Sienna Saamiya Albinara
Angin berhembus kencang sangat sejuk menerpa rambut panjang seorang gadis cantik yang sedang sibuk membaca buku di pinggiran danau.
Binar begitu ia di panggil ...
Ia harus menikmati setiap kedamaian dan kebebasan ini sebelum akhirnya ia akan kembali menjalani harinya yang penuh batasan.
Dan semuanya karena hari itu....
#flashback
Pernikahan putra pewaris perusahaan ternama menjadi pemberitaan utama di media saat ini.
Yang mencengangkan sang pewaris menikahi seorang gadis biasa yang bukanlah berasal dari keluarga konglomerat.
Sierra Clemeira mempelai wanita yang kabarnya sangat dicintai sang tuan muda Angkasa Group.
Namun, di tengah riuhnya media, ricuh pula kedua keluarga mempelai.
Sebab...
"Ibu! Kakak hilang!" seorang gadis dengan panik menghampiri sang ibu.
"Apa maksudmu?!" sahut wanita paruh baya itu dengan khawatir di susul oleh raut ketakutan di wajah ayahnya.
Mereka bersama-sama menghampiri kamar Sierra untuk memastikan gadis itu benar-benar hilang atau tidak.
"Sierra, mungkin kabur.." lirih gadis itu menunduk tidak berani menatap kedua orang tuanya yang menatap kamar kosong itu.
Hanya ada gaun pengantin tanpa ada pemakainya.
Ini bencana...
Bisa-bisanya putri sulung mereka pergi di hari pernikahan.
Sedangkan, seluruh tamu undangan pasti sudah datang dan utusan dari mempelai laki-laki sebentar lagi pasti akan datang menjemput.
Dan benar saja, utusan keluarga Bagaskara sudah sampai di rumah sederhana mereka.
"Gawat! Bagiamana ini, ayah?"
Ibu bertanya dengan penuh kekhawatiran.
Sedangkan, Binar tidak tahu harus berbuat apa, mereka semua tau tidaklah baik membuat masalah dengan keluarga sekelas keluarga Bagaskara.
Ia hanya bisa meremas gaun pesta putihnya dengan cemas sembari menatap sebuah gaun pengantin yang bahkan tidak di sentuh sang kakak di biarkan begitu saja di atas ranjang.
"Ayah memang egois dengan memaksa kakak menikahi pria itu, tapi kakak juga lebih egois dengan membiarkan keluarga kita di pertaruhkan." ujar Binar dalam hati.
#flashbackend
Pengantin pengganti, istri pengganti, istri palsu atau sebutan apalagi yang cocok untuknya ?
Binar pikir itu hanya ada dalam novel konyol yang ia baca di aplikasi.
Tapi ini terjadi padanya dan menjadi sebuah penderitaan baginya.
Menjadi istri Samudera Bagaskara bukan keinginannya, paksaan ayahnya kepada kakaknya, membuatnya berada di posisi ini.
Binar menatap indahnya danau hijau di depannya lalu melirik jam tangannya.
Jam tiga sore.
Sudah waktunya ia kembali ke rumahnya, ah tidak tapi rumah keluarga Bagaskara.
Ia harus pulang sebelum suaminya, Samudera sampai di rumah.
Karena itu aturannya.
"Ayo, nona harus segera kembali."
Dengar, bahkan pengawal pribadi yang di pekerjakan suaminya untuk dirinya sudah menjemputnya tepat waktu ia bahkan belum berdiri dari kursi kayu itu.
"Aku tau." sahutnya cuek lalu mengemasi buku-buku tebalnya.
Binar menatap pemandangan kota menjelang sore ini, dulu di jam segini ia masih bebas pergi kemanapun tapi tidak untuk saat ini, karena ini adalah hukuman untuknya.
#flashback
Seluruh keluarga Bagaskara terkejut melihat kehadiran mempelai wanita karena itu bukanlah Sierra yang di pilih putera mereka.
Samudera bahkan sudah mendelik penuh tanya, "Dimana Sierra ku?" tanyanya penuh penekanan.
Aula pernikahan sudah di penuhi tamu undangan dan awak media yang siap meliput pernikahan sang pewaris dan rakyat biasa.
Namun, gejolak amarah Samudera tidak bisa di padamkan saat mengetahui bahwa Sierra nya tidak hadir.
Sierra yang ia dambakan sejak dulu.
Dan dengan terpaksa untuk menghindari rasa malu, pernikahan tetap terjadi bukan dengan Sierra namun dengan Binar.
