NovelToon NovelToon

Cinta Pengganti (Menikahi Calon Kakak Ipar)

Alqian dan Alzam

Pagi menjelang. Mentari dengan malu-malu mulai mengintip dari timur memecahkan kegelapan pagi dengan cahaya yang menyilaukan mata. Pagi ini kelihatannya akan di buka dengan keceriaan mentari pagi yang cerah.

Aktivitas pagi yang sibuk pun di mulai. Seorang pria muda tampan tampak sudah memulai harinya. Ia memulai rutinitas paginya tanpa teriakan sang ibu untuk membangunkannya.

"Sudah bangun kamu, nak?" sapa seorang wanita paruh baya lembut saat menyembul mengintip dari balik pintu kamar si pemuda tepat ketika dia tengah menyusun beberapa bukunya masuk kedalam tas. Dia menjawab dengan senyuman hangat dan anggukan pelan masih sibuk dengan kesibukannya.

Si wanita paruh baya pun tersenyum puas melihat si pemuda sudah siap. Sepertinya dia tidak butuh apapun lagi. Itu terlihat dari semua yang ada di kamar tersebut sudah rapi tanpa harus ia rapikan lagi dan si pria muda pun terlihat sudah akan keluar untuk memulai harinya. Ia pun bersiap akan pergi meninggalkan kamar tersebut dengan si pemuda tampan itu yang masih sibuk membereskan beberapa hal sebelum pergi.

"Yaudah kalo gitu, Bunda mau liat Qian dulu," sahut sang pengasuh yang akrab mereka panggil bunda tersebut. Ia kembali menutup pintu kamar dengan perlahan sebelum ia pergi meninggalkannya.

Alzam memang begitu patuh dan rajin untuk tak merepotkan lagi, selain karena dia yang sudah dewasa juga karena memang karakternya mandiri dan disiplin. Dia bangun dan menyiapkan semua sendiri. Dia lah Alzam Alatas Mahendra. Sosok anak yang pintar dan merupakan kebanggan sang ibunda.

Kamarnya rapih dan bersih. Semua tertata dengan epik dan indah. Pantas dia menjadi kesayangan sang ibunda.

Selesai membereskan buku-bukunya dia bersiap kemeja makan lagi untuk sarapan sebelum ia memulai aktifitas nya hari ini. Sarapan buatan sang Bunda yang merupakan nasi goreng spesial dengan segelas susu hangat sudah terhidang di atas meja makan saat ini. Dia segera memakannya dengan lahap, tampak seorang asisten rumah tangga yang sudah lumayan sepuh lalu lalang membereskan rumah sebagai bagian dari tugas pekerjaannya di rumah ini.

***

Di kamar yang berbeda Ada lelaki muda lain, terlihat lebih muda dari Alzam tengah terlelap dengan tidur nyenyak nya. Ia bahkan sama sekali tak terganggu atas sinar mentari yang menyapa wajah polosnya di pagi yang cerah hari ini. Dia menikmati silau sinar pagi sebagai bagian dari rangkaian mimpi indahnya di pagi hari. Entah kenapa semakin pagi, semakin indah mimpi yang ia miliki, buat ia enggan untuk terjaga.

Di luar pintu kamarnya sudah berdiri sang pengasuh yang untuk kesekian pagi kembali harus membangunkan laki-laki muda ini dengan paksa. Dia mulai memegang handle pintu dan memutarnya membuka pintu kamar si pemuda yang tak kalah tampannya dari sang kakak, hanya saja lebih susah di atur di banding sang kakak.

Tampak sosok tampan itu tengah terlelap di mimpi indahnya.

Seperti tebakan sang pengasuh, si pemuda pasti masih sibuk merangkai mimpinya tepat saat jam sudah menunjukkan pukul 6.45 Wib. Itu artinya, dia hanya miliki 30 menit lagi untuk sampai sekolahnya.

"QIAN!" Suara keras penuh kekesalan menggelegar di ruangan tersebut.

