Pagi hari yang cerah di sebuah kota bernama Texas. Terlihat seorang wanita cantik sedang menikmati makanan, di suatu restaurant steak.
Wanita itu mengenakan gaun berwarna hitam dan kutek hitam yang mewarnai kuku jarinya.
Wanita itu bernama Ella.
Ella adalah seorang wanita yang selalu menyendiri karena kepribadiannya yang agak menyeramkan.
Ella mempunyai gangguan mental, yang disebut dengan ‘PSYCHO’, ia miliki penyakit itu karena memiliki sifat yang sama persis dengan ibunya yang telah lama menghilang.
Ella juga merupakan seorang penulis terkenal di kota Texas. ia mempunyai banyak karya yang telah terjual ke seluruh negeri.
Semua orang di kota Texas, tak ada satupun yang tak mengenalnya.
Saat Ella menikmati makanannya, datang seorang ibu beserta anaknya dan menghampiri Lisa.
“Apa benar kau penulis Ella?” tanya Si Ibu.
“Ya,” jawab Ella ketus dan melanjutkan menyantap makanannya.
“Lihat? Benar kataku, Ibu,” saut sang anak.
“Anakku adalah penggemarmu. Maaf telah mengganggumu. Bisakah kamu tanda tangan di buku ini?” ucap Si Ibu yang memberikan buku tulis anaknya pada Ella.
Ella mengambil buku itu dan membukanya untuk menandatanganinya.
“Siapa namamu, Nak?” tanya Ella.
“Ily,” jawab Si Anak.
Ella menulis nama Ily dan menandatangani dibawah tulisan itu.
“Kau seperti putri kerajaan dari buku dongeng,” lanjut Ily.
Ella menekan pulpen lebih keras saat mendengar ucapan anak itu dan menutup bukunya. lalu,
“Kenapa aku seperti putri kerajaan?”
“Karena kau cantik. Ibuku juga selalu memanggilku ‘PUTRI’, karena aku cantik,” jawab anak itu sambil tersenyum.
Tatapan mata Ella pun mulai tajam dan kembali tersenyum.
“Hahahaha. Bu, mau berfoto juga?” Ella tertawa dan menawarkan untuk berfoto bersama anaknya.
“Tentu saja. Terima kasih banyak,”
“Berdirilah disampingnya, Nak,” ucap Si Ibu kepada anak.
Si Anak pun berjalan mendekati Ella dan berdiri di samping Ella yang duduk di kursi.
Saat Si Ibu pun mengeluarkan ponsel dan berdiri menjauh untuk memotretnya, Ella berbisik pada anak kecil itu,
“Kau pasti bukan penggemarku.”
“Apa?” tanya anak itu.
“Dalam buku dongeng yang kutulis, penyihir yang selalu cantik. Siapa bilang semua putri kerajaan selalu baik dan cantik? Apa ibumu yang bilang?” ucap Ella.
Anak itu terlihat sangat bingung dengan ucapan Ella.
“Lihat dan tersenyum kemari, Nak,” ucap Si Ibu yang siap memotret.
Ella pun membisikkan sesuatu lagi pada anak itu.
“Jika kamu ingin cantik, katakanlah ini. ‘Ibu. Aku akan menjadi penyihir yang cantik’.”
*HOEEEKK!!!
Anak itu menjerit dan menangis, lalu lari dari sana meninggalkan Ella.
“Kamu mau kemana, Nak?” ucap Si Ibu yang menyusul anaknya berlari keluar.
Ella hanya tersenyum sinis dan membiarkan anak itu menangis dan berlari begitu saja.
Beberapa saat kemudian, seorang pria mendatangi Ella di restaurant itu.
Pria itu bernama Tom. Tom adalah seorang CEO kantor penerbitan buku-buku yang ditulis oleh Ella.
Walaupun Tom seorang CEO, tapi dia sudah seperti asisten pribadi Ella yang harus memberitahu jadwal tentang penerbitan.
“Astaga. Ella,” ucap Tom yang kaget karena melihat ada seorang anak kecil yang menangis dan berlari dari restaurant tempat Ella makan.
“Selamat pagi, Elle. Kenapa anak kecil itu menangis pagi-pagi begini?” sapa Tom.
“Biarkan saja, Tom. Mungkin dia terharu. Karena aku meluruskan stereotip yang salah,” jawab Ella yang melanjutkan menghabiskan makanannya.
Tom hanya menggelengkan kepala, karena heran melihat Ella.
