Bab 1
"Raja! Raju kalian harus menikah!" ujar Raffa saat usai makan malam pada kedua putranya.
Kali ini Raffa benar-benar harus tegas pada kedua putranya yang berkali-kali disuruh menikah tapi selalu beralasan belum siap untuk menikah.
Raja dan Raju hanya diam mendengar ucapan Sang Papa. Mereka menoleh ke arah sang mama.
Wanita yang selalu menjadi tempat mereka berlindung dari sang Papa kini hanya bisa diam, itu artinya Papa mereka benar-benar serius dengan ucapannya.
"Papa dan Mama sudah mencarikan jodoh untuk kalian, pernikahan kalian akan segera dilaksanakan," ujar Raffa dengan tegas.
Raffa berdiri dan meninggalkan ruang makan. Kayla juga ikut berdiri dan melangkah mengikuti sang suami.
Raja dan Raju saling berpandangan, mereka seakan tidak terima dengan keputusan sepihak yang dilakukan oleh kedua orang tua mereka.
"Bagaimana ini, Ju?" tanya Raja pada saudara kembarnya.
"Entahlah," jawab Raju sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Haruskah kita jujur pada Papa dan Mama kalau kita sudah jatuh cinta pada seorang gadis?" tanya Raja lagi pada Raju.
"Kita yang mencintai gadis itu, tapi kita tidak tahu apa gadis yang kita cintai juga mencintai kita, lagian saat ini kita tidak tahu di mana keberadaannya sekarang," ujar Raju putus asa.
Setelah Raja dan Raju menyelesaikan kuliah S1, mereka melanjutkan kuliah S2 di luar negeri selama 2 tahun setelah itu, mereka kembali ke kota Padang untuk melanjutkan bisnis keluarganya yang semakin berkembang.
Raffa meminta kedua putranya mengurus semua bisnis Surya Atmaja yang ada di kota Padang.
Sementara itu Raffa kembali fokus dengan SatRa kafe yang kini sudah memiliki cabang di beberapa daerah di Sumatera Barat. Dia mengelola cafe tersebut bersama Alex.
Kafe yang ada di Bandung telah menjadi hak milik Satya, kafe yang di Jakarta menjadi milik Raymond dan Nick.
Raffa dan Satya sengaja membagi-bagi kafe yang telah mereka rintis. Agar mereka dapat mengembangkan usaha kafe tersebut.
"Apakah kita harus meminta waktu pada papa untuk mencari wanita yang kita cintai?" tanya Raja lagi pada Raju.
Raju mengangkat bahunya, dia berdiri dan melenggang melangkah masuk ke dalam kamarnya.
Melihat saudara kembarnya beranjak dari ruang makan Raja pun ikut beranjak. Dia ikut melangkah masuk ke dalam kamar Raju.
"Lu ngapain ke sini?" tanya Raju pada Raja.
"Gue mau tidur bareng lu," jawab Raja.
"Enggak, lu masuk sana ke kamar lu. Gue pusing," ujar Raju pada Abang kembarnya.
Raju memang lebih dewasa dari Raja, sudah menjadi kebiasaan bagi Raja jika sedang galau dan pusing dia memilih masuk ke kamar saudara kembarnya.
"Maka dari itu, biar kita bisa pusing bareng," ujar Raja santai.
Raja mendorong tubuh Raju, sehingga dia dapat masuk ke dalam kamar Raju.
Setelah itu dengan santainya dia membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur milik Raju.
Raju hanya bisa menghela napas panjang melihat tingkah saudara kembarnya.
Dia melangkah masuk ke dalam kamar mandi untuk berwudhu dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu shalat isya.
"Hei, jangan lupa shalat dulu," ujar Raju pada Raja yang masih berbaring di atas tempat tidur sambil memainkan ponselnya.
"Iya, lu tenang aja," ujar Raja santai.
Setelah melipat d Ngan rapi sajadah dan kain sarungnya, Raju naik ke atas tempat tidurnya, setelah itu berbaring membelakangi saudara kembarnya, dia berusaha untuk tidur lebih awal agar Raja tak lagi mengganggu pikirannya.
Raju tidak ingin pikirannya ditambah pusing oleh rengekkan Raja yang akan berusaha mencari ide agar mereka dapat terelakkan dari perjodohan yang sudah direncanakan oleh kedua orang tua mereka.
