NovelToon NovelToon

Promiscuity After

Awal Mula

"Kamu itu yang salah! Aku kerja sampai pulang malam itu demi siapa? Demi keluarga kita!" teriak seorang wanita paruh baya.

Ia marah kepada suaminya dan kemudian ia melemparkan gucci yang terpajang diatas buffet sembari terus meluapkan isi hatinya. "Tapi apa yang kamu lakukan itu jahat!! Kamu selingkuh mas!" Kali ini teriakan lebih kencang dan diakhiri sebuah tangisan.

"Aku seperti itu karena kamu tidak pernah ada dirumah! Kamu harus pahami aku dong! Aku juga butuh kasih sayang," sang suami membela dirinya.

"Aku juga kerja, penghasilanku juga bisa mencukupi keluarga ini kan? Tapi aku bisa mengusahakan agar diriku tidak pulang malam dan punya banyak waktu dirumah. Tapi kamu terus saja dengan alasan pekerjaan dan mengharuskan keluar negri. Kamu gak mikirin aku mah?" timpal sang suami

"Lalu semua itu salahku?"

"Iya salahmu, aku jadi kesepian,"

"Halah kamunya aja yang mata keranjang kalau lihat perempuan cantik yang lebih seksi dan cantik dari aku. Dasar hidung belang, biawak gak cukup satu perempuan," potong Dina

Plak

Dan sebuah tamparan pun mendarat di pipi sang istri. Rio menampar istrinya yang telah mengatai dirinya hidung belang. Sementara Rio terus menyalahkan jika perbuatannya itu karena sang istri tidak pernah melayaninya sehingga ia kesepian dan butuh pelampiasan.

"Arghh, kamu nampar aku mas?" sahut Dina sembari memegang pipinya yang masih terasa panas karena tamparan.

"Mah..., maaf aku emosi. Sungguh aku minta maaf," ucap Rio

"Kita lebih baik cerai!" Dina pun pergi kekamarnya.

"Apa? Mah.... kita bisa bicarakan baik-baik," Rio mengejarnya namun Dina dengan langkah cepat masuk kedalam kamar lalu menutup pintunya dengan bantingan keras.

Braaak!

Rio menggerakkan daun pintunya agar terbuka, tapi tak bisa karena Dina telah menguncinya dari dalam.

Sementara Cassie, mendengar pertengkaran orang tuanya malam itu. Cassie anak semata wayang dari keluarga Prawirodirjo. Papanya bernama Rio Ghani Prawirodirjo dan Mamanya bernama Dina Rahmadani.

Cassie terkejut saat kata cerai terlontar dari mulut Mamanya. Dia jelas mendengar kata itu, karena kamar Cassie tepat di sebelah kamar orang tuanya.

"Cerai?" gumamnya

Butuh tiga detik Cassie mencerna perkataan itu hingga akhirnya ia pun meneteskan air mata.

"Kenapa Mama dan Papa selalu ribut. Bukan hanya Papa yang kesepian. Aku juga....hiks," Cassie pun menangis.

Cassie berumur 17 tahun. Beberapa hari lagi dia genap berusia 18 tahun. Usia remaja yang sedang beranjak dewasa itu sedang membutuhkan peran kedua orang tuanya. Bukan menjadi korban anak yang Broken Home.

Gadis itu terus menangis, ia menutup wajahnya dengan bantal agar isak tangisnya tidak keluar.

Sedangkan dan Papa masih beradu mulut dengan Mamanya. Membuat pikiran Cassie berputar dan pusing. Sungguh ia tidak tahan dengan keributan yang terjadi di rumahnya malam itu.

Pukul sebelas malam, dimana mayoritas manusia sudah berada didalam mimpi. Tapi yang terjadi dikeluarga Prawirodirjo adalah pertengkaran dan perdebatan yang panjang.

Keduanya tidak ingin disalahkan, dan berambisius dengan argumennya masing-masing. Awalnya keinginan bercerai adalah keputusan sepihak dari Mamanya. Tetapi pada akhirnya sang Papa menyetujui perceraian itu.

