“Selamat kepada siswa Eric! Dengan ini kamu sudah menjadi bagian dari Duta Kampus, karena kamu sudah menerima banyak penghargaan di berbagai bidang!”
Seorang pria berkumis yang merupakan seorang dosen dari sebuah universitas memberikan penghargaan tertinggi yang bisa diperoleh seorang mahasiswa.
Sedangkan orang yang diberi penghargaan itu hanya tersenyum penuh paksa. Dia tidak terlalu suka dengan hal-hal berbau formalitas seperti ini.
Dia adalah Eric, seorang anak muda jenius dengan berbagai keterampilan, dia menjuarai banyak olimpiade yang diadakan secara nasional maupun tidak.
Namun tidak banyak orang tahu bahwa dia juga berlatih bela diri ketika waktu senggang, karena keinginannya ingin seperti ayahnya, yakni menjadi tentara.
Setelah menerima penghargaan tersebut, Eric langsung pulang ke rumahnya. Inilah salah satu alasannya memenangkan banyak penghargaan tersebut.
“Oh kamu sudah pulang sayang? Kamu mandi dulu sana! Nanti malam kita akan makan besar bersama dengan ayah, dia akan pulang sore ini,” jelas Ibu Eric.
“Bagaimana dengan penghargaan yang kamu dapatkan itu? Apakah itu akan menjadi hadiah ulang tahun untuk ayahmu? Pasti ayahmu akan bangga sayang,” lanjut Ibu Eric.
“Tepat sekali Ibu, aku melakukan semua ini untuk kalian berdua yang sudah bekerja keras untuk studiku, tentu saja aku akan melakukan segalanya,” jawab Eric senang.
“Sambil menunggu ayah, aku mau latihan bela diri yang diajarkan ayah waktu itu dulu bu, aku ingin menunjukkan kemajuan pada ayah nanti,” lanjut Eric senang.
“Hmmph! Kamu sama saja dengan ayahmu itu, sayangnya ayahmu tidak memiliki otak secerdas dirimu, pasti itu dariku, ha ha ha…”
“Baiklah-baiklah, kamu boleh berlatih, jangan berlatih sampai larut, kita harus menjemput ayah, taruh dulu semua barang-barangmu di kamar!” perintah Ibu Eric.
“Baik, Bu!”
***
Eric sekarang sudah berada di salah satu lapangan milik tentara. Memang benar, dia bertempat tinggal di perumahan tentara karena pekerjaan ayahnya yang mengharuskan hal ini.
“Hah! Hah! Hah!” Eric terlihat sedang melatih beberapa gerakan bela diri yang merupakan khas dari negaranya, yakni negara Perancis.
Setelah hampir 2 jam dia berlatih, dia akhirnya memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum pulang ke rumah. Dia duduk di kursi yang ada di samping lapangan latihan.
“Nanti malam, aku akan menunjukkan bagaimana kemajuanku pada ayah, aku sudah melatih ini setiap hari dan aku ingin ayah mengajarkanku bela diri yang lainnya, aku–”
*DOOR!
Sebuah peluru nyasar menghantam kepala Eric yang tengah mengepalkan tangannya. Seketika dia sekarat dan tiba-tiba banyak suara mendekat ke arahnya.
“Sial! Bagaimana kalian bisa menembakkan peluru keluar dari target! Lihatlah sekarang apa yang sudah kalian perbuat! Cepat panggil Ambulan Militer!” teriak Kapten Pleton.
Kericuhan langsung terjadi, beberapa tentara langsung memberikan pertolongan pertama pada Eric demi mengurangi darah keluar dan menjaga kesadarannya.
Di saat yang sama, seorang pria tua dengan pangkat militer Jenderal melihat kerumunan tak jauh dari perjalanannya menuju rumah, dia pun mendekat dengan tenang.
“Ekhem! Apa yang sedang terjadi! Kenapa kalian malah bermalas-malasan! Apakah kalian sadar ini masih belum waktunya istirahat! Kalian–”
Kata-kata Pria Tua Jenderal itu terhenti ketika melihat seorang pemuda tampan yang sedang diberikan perawatan pertama itu ternyata adalah anaknya.
“Eriiiiiic! Apa yang terjadi padamu, Anakku?” Ayah Eric itu langsung mendekat dan mendekap tubuh anaknya tersebut. Dia berusaha ikut melakukan pertolongan pertama.
“Kenapa kalian semua masih diam saja! Cepat panggil ambulan!” Ayah Eric berteriak kacau ke semua orang, wajahnya sangat garang dan tak menerima bantahan sama sekali.
“Ayah–” Suara Eric terdengar parau, kepalanya yang sudah tertembus sebuah peluru berkaliber tinggi itu terasa sangat panas dan menyakitkan sekali.
“Tenang Anakku! Ayah ada di sini, ambulans sudah datang. Kamu pasti akan selamat, ayah menjanjikan itu!” Ayah Eric menggendong anaknya itu untuk naik ke ambulans.