"Ju, gue enggak sanggup nikah dengan wanita yang tidak gue cintai," keluh Raja pada kembarannya.
"Apakah gue harus kabur?" tanya Raja lagi.
"Ju, hei, lu udah tidur?" tanya Raja kesal melihat Raju yang kini sudah memejamkan matanya dengan menggunakan headset di telinganya.
"Sialan nih anak," gerutu Raja sambil melemparkan bantal guling ke wajah Raju.
"Apaan, sih?" gerutu Raju yang merasa terganggu dengan apa yang dilakukan oleh saudara kembarnya.
Raju membalikkan tubuhnya lalu menutup wajah dan telinganya dengan bantal guling tersebut.
***
"Sayang, apakah kita tidak terlalu keras pada Raja dan Raju?" tanya Kayla mengkhawatirkan kedua putranya.
Raffa menatap dalam pada istrinya, dia menarik tubuh sang istri hingga wanita yang kini sudah berumur hampir 50 tahun itu jatuh ke dalam pelukan Raffa.
"Kamu tahu, anak kita sudah berumur 28 tahun, mereka sudah pantas menjadi seorang suami. Dan mereka juga sudah pantas menjadi seorang ayah. Apakah kamu tidak menginginkan seorang cucu dari anak laki-lakimu?" tanya Raffa.
"Aku tahu, Sayang. Apakah kamu tidak akan memberi waktu kepada mereka untuk menentukan pilihan mereka masing-masing?" tanya Kayla pada suaminya.
"Sayang, kita sudah berikan waktu pada mereka 2 tahun. Tapi, kamu sendiri lihat, kan. Sedikitpun mereka tidak terlihat ingin menikah, mereka sibuk dengan pekerjaan padahal jika mereka mau mencari jodoh, mereka bisa libur beberapa hari," ujar Raffa.
"Iya, Sayang. Aku mengerti," ujar Kayla.
"Lagian, calon untuk mereka bukan orang jauh. Kita mengenal orang tua gadis itu dengan baik," ujar Raffa.
"Iya, sih." Kayla mengangguk.
"Ya udah, aku ikut dengan apa yang kamu rencanakan saja, toh kamu papanya. Kamu lebih tahu yang terbaik buat putra kita," ujar Kayla.
"Iya, Sayang. Ya udah kamu harus istirahat, besok kita akan terbang ke Jakarta untuk melihat calon menantu kita," ujar Raffa.
"Iya, aku juga kangen sama Ranisa." Kayla membayangkan wajah putri kecilnya yang kini sedang kuliah di ibu kota.
Raffa pun membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, diikuti oleh Kayla. Bertahun-tahun mereka menjalani hubungan, sedikitpun rasa yang ada di hati mereka tak pernah berkurang bahkan semakin bertambah dan bertambah.
Keesokan harinya menjelang subuh, Kayla sudah bangun. Seperti biasa dia selalu melakukan rutinitasnya, dia selalu menyempatkan diri untuk menunaikan shalat tahajud bersama dengan imam tercintanya.
Mereka akan membaca al-quran sambil menunggu waktu subuh masuk.
Setelah selesai shalat subuh, Kayla keluar dari kamar dan melangkah menuju dapur untuk pangeran kembarnya.
Meskipun ada pembantu yang mengerjakan semuanya, tapi Kayla tetap turun tangan dalam memasak untuk seluruh anggota keluarganya.
"Pagi, Ma," sapa Raju saat masuk ke dalam ruang makan.
Pria tampan dengan tubuh yang tegap dan kekar dengan tinggi 182 itu mengecup lembut pipi wanita yang sudah melahirkannya sebagai ucapan selamat pagi.
"Pagi juga, Ma," ujar Raja tak mau kalah.
Pria yang sama tampan dan memiliki wajah yang sangat mirip juga mengecup pipi Kayla di sisi lainnya.
"Pagi, Sayang. Pangeran mama semakin tampan saja," puji Kayla senang.
Raja dan Raju duduk di kursi meja makan, tak berapa lama Raffa masuk ke dalam ruang makan.
"Raja, Raju, mama sama papa akan berangkat ke Jakarta untuk bertemu dengan calon istri kalian," ujar Raffa terus terang.