Tidak ada kebahagiaan sama sekali dalam hati Samudera ataupun Binar.
Karena keduanya tidak saling mengenal akrab, apalagi setelah tragedi ini.
Binar dengan ragu memasuki kamar pengantin yang seharusnya menjadi milik kakaknya.
Ia melihat punggung kokoh Samudera yang membelakangi dirinya.
"Dengar!" suara berat Samudera menginterupsi pergerakan Binar.
Ia hanya bisa diam membeku menunggu apa yang akan keluar dari mulut lelaki yang kini adalah suaminya.
"Aku sangat mencintai Sierra, tapi..."
Samudera berbalik mendekati Sienna yang masih terdiam di depan pintu kamar mereka.
"Aku sangat tidak menyukaimu!" ujarnya dingin, tangan dingin lelaki itu mencengkram dagu Binar agak kuat, membuat jantung Binar berdebar tak karuan karena takut.
"Kau tidak akan bisa menggantikannya dan atas kesalahannya, kau akan menerima hukumannya setiap hari!" tegas Samudera lalu menyentak dagu perempuan itu, yang membuat wajah manis itu berpaling ke samping.
#flashbackend
Binar tidak tahu harus menyalahkan siapa, orang tuanya yang terobsesi ingin menikahkan putrinya dengan orang kaya atau Sierra yang begitu bodoh kabur di hari pernikahan.
Intinya, sekarang Binar harus menjalani hidupnya yang gelap demi menebus rasa malu yang akan di alami keluarga Bagaskara jika saja ia tak menggantikan kakaknya hari itu.
2 Minggu yang sangat menyiksa.
Suami dingin, ipar yang tak menyukainya dan hanya ibu mertuanya saja yang bersikap baik padanya.
Binar berjalan memasuki rumah besar itu dengan ekspresi yang selalu datar, ia hanya akan tersenyum saat ibu mertuanya menyapa.
Ia bergegas membersihkan diri mungkin sebentar lagi Samudera akan pulang, lelaki tampan itu selalu mengerikan sehingga Sienna bahkan tak menantikan kepulangannya.
...****************...
"Dimana, perempuan itu?!" pertanyaan dingin itu terlontar pada kepala pelayannya yang menyambut dirinya dengan penuh hormat.
"Bukannya ia sangat ingin menjadi istriku?! Lalu kemana dia sekarang, kenapa tidak ada saat suaminya pulang?!"
Samudera berjalan angkuh memasuki rumah yang mungkin juga pantas di sebut istana.
"Maaf, tuan muda. Tadi nona ada di kamarnya mungkin, dia sedang beristirahat." terang sang pelayan.
Dera berdecak kesal membuka kancing kemeja atasnya sembari menuju kamarnya.
Yang ia lakukan pertama kali saat memasuki kamarnya adalah menelusuri setiap sudut ruangan dengan mata tajamnya, namun ia tak menemukan istrinya.
Ia tersenyum kecut, lalu membuka kemejanya asal-asalan, entah dimana perempuan itu ia tak peduli.
Baginya yang penting ia dapat memastikan bahwa Sienna tidak pernah tenang menjalani kehidupan sebagai istrinya.
Samudera, hanya mencintai satu wanita dan itu adalah Sierra, ia bahkan menentang ayahnya demi Sierra.
Sierra cinta pertamanya, namun Sierra juga yang pertama membuatnya kecewa sangat dalam.
Ia marah tentu saja, ia sangat marah pada Sierra!
Dan dengan tidak tahu malunya Binar mengajukan diri untuk menggantikan Sierra.
Ya, begitulah rendahnya Binar di mata seorang Samudera.
Ia hanyalah gadis yang di berikan kepada keluarganya untuk menebus kesalahan Sierra.
Tidak ada harganya, karena sudah seharusnya ada bayaran untuk kesalahan besar putri sulung mereka.
Dera bukan lelaki yang mudah jatuh cinta, namun sekali jatuh cinta malah sesakit ini.
Dera melepas kemejanya dan menyisakan dirinya sekarang yang hanya bertelanjang dada.
Dengan fisik sempurna, wajah yang tampan dan kekayaan banyak wanita yang merendahkan dirinya hanya untuk menjadi milik seorang Samudera.
Dengan langkah tegas ia menuju kamar mandi, tubuh sempurnanya butuh air untuk menghilangkan penatnya.
Namun, mata elangnya menyipit saat menemukan Binar tertidur di dalam bathtub.
Astaga...
Ternyata istrinya itu tertidur di dalam bak mandi, cih!