Cassie keluar mencoba menghentikan pertengkaran kedua orang tuanya. Tetapi ia malah melihat adegan pengusiran.

Dina melemparkan semua barang-barang, termasuk pakaian yang sudah dimasukkan kedalam koper kearah Rio.

"Ini rumahku. Aku membelinya sebelum menikah denganmu jadi kau harus pergi dari rumah ini!" hardik Dina sembari terus mengeluarkan barang-barang suaminya yang lain. Lebih tepatnya mantan suaminya meskipun pengadilan belum memutuskan. Namun sang suami telah melontarkan talak tiga kepada istrinya.

"Diaaam!.....hiks...," teriak Cassie

Tiba-tiba susana menjadi hening.

Dina dan Rio menoleh kearah anaknya. Mereka lupa akan kehadiran Cassie. Sungguh miris, anak sendiri dilupakan.

"Tidak bisakah kalian membicarakannya dengan kepala dingin?" pinta Cassie sembari menangis dengan sedikit sesegukan.

"Percuma sayang, papa mu sudah menjatuhkan talak tiga pada Mama," jawab Dina berbicara pelan sambil mendekati anaknya.

Ia ingin memeluk Cassie, tetapi belum sempat hal itu dilakukan Cassie berlari kearah keluar menuju garasi tempat parkir mobilnya.

Sungguh hatinya terkejut dan belum siap menerima jika sebentar lagi, dia tidak memiliki keluarga yang utuh.

Cassie membuka pintu garasi dan pagar lalu masuk kedalam mobil dengan langkah terburu-buru. Sementara Dina keluar mengejarnya.

"Sayang kamu mau kemana? Ini sudah larut Cassie!" Teriak Dina tetapi Cassie sudah melaju pergi dengan mobilnya.

Entah kemana anak itu pergi. Dia tidak berpikir jernih dan satu-satunya jalan adalah pelarian.

Sambil menangis Cassie menancap gas, tidak tahu mau kemana. Ia pun mengambil ponselnya yang ada disaku baju. Dan mulai mencari nomer teman yang kira-kira dapat membantunya.

Saat sibuk mencari nomer salah satu teman, sebuah sinar terang mengarah padanya dan disertai klakson panjang. Cassie menatap kearah depan dan segera menginjak pedal rem.

Ciiiiit

Sambil menutup mata Cassie sekuat tenaga menginjak rem. Lalu saat mobil itu berhenti, ia tidak mendengar bunyi tabrakan. Itu artinya ia selamat.

Remaja itu pun membuka matanya dengan takut-takut. dan perlahan menatap ke depan. Ia mendongakkan kepalanya berusaha untuk melihat dari jendela depan apakah mobilnya tertabrak atau tidak.

Tok Tok Tok

Ada suara ketukan kaca jendela mobilnya dari samping. Cassie segera menoleh dan membukanya setengah jendela untuk mengintip.

Seorang pemuda sangat tampan dan sempat mengalihkan dunia Cassie. Sesaat perasaan sedihnya terlupakan.

"Are you okay?" tanya Pemuda itu.

"Hmm i-iya I'm okay," jawab Cassie sedikit ragu. Karena sebenarnya, dia sedang dalam kondisi yang tidak baik.

"Are you western?" Tanya Cassie karena sebenarnya dia belum begitu fasih berbahasa Inggris.

"Tidak, Aku orang Indonesia. Hemm pasti kamu berpikir kalau aku orang barat ya?" Terka pria itu sambil tersenyum manis

"Haha iya, soalnya wajah kamu seperti pria bule,"

"Banyak yang bilang begitu, tapi aku asli orang Indonesia. Oh ya kenalkan, aku Vinno," ucap pria itu sambil mengulurkan tangan.

"Aku...Cassie," Ia tidak membalas uluran tangan Vino dan hanya mengangguk sembari tersenyum dipaksakan. Dia sedikit menjaga jarak dengan orang asing

"Bisa keluar sebentar?" Ajak pria itu.

