"Cheeerrssssssss......."
Disebuah club malam, segerombol anak muda tampak berkumpul disalah satu meja. Pria itu tak lain adalah Rendra yang menghabiskan waktunya bersama teman-temannya. Sebuah agenda rutin yang memang selalu diadakan untuk menghilangkan rasa stress akibat pekerjaan yang menumpuk.
"Malam ini lu harus minum Ren, nggak asik lu kalau cuma nemenin kita doang" celetukan Fajar salah satu sahabat Rendra.
"Enggak, gua nggak bisa mabuk" kata Rendra menolak.
"Kenapa? Lu masih takut sama Nyokap? nggak asik lu" ejek Saka juga salah satu sahabat Rendra.
Selama ini Rendra memang jarang bisa dekat dengan orang lain. Kepribadiannya yang pendiam dan sangat susah didekati membuat orang enggan untuk sekedar menyapa Rendra. Apalagi jika dengan seorang wanita, meskipun secantik apapun wanita itu tak pernah sedikitpun Rendra meliriknya. Dengan sikapnya itu, tak jarang kalau banyak orang yang menilai Rendra Gay.
Tapi sifatnya itu semua akan berubah ketika Rendra bersama keluarganya karena memang pada dasarnya Rendra itu memiliki hati yang lembut dan penuh kasih sayang, namun jika hanya kepada keluarganya. Jika diluar, Rendra dikenal dengan sikapnya yang angkuh dan tak tersentuh.
Saat mereka bertiga asyik mengobrol, tiba-tiba saja ada seorang wanita yang terjatuh disamping meja mereka. Wanita itu pakaiannya sangat minim dan terbuka.
"Bangun kamu! Jangan jadi pemalas, cepat lakukan tugasmu" teriakan seorang pria begitu menggelegar membuat wanita itu ketakutan.
"Aku pasti bekerja, tapi tolong izinkan aku libur malam ini, Ibuku sedang sakit" kata wanita itu mengiba.
"Nggak usah cari alasan! Penjaga, seret wanita ini ke dalam" perintah pria itu langsung disanggupi oleh beberapa pengawal.
"Tuan aku mohon, izinkan aku libur kali ini saja" kata wanita itu meronta tapi tak sedikitpun membuat Tuannya berbelas kasih.
Wanita itu terus berteriak meskipun sudah diseret pergi membuat Rendra yang awalnya tidak perduli sedikit menaruh perhatiannya pada wanita itu. Ia melihat wanita itu tampak mungil dan terus dipaksa. Sebenarnya Rendra tak suka dengan cara pria yang kasar pada wanita, tapi itu juga bukan urusannya, jadi ia tak begitu perduli.
"Kasihan banget tuh cewek" kata Fajar juga miris jika melihat wanita yang diperlakukan seperti itu.
"Ya gimana, udah konsekuensi pekerjaannya, kayaknya cantik tuh, lu nggak mau angkut? Bisa kali buat seminggu" kata Saka melempar senyum mengejeknya.
"Ogah gua, Cantika masih on fire sekarang, dan gua belum minat ganti" kata Fajar tertawa kecil.
"Masih suka aja lu ngerusak masa depan anak orang" kata Rendra menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan sikap sahabatnya yang dengan mudah meniduri seorang wanita tanpa cinta.
"Sorry, gua rada tersinggung kalau lu ngomong gitu bro..soalnya sejauh ini mereka yang datang ke gua, jadi nggak salah dong kalau gua terima" kata Fajar menepuk dadanya bangga.
Rendra tersenyum kecil, memang tak salah jika para wanita itu terpesona dengan Fajar yang memiliki wajah blasteran. Namun karena wajahnya itulah, dia dengan mudah mendapatkan wanita, cukup sedikit memberikan perhatian maka dia akan mendapatkannya.
"Udah malem nih, kayaknya gua harus pulang. Besok ada rapat penting" kata Rendra melihat jam tangannya.
"Alah, masih sore juga. Nggak seru lu" kata Saka.