“Astaga, Ella. Bagi anak-anak, stereotip lebih menakutkan daripada harimau dan cacar, dan kau meluruskannya? Kau memang hebat, Ella,”
*PLOK PLOK PLOK
Tom bertepuk tangan seakan menyindir Ella, dengan sifatnya yang sedikit aneh.
“Baiklah. Ayo, kita berangkat. Karena masih ada waktu sekitar 2 jam, kita bisa mampir ke salon terlebih dahulu,” ucap Tom.
“Untuk apa?” tanya Ella ketus.
“Kau tak bisa pergi seperti ini, Ella. Kau seperti Francesca yang akan melayat di pemakaman keluarga Addam!”
“Kau mau mengunjungi bangsal anak dengan pakaian seperti itu?” Ayolah, Ella. Kau pergi kesana untuk memberikan mimpi dan harapan, bukan untuk menakuti mereka,” ucap Tom.
“Katamu stereotip itu menakutkan?” tanya balik Ella.
“Kamu yang seperti ini, terlihat lebih menakutkan bagiku. Ella, tolonglah,” Tom memohon.
*CITTTTTT!!!
Ella mengambil pisau steak dan menggesekkannya ke piring, hingga membuat suara yang tak enak dirasakan oleh Tom.
“Argh. Baiklah, Ella. Hentikan itu! Aku akan meminta mereka untuk mendatangimu,” ucap Tom yang menutup telinganya.
Ella menghentikan perbuatannya itu, lalu mengelap pisaunya menggunakan tisu.
“Apa kau tahu alasanku menyukai restaurant ini?” tanya Ella.
“Karena steiknya sangat…”
“Bukan,” Ella memotong ucapan Tom.
“Pisau restaurant ini sangat tajam,” ucap Ella, lalu menggoreskan pisau itu ke jari telunjuknya.
“Kau lihat ini?,” ucap Ella yang menunjukkan jarinya, tanpa merasa kesakitan sedikitpun.
“Ella, jarimu berdarah,” ucap Tom yang semakin bingung melihat tingkah aneh Ella.
Ella mengelap jarinya yang berdarah menggunakan tisu dan memandangi pisau itu dan berkata,
“Pisau ini sangat cantik. Aku ingin memilikinya.”
Ella berdiri dan bergegas meninggalkan restoran itu dengan membawa pisau inventaris restoran.
Saat Ella berjalan keluar, ia hanya memamerkan pisau yang ia bawa kepada pelayan, dengan seenaknya.
“Permisi, Nona!” ucap pelayan itu yang melihat Ella membawa pisau milik restoran.
Tom kemudian menyusul dan memberi beberapa lembar uang dollar, sebagai ganti dari pisau yang diambil Ella.
“Tunggu sebentar,” ucap Tom yang kemudian mengeluarkan dompetnya dan memberi pelayan itu beberapa lembar uang.
Tom pun bergegas pergi menyusul Ella.
***
Masih di kota yang sama, seorang pria bernama Michael mendatangi pabrik tempat kakaknya bekerja.
Michael adalah seorang pria sederhana yang tinggal di pinggiran kota itu. Dia mempunyai paras yang cukup tampan, walau hanya seorang perawat di rumah sakit jiwa.
Michael bergegas meminta izin untuk absen dari pekerjaannya, karena harus mendatangi tempat kerja kakaknya, yang mempunyai sedikit gangguan kepribadian jiwa.
Michael mendapat panggilan dari pabrik itu, karena kakaknya yang sering membuat masalah disana.
Michael masuk ke ruang Manajer pabrik itu dan, diberitahu bahwa, Kakaknya akan dipecat dari sana.
Kakak Michael itu bernama Marco. Marco mempunyai sedikit gangguan kejiwaan, hingga membuat Marco tidak bisa bekerja dimanapun ia berada.
Sebenarnya, Michael sangat terbebani dengan penyakit kakaknya. Akan tetapi, ia harus tetap menjaga kakaknya.
Sebelum Bapak dan Ibu mereka meninggal, Michael diberi amanah untuk menjaga kakaknya yang mempunyai penyakit kejiwaan.
Setelah berbicara dengan Manajer pabrik, Michael keluar dari ruangan dan menuju mess Marco, lalu mengemasi barang-barang milik kakaknya.
Michael pun keluar dari mess dan menghampiri kakaknya yang menunggu di luar pabrik.
Terlihat Marco sedang meremas tangannya sendiri. Marco sangat panik dan bingung ditambah dengan penyakit kejiwaannya yang sangat merugikan orang banyak.