Apakah yang coba untuk di bangunkan terusik atau takut? Tidak. Dia sama sekali tak bergeming. Dia malah membuat itu masuk ke bagian dari mimpi indahnya. Dimana di mimpinya teriakan sang pengasuh masuk meneriakinya semangat dan bangga karena dia berhasil menjadi juara kelas mengalahkan sang kakak yang selama ini menjadi kebanggaan ibunda. Dia dapat melihat expresi kalah sang kakak yang terlihat konyol dan lucu.

Betapa hebatnya dia saat ini. Berdiri di atas podium dengan piala besar di tangannya. Sedangkan sang kakak di sampingnya tengah menangis konyol karena berhasil ia kalahkan.

Betapa indahnya mimpinya saat ini. Dia bisa menepuk dada bangga tak terkira.

Sedangkan di dunia nyata, sang pengasuh terus mencoba membangunkannya, tapi tetap ia tidak mau bangun.

Tanpa ia sadari sang Ibu kandungnya mendengar itu dari luar. Ia pun masuk kamar dan melihat sang putra bungsu masih belum bangun.

"Masih tidak mau bangun dia?" tanya Maya ibu kandungnya kepada sang pengasuh.

"Belum. Kayaknya dia begadang lagi semalam. Pasti main game lagi sampe pagi," tebaknya yang hapal betul dengan tingkah anak asuhnya.

Sedangkan di mimpi indahnya. Sekali lagi sang Ibunda berteriak kencang dari atas panggungnya tapi tidak dengan wajah bangga, melainkan wajah kesal yang sudah akrab dengannya selama ini.

Dan ....

Pyuuurrrr...

Air tersiram dengan epik di wajahnya sontak membangunkan dia dari mimpi indahnya. Ruang podium kini berganti dengan kamarnya dan tepat di depan wajahnya ada wajah kesal sang ibunda yang tampak sangar.

Pengasuh Kesayangan

"Masih belum mau bangun?! Ini sudah mau pulang lagi sekolahannya, Qian!" omel ibundanya yang sontak membangunkan Qian yang tadinya masih separuh terjaga. Dia segara melompat turun dari ranjangnya. Dan tanpa tedeng aling-aling lagi segera menuju kamar mandinya.

"Kenapa Mama baru bangunin, sih?" teriaknya dari kamar mandi.

"Kamu kebiasaan nggak pernah bisa disiplin. Kamu beda sama mas Alzam. Dia pagi-pagi sudah bangun, nggak ngerepotin bunda lagi. Waktu Bunda liat dia udah rapi. Kamu itu udah besar Qian, gimana Mama bisa percaya kamu kuliah di luar kalo kamu nggak disiplin kayak gini ...," omel sang ibundanya sepanjang pagi ini, sedangkan pengasuhnya langsung merapihkan kamar si pemuda. Lelah mengomel ia pun segera meninggalkan kamar tersebut.

Tepat saat Qian baru selesai dari mandi kilatnya. Pengasuhnya kembali menelisik Qian yang mandi mungkin bahkan kurang dari 5 menit.

"Kamu mandi kayak kucing tau nggak. Asal nyentuh aja itu air. Kamu sabunan nggak, sih?" curiga sang pengasuh yang terus menatapnya dengan tatapan aneh.

"Pakek, Bund," jawab Qian malas seraya memakaikan seragamnya buru-buru.

"Liat tuh mas Alzam. Jadi salah satu mahasiswa kedokteran terbaik sekarang. Dia nggak pernah berhenti bikin Mama dan Bunda bangga. Sedangkan kamu tiap hari bikin ngelus dada sama kelakuan kamu! Kalo nggak tawuran ya balapan, kalo nggak ya anak gadis orang kamu bikin nangis,"

Memang pernah beberapa kali seorang gadis ke rumah menemui Qian dan merengek akan cinta Qian yang memutuskan hubungan mereka secara sepihak karena Qian yang bosan. Atau sudah Qian tolak secara terang-terangan, membuat mereka pulang dalam keadaan menangis dan patah hati.

"Mas Alzam mah di bikin waktu sari pati nya Mama sama ayah sama-sama masih bagus. Kalo aku kan di bikin gara-gara gabut aja," sanggah Qian seraya merapihkan pakaiannya.

Sontak itu membuat sang pengasuh menahan tawanya sambil terus merapihkan kamar si anak asuhnya.