"Apa?" Raja dan Raju melotot tak percaya.
Bersambung...
Raja dan Raju saling melempar pandangan. Mereka tak percaya kedua orang tua mereka tidak main-main dengan ucapannya.
"Ma, benarkah apa yang dikatakan papa?" tanya Raja tak percaya.
"Mhm," gumam Kayla sambil mengangguk menjawab pertanyaan dari putranya.
"Tapi, Ma," bantah Raja lagi.
Raju hanya diam, dia sudah tahu jika papanya mengambil keputusan sudah tidak akan bisa dibantah lagi.
"Sudahlah, kamu tidak perlu membantah. Diam dan tetap laksanakan pekerjaan kalian, kami akan berangkat pada pukul 10.15," ujar Raffa dengan tegas.
Raja terdiam. Dia mulai mencoba berpikir mencari alasan agar tidak dinikahkan dengan wanita yang tidak dicintainya.
"Ju, lu harus pikirkan cara buat batalkan semua ini. Memangnya lu rela nikah sama wanita yang tidak ku cintai?" bisik Raja pada adik kembarnya.
Raffa dan Kayla melihat Raja yang kini sedang berbisik dengan Raju. Mereka tersenyum melihat tingkah konyol Raja.
Begitulah putra sulung mereka jika bersama Raju dia selalu bertingkah konyol, apa pun masalah yang mereka hadapi selalu mengadu pada adik kembarnya.
"Ayo, kita berangkat ke kantor!" ajak Raju.
"Tapi, Ju," bantah Raja.
Raju mengabaikan rengekkan saudara kembarnya, dia melangkah menghampiri kedua orang tuanya lalu menyalami tangan kedua orang tua yang sangat dia sayangi.
Mau tak mau Raja mengikuti apa yang dilakukan oleh saudara kembarnya, dia ikut berpamitan kepada kedua orang tuanya lalu melangkah beriringan dengan Raju keluar dari rumah.
Di depan rumah sudah terparkir mobil yang akan mereka gunakan untuk berangkat ke kantor.
"Pak, biar aku yang bawa mobil. Hari ini Pak Maman libur, ya," ujar Raja.
Raja bergegas masuk ke dalam mobil, Raju pun masuk ke dalam mobil, dia duduk di kursi belakang.
"Woi, lu pikir gue supir?" bentak Raja kesal dengan Raju.
Raju hanya diam, dia mengabaikan amarah adik kembarnya itu.
Akhirnya Raja pun kembali turun, dia membuka pintu mobil bagian belakang, lalu menarik tangan Raju keluar dari mobil.
Mau tak mau Raju pun berpindah ke bangku belakang.
Kayla mendengar suara Raja yang ribut akhirnya dia pun ikut keluar ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Saat Kayla sudah berada di teras rumah, mobil yang dikendarai Raja sudah berjalan meninggalkan kawasan rumahnya.
"Pak Maman, ada apa?" tanya Kayla pada sopir pribadi putranya.
"Itu, Bu. Seperti biasa tuan Raja," ujar Pak Maman.
Kayla menggelengkan kepalanya, dari dulu Raja tidak pernah berubah. Dia selalu heboh sendiri.
"Ada apa, Sayang?" tanya Raffa menghampiri istrinya sambil melingkarkan tangannya di pinggang sang istri.
"Itu, Bang. Si Raja bikin ulah lagi, dia nyuruh pak Maman libur," jawab Kayla.
"Mhm, anak kamu yang satu itu memang super heboh," lirih Raffa.
"Yuk, kita siap-siap." Raffa merangkul istrinya masuk ke dalam kamar.
Mereka melangkah menuju kamar mereka yang berada di lantai bawah.
Rumah kediaman keluarga Surya Atmaja itu kini sudah menjadi milik Raffa sebagai pewaris tunggal.
Kedua orang tua Raffa sudah meninggal dunia saat putra putrinya 3R sudah duduk di bangku SMP.
Saat itu Surya meninggal karena sakit jantung yang diberitakan, setelah itu Arumi ikut pergi meninggalkan Raffa setelah satu bulan kepergian sang suami.
Saat itu Raffa sangat terpukul, tapi kehadiran Kayla danb sahabat-sahabatnya membuat Raffa kembali bersemangat.