"Besok kita kesini lagi, gua cabut dulu sekalian gua bayar" kata Rendra mengibaskan tangannya pertanda berpamitan.
Rendra masih mendengar teriakan kedua sahabatnya itu saat ia berjalan menjauh melewati orang-orang yang tampak asyik dengan dunianya sendiri itu. Saat ia akan sampai diambang pintu, tiba-tiba ia melihat punggung yang sangat familiar. Rendra pun segera mendatanginya dan menepuk pundak pria yang kini sedang digelayuti oleh seorang wanita itu.
"Gabriel!" kata Rendra menatap adiknya kesal.
"Aduh..Lu apaan sih kak, ganggu aja" kata Eril juga kesal karena Kakaknya ini mengganggu kesenangannya. Ia melepaskan wanita yang baru saja berjoget dengannya tadi.
"Ngapain lu disini, ayo kita pulang" kata Rendra harus berteriak karena musik yang berdentum sangat kencang.
"Pulang? Nggak mau gua, lu aja sana yang pulang" kata Eril semakin sebal dengan kakaknya.
"Mau pulang atau aku panggilkan Mama" kata Rendra langsung mengeluarkan jurus andalannya. Jika sudah menyangkut Mamanya, Eril pasti tak bisa berkutik.
"Ah....nggak asik lu" kata Eril mendengus. Ia tentu tak akan membiarkan kalau Mamanya tau apa yang dilakukannya, bisa-bisa dia dihukum tidak boleh keluar rumah.
Meskipun tidak dimarahi, tapi tatapan Mamanya yang akan membuat Eril mati kutu. Selama hidupnya tak pernah sedikitpun Mamanya itu memarahi atau membentaknya, itulah kenapa dia tidak bisa jika harus membuat wanita itu kecewa.
"Yaudah, gua pulang, tapi gua pamitan dulu sama Jenny" kata Eril ingin menghampiri kekasihnya tapi Rendra dengan cepat mencegahnya.
"Nggak usah pamitan segala, kaya mau pergi keluar kota aja, Ayo" kata Rendra segera menarik adiknya dari sana.
"Lu emang kurang ajar Kak, Kita itu cuma beda satu tahun, jadi lu nggak usah ngatur hidup gua" kata Eril begitu kesal sekali.
"Gua nggak ngatur hidup lu, tapi gua nggak mau lu ikut pergaulan terlalu bebas. Cewek lu itu bukan cewek baik-baik.."
"Stop! Gua udah tau, nggak ada cewek baik di mata lu selain Mama dan Gwi kan?" Eril langsung menyela cepat.
Sudah hafal sekali kalimat yang akan dikatakan oleh Kakaknya yang kaku ini. Entah bagaimana jadinya kalau kakaknya menikah nanti, bisa-bisa istrinya nanti mati berdiri karena menghadapi sikap kakaknya ini.
"Good, sekarang kita pulang" kata Rendra tersenyum sedikit.
"Gua nggak mau pulang bareng lu, gua bawa mobil sendiri" kata Eril berjalan menjauh meninggalkan Kakaknya yang menyebalkan itu.
Padahal umur mereka hanya terpaut satu tahun, tapi Rendra selalu saja menganggapnya bocah ingusan yang harus di jaga kesana kemari. Gabriel memang memiliki sifat yang berbeda jauh dengan Rendra. Pembawaannya lebih tenang dan mudah bersosialisasi dengan orang lain. Wajah mereka pun hampir sama, namun baik Rendra dan Eril memiliki pesonanya masing-masing.
Rendra dan Eril sampai dirumah hampir bersamaan, Rendra tidak menunggu adiknya itu turun dari mobil, ia langsung masuk kedalam rumah, namun ia tiba-tiba dikagetkan dengan suara adiknya yang melengking.
"Surpriseeeeee........Selamat ulang tahun Kakakku yang ganteng....." Gwiyomi tersenyum ceria seraya membawa sebuah kue tart dengan lilin angka 2 dan 5 menyala ditengahnya.
