimmy musuh nya di sekolah kan?
Namun dia di buat membulat saat melihat pria yang sangat menyebalkan turun dari tangga dengan senyum mengejek yang dia layangkan ke arah Alisa.
"Nah, ini putra Om, Alisa."
"Kayaknya kita harus kenalan lagi sebagai calon suami ya, gue Jimmy Marchy Leonard." Jimmy mengulurkan tangan nya ke arah Alisa.
Namun gadis itu sama sekali tak membalas uluran tangan pria itu, dia hanya menatap tajam pria itu.
'Sialan, gimana bisa gue lupa kalo si Jimmy itu nama belakang nya Leonard?' rutuk Alisa dalam hati.
.....
🌻🌻🌻🌻🌻
"Seperti nya kalian sudah saling mengenal ya." Ucap Raksa.
"Gimana gak kenal, dia temen sekelas Alisa di sekolah. Tukang nyontek tugas!" Jawab Alisa ketus, membuat Rafi tersenyum kaku, dia merasa malu atas ucapan putrinya.
"Baguslah kalau kalian sudah saling mengenal, dengan begitu kalian sudah tau sifat masing-masing."
"Dia bawel Pih." Cetus Jimmy membuat Alisa melotot, sedangkan pemuda itu malah tersenyum mengejek.
"Dia dingin, angkuh dan datar seperti tembok, om. Alisa bahkan ragu, apa dia bisa tertawa?" Tanya Alisa membuat Raksa terkekeh.
Dia tahu, kedua nya sama-sama punya sifat keras kepala, pernikahan itu pasti takkan berjalan dengan mulus. Pasti ada banyak persoalan nantinya, tapi tak apa dia yakin mereka bisa menjalani nya dengan baik nanti. Dia yakin itu, apalagi saat melihat Alisa, dia yakin gadis itu bisa membuat Jimmy luluh dengan cara nya sendiri.
Jimmy mendelik, begitu juga Alisa. Gantian, kini Alisa yang tersenyum mengejek ke arah nya. Tatapan mata nya tajam, seolah mengatakan 'kita impas'.
"Baiklah, jadi bagaimana rencana pernikahan mereka, Raksa?" Tanya Rafi, setidaknya dia ingin tahu keputusan teman nya tentang perjodohan ini.
"Besok, kalian menikah." Ucap Raksa, membuat Jimmy dan Alisa langsung tersedak ludah mereka sendiri. Mereka terbatuk hingga wajah nya memerah.
Alina dan Larissa mengusap pelan punggung anak mereka, agar batuk nya sedikit mereda.
"Tuh, batuk nya udah kompakan gini." Ucap Raksa sambil terkekeh.
"Om, itu terlalu cepat. Pernikahan macam apa ini." Protes Alisa pada Raksa.
"Lebih cepat lebih baik Nak, niat baik sebaiknya jangan di tunda." Jelas Raksa, membuat Alisa mendengus kesal.
"Lo, protes dong. Pasrah amat!" Ucap Alisa pada Jimmy yang sedari tadi memilih diam saja.
"Ngapain, buang-buang tenaga aja. Toh berdebat juga gak bakal ngubah apa-apa, keputusan Papi itu mutlak dan gak bisa di ganggu gugat." Jelas nya membuat Alisa semakin kesal.
"Tumben Lo ngomong panjang lebar, biasa nya cuma hmm, ohh, iya atau nggak. Sampe-sampe gue mikir kalo Lo tuh gak bisa bicara lebih dari satu kata." Sindir Alisa membuat Larissa dan Raksa menggeleng, begitu juga Alina dan Rafi yang sudah menampilkan ekspresi malu mereka.
"Lisa, gak baik bicara begitu di depan calon mertua kamu, Nak." Peringat Alina.
"Iya, Alisa minta maaf om, tante."
"Gapapa sayang, Tante malah lebih suka gadis yang bicara apa adanya seperti kamu." Ucap Larissa.
"Anak nya di sindir, diem aja."
"Kamu kesindir Jim? Makanya ngomong tuh yang panjang, jangan cuma satu kata." Bukan Larissa yang menjawab, tapi Raksa. Jimmy mendengus, dia merasa terpojok saat ini.
"Maaf, tapi besok terlalu cepat. Bagaimana kalau lusa?" Tanya Rafi.
"Siap, besok aku akan mengurus semua berkas-berkas nya."
"Baiklah."
"Jadi keputusan ini sudah jelas ya, sekarang ayo kita makan malam bersama." Ajak Raksa. Hanya saja nafssu makan Alisa sudah hilang, mendengar bahwa dia harus menikah lusa, dengan orang yang teramat dia benci.
Bagaimana bisa kucing dan anjiing akur? Apalagi menikah, rasanya tak mungkin.
Alisa hanya mengaduk makanan di piring nya, tanpa berniat memakan nya sama sekali.