Ia mengalihkan pandangannya sebentar, lalu
"Apa ini rencanamu?!" tanyanya tegas pada Binar yang masih memejamkan matanya.
Dera memutar bola matanya malas, ia mendekati sang istri lalu mencengkeram dagu Binar,membuat Binar terbangun dan terkejut menyadari bahwa ia melakukan kesalahan dengan tertidur di dalam bak mandi bahkan melewatkan saat suaminya kembali.
"Maaf, aku-
"Apa ini rencanamu,huh?!" tanya Dera kali ini mengelus lembut pada pipi Binar yang sedikit chubby.
"A- apa maksud, tuan?" tanya Sienna sedikit tergagap, Dera menatap mata indah itu penuh ketakutan akan dirinya.
Ia mengendurkan cengkramannya pada dagu Binar, ia berdiri dan membelakanginya.
"Sudahlah, segera pergi dari sini, aku mau mandi!" tegasnya lalu melangkah keluar dari sana memberikan kesempatan pada Binar untuk bersiap.
Entah kenapa tadi, pertama kali ia melihat raut ketakutan istrinya dari dekat, ia jadi sedikit goyah.
Pernikahan adalah impian para gadis.
Kehidupan pernikahan yang bahagia juga termasuk impian setiap perempuan.
Tapi, itu hanya sekedar mimpi bagi Binar.
Saat terbangun di pagi hari, ia akan menemukan sosok dingin yang selalu menatapnya seperti seorang penjahat.
Ia akan melakukan tugas layaknya seorang istri setiap hari, namun ia tidak di perlakukan seperti istri sungguhan.
"Siapkan pakaian kerjaku hari ini!" begitu titah suaminya, lalu meninggalkannya sendirian.
Ia segera mengatur semuanya termasuk sarapan pagi ini, dengan sangat baik.
Dia sudah terbiasa, toh ia hanyalah gadis biasa yang terlahir dari keluarga yang biasa saja.
"Kenapa kamu yang harus siapkan semua ini,kan ada Mbak Lia." kata ibu mertuanya yang melihatnya sibuk menata makanan di meja makan.
Sedangkan seluruh anggota keluarga sudah duduk rapi disana kecuali Dera.
"Biarin lah, Ma. Lagian kan memang udah kebiasaannya." sahut sinis Rayna, adik perempuan Dera yang sejak awal tidak menyukainya.
"Reyna!" tegur Nyonya Anna, mertuanya.
Sedangkan, Rayna hanya memutar bola matanya malas.
"Kak, benar kata mama ada Mbak yang bertugas siapin ini semua." sedangkan Ayla adik perempuan paling kecil Dera, berkata dengan sopan.
"Nggak apa-apa, mama, Ayla, sebagai menantu, saya cuma mau bantu sedikit." jawabnya sopan.
"Menantu atau pembantu, kayanya lebih cocok jadi pembantu." sinis Rayna lagi.
"Rayna tutup mulutmu!" teriak Dera tiba-tiba yang mengejutkan sang adik beserta juga Binar tentunya.
"Tidak ada satu orangpun yang boleh berkata seperti itu, kepada istriku." ujarnya dingin, Binar tak terkejut karena ia tahu maksud suaminya.
Tidak ada yang boleh menghina Binar di rumah ini kecuali Dera seorang.
...****************...
Keluarga besar yang harusnya sangat menyenangkan,tapi sungguh membuatnya selalu merasa tegang di rumah ini.
Ada atau tidak ada Dera, di rumah ini tetap sama saja, menegangkan.
Setelah suaminya pergi bekerja ia merasa tak nyaman karena tidak tahu harus melakukan apa, ia tidak di izinkan melakukan aktifitas apapun yang sebelumnya ia lakukan.
Karena itulah hukumannya.
"Kakak, bisa kamu bantu aku?" ucap Ayla, sembari berlari kecil mendekatinya yang saat ini sedang bersantai di halaman belakang.
Binar menengok dengan wajah penuh tanya.
"Bantu apa?" tanyanya lembut pada gadis remaja itu, selain ibu mertuanya hanya Siyayla Zinnara Bagaskara yang baik padanya.
"Emm, aku besok mau ke pesta ulang tahun teman aku, aku butuh teman untuk bantu aku cari baju yang bagus, kakak mau temani aku?" tanyanya pada Binar dengan mata bulatnya yang indah itu menatap dengan binar-binar harapan.
"Mau dong kak!" paksanya dengan nada manja.