****
"Mama, Papa," pekik Ranisa saat menemui kedua orang tuanya di salah satu kafe SatRa yang ada di sana.
Ranisa langsung menghambur ke dalam pelukan wanita yang sudah melahirkannya.
"Bagaimana kabarmu, Sayang?" tanya Kayla pada putri bungsunya.
"Alhamdulillah, baik, Ma," jawab Ranisa.
Setelah puas memeluk tubuh wanita yang melahirkannya, Ranisa menoleh ke arah Papanya Yang sejak tadi selalu memperhatikannya.
Ranisa menghampiri satu-satunya pria yang paling berharga dalam hidupnya.
Dia meraih tangan Raffa lalu menyalaminya dan mencium punggung tangan sang papa.
"Rani kangen sama mama dan papa," ujar Ranisa dengan riang.
"Mama juga kangen sama kamu, Sayang," ujar Kayla sambil merangkul tubuh Putri bungsunya.
"Bagaimana kuliahmu?" tanya Raffa dengan penuh kharisma.
"Alhamdulillah, Pa. Semua urusan kuliah lancar, sekarang lagi persiapan proposal. Semoga saja prosesnya tidak ribet, papa sama Mama doa'kan Rani, ya," jawab Ranisa.
Gadis kecil Kayla dan Raffa kini sudah tumbuh dewasa, putra-putrinya sudah besar. Hal ini menandakan umur mereka semakin tua.
Mereka mengobrol sejenak membahas semua kegiatan yang dijalani oleh Ranisa selama kuliah di Jakarta.
Ranisa dan kakak-kakaknya sama-sama kuliah di Universitas Islam Al-Azhar tempat Kayla dan Raffa dulu kuliah.
Mereka percaya menyekolahkan putra putrinya di Universitas tersebut karena Universitas itu memiliki asrama, sehingga putra putri mereka akan terjamin dengan perilakunya di saat mereka berada di luar pengawasan mereka.
"Mama sama papa menginap di sini?" tanya Ranisa.
"Mhm, tidak, Sayang. Mama dan Papa akan berangkat ke Bandung. Kamu mau ikut?" tanya Kayla pada putrinya.
"Mama ngapain ke Bandung?" tanya Ranisa.
"Mau ketemu calon kakak iparnya," jawab Kayla jujur.
"Hah? Siapa yang mau nikah, Ma?" tanya Ranisa penasaran.
"Mhm, Abangmu Raja dan Raju," jawab Kayla.
"Ya udah, aku ikut aja, Ma. Kebetulan aku juga enggak ada jadwal kuliah," ujar Ranisa.
Ranisa penasaran dengan sosok wanita yang akan menjadi kakak iparnya.
Kayla dan Ranisa asyik mengobrol, sementara itu Raffa hanya diam memperhatikan dua wanita yang disayanginya itu.
****
Raja melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, dia menunggu ekspresi saudara kembarnya itu.
Raju hanya duduk diam di samping Raja, dia tahu apa yang kini dilakukan oleh saudara kembarnya. Diam lebih baik daripada protes.
Raja membawa Raju keluar kota, kini mereka sudah melewati batas kota Padang.
Melihat Raju yang hanya diam saja, Raja menambahkan kecepatan mobilnya.
Raju mengambil ponselnya lalu dia menghubungi Faiz, sang asisten pribadinya.
Dia mengetik pesan pada asisten pribadinya.
"Faiz, gue tidak masuk kantor hari ini. Lu tolong handle semuanya. Jangan lupa sampaikan ke Romi, kalau Raja juga tidak masuk kantor." Raju mengirimkan pesan tersebut pada Faiz.
"Apa sebenarnya yang akan dilakukan anak ini?" gumam Raju bingung.
Setelah melintasi jalan layang, Raja membawa Raju ke sebuah kafe yang terdapat di pinggir pantai.
Dia memarkirkan mobilnya di bawah batang Pinus yang Rindang.
"Ayo, keluar!" ajak Raja pada Raju.
Mau tak mau Raju keluar dari mobil, dia mengikuti langkah Raja.
Pagi-pagi sekali dia sudah datang ke kafe orang.
Raja duduk di sebuah bangku panjang yang menghadap ke laut lepas.