"Jangan mainin makanan, sayang. Gak sopan, ayo habiskan makanan mu." Ucap Alina menasehati putrinya.
"Iya Ma."
Sedangkan Jimmy memperhatikan raut wajah Alisa, gadis cerewet yang selalu saja mengusiknya. Jika di perhatikan lebih seksama, Alisa cantik dengan wajah bulat dan mata sipit. Jika tertawa, mata nya akan menghilang atau tertutup. Cukup manis, pikirnya.
'Haisshh, sadar Jimmy. Dia itu musuh Lo.' Batin Jimmy, dia pun kembali melanjutkan acara makan malam nya dengan lahap, tanpa peduli sekitarnya, seperti biasa.
'Ckkk, lihat pria itu makan dengan lahap seperti tak punya beban apapun, padahal dia akan merenggut kebebesan ku besok lusa.' Alisa juga membatin, andai saja dia bisa menolak pasti dia sudah melakukan nya. Tapi sayang, dia tak bisa melakukan nya karena ayahnya.
Dengan pernikahan ini, dia tak jadi pindah sekolah dan akan tetap bersekolah di sekolah yang sama dengan Jimmy, artinya sekelas dengan suaminya? Hal konyol semacam apa itu. Ahhh sial.
Setelah selesai dengan acara makan malam nya, keluarga Alisa pun berpamitan untuk pulang. Tanpa Jimmy yang ikut mengantarkan, dia memilih pergi ke kamar nya setelah menyelesaikan makan malam nya.
"Apa-apaan papa ini, kenapa harus Jimmy sih Pa?"
"Memang nya kenapa dengan Jimmy? Dia pria yang baik kan, selain itu dia juga tampan." Jawab Rafi.
"Tampan sih tampan, tapi kelakuan nya itu lho Pah. Mana dingin lagi, datar kayak tembok."
"Tapi tadi dia tersenyum ke arah mu, Nak." Cetus Alina.
"Hisshh, senyum apa dulu Ma? Itu senyum penuh ejekan."
"Sudahlah, keputusan kami sudah bulat dan kalian akan tetap menikah lusa, tanpa penolakan." Tegas Rafi, membuat Alisa kembali mendengus.
'Apa gue kabur aja kali ya? Tapi kemana, gak mungkin ke rumah Denis atau Harry.' Batin Alisa, dia mulai memikirkan ide gila dalam benaknya.
"Jangan berfikir untuk kabur, karena Papa pasti akan menemukan mu, kemana pun kamu pergi. Ingat itu,"
"Iya-iya." Jawab Alisa ketus, bagaimana bisa papa nya tahu apa yang ada di pikiran nya? Seperti nya selain menjadi ayah yang tegas, dia juga merangkap sebagai cenayang saat ini.
"Menyebalkan." Gumam nya, dia pun memalingkan wajahnya ke arah jendela. Menikmati pemandangan malam, di tengah jalan yang di penuhi dengan mobil-mobil yang tak bisa melaju karena kemacetan rasanya lebih baik dari pada hidupnya saat ini.
Di mansion Leonard, Jimmy sedang bersiap untuk pergi. Itulah kegiatan pemuda itu, tak pernah berada di rumah jika malam hari. Dia selalu pergi dan akan pulang pagi hari, jika bersekolah barulah dia akan pulang, itupun larut malam.
"Mau kemana, Jim?"
"Ke basecamp, kumpul sama temen-temen." Jawab Jimmy datar seperti biasa, meski pada orang tua nya sendiri, wajah nya tetap tak berekspresi sama sekali.
"Tetap di rumah, hari ini dan besok. Kamu sedang di pingit hari ini, ingat lusa kamu menikah." Peringat Larissa.
"Seperti nya kebebasan ku akan segera hilang." Gumam nya, lalu kembali menarik tangga dan masuk ke kamar nya dengan membanting pintu cukup keras.
Jimmy merebahkan tubuhnya di kasur, lalu menghela nafas dan membuang nya dengan kasar. Memikirkan nasib nya setelah menikah membuat mood nya berantakan.
"Kenapa harus gue sih, kenapa gak bang Arman aja? Syukur-syukur kalo nikah nya sama bidadari, lah ini? Sama cewek cerewet."
Disaat sedang melamun memikirkan nasibnya, ponsel di atas nakas berbunyi. Jimmy meraih ponsel nya dan melihat siapa yang menelpon nya malam-malam begini.
"Ckk wanita ini begitu menjijikan." Jimmy berdecak kesal saat melihat nama Ayuna di ponsel nya yang berkedip.
Jimmy mengabaikan nya, tak ada guna nya juga mengangkat panggilan dari wanita itu, yang ada membuat mood nya semakin berantakan.
.......
🌻🌻🌻🌻🌻
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!