"Kenapa tidak dengan mama atau Reyna saja?"
"Mama sibuk, Reyna mana mau temani aku." sahut Ayla yakin.
"Nggak bisa, Ayla. Tuan Dera, emm maksudku kakakmu tidak mengizinkan aku untuk-
"Soal itu, aku yang akan bicara pasti boleh sama kak Dera." jawab Ayla semangat lalu mengambil ponsel di sakunya.
"Mau apa?"
"Mau telepon kakak, biar kita boleh belanja bareng." jawab Ayla enteng.
"Jangan, Ayla. Mungkin dia sibuk, jangan ganggu dia."
Akan tetapi, Ayla tetap ngeyel dan tidak perduli apa kata kakak iparnya, yang ia tahu ia adalah adik kesayangan Samudera Bagaskara.
Dera pasti akan menuruti maunya.
Sementara itu di gedung perusahaan Angkasa Group.
"Maaf, tuan muda. Nona Ayla menelepon." lapor Bram, asisten pribadinya.
Dera yang sedang sibuk meneliti berkas-berkasnya mengalihkan pandangannya ke arah Bram.
"Berikan padaku!" titahnya datar.
Dera hanya diam mendengarkan permintaan adiknya.
Kak?
Ayla memanggil sang kakak yang masih diam tanpa menanggapi.
Ayla sudah, kakakmu tidak akan kasih izin.
Sayup-sayup juga terdengar suara istri penggantinya. Ia tersenyum miring mendengar kalimat yang terucap istrinya di seberang sana.
'Ternyata kau mengerti juga bagaimana cara menjalani hukumanmu itu' batin Dera.
Kak? Kakak dengar gak sih Ayla ngomong apa?!
Ayla bicara agak menyentak, ia kesal tentu saja, kakaknya itu selalu saja dingin dan datar seperti itu, sangat irit bicara.
"Ayla, kamu boleh pergi tapi dia tidak." jawab Dera datar dan langsung mematikan sambungan telepon saat itu juga.
Dera menyodorkan ponselnya pada Bram kembali, "Jika, Ayla kembali menelpon biarkan saja." sedangkan Bram hanya bisa mengangguk sopan atas perintah tuannya.
...****************...
"Uh, kenapa sih kakak pelit banget masa istrinya gak boleh di pinjam sama adiknya!" rajuk Ayla memasuki rumah di ikuti dengan Binar di belakangnya.
"Mama..." rengeknya saat melihat sang mama yang baru saja pulang memasuki rumah.
"Kenapa si, Ay baru juga mamanya pulang udah manja." jawab Anna berseloroh.
"Mama kaya nggak biasa aja, Ayla kan emang manja banget!" ketus Rayna yang duduk di ruang keluarga sembari memainkan ponselnya.
"Masa, kak Dera gak bolehin kakak ipar temani aku belanja, jahat banget mana habis itu telepon Ayla gak di angkat lagi." adunya pada sang mama.
"Ya iyalah gak boleh, lagian kamu ajak orang yang salah!" sahut Rayna melirik Binar yang dari tadi cuma menonton mereka bertiga.
"Rayna..." peringat Anna masih dengan lembut.
"Benar kan, Ma? Cewek miskin kaya dia mana bisa sih bantuin Ayla pilih gaun yang cocok buat pesta, seleranya pasti juga rendah." sinis Rayna.
"Ray, mama gak pernah ya ajari kamu gak sopan seperti itu dengan yang lebih tua."
"Ma, ingat ya dia tuh seumuran sama Rayna. Nggak perlu, Rayna bersopan santun sama dia!"
"Rayna !"
"Terserah !" ketus gadis itu lalu meninggalkan ruangan begitu saja.
"Rayna,jahat banget!" teriak Ayla, mengolok kakaknya.
Tapi, Rayna tidak mempedulikan itu dan terus melenggang pergi menaiki tangga menuju lantai atas.
"Nar, mama-"
"Nggak apa-apa, mama." ujarnya memutus ucapan ibu mertuanya itu, ia tahu apa yang akan di katakan Anna selanjutnya.
Lalu, ia pun pergi menuju kamarnya.
Ia menahan air mata yang hampir jatuh, ia tidak akan mau menjatuhkan air matanya di depan anggota keluarga ini.
Ia mempercepat jalannya lalu segera memasuki kamar menghamburkan tubuhnya ke ranjang dan menangis sejadi-jadinya.
"Kenapa.." isaknya kemudian menenggelamkan wajahnya ke bantal.