"Raju! Lu nyebelin, ya," bentak Raja tiba-tiba.
Raja akan meluapkan emosinya pada Raju.
"Gue tahu, lu juga tidak mau dijodohkan dengan wanita yang dipilihkan mama papa, tapi kenapa lu enggak protes!" bentak Raja lagi.
Bersambung...
Raja memalingkan wajahnya dari saudara kembarnya, saat ini dia merasakan hal yang sama dengan Abangnya, tapi Raju tidak tahu harus berbuat apa.
Sudah 2 kali mereka menolak perjodohan yang akan dilakukan oleh kedua orang tua mereka.
Raju teringat dengan perjodohan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya pada adik kembar mereka Ratu.
Dua kali rencana perjodohan Ratu ditolaknya, saat itu Ratu masih bersikeras untuk mencari jodoh sendiri, tapi untuk kali ketiganya, kedua orang tuanya tak lagi memberi kesempatan.
Mereka memaksa Ratu menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
Raju menatap lautan lepas yang ada di hadapannya. Dia masih diam.
"Raju!" bentak Raja.
Raja semakin kesal dengan sikap Raju yang hanya diam.
"Iya! Gue dengar, apa yang bisa kita lakukan kalau mama dan papa sudah mengambil keputusan? Hah?" tanya Raju dengan nada penuh penekanan.
"Ini bukan salah mama dan papa yang memaksa kita untuk menikah, tapi ini salah kita yang tidak bisa membawa wanita yang mereka inginkan," ujar Raju lagi dengan nada yang sudah direndahkan.
"Apa kamu tidak ingat dengan apa yang terjadi pada Ratu?" tanya Raju mengingatkan saudara kembarnya akan adik kembar mereka.
Raja pun terdiam mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Raju.
Raja teringat akan isak tangis Ratu sehari sebelum dinikahkan dengan putra dari teman kedua orang tuanya.
Flash back on.
3R sedang asyik mengobrol di ruang keluarga bercerita tentang kegiatan mereka selama ini.
Ratu sangat merindukan 2 saudara kembarnya yang baru saja pulang dari luar negeri menyelesaikan S2 mereka.
Ratu tidak diizinkan Kayla untuk ikut kuliah di luar negeri bersama saudara kembarnya karena Kayla tidak mau jauh dari putrinya, akhirnya Ratu melanjutkan S2 nya di Universitas Islam Al-Azhar.
Saat ini mereka sudah bergelar magister dan berkumpul di rumah.
Raffa dan Kayla datang dan ikut bergabung dengan putra-putri mereka yang sudah dewasa
"Seru banget ngobronya," ujar Kayla pada putra-putrinya
Kayla dan Raffa duduk di sofa yang berhadapan dengan mereka.
"Iya, Ma. Aku kan sudah lama enggak ketemu Raja dan Raju," sahut Ratu bersemangat.
Wajah gadis itu sumringah, dia sangat bahagia kembali berkumpul dengan Raja dan Raju.
"Mhm." Raffa berdehem menarik perhatian semua orang yang ada di ruang keluarga itu.
Mereka semua terdiam menunggu kata-kata yang akan keluar dari mulut pria yang paling mereka hormati di rumah itu.
"Ada hal penting yang harus papa sampaikan pada kalian," ujar Raffa memulai pembicaraan.
Mereka masih diam, memperhatikan apa yang akan dikatakan oleh sang kepala keluarga.
"Papa dan mama sudah memutuskan akan menikahkan Ratu dengan putra teman papa," ujar Raffa tegas.
Semua mata tertuju pada gadis cantik dengan hijab panjang menutupi kepalanya.
Ratu kaget mendengar ucapan sang papa. Dia tidak menyangka kedua orang tuanya memutuskan hal yang paling penting dalam hidupnya.
Seketika kegembiraan yang tadi terpancar di wajah sang putri sirna begitu saja, Kayla ikut merasa sedih saat melihat wajah putrinya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Raffa sudah memutuskan perjodohan putrinya, itu artinya tak ada yang bisa menggangu gugat.
Suasana ceria berganti dengan ketegangan, tak satu pun yang bersuara.
"Sebelumnya papa dan mama sudah memberikan kesempatan untuk kamu mencari pria pilihanmu tapi sudah 2 kali papa kasih kesempatan, kamu tidak juga membawa pria pilihanmu ke hadapan kami," ujar Raffa mengingatkan Ratu akan kesempatan yang pernah mereka berikan.