Cassie sedikit takut. Apa yang harus ia lakukan. Apakah pria ini dapat dipercaya?

"Tenang saja, aku tidak akan berbuat jahat. Tapi plat nomermu tersangkut di bumper mobilku," jelas pemuda itu.

"Hah kok bisa?"

"Ya aku juga gak tahu,"

Cassie pun segera keluar mobil untuk mengecek sendiri apa yang terjadi.

"Astaga, benar. Lalu gimana nih,"

"Mungkin saat kamu menginjak rem, plat itu turun kebawah. Dan setelah rem terlepas jadi terangkut seperti itu," jelas Vinno.

"Kalau begitu aku akan telepon orang bengkel,"

"Tidak perlu, aku bisa kok," ucap Vinno sambil tersenyum.

Gila senyumnya manis banget

Cassie membatin dengan perasaan senang, sejenak melupakan masalah keluarganya.

Vinno mulai memperbaiki plat yang menyangkut, butuh waktu beberapa menit dan disamping itu juga ponsel Cassie berkali-kali berdering.

Gadis itu terus mengabaikannya bahkan ia mematikan panggilan telepon yang terus masuk.

"Kenapa ga diangkat?" Tanya Vinno sembari memasukkan peralatan obengnya ke dalam tas kecil.

"Hemm itu," Cassie sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia sedikit bingung jawaban apa yang harus diberikan sementara ia baru bertemu pria didepannya ini.

Masalah mobil selesai, Vinno tersenyum lagi seolah-olah dia paham permasalahan Cassie ditengah malam ini terlebih lagi dia perempuan.

"Mangsa baru ni," batin Vinno, senyumnya mengembang lebar penuh maksud lain

Konflik

"Aku tahu tempat menghibur diri yang asik," ucap Vinno sembari mendekati Cassie dan langsung merangkul bahu remaja itu.

Cassie bergeser sedikit sambil melepaskan rangkulan Vinno . Namun Vinno merangkulnya lagi dan mengajaknya dengan ajakan halus.

"Kita sama Cassie, aku juga sedang memiliki masalah keluarga, mereka ingin bercerai,"

Vinno memancing Cassie, ia hanya menebak saja dengan apa yang dialami gadis itu. Karena dirinya sempat melihat nama penelepon dilayar kaca tersebut adalah Mamanya.

Ada rasa tidak enak, jika menolak ajakan Vinno yang juga sedang sedih dan butuh seseorang. Sama seperti dirinya. Akhirnya Cassie pun tidak melepaskan rangkulan itu dan menganggapnya rangkulan seorang teman baik.

Wangi aroma parfum Vinno bukan kaleng-kaleng. Cassie tahu benar ini parfum senilai 5 jutaan, karena aromanya mirip seperti wangi parfum papanya jika ingin menemui klien penting.

Dilihat dari merek mobil yang dibawa Vinno adalah Lexus 570, harganya bisa mencapai 3 milyar lebih. Dari wangi parfum dan penampilan pakaiannya yang bermerek No KW, menandakan jika Vinno adalah anak konglomelarat eh salah maksudnya Author adalah konglomerat.

Cassie menepikan mobil lalu meninggalkannya dijalanan itu. Kemudian Ia pergi dengan mobil yang dikendarai Vinno.

Sangat nyaman, dan dari dalam mobil tidak terdengar suara luar. Mobil itu memiliki kedap suara.

"Memangnya kamu mau bawa aku kemana?" Cassie memulai perbincangan.

Ia bertanya karena sedikit penasaran. Pasalnya Cassie adalah anak rumahan yang jarang nongkrong.

"Kalau dikasih tahu ga surprise dong," ujar Vinno

"Eits kita kok jadi aku kamu ya hehehe, biar lebih akrab Lo Gue aja kali ya," Timpalnya lagi sembari mulai menjalankan mobilnya.