"Lagian cewek gila yang sering nangis-nangis ke rumah itu cuman keysa doank, kan. Paling juga di beresin sama Una. selesai urusan," bantah Qian lagi

Qian langsung meraih tasnya dan melangkah keluar kamarnya menuju meja makan yang mana di sana sudah ada sang kakak yang sudah siap dengan pakaian kerja jas putih dokternya. Ya, kakaknya baru mulai magang di rumah sakit mereka saat ini. Dia baru lulus kedokteran dan baru mulai bekerja hari ini

Dan tentu saja ada sang ibu yang super sibuk dan tengah sibuk dengan handphone nya. Qian menatapnya sekilas lalu lanjut dengan sarapannya tanpa menyapa sang ibu.

"Minggu depan aku ada praktek gitu di Bogor bareng teman-teman, Mah. Sekitar 1 minggu aku di sana," ungkap Alzam seperti berpamitan.

"Hmmm... Hati-hati, ya," jawabnya masih dengan tatapan yang tak lepas dari handphone nya. Qian menatapnya dengan tatapan dingin.

"Nanti uang saku kamu Mama transfer, ya," lanjutnya lalu segera meraih tasnya di kursi sampingnya dan bersiap akan pergi. Sebelum pergi dia menatap Qian sekilas dengan tatapan dingin.

"Buat kamu, belum ada uang saku sampai masa hukuman kamu habis. Ambil saja uang bensin sama Bunda Retno," ujarnya kini menatap Qian. Qian cuek tidak perduli.

Sang Ibu pun tampak sudah biasa dengan sikap acuh sang putra bungsu. Dia segera pergi dan meninggalkan mereka.

Alzam menatap Qian sekilas lalu ia pun bersiap akan berangkat kuliah lagi meninggalkan Qian sarapan sendirian.

Hukuman Qian di awali dengan pertengkaran kecilnya bersama Alzam. Saat mereka memperebutkan sesuatu dan berakhir dengan perusakan benda tersebut karena Qian yang kesal melihat sang Mama lebih memilih membela kakaknya dari pada dia. Kini jadilah Qian yang harus di hukum dengan alasan bertanggung jawab atas perusakan tersebut.

Mengingat kejadian tersebut membuat Qian semakin kesal. Dia membuang roti bakarnya dengan kasar di meja makan dan langsung berangkat bersamaan dengan kedatangan pengasuhnya yang baru datang untuk menyerahkan uang bensinnya.

"Ini yang bensinnya. Dan ini ... Uang saku untukmu." Qian memicingkan matanya kepada sang pengasuh tak paham. Seolah paham dengan apa yang di maksud.

"Ini uang Bunda. Tapi ingat, jangan bertengkar lagi sama Mas Alzam ya," ujarnya lembut seraya menyentuh bahu Qian.

Qian menyunggingkan senyum seraya menyalami tangan sang pengasuh dan menciumnya lembut.

Sejak dia kehilangan putra dan suaminya karena kecelakaan, kepada Qian dan Alzam lah kasihnya bermuara. Rasa dukanya tak terasa lagi saat dia bersama dengan Qian dan Alzam. Terutama Qian yang humoris. Qian memang saat di luar di kenal cuek dan galak. Tapi, saat bersama pengasuhnya dia bisa berubah menjadi lembut dan humoris.

Si Nakal Yang Tampan

Di sekolah Qian terkenal sangat berkharismatik, sehingga banyak teman-temannya yang segan menjadikannya pemimpin mereka walau sikap Qian seringkali kasar dan jutek. Selain nakal Qian selalu disegani. Dia membuat musuh nya ketar-ketir tapi juga membuat para siswi sangat tertarik dengan sikap cuek dan tengilnya.

"Heh, Sans nape nggak dateng lo semalem. Kita main di tempat biasa. Gara-gara Lo nggak dateng, tuh si songong El yang menang," terang Bisma seraya merangkul bahu Qian yang terus berjalan. Qian yang masih kesal tak menjawab hingga mereka berhenti di ruang kelas mereka.

"Lo masih di hukum?" Masih tanpa jawaban dengan wajah dingin Qian.