"Sierra, kenapa sih kamu pergi dan buat aku menderita kaya gini!" ucapnya emosional.
Sierra membuatnya berada pada posisi yang sangat sulit.
Bersama Dera yang sangat membencinya sebab kehadiran Sienna tidak pernah di harapkan lelaki itu.
Ia membayangkan saat dulu.
Dulu, ia mengagumi Dera setiap lelaki itu datang ke rumahnya menemui sang kakak.
Lelaki yang karakternya sangat mirip seperti tokoh dalam novel.
Ia selalu menyebut Sierra beruntung karena mendapatkan lelaki sempurna seperti Dera.
Dera yang dingin takluk oleh Sierra.
Dera yang di inginkan banyak gadis, di miliki oleh Sierra tanpa susah payah.
Tapi suatu hari ia tahu, ternyata Sierra tidak pernah menyukai Dera.
Saat, Dera datang meminta Sierra menjadi istrinya di hari itu Sienna tahu bahwa kakaknya menerima cinta Dera karena desakan ayahnya, karena sesungguhnya Sierra mencintai lelaki lain.
Tapi, Dera tak pernah tahu akan itu, yang Dera tahu ia marah pada Sierra dan pelampiasan nya adalah dirinya, Binar!
Binar tidak tahu harus apa, ia cuma bisa menangisi nasibnya sekarang, tapi ia juga tidak bisa lemah selamanya.
"Aku tidak mungkin selamanya tertindas di rumah ini kan.." lirihnya pelan sebelum akhirnya ia tertidur pulas setelah lelah menangis.
...****************...
Matahari sudah mulai terbenam, langit sudah berubah menjadi gelap secara perlahan.
Dera melangkah cepat menuju kamarnya, ia emosi tentu saja.
Istrinya tidak menyambut lagi kepulangannya.
Dera kesal, perempuan itu tidak melakukan tugasnya dengan benar!
Brak!
Ia membuka pintu kamar dengan kasar, mata tajamnya menemukan istrinya tertidur dengan sangat pulas bahkan istrinya itu tidak terbangun meski ia membanting pintu dengan keras tadi.
"Hei! Bangun!" dengan nada memerintah yang cukup keras namun Binar belum juga terbangun.
"Albinara!" dan untuk pertama kalinya Dera menyebut nama istrinya untuk memanggilnya.
Tapi tidak ada tanda-tanda Sienna terganggu dengan suaranya.
"Sialan! Nara, bangun ini sudah gelap!"
Tapi Sienna tidak bergeming.
Dengan kesal, Dera membalikkan tubuh istrinya yang tengkurap dan Binar belum juga terbangun, ia hanya sedikit meringis kecil.
Dera memperhatikan sosok istrinya itu, mata perempuan itu bengkak, apa Sienna menangis seharian?
Persetan! Dera tidak peduli sama sekali.
"Bangun, apa kau tidak tahu aturan?!" bentak Dera dan tanpa peduli meninggalkan sang istri untuk membersihkan dirinya.
Dera bahkan sudah selesai mandi, tapi saat ia kembali Binar belum juga bangun.
Sedangkan di luar pelayan sudah berulang kali mengetuk pintu kamar mereka.
"Tuan muda, waktunya makan malam." ujar pelayan dari luar pintu.
"Katakan pada mereka aku dan nona tidak akan turun untuk makan malam!" tegasnya dari dalam ruangan.
Pelayan itu langsung mengerti dan mengatakan pesan tuannya.
"Nyonya, tuan muda bilang tidak akan turun untuk makan malam begitu juga dengan nona." jelas sang pelayan.
"Tapi, kenapa ?" tanya Ayla yang sedang bersiap untuk duduk di kursinya.
Tapi, segera Tuan Bagaskara mengangkat tangannya pertanda bahwa ia menyuruh pelayannya pergi dari situ.
"Mana tau dia alasannya memang siapa yang berani menanyakan keputusan kakak?" sahut Rayna tentu dengan nada judesnya.
"Itu bagus, mungkin saja sebentar lagi kalian akan punya keponakan." ujar Anna dengan ceria.
"Hah? Keponakan dari Binar kampungan itu?" cibir Rayna yang di balas dengan sangkalan tak bermutu dari mulut Ayla yang manja.
Mereka terus berdebat di meja makan hingga saat, Tuan Bagaskara mengetuk meja makan.
Dan segera, mulut kedua putrinya itu langsung diam membisu.
...****************...
Dera benar-benar tidak selera untuk makan, ia sudah cukup kesal dengan sikap Binar sekarang.