"Selamat ulang tahun sayang" kata Mama Bella memberikan ciuman di pipi putra sulungnya. Meskipun sebesar apapun Rendra sekarang, bagi Bella, Rendra tetap anak kecil baginya.
"Selamat untukmu" kata Papa Axel memberikan pelukan hangat kepada putranya.
"Makasih, Mama, Papa , Gwi...Aku bahkan tidak ingat kalau hari ini ulang tahun" kata Rendra tersenyum haru kepada semua orang tercintanya itu.
"Kebiasaan, ulang tahun sendiri pasti lupa. Harusnya kakak langsung bisa tiup lilin, tapi kita harus nunggu si Eril dulu..." kata Gwiyomi dengan wajah sebalnya yang imut.
"Gwi..." kata Papa Axel memperingatkan putrinya.
"Iya iya Kakak Eril mana sih?" kata Gwiyomi memang tidak pernah akur dengan kakak keduanya itu karena Eril sering mengganggunya.
"Aku disini cerewet, ada apa kau mencariku?" kata Eril masuk kedalam rumah dengan gayanya yang malas.
"Papa! Kak Eril ngatain aku cerewet" kata Gwiyomi langsung mengadu kepada Papanya.
"Sudah, Eril, Gwi nggak usah ribut, Ayo kasih ucapan selamat dulu sama Kakak" kata Mama Bella menengahi kedua anaknya yang memang jarang akur ini.
Mereka berdua pun mengangguk kompak, memberikan pelukan dan ucapan selamat ulang tahun, serta memberikan doa yang terbaik untuk Kakaknya. Rendra hampir menangis saat mendapatkan perlakuan yang sangat manis dari keluarganya ini, memberinya cinta dan kasih sayang yang melimpah membuat Rendra juga sangat mencintai keluarganya.
Happy Reading.
Tbc.
Visual__
Gyanendra Xavier Sky Leander__
Gabriel Arshaka De Leander__
Gwiyomi Allura Putri Leander__
Malam datang menggantikan cahaya mentari dengan sinar rembulan. Semilir angin tampak cukup mengigit ketika Rendra keluar dari kantornya. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam membuat suasana kantor sangat sepi sekali.
Rendra melajukan mobilnya perlahan menembus padatnya kota Jakarta yang tidak pernah sepi. Padahal sudah sangat larut tapi masih banyak sekali orang yang berlalu lalang di jalanan. Saat Rendra melewati jalan yang cukup sepi, terlihat seorang wanita yang sedang dipaksa masuk kedalam mobil oleh dua orang pria.
Awalnya Rendra tak ingin perduli, tapi entah kenapa hatinya merasa terusik. Dia membayangkan jika wanita itu adik perempuannya dan sedang membutuhkan pertolongan. Rendra pun menghentikan mobilnya di belakang mobil itu.
"Lepaskan aku! Aku tidak mau kesana" jeritan wanita itu menggema di malam yang sepi itu.
"Lu nggak bisa lari gitu aja, utang Ayah lu itu masih banyak" kata pria yang menyeret itu.
Tubuh mungilnya terus dipaksa oleh kedua orang berbadan besar itu membuat wanita itu kesulitan melepaskan diri hingga hampir saja kehabisan tenaga.
"Lepaskan dia" kata Rendra dengan suaranya yang datar dan dingin.
Mendengar suara orang lain, ketiga orang itu langsung menoleh. Mata wanita itu pun berbinar cerah, merasa lega karena Tuhan mengirimkannya malaikat penolong.
"Tuan! Tolong aku" kata wanita itu dengan wajahnya yang memelas.
Rendra menatap wanita itu sekilas, merasa cukup familiar dengan sosok itu. Tak membutuhkan waktu lama Rendra mengenali sosok wanita itu, ternyata dia wanita yang sama yang ditemuinya di club.
"Siapa lu? Nggak usah ikut campur masalah kita" kata salah satu pria yang menyeret wanita itu.