"Kamu akan menikah besok, papa dan mama sudah mengurus semuanya," ujar Raffa.
Setelah itu, Raffa berdiri diikuti oleh Kayla meninggalkan putra-putri mereka.
Di saat seperti itu Raja dan Raju mendekati adik kembarnya. Mereka memeluk gadis cantik dan bersahaja itu.
Ratu pun menangis di dalam pelukan kedua saudara kembarnya. Dia meluapkan rasa sesak yang ada di dalam hatinya.
Perkataan papanya bagaikan petir baginya yang dipaksa menikah dengan pria pilihan kedua orang tuanya.
Flash back off.
"Kamu lihat bagaimana Ratu? Dia tidak bisa menolak keputusan papa, mungkin di awal dia merasa sulit, tapi lihat saat ini dia hidup bahagia bersama pria pilihan papa," ujar Raju.
"Tapi, kita beda, Ju. Kita memiliki wanita yang kita cintai," bantah Raja.
"Memang benar apa yang kau katakan, tapi di mana wanita itu sekarang?" tanya Raju pada Raja.
Dua anak kembar ini sudah memiliki wanita yang sudah mereka cintai, tapi sayang saat ini mereka tidak tahu di mana keberadaan wanita itu.
Mereka sudah berusaha mencari 2 wanita yang mereka cintai itu, tapi sayang semua usaha mereka sia-sia.
4 tahun sudah mereka mencari wanita yang mereka cintai, tapi wanita yang mereka cari menghilang bagaikan ditelan bumi.
Raja terdiam mendengar ucapan Raju, dia membenarkan apa yang dikatakan saudara kembarnya.
Saat ini mereka tidak bisa lagi membantah keputusan kedua orang tua mereka sama seperti Ratu waktu itu.
Keputusan Raffa adalah mutlak harus mereka laksanakan. Mereka selalu dididik disiplin dan patuh dengan apa yang dikatakan oleh sang papa setelah papa mereka memberi kebebasan untuk memilih.
Jika mereka tidak menggunakan kesempatan yang diberikan maka keputusan sang papa harus mereka ikuti.
Dua jam berlalu mereka habiskan dengan bermenung ria di pinggir pantai tanpa ada pekerjaan yang bermanfaat.
Tak berapa lama ponsel Raju berdering pertanda panggilan masuk.
Raju membuka ponselnya, dia melihat nomor kontak Ratu tertera di layar ponselnya.
Dia langsung menggeser tombol hijau untuk mengangkat panggilan itu.
"Halo, Uncle," seru Ratu.
Raja dan Raju tersenyum melihat wajah saudari kembarnya yang ceria, dengan menggendong putra kecilnya.
"Hello handsome," sahut Raja dan Raju bersamaan.
"How are you Uncle?" seru Ratu dengan menirukan suara anak kecil seolah-olah putranya yang berbicara.
"I'm fine," jawab Raju.
"Hei, benarkah kalian mau menikah?" tanya Ratu pada Raja dan Raju.
"Mhm, siapa yang kasih tahu?" tanya Raja dengan wajah yang berubah cemberut.
"Mama nyuruh aku pulang," jawab Ratu.
"Mhm," gumam Raju.
"Bukankah kalian sudah memiliki wanita yang kalian cintai? Kenapa harus dijodohkan?" tanya Ratu heran.
Ratu tidak berani mengungkap rahasia kedua saudaranya pada wanita yang melahirkannya saat Kayla memberitahukan kabar pernikahan Raja dan Raju.
"Masalahnya, wanita yang kami cintai tidak tahu di mana keberadaannya," tutur Raju tak tahu harus berbuat apa.
"Ya kali saja, kalian tidak jodoh dengan wanita itu. Mama sama papa tidak mungkin menjodohkan kalian dengan wanita yang salah," nasehat Ratu.
"Lihatlah, aku. Mereka memberikan aku seorang pria yang sangat sempurna sehingga aku kini bisa hidup bahagia," ujar Rati lagi.
Ratu berusaha menghibur saudara kembarnya yang kini terlihat risau, apalagi si Raja yang kini terlihat sangat stress.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!