Berani sekali perempuan ini tidak mendengar perintahnya.
Ia mendekati ranjang, menarik tangan Binar bermaksud agar gadis itu segera bangun.
Karena, istrinya itu sudah tertidur seharian.
Bagaimana, Dera tahu?
Tentu saja ia selalu tahu apapun yang istrinya lakukan.
Namun, ada kejanggalan.
Ia merasakan tangan Binar begitu panas.
Ia berpindah tangan memeriksa kening perempuan itu.
"Sial!" umpatnya, Binar demam.
Dera menepuk-nepuk pipi istrinya berharap Binar akan sadar.
Dan berhasil, perempuan itu sedikit membuka matanya namun dengan tidak berdaya.
Bisa-bisanya perempuan ini sakit!
Ia segera mencari ponselnya, untuk menghubungi dokter pribadi keluarganya.
"Menyusahkan !"
Binar merasakan hawa yang hangat pada tubuhnya, apa dirinya bangun kesiangan?
"Ah, tidak !" batinnya menjerit.
"Ini pasti sudah jam delapan pagi!" batinnya lagi tanpa ia membuka matanya dahulu.
Karena ia sudah merasakan tubuhnya menghangat sepertinya cuaca hari ini sangat cerah.
Pelan-pelan ia membuka mata, tapi yang ia temukan adalah lampu ruangan masih menyala ia mengintip awan dari celah jendela yang tertutup tirai, sepertinya gelap.
Matanya mencari jam dinding, "Apa?" kejutnya saat melihat jam masih menunjukkan pukul satu tengah malam.
"Aduhh..." ia meringis merasakan kepalanya yang terasa berdenyut nyeri dan pandangannya sedikit kabur saat ia mencoba duduk.
Apa dirinya sakit?
Ia meraba permukaan kulitnya yang terasa panas.
"Mulai besok kau tidak perlu melakukan pekerjaan rumah." suara dingin itu terdengar setelah suara pintu kamar yang tertutup.
Binar menatap bingung pada sosok lelaki di depannya yang kini mendekati dirinya.
"Kau kemari menjadi istriku, menantu atau pembantu ?" tukas Dera, baru saja ia kembali mencari tahu apa saja yang istrinya lakukan di rumah.
Sebab, dokter mengatakan bahwa Binar sakit karena terlalu lelah dan mungkin banyak tekanan.
Oke, untuk satu itu Dera merasa bersalah, sedikit. Hanya sedikit !
"Maksudmu?"
"Sudahlah, aku tidak mau kau menyusahkan aku karena sakitmu itu, jadi hentikan melakukan pekerjaan rumah ini." tegas Dera.
"Tapi aku-
"Aku tidak suka di bantah." tegas Dera lagi, ia mulai menaiki tempat tidur mereka berdua bersiap untuk tidur.
"Tunggu dulu aku mau-
"Segala sesuatu yang kau lakukan harus atas izinku!" tegas Dera dengan nada dingin dan datarnya.
Huh ... padahal ia hanya ingin mengatakan satu hal.
Memangnya ia harus apa di rumah ini, diam saja sangat membosankan ia bahkan tak punya teman.
Ayla baik tapi gadis itu sibuk dengan sekolahnya, Rayna jangan di tanya.
Ibu mertuanya cukup sibuk juga, semua orang di rumah ini semuanya sangat sibuk.
Hanya dia yang tidak bisa melakukan apapun karena tidak berhak jika bukan atas izin suaminya.
"Dengarkan aku." ia berusaha bicara pada Dera, padahal ia tau itu mengganggu waktu istirahat suaminya.
"Aku bosan di rumah ini, aku tidak bisa melakukan apapun, aku hanya keluar jika kau izinkan, aku bingung harus apa saat aku bosan." curahnya bebas tanpa takut akan kemarahan Dera yang sudah mulai jengah.
Dera bahkan hanya diam tidak menjawab.
"Tuan muda aku, biarkan aku melakukan -
Dera dengan kesal mengambil posisi duduknya, "Apa?! Kalau kau mau menjadi pembantu kenapa menyerahkan dirimu sebagai istriku ,hah?!" bentak Dera kesal.
"Kau mau menyiksa dirimu sendiri sehingga orang-orang yang melihatmu akan berpikir bahwa Samudera telah menyiksa istrinya ?!"
"Tidak!"
"Kalau begitu diam dan nikmati rasanya menjadi istri yang tak pernah aku inginkan !"
ketus Dera, ia berniat kembali membaringkan tubuhnya.