"Aku tidak ikut campur, tapi jika caramu seperti itu, aku tidak akan tinggal diam" kata Rendra lagi.
"Cih, mau cari mati lu ya...habisi" kata pria itu melepaskan wanita itu lalu menyerang Rendra bersama temannya.
Rendra pun langsung memasang ancang-ancang dan bersiap melawan. Tapi ia kaget saat melihat lima orang pria lagi turun dari mobil. Sial! Dia bisa mati konyol jika seperti ini, pikirnya.
Tapi dia harus konsentrasi melawan satu persatu orang itu. Rendra yang memang sangat pintar bela diri, dengan mudah bisa menjatuhkan lawannya. Meskipun dia harus terseok-seok karena cukup banyak mendapatkan pukulan di tubuhnya, tapi Rendra masih bisa lolos.
"Tuan awas!!!" teriak wanita itu kaget saat melihat salah satu orang akan menyerang Rendra dengan menggunakan kayu.
Rendra langsung sigap menggunakan tangannya sebagai pelindung kepalanya lalu menendang tangan orang itu hingga jatuh tersungkur.
"Masuk mobil!" teriak Rendra memberi perintah pada wanita yang ditolongnya.
"Ha?" wanita itu malah terbengong-bengong membuat Rendra cukup jengkel.
"Masuk! Cepat!" teriak Rendra lagi menahan nyeri di tangannya.
Wanita itu langsung tersadar dan bergerak cepat masuk kedalam mobil Rendra. Ia bisa melihat Rendra yang masih melawan salah satu penjahat, sesaat kemudian pria itu berlari masuk kedalam mobilnya.
"Brengsek!" umpat Rendra kesal karena seluruh tubuhnya nyeri semua. Tapi ia tak punya waktu untuk merasakannya, ia bergegas membawa mobilnya pergi karena para penyerang itu sudah bangkit dan siap mengejar mereka.
"Tuan terimakasih, kau sudah menolongku" kata wanita itu menatap Rendra penuh rasa syukur.
Rendra tak menggubrisnya, ia fokus menyetir mobilnya untuk menghilangkan jejaknya. Dia menyetir mobilnya dengan kecepatan yang sangat tinggi membuat wanita itu ketakutan.
"Tuan! Tolong jangan kencang-kencang, aku takut" kata wanita itu dengan suaranya yang keras.
"Diam! Kau mau lolos atau mereka kembali menangkap mu" kata Rendra membentak kesal, dia cukup risih karena suara wanita itu cukup keras.
Wanita itu mengigit bibirnya, nyalinya ciut saat mendengar bentakan dari Rendra. Ia hanya bisa berpegangan di pegangan mobil itu dengan erat. Tapi baru saja dia tenang, tiba-tiba terdengar suara tem ba kan yang menggelegar dari arah belakang mobil.
"Oh Shitttttt!!!" umpat Rendra geram karena tau jika penyerang tadi yang menembak mobilnya.
"Tuan, bagaimana ini? Mereka pasti akan menangkap kita" kata wanita itu sangat panik.
"Aaaa......." wanita itu kembali berteriak saat suara tem ba kan terdengar kembali.
"Apa kau bisa menyetir mobil?" kata Rendra juga panik sebenarnya, tapi dia harus tenang dan berpikir.
"Ha?" Lagi-lagi wanita itu bengong membuat Rendra begitu geram.
"Kau bisa bawa mobil tidak!" bentak Rendra.
"Bisa Tuan, aku bisa..." kata wanita itu mengangguk-anggukan kepalanya.
"Kita tukar posisi, biar aku yang melawan mereka" kata Rendra menatap wanita itu tajam.
"Iya" kata wanita itu patuh saja.
Perlahan Rendra membuka sabuk pengamannya dan sedikit menggeser tubuhnya. Wanita itupun pun begitu, menggeser tubuhnya dan bersiap berpindah posisi.
"Dalam hitungan ketiga aku akan melepaskan kemudinya, kau harus siap" kata Rendra serius.