Pertama kalinya Eric melihat ayahnya begitu terpukul karena sesuatu, tentu saja itu semua karena kejadian yang menimpanya. Namun Eric tak ingin melihat wajah ayahnya menangis.
“Jangan menangis Ayah, aku ingin melihat Ayah yang selalu kuat dan tersenyum kepadaku setiap saat. Bukan yang seperti ini,” ucap Eric lirih sambil menahan rasa sakit.
“Maafkan Ayah! Seharusnya Ayah tidak pulang terlambat dan kamu menunggu lebih lama dari ini, sekali lagi maafkan Ayahmu ini, Anakku!” Ayah Eric tidak bisa membendung tangisan.
Seorang pria kuat yang menangis bukan tanpa alasan, meskipun dia terlihat cuek dari luar, namun jika dihadapkan dengan keluarganya, maka dia pasti akan menjadi sosok yang bisa diandalkan.
“Uhuk … kenapa Ayah minta maaf, bukankah Ayah selalu mengatakan bahwa kematian hanya masalah sepele untuk kita, sekarang Eric tahu maksud perkataan Ayah.”
Eric tersenyum penuh arti, tubuhnya sudah mulai lemas, pertolongan awal dari para medis yang berada di sampingnya tidak membuat banyak kemajuan.
“Eric! Eric! Jangan bercanda! Kamu adalah kebanggaan Ayah! Kamu adalah anak Ayah yang kuat! Jangan mau kalah dengan luka kecil seperti ini! Tetaplah sadar Anakku!”
Ayah Eric sedikit histeris, dia menggenggam tangan anaknya dengan erat, seakan-akan dia tidak rela melepaskan anaknya walau hanya beberapa menit saja.
Eric tahu bahwa hidupnya sudah tidak lama lagi, karena pendarahan di kepalanya tidak bisa dihentikan dan malah semakin meluas, hal ini bisa dilihat dari raut wajah para medis samar-samar.
“Ayah… mungkin aku akan sedikit mengecewakan Ayah, karena tidak kuat dengan luka ini. Ada satu hal yang ingin Eric sampaikan sebelum meninggal, uhuk…”
“Terima kasih karena sudah menjadi Ayah yang hebat untukku, aku sangat mencintai Ayah dari segalanya. Katakan juga pada Ibu masakannya tadi siang enak sekali.”
“Dan aku sangat mencintai kalian berdua, setelah Eric tiada, jangan bersedih dan janganlah membenci siapa pun. Ayah dan Ibu harus tetap tersenyum setiap hari, uhuk…”
Mata Eric sudah mulai berbinar-binar, kesadarannya perlahan mulai hilang, pandangan matanya juga sudah kabur, dia mulai kehilangan seluruh indranya.
“Eriiiiiiic!” teriak Ayah Eric menguatkan.
“Oh iya … Eric sudah … sudah bisa … melakukan … gerakan bela diri … persis seperti … Ayah waktu itu … Eric tidak sabar … berlatih … bersama … Ayah … lagi–”
*TIIIIIIIIIT!
“Eriiiiiiiiiiic! Bangunlah Anakku! Kamu pasti bisa selamat! Tolong buka matamu, Anakku…” Ayah Eric bersimpuh di depan wajah anaknya sambil memandang wajah anaknya yang sudah mulai memutih dan tidak merespon.
Hari itu, Eric terluka parah setelah tertembak peluru nyasar dan juga meninggal dunia ketika perjalanan menuju rumah sakit di dalam ambulans, di samping ayah tercintanya.
‘Terima kasih Ayah dan Ibu sudah menjadi keluarga yang baik untukku, aku akan selalu mengingat kalian semua baik di kehidupan ini atau kehidupan selanjutnya…’
Eric mati dengan bibir tersenyum, dia tidak menyesali sama sekali hidup di dunia dengan orang tua yang baik dan keluarga yang harmonis, dia sangat menghargai mereka semua.
***
Ruang Hampa, Dimensi Asing.
“Selamat datang Entitas Unik Terpilih! Perkenalkan aku adalah Dewa yang akan mereinkarnasikanmu ke sebuah dunia yang baru.” Sebuah suara menawan nan berwibawa menyambut kedatangan jiwa Eric di dimensi itu.
Eric yang mendengar suara itu terperangah dan melihat sekitarnya, namun dia tak mendapati ada seseorang pun di sana, tapi tiba-tiba ada sosok kuat yang muncul di belakangnya.
“Apa yang kamu cari Wahai Jiwa Unik? Apakah kamu mencariku?” Sosok Wanita dengan jubah hitam dan sebuah sabit besar di tangan kanannya menyapa Eric sekali lagi.
“Si– siapa kamu? Apakah kamu yang mengambil jiwaku kemari? Apakah kamu seorang Dewi? Dan dimana tempat ini?” Eric menanyakan banyak hal secara langsung, meski dirinya sedikit takut dengan sosok di depannya.