"Ah, nggak asyik nyokap lo. Masak Alzam elite, lo malah kayak anak pungut gini? Gue denger Mas Alzam mau rayain ultahnya. Masak lo gini-gini aja?" Kompor Bisma.

Qian masih tampak tak ingin menanggapi. Dia membaringkan wajahnya di meja belajarnya membiarkan Bisma dengan ocehannya yang mirip buntut ayam. Tak henti-hentinya cuap-cuap dan membuat Qian yang pusing semakin mumet.

***

Hingga bel berbunyi baru dia pergi meninggalkan Qian di ruangannya. Tapi sekarang malah gantian si genit Una yang mengganggunya.

Belum juga Una memulai obrolannya, Qian sudah bangkit dari posisinya dan mengambil bangku paling belakang seraya mengusir penghuni sebelumnya. Dan dengan senang hati si culun Mail menggantikan posisi Qian yang duduk bersebelahan dengan si cantik Una.

Saat Una akan pindah tapi bapak guru Munir yang terkenal killer sudah datang. Dia hanya bisa menatap Qian yang diam di belakang dengan tatapan kesal.

Saat dia beralih pandang, pandangannya malah bertabrak dengan si culun Mail. Seketika membuat Una merasa geli melihat senyum nyengir Mail dengan deretan gigi kuningnya yang terlihat jarang di sikatnya.

"Kalo ke sekolah gosok gigi dulu. Jijik gue," sungut Una yang seketika membuat Mail mingkem menutup mulutnya dan kembali fokus dengan pelajarannya.

***

Setelah bel istirahat berbunyi Qian hanya diam di kelas. Beberapa anak laki-laki yang merupakan temannya mulai mendekat ke arah Qian. Qian walau pun tak banyak bicara tapi dia juga memiliki banyak teman dan di sukai banyak orang.

Mereka tampak akrab mengobrol bersama. Saat sedang asyik mengobrol mereka di datangi Una yang baru kembali dari kantin.

"Qian!" serunya menghampiri Qian dengan manja. Membuat yang lain ikut bereaksi.

"Eh, ulet cabe! Bisa nggak jangan ganggu. Kita lagi ngomongin bisnis ini," seru Reo kesal seraya menarik rambut panjang Una hingga ia hampir terjungkal ke belakang. Una meringis kesakitan saat tubuhnya sedikit membentur meja. Dan segera di lerai Qian yang walau nakal tapi selalu menghormati wanita.

"Udah, Yo'," lerai Qian menarik tangan Reo.

Merasa di bela Una malah makin bertingkah.

"Owh, Qian. Di belain Unanya, jadi seneng" ungkapnya manja seraya bergelayut nyaman di lengan Qian, membuat Qian segera melepaskannya dengan tatapan risih.

"Udah. Mau apa?" tanya Qian langsung pada intinya dengan nada ketus.

"Qian, Mas Alzam kira-kira suka-nya kado apa?" tanya Una masih dengan gaya manja nya membuat yang lain kesal. Karena Una mengganggu diskusi mereka dengan pertanyaan nya yang samasekali tidak penting.

"Penting banget sih pertanyaan lo," sungut Reo kesal dan di tatap sinis oleh yang lain terhadap Una.

Una yang sudah biasa dengan sikap seperti itu sudah tidak ambil pusing lagi. Dia mengenal Reo dari kecil karena memang dia, Reo dan Qian bertetangga dekat dan kebetulan sekelas pula. Tepatnya semua itu karena ulah ibu Una juga. Yang menginginkan anaknya tetap sekelas dengan teman kecilnya agar Una di jaga oleh mereka berdua, dan pada kenyataannya Reo malah sering menjahili Una walau masih batas wajar dan Una pun tidak ambil pusing.

"Nggak tau. Tanya aja sama dia," ujar Qian dingin.

"Yaudah, nanti siang aku ke rumah, ya," centilnya lagi. Qian cuek tak menyahut.

"Udeh? Kalo udah selesai. Mending minggat Sono!" usir Bisma kembali seraya menarik Una agar menjauh dari Qian.

Una hanya bisa bersungut kesal dan melangkah pergi meninggalkan para remaja laki-laki tersebut dengan diskusi mereka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!