Wanita itu mengangguk dengan jantung berdebar tak karuan. Saat Rendra mulai hitungannya, dengan cepat dia meraih kemudinya dan bertukar posisi dengan Rendra hingga tubuh mereka menempel cukup dekat.
Dengan mobil sedikit terseok, akhirnya Rendra berhasil bertukar posisi dengan wanita itu. Dia kemudian membuka jasnya dan mengambil pistol revolver miliknya dan bersiap menembaki mobil penyerang itu.
Duar!!!!
Tem ba kan pertama melesat cepat mengenai kaca bagian depan. Tapi penyerang itu langsung membalas hingga mengenai spion mobil Rendra. Aksi baku tembak itu terus berlanjut hingga mengenai ban mobil Rendra dan pecah seketika.
"Aaaaa...Tuan...bagaimana ini" teriak wanita itu memejamkan matanya erat saat mobil yang ditumpangi mereka hilang kendali.
Berputar-putar dengan cepat dan menabrak pembatas jalan dan keluar jalurnya. Rendra menahan dirinya dengan berpegangan erat, tapi dahsyatnya kecepatan mobil itu membuat mobil mereka terpental jatuh masuk kedalam jurang hingga membuat Rendra dan wanita itu pingsan seketika di antara ringseknya mobil mereka.
"Cari mereka sampai dapat" seorang pria dengan pakaian serba hitam berdiri menjulang menatap bekas lokasi kecelakaan mobil itu.
******
Rendra membuka matanya perlahan, ia meringis kesakitan saat merasakan tangan dan kepalanya yang begitu nyeri. Ia menatap mobilnya yang sudah hancur, perlahan ia membuka pintu mobil itu dan keluar dari mobilnya.
"Uhuk.....uhuk...." Rendra terbatuk-batuk saat asap dari mobilnya yang mengepul.
Ia kemudian menyapu keseluruhan tempat yang sangat gelap itu, hingga ia melihat sosok wanita yang tergeletak cukup jauh dari mobilnya, sepertinya wanita itu terlempar saat mobil mereka jatuh.
"Hei, apa kau bisa mendengarkan ku?" kata Rendra sedikit menyenggol tubuh wanita itu.
"Argh....." wanita itu mendesis seraya memegang kepalanya yang juga sangat sakit. Tapi seketika ia kaget saat melihat pria tampan yang ada di sampingnya.
"Apa aku sedang berada di surga?" kata wanita itu nyeleneh.
"Apa?" kata Rendra tak begitu mendengar.
"Apa kau malaikat?" kata wanita itu lagi sungguh terpesona dengan ciptaan Tuhan yang begitu sempurna ini.
"Dasar wanita aneh, cepatlah bangun! Kau ingin disini sampai besok atau mengikutiku" kata Rendra jengkel sekali rasanya. Bisa-bisanya disaat genting seperti ini malah mengaguminya.
"Aku ikut denganmu Tuan, siapa namamu? aku Kirana" kata Kiran bangkit dari tidurnya lalu mengulurkan tangannya pada Rendra yang hanya menatapnya tajam.
Happy Reading.
Tbc.
Kirana___
Rendra melirik uluran tangan itu namun tak ada niat untuk menyambutnya. Ia justru semakin menatap wanita itu tajam membuat Kirana salah tingkah.
"Ehm, bolehkah aku tau namamu Tuan?" kata Kirana lagi masih mencoba akrab dengan pria penolongnya.
"Tidak" kata Rendra ketus lalu mengambil ponselnya untuk di gunakan senter, tapi ponselnya hilang entah kemana.
"Sial!" umpat Rendra kesal, kalau begini bagaimana dia bisa mencari bantuan. "Apa kau punya ponsel?" kata Rendra menatap Kirana.
"Tidak" kata Kirana jujur saja.
"Bagaimana kita akan keluar dari tempat ini" kata Rendra begitu kesal rasanya.
"Kita bisa berteriak, siapa tau ada orang yang mau menolong kita" kata Kirana.