“Banyak sekali pertanyaanmu, namun aku tidak akan menjawabnya sekarang, kamu akan tahu sendiri siapa aku dengan berjalannya waktu.”
“Tugasku disini hanyalah untuk menyampaikan, kamu akan direinkarnasikan ke sebuah dunia Pedang & Sihir! Dimana disana kamu akan lahir dari ras iblis.”
“Tunggu-tunggu, kenapa kamu semena-mena memberikanku perintah, memangnya apakah aku akan setuju dengan hal yang kau suruh?” protes Eric pada sosok itu.
“Kamu dan aku tidak memiliki pilihan lain, kita terikat dalam sebuah takdir yang mana mengharuskan kamu bereinkarnasi ke dunia itu.”
“Jika kamu bertanya mengenai siapa yang membuat takdir ini, maka cari tahulah sendiri nanti. Mari kita lanjut menjelaskan mengenai tugasmu di sana.”
Tanpa mendengarkan protes Eric lagi, sosok itu terus melanjutkan penjelasannya. Sampai akhirnya Eric sendiri yang berhenti protes dan mendengarkan dengan seksama.
‘Orang ini tidak bergeming sama sekali, sepertinya aku memang tak memiliki pilihan lain. Kalau begitu tidak ada salahnya mendengar penjelasannya,’ batin Eric.
“Tenang saja, kamu disana tidak akan sendirian, kamu akan ditemani oleh sebuah sistem yang akan terintegrasi dengan jiwamu dan hanya kamu yang bisa menggunakannya,” ucap sosok itu.
“Lalu bagaimana dengan Traktat Perdamaian yang kamu jelaskan tadi? Dan sistem? Apakah maksudmu sistem seperti sebuah Artificial Intelligence yang ada di duniaku sebelumnya?” tanya Eric yang sudah mulai terbiasa.
“Mengenai Traktat Perdamaian itu, dahulu kala salah satu Kaisar Iblis dunia itu tidak berharap ada sebuah poin tambahan dalam pasal-pasal perdamaian dari pihak manusia.”
“Memang benar, awalnya Ras Iblis selalu superior dan menjadi ras terhormat. Tapi akibat kelicikan para manusia dan antek-antek seperti Malaikat dan Demigod itu, akhirnya ras iblis semakin terpojok di generasi selanjutnya.”
“Kamu bisa menanyakan hal ini lebih lanjut pada Crazy Demon System yang akan menjadi pendamping nanti, karena waktuku sudah tak banyak, sedangkan pertanyaan terakhirmu, persis seperti yang kamu simpulkan.”
Eric hanya terdiam mencerna semua informasi baru yang diterimanya, dia mulai menemukan garis besarnya, intinya dia harus mengembalikan kejayaan Ras Iblis.
Karena di masa sekarang, Ras Iblis itu sendiri berada di rantai makanan paling bawah, dimana iblis menjadi ras terlemah dan tidak memiliki apapun, ras budak yang bisa dihina semua orang.
“Sudah waktunya kamu reinkarnasi, sampai jumpa lagi Wahai Jiwa Unik! Semoga kamu bisa menyelesaikan semua ini, selamat berjuang…”
Sosok itu mengeluarkan cahaya putih dari tangan kirinya dan terbukalah sebuah gerbang yang memperlihatkan sebuah proyeksi dunia penuh dengan mana.
Jiwa Eric terserap ke dalamnya bersamaan dengan sebuah cahaya merah yang menerjang kepalanya dan mulai bergabung dengan jiwanya.
“ARGH!” Eric berteriak kesakitan ketika cahaya merah itu menyatu dengan tubuhnya. Lalu dalam sekejap mata dia sudah berada dalam sebuah bayi mungil.
“OEEEK!”
“OEEEK!”
“Ini sebuah keajaiban, bayimu tidak jadi meninggal, setelah kamu memberikan pelukan kasih sayang dan menyuntikkan beberapa mana murni, dia akhirnya bisa lepas dari masa kritisnya dan sekarang malah muncul sebuah keajaiban!”
Seorang wanita tua yang membantu proses persalinan, melihat kekuatan seorang ibu dan bayi mungil itu penuh takjub.
“Hiks … hiks … akhirnya kamu selamat Anakku!” suara lirih seorang wanita yang melahirkan bayi itu.
“Mulai sekarang namamu adalah Eric Basset,” sambung seorang pria tua yang merupakan ayah bayi mungil itu, sambil mencoba menggendongnya.
“Tunggu dulu ibu, apa maksud ibu dengan keajaiban tadi?”
“Ssssstt! Jangan keras-keras, aku tidak tahu pasti, tapi aku merasakan kepekaan mana yang tinggi dari anak kalian berdua, jangan beritahukan siapapun, atau anak kalian akan dibunuh!”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!