"Ah iya habisnya aku eh gue gak tahu umur Lo, takutnya Lo lebih tua dari Gue,"

"Haha emangnya tampang gue boros ya?"

Cassie menggeleng pelan sambil tersenyum.

"Gue tebak nih ya, kita seumuran pasti 17 atau 18an kan?" terka Vinno yang asal-asalan.

"Wah tebakan Lo bener, ya gue 17 tapi bentar lagi 18. Kalau Lo?"

"Sebentar lagi dong?"

Dan mereka berbicara apa saja. Perbincangan mereka semakin menarik dan keduanya saling tertawa. Kali ini Cassie merasa sedikit lebih nyaman dibanding saat pertama kali bertemu.

Sementara dilain tempat, kedua orang tua Cassie bertengkar lagi dan saling menyalahkan soal kepergian Cassie ditengah malam itu.

"Ini semua gara-gara kamu pah!"

"Aku? Ngomong sama tangan! Liat diri kamu di cermin sebelum kamu menyalahkan orang lain. Menurut kamu, semuanya aku yang salah kan?" ujar Rio tak mau disalahkan

Dina sudah muak dengan adu mulut yang tiada henti, tenggorokannya sakit dan yang lebih sakit adalah hatinya yang telah dikhianati.

Suasana hening, tak ada percakapan dari keduanya. Lalu terdengar suara seseorang menangis.

"Sudah berapa lama kamu menjalin hubungan dengannya?" Dina berbicara dengan nada suara yang lebih lembut dan pelan.

"Masih dibahas lagi? Sampai lebaran monyet pun kau akan terus mengungkit hal ini?"

"Aku hanya ingin tahu, apa benar karena kamu kesepian? Atau kamu telah tertarik dengannya sehingga berbagai macam alasan kamu tuduhkan ke aku," Dina masih berbicara dengan konotasi yang lembut

Rio terdiam, perkataan Dina tidak bisa ia elak. Rio sebenarnya telah lama menaruh hati pada seorang perempuan di bar. Pertemuan mereka saat salah satu klien mengadakan party di sebuah club malam.

Pertemuan kedua, saat mereka tak sengaja bertemu di bioskop. Dan pertemuan ketiga Rio mulai bermain tangan menggandeng tangan wanita itu, merangkulnya. Pertemuan ke empat sang wanita mulai mencium pipinya dan dari situlah Rio menanggapi jika sang wanita juga terpikat padanya. Dan hubungan itu berlanjut dengan hanya sebatas ciuman bibir.

Pertemuan ke lima, Rio sangat stress dengan pekerjaannya. Ia pun pergi ke bar. Wanita bar itu hanya menemani Rio mengobrol, mengobati kesendiriannya. Siapa sangka mabuknya Rio malah membuat hubungan itu semakin terjerat.

Tak bisa dipungkiri, Rio telah jatuh cinta untuk kedua kalinya dengan wanita lain yang lebih muda dari Dina, yang lebih langsing dari Dina dan lebih dari segalanya. Lambat lain hatinya untuk Dina berkurang dan hanya menyisakan kekesalan. Sehingga setiap bertemu mereka selalu adu mulut.

Rio tidak menjawab pertanyaan Dina, ia memilih bungkam agar tidak terjadi perdebatan.

"Besok aku akan urus perceraian kita. Masalah Cassie ku serahkan padamu. Aku tetap menafkahinya hingga Cassie menikah nanti. Aku pergi," ucap Rio dan berlalu begitu saja

Tangisan Dina semakin menjadi setelah kepergian Rio. Rupanya disatu sisi Rio buru-buru meninggalkan Dina karena ia juga menangis.

Dua puluh lima tahun hidup bersama Dina, banyak kenangan yang terangkum didalamnya. Berharap Dina akan menjadi yang terakhir untuknya, tetapi siapa sangka. Pelakor lebih memikatnya.

Kembali ke Cassie.

Vinno menghentikan mobilnya di depan hotel bintang lima. Pikiran negatif mulai berdatangan dari pikiran Cassie.