“Kak. Apa kau lapar?” tanya Michael dengan sedikit senyum.
Marco hanya mengangguk dan berjalan mengikuti Michael.
Di pinggiran kota Texas yang sangat indah, mereka berjalan bersama untuk menikmati indahnya pagi menjelang siang.
“Mau makan apa?” Michael bertanya.
Marco masih diam, tak mau menjawab dan meneruskan langkahnya di pagi itu.
“Kau hanya bekerja di sana untuk sementara. Aku akan mencarikan tempat yang lebih bagus untukmu,” lanjut Michael.
Marco masih terus diam tanpa sepatah kata apapun.
“Apa kamu marah?”
“Aku mau pasta,” Marco memotong ucapan.
“Apa?” tanya Michael.
“Aku mau pasta di rumah makan pojok, dekat tempat tinggal kita,” jawab Marco.
“Baiklah. Ayo makan sampai kenyang disana,” ucap Michael dan merangkul kakaknya.
“Makanan disana sangat enak. Apa kau ingat?” tanya Marco.
“Hmmmm. Mungkin aku lupa. Kapan terakhir kali kita kesana?” jawab Michael.
“Tenang saja. Aku yang akan mentraktir. Aku kakakmu,” ucap Marco yang masih menganggap bahwa adiknya tak mampu mengurus dirinya sendiri.
***
Keesokan harinya, terlihat Ella, Tom dan seorang cewek, asisten Tom, sedang menaiki mobil untuk menuju suatu tempat.
Mereka akan menuju Rumah Sakit Jiwa tempat Michael bekerja, untuk mengantarkan Ella yang akan memberikan dongeng kepada anak-anak yang berada di rumah sakit jiwa itu.
Ella duduk di kursi belakang mobil, dan asisten Tom yang menyetir, lalu Tom duduk di samping asistennya.
“Setelah mendongeng, ada sesi tanya jawab. Kemudian, bagikan buku bertanda tangan kepada anak-anak, lalu berfoto bersama pengurus rumah sakit sekaligus penutupan acara.”
“Astaga. Aku ini seorang CEO di perusahaan penerbit, tetapi tugasku seperti asisten pribadi. Aku merasa kehilangan identitasku.”
Tom yang ngedumel dan membaca jadwal Ella yang akan dilakukan di rumah sakit jiwa itu.
“Awalnya aku direkrut sebagai sebagai penata artistik. Aku tidak menyangka akan menjadi pesuruhmu seperti ini,” saut Feli, asisten Tom.
“Hei, bocah tengil. Bukankah saat wawancara kau bersedia melakukan apapun?” tanya Tom ketus pada Feli.
“Kau hanya memintaku melakukan pekerjaan yang menggunakan tenaga, bukan pikiran,” jawab Feli.
“Hahaha. Aku baru tahu kamu bodoh, setelah menerimamu. Lalu mau bagaimana? Kau mau kupecat?” Tom mengancam Feli karena kesal dengan Feli yang terus ngedumel.
“Tidak,” Feli menggelengkan kepala dan tetap fokus untuk menyetir.
Ella hanya diam, dan tak menghiraukan perdebatan antara Tom dan asistennya itu.
Ella membuka jendela dan melihat ke arah luar jendela, menikmati suasana pagi di kota itu.
*KRIING!!!
Ponsel Tom berbunyi.
Saat melihat siapa yang menelpon, Tom sangat malas jika harus mengangkat panggilan itu.
Panggilan itu berasal dari rumah sakit semi panti jompo, tempat dirawatnya ayah Ella.
Ella sangat tidak memperdulikan ayahnya yang sudah lupa ingatan dan tak bisa melakukan apapun, kecuali terbaring di tempat tidurnya.
Ella tidak memperdulikan ayahnya lagi karena, ayahnya telah meninggalkan Ella sejak ia masih kecil.
Ella hanya tinggal bersama ibunya sejak kecil, yang sekarang entah dimana keberadaan ibunya.
“Rumah sakit panti jompo?” tanya Feli.
“Angkat!” ucap Ella singkat.
Dengan berat hati, Tom mengangkat panggilan itu.
“Halo?” ucap Tom.
“Aktifkan mode pengeras suara!” perintah Ella.
Setelah mengaktifkannya, Tom menaruh ponsel itu di dasbor mobil.
“Halo? Pak Tom. Ini Jane, perawat di rumah sakit panti jompo, OLDER. Aku tak bisa menghubungimu. Kau juga tak membalas pesanku sama sekali. Apa kau mendengarku?” ucap Jane.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!