"Oh benar, sekarang berteriaklah sesukamu" kata Rendra melirik Kirana sinis merasa ide itu sangat konyol.
Tapi Kirana merasa kalau Rendra benar-benar mendukungnya membuatnya langsung berteriak keras.
"Halo!! Siapapun tolong! Disini ada orang!!!" teriak Kirana sangat keras.
Rendra menyumbat telinganya, ia semakin kesal dengan tingkah Kirana ini, untuk apa berteriak di tengah jurang seperti ini, apalagi ini malam hari, tentu tidak akan ada yang menolongnya.
"Tolong kami!!!! Help me ... help me ..." Kirana kembali berteriak-teriak.
"Diam! Berhentilah melakukan hal bodoh ini" kata Rendra menarik tangan Kirana dengan sedikit kasar.
"Eh, Kau bilang ingin secepatnya pergi darisini, jika aku terus berteriak pasti ada orang yang akan menolong kita" kata Kirana mengerutkan dahinya hingga bercak darah di dahinya tampak mengerut.
"Siapa yang menolong kita? Kau tidak lihat ini hutan? Lebih baik diamlah dan jangan buang energimu. Kita harus mencari jalan keluar lain" kata Rendra dengan nada bicara yang tidak bisa dikatakan lembut.
Kirana mengerucutkan bibirnya, kenapa sih dia serba salah dimata pria ini pikirnya. Ia akhirnya mengunci mulutnya dan mengikuti Rendra yang berjalan terlebih dulu. Namun baru beberapa langkah berjalan, mereka mendengar suara langkah kaki yang cukup banyak mendekat.
Rendra langsung waspada dan mendengarkan dengan pasti langkah kaki itu, dan ternyata benar kalau langkah kaki itu mendekati mereka.
"Tuan...sepertinya ada yang menolong kita" kata Kirana begitu girang karena berpikir ada orang yang akan menolongnya.
"Ssssstt...." Rendra memberikan gestur untuk wanita itu diam.
"Kenapa Tuan? Sebaiknya kita langsung kesana saja, ayo" kata Kirana semangat untuk berbalik pergi tapi dengan cepat Rendra menahan tangannya.
"Bukan" kata Rendra menajamkan telinganya lagi.
"Ha?"
"Itu dia mereka!" teriak seorang pria berbadan besar saat melihat Rendra dan Kirana.
"Lari!" kata Rendra secara impulsif langsung menarik tangan Kirana dan membawanya berlari menjauh dari sana.
Kirana tersentak saat Rendra menarik tangannya hingga tubuhnya sedikit terseret. Tapi Kirana langsung sadar dan ikut mempercepat langkah kakinya.
Mereka terus berlari melewati pohon-pohon yang begitu tinggi dan suasana yang sangat gelap membuat mereka cukup kesusahan berlari. Ingin berhenti pun tak bisa karena kedua penyerang tadi masih mengejar.
"Tuan! aku tidak sanggup, bisakah kita berhenti sebentar" kata Kirana menghentikan langkahnya hingga genggaman tangan mereak terentang.
"Tidak, mereka masih mengejar kita" kata Rendra tentu tak ingin sampai tertangkap, mungkin dia masih bisa melawan, tapi kedua pria tadi juga membawa senjata yang pastinya akan sangat berbahaya.
"Kalau begitu tinggalkan aku saja disini, mungkin memang aku ditakdirkan kembali ke tangan mereka" kata Kirana langsung mendudukkan tubuhnya di bawah, dia benar-benar sangat lelah.
Rendra menatap Kirana kesal, tapi mendengar suara Kirana yang putus asa itu, hatinya sedikit terketuk.
"Baiklah, tapi kita harus mencari tempat aman dulu" kata Rendra.
"Tapi kakiku sangat sakit, pergilah sendiri Tuan, aku akan tetap disini" kata Kirana menangis karena tak sanggup lagi rasanya, mungkin memang takdirnya untuk kembali ke neraka itu lagi.