"Hotel? Mau ngapain?" tanya Cassie blak-blakan

"Haha kita ga ngapa-ngapain. Temanku mengadakan party di lounge barnya. Yuk," ajak Vinno sembari turun dari mobilnya.

Cassie masuk dengan ragu, tetapi Vinno menggandeng tangannya dan menariknya semakin kedalam.

Suara Jedag-jedug musik Dj dan permainan lampu warna-warni memeriahkan pesta itu.

"Sora, happy birthday beb," ujar Vinno dengan berteriak sembari cipika cipiki.

"Beb? Dia pacar Lo?" tanya Cassie

"Apa? Suara Lo gak kedengeran," Vinno mendekatkan telinganya ke arah Cassie dan wanita itu bertanya

"Dia pacar Lo?" ulang Cassie

"Bukan, dia temen gue," Vinno lalu mengenalkan Cassie pada temannya itu.

"Hai, gue Sora," mengulurkan tangan

"Cassie," Cassie membalas ukuran tangan Sora

"Pacar Lo Vin?" tanya Sora kemudian

"Iya,"

"Wuih dapat lagi bro?" salah satu teman prianya menghampiri mereka, Vinno langsung menyenggol lengan teman prianya itu dengan sikut.

"Dia Bram,"

"Hai cantik, gue Bramantyo. Bisa dipanggil Bram, Tyo atau Mas hehe," teriak Bram

"Hemm Cassie," Cassie mengenalkan dirinya lalu tersenyum

"Masuk aja gaes, nikmati semuanya gratis," ujar Sora sembari sedikit menggerakkan bahu dan tubuhnya mengikuti musik

"Ok beb," ujar Vinno pada Sora

"Yuk kesana," sambil menggandeng tangan Cassie.

Jujur ini pertama kalinya aku ke tempat ini. Rasanya sangat amat tidak nyaman. Apa aku pergi aja ya dari sini, batin Cassie

"Kenapa diem, ayok dance. Jangan kaku gitu. Kita disini buat ngilangin stress," ujar Vinno

Cassie membalasnya dengan senyum kecil penuh keragu-raguan. Sedikit demi sedikit bahunya mulai bergerak naik turun. Diikuti pinggul dan kakinya, sangat kaku karena Cassie tidak bisa berjoget.

Di arena tengah tempatnya lebih gelap dibanding yang lain, hanya lampu kerlap-kerlip yang meneranginya. Lama kelamaan Cassie sedikit pening. Ia pun memundurkan diri dari arena tengah.

Cassie berdiri di meja bar dan seorang bartender bertanya padanya, "Mau minum apa?"

Semua gratis, karena tempat itu telah disewa Sora.

"Yang enak," kata Cassie

Tak butuh waktu lama di bartender lalu memberinya minuman dari gelas yang memiliki lekukan di tubuh gelasnya, tidak lurus dari bawah sampai atas seperti gelas biasa.

Cassie mengambil gelas itu dan meminumnya, namun belum sampai ia meminumnya, sebuah tangan menyentuh bahunya.

"Jangan langsung diminum, tapi nikmati aroma aslinya dulu. Karena Lo baru pertama kali nyobain wiski ini kan?" ujar seseorang yang tak lain adalah Bram.

"Oh, harus dicium aromanya dulu?" Cassie melakukannya, ia mulai mencium aroma Wiski yang lama kelamaan terasa kuat.

"Cium aroma wiski dengan perlahan, dan biarkan aromanya memenuhi seluruh otak," ucap Bram lagi

Setelah itu Cassie mulai meminumnya.

Wanita itu terbatuk-batuk karena rasa alkohol yang terasa sangat menyengat di tenggorokannya juga ada rasa panas ketika masuk di tubuhnya.

"Haha baru pertama kali ya? sebaiknya Lo tambahin air dikit aja dan es, seperti ini," ucap Bram mengambil air putih menuangkan setetes sendok makan dan memasukkan beberapa es yang tersedia dalam wadah ember kecil dekat meja bar.