Namun, "Apa salahku?!" tanya Binar tiba-tiba.
"Aku cuma, membantu keluarga kalian." ungkapnya lirih, ini pertama kalinya ia berani berkata-kata pada suaminya.
Dera mendekatkan wajahnya pada Binar, ia mencengkram rahang perempuan itu.
"Membantu katamu?"
Binar hanya mengangguk lemah.
Mata tajam Dera serasa menusuk hatinya, saat itu juga.
Dera tahu, bahwa Binar hanya di serahkan untuk supaya keluarganya tidak menanggung malu.
Tapi rasa sakit hatinya, amarahnya masih belum padam.
Dera mengendurkan cengkeramannya pada rahang Sienna.
"Aku ingin hidup normal!" ungkap Sienna lagi.
Dera mendelik tajam mendengar kalimat yang terucap dari mulut Binar.
"Sekarang kau berani melawan ya?"
"Apa kau sudah siap untuk hukuman yang lebih menyakitkan lagi?"
"Yang menyakitimu Sierra bukan aku, terus kenapa harus aku yang menanggung pembalasanmu!" ungkapnya cukup menantang, pelan-pelan air mata Binar mengalir ke pipinya.
Dera bangkit dari ranjangnya,ia mengalihkan pandangannya dari Binar.
"Aku masih berbaik hati karena keadaanmu sekarang, jika tidak -
"Apa?! Kau mau membunuhku?" tantang Binar lantang meski kepalanya masih sangat nyeri ia berusaha untuk tetap fokus pada perdebatan yang terjadi sekarang.
Ia berniat mengikuti suaminya, ia sudah bergerak menuruni ranjang, namun Dera sudah lebih dulu meninggalkan dirinya sendiri di kamar mereka dengan suara debuman pintu yang cukup keras.
Binar tak tahan baru dua minggu tapi dirinya sudah lelah.
Selama itu juga, ia tertekan oleh keadaan di rumah besar ini.
Tertekan oleh sikap suaminya juga.
Ia ketakutan.
Ia yang awalnya bebas, selalu ceria setiap harinya sekarang berubah drastis keadaannya.
Ia bahkan tidak bisa bertemu dengan teman - temannya.
Tidak di bolehkan berkerja, karena apa kata orang-orang jika ia bekerja sedangkan suaminya adalah pengusaha kaya.
...****************...
Pagi harinya seluruh keluarga seperti biasa berkumpul untuk sarapan bersama di meja makan.
Tapi hari ini tanpa Binara.
Dera menuruni tangga, melaju menuju dimana keluarganya berkumpul pagi ini.
"Istrimu sudah baik - baik saja? Apa yang terjadi, kenapa bisa tiba-tiba jatuh sakit?" tanya Anna saat Dera baru saja duduk di kursinya.
"Dia hanya lelah." jawab Dera singkat.
"Aku kira dia akan hamil." ucap Anna sembarangan.
Dera hanya menatap sang ibu tanpa berkata apapun.
"Makan, jangan ada yang bicara !" titah Tuan Bagaskara yang mengerti situasi.
Ayla yang baru saja ingin bicara berdecak kesal karena tidak mendapatkan kesempatan.
Dera meninggalkan meja makan tanpa menyentuh makanannya, membuat semua anggota keluarga tercengang.
"Mama sih!" sesal Rayna.
"Kamu pikir, Dera sudi menyentuh istrinya?" ujar Bagaskara dengan dingin.
"Kenapa enggak sih, menantuku cantik malah lebih cantik dari kakaknya yang tidak tau diri itu !" Anna rasanya kesal saat ingat hari dimana Sierra meninggalkan anaknya begitu saja dan baginya Sienna adalah malaikat penolong saat itu yang menyelamatkan reputasi keluarganya.
...****************...
Suasana hati seorang Dera masih belum baik hingga pagi ini.
Pikirannya terpaku pada Sienna yang sepertinya mulai berani.
"Bram, terus himbau bawahanmu untuk mengawasi perempuan itu!" titahnya kepada Bram yang sedang bertindak sebagai supirnya hari ini.
"Satu lagi, pastikan perempuan itu tidak melakukan pekerjaan apapun yang akan membuatnya terlalu lelah."
Apa ini bentuk perhatiannya pada istrinya?
Tentu bukan!
Ini hanya bentuk kemanusiaan semata.
Dera bukan orang jahat yang menyiksa orang lain seperti itu.
Dera hanya ingin menghukum Sienna secara batin bukan fisik.