Rendra diam menatap wajah Kirana yang tertimpa sorot cahaya rembulan. Ini pertama kalinya Rendra menatap wajah Kirana dengan jelas. Ada bercak darah yang mengering di pipi wanita itu, namun tetap saja tak mengurangi kesempurnaan wajahnya.
Rendra kemudian menghela nafasnya lalu berbalik dan berjalan menjauh, tak ada alasan untuknya menjaga wanita asing itu, pikirnya.
"Hei! Kau benar-benar ingin meninggalkanku! pria seperti apa kau ini yang tega meninggalkan seorang wanita di hutan seperti ini sendirian, kau juga membiarkan aku ditangkap para penjahat tadi. Kau ini pria macam apa sih?" cerca Kirana tak habis pikir dengan Rendra. Bagaimana bisa pira itu benar-benar ingin meninggalkannya yang sedang lemah. Dasar tidak peka sekali, pikirnya.
"Ssssstt....." Rendra memberikan gestur agar Kirana diam, tapi Kirana yang masih ngambek tak menggubrisnya.
"Tidak, aku tidak mau diam, kau benar-benar pria yang paling tidak...aduh ..." Kirana tak lagi melanjutkan ucapannya karena lagi-lagi tangannya ditarik dan di bawa berlari menjauh.
Pendengaran Rendra memang sangat tajam membuat ia tau kalau ada sekelompok orang yang mengejar mereka kembali. Ia terus menyeret Kirana dan membawanya pergi darisana.
Kirana sebenarnya masih begitu kesal, kakinya bahkan masih sangat sakit saat digunakan untuk berlari, tapi kalau dia berhenti, dia juga akan tertangkap. Akhirnya dia terus mengikuti langkah Rendra hingga mereka tiba disebuah sungai.
"Sial! Tidak ada jalan" umpat Rendra panik saat mendengar penyerang tadi kian dekat, tapi tidak ada jalan lain lagi.
"Bagaimana ini Tuan?" kata Kirana ikut panik dan juga ketakutan.
Rendra menekan bibirnya dan berpikir keras, jika dia lompat kedalam air itu sama saja dia mengantarkan nyawa karena tidak tau dalam atau dangkalnya sungai itu. Sementara, langkah itu semakin dekat.
"Gua yakin dia kesana! Arah sungai" teriakan penyerang itu terdengar kembali membuat kepanikan mereka meningkat.
"Tuan, apakah kita harus menyerah? Mereka semakin dekat" kata Kirana panik sekali.
"Oh shittt!!!" Rendra rasanya ingin sekali mengumpat kata-kata kasar namun hal itu tak ada gunanya.
"Ayo mikir Ren" kata Rendra menatap sekelilingnya untuk mencari tempat persembunyian.
Dengan mata tajamnya, Rendra bisa melihat ada sebuah cekungan di bawah pohon besar yang ada disana. Secara reflek Rendra menarik kembali tangan Kirana dan membawanya untuk masuk kedalam cekungan kecil itu dan bersembunyi disana. Cekungan itu sangat sempit namun ternyata ada sedikit ruang didalamnya.
"Masuk" kata Rendra.
"Tapi disana sangat gelap, aku takut" kata Kirana bergidik saat melihat gelapnya cekungan itu.
"Aku bilang masuk" kata Rendra menahan untuk tak membentak wanita manja ini.
"Iya iya aku masuk" kata Kirana setengah melompat karena takut dengan suara Rendra.
Setelah memastikan Kirana masuk kedalam, Rendra ikut menyusul dan duduk disamping Kirana. Ia bisa mendengarkan suara hembusan nafas Kirana yang sangat cepat, pertanda wanita itu sangat ketakutan. Entah apa yang dipikirkan Rendra saat itu, ia kemudian memegang tangan Kirana untuk sekedar mengatakan kalau ada dia bersamanya.
Kirana yang awalnya ketakutan pun langsung menatap Rendra, meskipun gelap tapi saat merasakan sentuhan hangat itu membuat ketakutannya perlahan mereda.
Happy Reading.
Tbc.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!