"Setelah itu minum baru di minum," timpalnya lagi

"Benar, rasanya tidak sekuat yang pertama," Cassie meletakkan gelasnya kembali dan dia enggan meminumnya lagi.

"Lo tau gak sebenarnya cara minum whisky itu unik. Dia harus memakai gelas model Sherry copita seperti ini. Bagian tengah yang membesar akan 'mengumpulkan' alkohol. Sedangkan di leher gelas itu akan membuat alkohol makin terkonsentrasi. Lalu bagian bibirnya yang melebar akan menguapkan alkohol. Tujuannya, agar aroma alkohol yang kuat ini tak langsung menyentuh hidung." ujar Bram

Cassie mulai tertarik dengan obrolan ini. Jadi tidak sembarang gelas yang dipakai. Aturan gelas ini menjadi penting, khususnya saat ingin melakukan nosing dan testing wiski.

"Memangnya kalau pakai gelas lurus apa efeknya?" tanya Cassie

"Efeknya akan merusak kenikmatan aroma Wiski karena aroma alkohol dari wiski ini akan berkumpul di leher botol, sehingga aroma alkohol akan terlalu kuat di hidung," jelas Bram

"Kok gak di minum lagi?" tanya Bram

"Udah cukup,"

"Nyesel loh ga dihabisin, mumpung gratis," bisik Bram yang juga meneguk gelas whiskynya.

Akhirnya Cassie menurut juga, ia habiskan satu gelas berisi Whisky, tak berapa lama ia merasa pening dan berat lalu ia menjatuhkan kepalanya di meja bar.

.

.

.

Keesokannya harinya, Cassie terbangun karena sinar matahari yang memapar wajahnya.

Saat ia membuka matanya, tubuhnya berada disebuah ranjang dengan berselimut putih dan tanpa sehelai kain.

Ia terperanjat kaget lalu melihat seseorang yang berada disampingnya. Cassie mengenal orang itu, meskipun saat itu ia melihatnya dalam cahaya gelap.

"Bram," gumam Cassie

Dan konflik pun di mulai dari sini.

Sebenarnya

Astaga apa yang terjadi semalam? batin Cassie

Ia duduk meremat kain selimut dan panik. Perlahan mencoba mengingat apa yang terakhir kali ia lakukan.

Pria disampingnya masih terbaring didalam selimut dan terlihat berpakaian. Sementara dirinya sudah tak mengenakan apapun.

Cassie lalu beranjak dari tempat tidurnya, memungut pakaiannya yang berjatuhan dilantai kemudian memakainya dengan cepat.

"Aneh, daerah kewanitaan ku tidak sakit sama sekali. atau memang pria ini tidak mengambil kesucianku," gumam Cassie dengan pelan.

Ia ingin sekali marah dengan pria itu, namun ia takut jika Bram berbuat hal yang tak diinginkan. Ia pun cepat-cepat keluar dari kamar hotel itu.

Namun ada hal aneh yang ia temukan. Sebuah noda merah di karpet. Cassie menelusuri bercak itu yang ternyata mengarah ke kepala Bram bagian kiri.

"Darah, dikepala. Astaga!" pekiknya

Cassie mengguncangkan tubuh Bram dengan panik. Pria itu tak bergerak. Ia pun memeriksa saluran pernapasan dan denyut nadinya.

"Syukurlah dia masih hidup,"

"Bram bangun," sembari menepuk pelan pipinya.

Cassie tak kehabisan ide, ia lalu berjalan menuju kamar mandi lalu mengambil segelas air. Cassie kembali lagi ke kamar dan menyemprotkan air dengan jari jemarinya ke wajah Bram. Tetap saja pria itu tak bergerak sama sekali.

Ia meletakkan gelas berisi air kran tersebut di atas meja nakas.

"Bagaimana ini, jika aku memanggil petugas hotel aku takut jika ditanyai ini itu," Cassie berjalan bolak-balik sambil memegangi rambutnya.