...****************...
Binar membuka matanya mendengar pergerakan di dalam kamarnya.
Dua pelayan datang menghidangkan sarapan untuknya.
"Nona, sarapan sudah siap dan tentu saja obatnya."
"Tapi tidak perlu seperti ini." ujar Binar tak enak.
"Ini perintah langsung dari tuan muda, kami harus menjaga anda selama anda sakit." ucap pelayan tersebut lalu menunduk tanda pamit.
Hatinya menghangat, ternyata masih ada sedikit kebaikan pada sosok Samudera untuknya.
Apa sih?!
Buru-buru ia menggelengkan kepalanya menolak pikirannya tadi.
Dera melakukan itu hanya agar nama baiknya tetap bersih!
Bukan karena peduli padanya.
Binar bahkan masih ingat bagaimana semalam ia mendebat Dera.
Setelah selesai dengan sarapannya ia ingin mandi, namun rasanya masih dingin jika ia menyentuh air.
Ia mengurungkan niatnya untuk mandi, ia hanya membasuh tubuhnya dengan air hangat.
Lalu mengganti pakaiannya dengan dress rumahan sederhana yang ia padukan dengan sweater rajut cokelat kesayangannya.
Ia keluar dari kamarnya, mendapati seisi rumah yang amat sepi.
Binar menghembuskan napasnya berat.
Ia berpikir memang apa yang ia lakukan, palingan ia hanya membantu memasak di dapur dan menyiapkan makanan di meja baginya itu tidak melelahkan.
Tapi karena dokter mengatakan bahwa Binar kelelahan, Dera langsung melarang dirinya melakukan itu semua.
"Mbak!" panggilnya pada Lia, tukang masak di rumah ini.
Segera, Lia menghampiri Sienna.
"Aku ingin -
"Saya mohon jangan, Nona. Saya takut kena marah tuan muda." potong Lia, sebelum Sienna mengutarakan keinginannya.
"Aku belum selesai bicara, mbak." sahutnya kesal.
"Aku masih sedikit pusing, aku mau minum yang hangat dan makanan yang pedas, bisa?"
Lia lega mendengar perintah istri tuannya itu, ia sudah takut sekali jika Sienna memaksa untuk membantunya lalu ia kembali di marahi seperti semalam.
"Baik. Nona mau makan apa?"
"Aku mau teh hangat tanpa gula, juga makanan apa saja yang penting pedas."
"Maaf, nona tidak bisa." ujar wanita paruh baya yang ia kenali adalah kepala pelayan rumah ini.
"Apa? Kenapa?" apa sekarang dirinya di larang makan juga ?
"Tuan muda berpesan agar semua yang anda makan baik untuk memulihkan kesehatan anda, anda di larang makan pedas."
Astaga...
Sejak kapan laki-laki itu perduli, hah?!
Kebiasaan Binar sejak dulu jika demamnya tidak turun juga biasanya ia akan makan makanan yang pedas dan panas, contohnya bakso dengan kuah yang pedas.
Ah rasanya rindu sekali dengan makanan itu.
"Kalau begitu aku butuh berkeringat aku ingin jalan-jalan di taman." putusnya lalu berbalik untuk berjalan keluar rumah.
"Maaf nona, tidak di izinkan itu akan melelahkan."
"Kau yakin, tuan muda berpesan seperti itu padamu? Tapi aku tidak!" bentak Sienna pada kepala pelayannya.
Dera mana mungkin peduli, kesengsaraan dirinya adalah tujuan utama lelaki itu.
Ia berjalan dengan cepat keluar rumah, ia bahkan sudah mendekati pintu pagar rumah yang tinggi itu.
Namun, semakin dekat dengan pintu keluar, pagar rumah itu justru di tutup oleh penjaga.
"Apa-apaan?!" teriaknya kesal.
"Sebaiknya, nona segera kembali masuk kami takut terjadi sesuatu nanti, tuan muda akan marah." pinta seorang pelayan yang mengejarnya.
"Aku tidak selemah itu!" bentaknya, lalu meninggalkan tempatnya sekarang dan menuju halaman belakang, memandangi bunga-bunga yang mekar dengan indah.
Ia memang sakit tapi ia tidak betah jika terus berada di dalam kamar seharian.
...****************...
Sementara, Dera yang mengetahui setiap gerak istrinya di rumah hanya tersenyum miring.
"Dia tidak main-main, ia benar-benar mulai menunjukkan keberaniannya."
"Al-bi-nara, kau mulai menarik. Sangat menarik."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!