Tak ada cara lain, Ia pun mengambil gelas yang berisi air tersebut lalu menyiramkannya ke wajah Bram.

Byur

Air siraman itu masuk ke dalam hidung Bram, dan pria itu langsung terbangun. Hidungnya perih ditambah kepala bagian kirinya juga terasa sakit dan berat.

Untung saja Bram tidak memiliki penyakit jantung. Ia lalu mengusap air yang membasahi wajahnya.

Pandangannya kabur saat melihat kedua kaki menyentuh tanah ada dihadapannya. Berulang kali ia mengucek matanya dan melihat kembali sosok yang ada dihadapannya.

Matanya menjalar dari bawah ke atas dan ia terkejut melihat Cassie.

"Cassie, Lo baik-baik aja kan?" tanya Bram yang langsung berdiri pria itu ingin menghampiri Cassie namun kepalanya terasa pening.

Ia pun meraba kepala bagian kiri. Ada sesuatu yang mengeras dan menempel di kepalanya.

"Kepala Lo berdarah, dan gue terbangun dengan kondisi buggil. Apa Lo bisa jelasin, apa yang terjadi semalam?"

Bram yang limbung kembali duduk diranjang, berusaha menetralkan pikirannya dan sakit kepalanya. Darah dikepala ya mengering. Untung saja bukan pendarahan yang hebat.

Bram sambil mengingat apa yang terjadi semalam.

"Semalam Vinno bawa Lo kesini, gue tau Lo orangnya polos makannya gue ikutin. Tapi keburu dia buka baju Lo," jelas Bram, dengan reflek Cassie menutupi dadanya dengan menyilangkan tangannya.

"Terus, Lo juga lihat,"

"Ya gak sengaja lihat," jelas Bram lalu lalu melanjutkan kalimatnya lagi

"Gua gak mikirin apa-apa waktu itu, karena Vinno langsung ninju gue. Trus gue tendang dia, abis itu gue selimutin Lo. Gak taunya Vinno mukul gue pake botol. Gue inget kepala gue berdarah. Abis tu gue ga inget apa pun,"

"Sumpah semalam gue ga ngapa-ngapain Lo," timpalnya lagi dengan cepat.

"Vinno?"

"Lo jangan percaya sama Vinno, dia cuma manfaatin kepolosan Lo," ucap Bram

"Kalau gitu thanks ya, gue udah berprasangka buruk ma Lo,"

Bram tersenyum dan menjawabnya dengan anggukan kepala.

"Kita cek out sekarang, gue antar Lo pulang," ajak Bram dan merapikan pakaiannya yang kusut sebelum meninggalkan kamar itu.

Cassie mengikutinya. Kali ini dia juga tidak akan mudah percaya, termasuk Bram dan apa yang dia ceritakan barusan.

Setelah ini Cassie akan mengecek soal kewanitaannya apakah dia masih virgin atau tidak.

Bram berhenti didepan lift, sambil menunggu pintu lift terbuka dia bertanya pada Cassie, "Rumah Lo dimana?"

Deg

"Rumah?" gumam Cassie

Aduh gue kan mau kabur dari rumah, trus gue mesti kemana? batin Cassie

"Hey, kok diem?"

Ting

Pintu lift terbuka, obrolan pun terhenti dan mereka masuk kedalam lift.

"Cas?" tanya Bram karena Cassie masih belum menjawab

Kring...Kring

Suara ponsel Cassie berdering, sang mama menelepon. Sebenarnya ia enggan mengangkat namun, Bram meliriknya. Akhirnya ia angkat juga telepon itu.

"Ya Ma," ucap Cassie lembut

"Kamu dimana sayang? Mama sampai lapor ke polisi karena mobil kamu ditemukan tetapi kamu menghilang. Kamu dimana sayang?" ujar sang Mama khawatir

Cassie mengambil napas dalam lalu membuangnya dengan kasar

"Ya nanti Aku pulang,"

Ting

Pintu lift terbuka, Cassie dan Bram segera keluar dari lift. Cassie pun mengakhiri pembicaraannya lewat telepon. Namun dia masih memainkan ponselnya, melihat riwayat panggilan yang begitu banyak.

Braak

Seseorang yang sedang memainkan ponselnya juga tak sengaja menabrak Cassie. Ponsel keduanya jatuh, tipe ponsel yang sama dan warna yang sama pula.

"Sorry, saya tidak sengaja," ucap pria yang menabrak itu dan segera mengambil ponselnya.

"Saya juga minta maaf om," balas Cassie lalu tersenyum.

Cassie memanggilnya Om karena pria itu terlihat lebih tua dan berpakaian jas rapi. Sepertinya memang sedang terburu-buru.

Bram yang telah menyelesaikan pembayaran, kemudian kembali dan menghampiri Cassie.

"Ada apa?"

"Maaf, saya tidak sengaja menabraknya. Jika ponselnya rusak saya bersedia mengganti," ujar si Om.

Cassie melihat ponselnya, dalam posisi mati, tetapi karena ia melihat tidak ada keretakan jadi Cassie pun membiarkannya

"Tidak apa-apa, tidak perlu diganti,"

"Hmm begini saja, ini kartu nama saya. Jika ada kerusakan hubungi saja ya. Maaf saya terburu-buru," ucap si Om sembari menyerahkan kartu namanya kepada Cassie dan kemudian pergi dengan sedikit berlari.

Cassie mengambilnya dan melihat nama yang tertera disana.

"Barra," gumam Cassie

Cassie dan Bram pun pergi meninggalkan hotel tersebut. Sedangkan Barra yang baru saja masuk lift, membuka ponselnya.

"Ini bukan punya ku, astaga," pria itu langsung menekan tombol turun. Tetapi ia harus melewati satu tingkat lagi untuk turun kebawah.

Namun percuma saja ia mengejarnya karena Cassie sudah pergi.

.

.

Cassie sudah sampai dirumah, tentu saja di antar Bram. Pria asing yang baru ditemuinya kemarin. Mereka tak banyak bicara karena canggung.

"Terimakasih ya Bram, Lo mau masuk ga?" tawar Cassie

"Mungkin lain kali, gue minta nomer Lo aja," ucap Bram seraya memberikan ponselnya pada Cassie.

Gadis itu menerima ponsel Bram dan mengetik nomer teleponnya. Namun baru beberapa nomer di tulis, Cassie melihat sang Papa tengah keluar dari rumah dengan membawa dua koper miliknya, serta barang lain yang juga diangkut asisten rumah tangganya.

"Papa mau kemana?" gumam Cassie yang langsung memberikan ponselnya pada Bram padahal ia belum selesai mengetik. Cassie turun dan berlari menghampiri sang Papa.

"Papa," teriak Cassie.

Rio, papanya menoleh

"Cassie, kamu kemana saja?" ucap Papanya panik

"Aku main, lalu Papa mau kemana dengan barang-barang itu?"

"Papa dan Mama memutuskan untuk bercerai,"

"Cerai? Kenapa? Apakah itu solusinya?" ucap Cassie kemudian ia menangis

"Sayang, suatu saat nant...,"

"Papa dan Mama jahat, kalian gak mikirin perasaan aku," Cassie pun berlari masuk kedalam rumah sambil menangis.

Tak berapa lama gadis itu sudah berada diatas balkon di lantai 3.

"Papa, Mama, Kalian tega, kalian ga mikirin perasaan aku. Lebih baik Aku mati dari pada menjadi korban broken home, Selamat tinggal Ma....Pa..." Teriak Cassie

Perbuatannya itu mengundang perhatian Rio, Dina, asisten rumah tangganya dan Bram yang belum pergi dari depan rumahnya melihat Cassie tengah berdiri diatas pagar balkon dan hendak meloncat.

Bruuuuk

Cassie terjatuh dari balkon lantai tiga

"Cassie....!" seru semua yang ada disana.

Visual Cassie sumber Instagram @marinabondarko

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!