NovelToon NovelToon

Kisah Cinta Gadis Desa

Awal

Pemandangan Desa yang sangat permai dan hijau. Jauh dari kata polusi dan limbah pabrik. Serta jauh dari kata pencemaran. Kehidupan para warga di desa S sangatlah rukun dan damai, juga sangat tentram.

Tingkat sosialisasi dan kepedulian terhadap sesama sangatlah tinggi. Seorang gadis desa yang sangat cantik sedang mengayuh sepeda mini. Iya mengayuh sepeda dengan santai dan menikmati keindahan di desanya.

Sabrina sambil menemui orang tuanya yang bekerja di ladang. Sabrina juga membawakan makanan untuk ayah dan Ibunya. Jalan di desa itu sangatlah sempit. Sabrina melewati sebuah tikungan. Sabrina tidak melihat kalau dari arah berlawanan ada sebuah mobil yang melaju tinggi.

Mobil itu hampir menabrak Sabrina, dan Sabrina merasa kaget. Beruntung saja mobil dapat menghindari Sabrina. Sementara Sabrina karena Iya kaget, Iya menjadi tidak fokus dan tidak bisa mengendalikan rem sepedanya. Dan naasnya, Sabrina pun terjatuh.

Semua makanan untuk Ayah dan Ibunya menjadi tumpah. Sabrina merasa kesakitan akibat jatuh itu. Tangannya Sabrina juga kotor, bahkan makanan yang tumpah itu juga kotor sehingga tidak layak untuk dimakan.

"Ya ampun, makanan ku... Yah, tumpah deh," Sabrina sambil memunguti makanan yang tumpah.

Kemudian seorang pria yang hampir menabrak Sabrina itu turun dari mobilnya. Seorang pria tampan yang berjas hitam dan berkacamata hitam itu berjalan mendekati Sabrina. Kemudian, pria itu berdiri di depan Sabrina. Sabrina yang masih fokus dalam memungut makanannya yang tumpah, tidak menyadari jika laki-laki itu berdiri di depannya.

"Ehem." Pria itu sengaja berdehem tapi tidak ingin batuk. Iya sengaja agar Sabrina melihat ke arahnya. Sabrina yang sedang fokus memungut makanan, akhirnya melihat ke arah pria itu dan langsung berdiri. Pria itu memandangnya dengan posisi kedua tangan yang berada dalam saku celananya.

"Bisa enggak, kalau jalan itu lihat-lihat? Sekarang coba kamu lihat, mobil saya hampir lecet gara-gara kamu.!" Memarahi Sabrina sambil menuding ke arahnya.

Sabrina yang merasa kesal dan nafasnya kembang-kempis, juga merasa kesal. Karena pria itu sudah jelas-jelas salah tapi masih tidak mau mengaku. Karena kesal, Sabrina berjalan mendekati pria itu, Iya menatap dengan memasang wajah datar dan menghela nafas kasar.

Sabrina melirik ke arah mobilnya lalu iya mengambil tanah yang berlumpur dan mengoleskan ke mobil pria itu dengan penuh kekesalan. Pria itu kaget dan melotot.

"Eh, apa-apaan kamu?" Sambil berusaha menghentikan kelakuan Sabrina. Dengan wajah kesal tanpa senyum sedikitpun yang tergambar di wajah Sabrina, Iya pun membalas perkataan laki-laki itu.

"Kamu yang apa-apaan. Sudah jelas-jelas kamu yang salah, masih saja nyalahin Aku. Kamu lihat ini! Makanan Aku tumpah dan kotor gara-gara kamu. Sudah ga tanggung jawab, seenaknya sendiri lagi." Sabrina sedikit manyun.

"Lah, justru kamu yang salah. Sudah salah, ga minta maaf, merasa paling benar sendiri lagi." Pria itu melotot ke arah Sabrina. Sabrina dengan sengaja petik jari berkali-kali dihadapan wajah pria itu.

"Memang susah ya, ngomong sama kamu. Kamu tahu kan, bahwa ini jalanan sempit. Ini bukan jalanan kota. Kenapa kamu masih mengemudi dengan kecepatan tinggi?" Sabrina sedikit mendongak dan tidak mau kalah.

"Oh memang ini jalan punya nenek moyang kamu? Suka-suka gua lah." Dengan sombongnya.

"Dasar laki-laki sombong! Dengar ya, ini jalan untuk semua orang. kamu ga bisa seenaknya ugal-ugalan. Kalau kena anak kecil bagaimana? Dasar!" Sambil mendorong pria tersebut.

Setelah mendorong laki-laki itu, Sabrina langsung pergi begitu saja. Dan meninggalkan pria tersebut. Pria tersebut sangat geram terhadap Sabrina. Dan mengoceh sendirian.

"Awas lo ya, kalau sampai ketemu lagi. Akan Aku balas kamu!" Teriaknya.

Sabrina kembali ke rumahnya dengan perasaan kesal dan menggerutu tidak jelas. Kemudian Sabrina mengganti makanan yang baru untuk kedua orang tuanya. Dan Sabrina cepat-cepat mengantar makanan tersebut kepada ayah dan Ibunya yang sedang berada di ladang.

Sabrina takut, jika orang tuanya merasa lelah dan lapar. Karena memang sudah waktunya untuk makan siang. Sesampainya di ladang, Sabrina melihat orang tuanya dari kejauhan. Karena untuk sampai ke ladang mereka, Sabrina harus melewati beberapa ladang.

Meskipun jalan di ladang sangatlah kecil, tetapi Sabrina sudah sangat mahir berjalan disitu. Sabrina berjalan dengan langkah cepat agar segera sampai ke ladang orang tuanya. Dari jauh, Sabrina melihat ayah dan Ibunya yang sedang beristirahat di sebuah rumah-rumahan kecil yang terbuat dari bambu. Rumah-rumahan itu terletak di tengah ladang.

"Ayah.. Ibu.." Panggil Sabrina. Dan mereka menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya.

"Maaf ya Ayah, Ibu. Aku telat mengantar makanan. Soalnya tadi makanannya tumpah di jalan.. Karena tadi, ada mobil yang melaju dengan cepat hampir menabrak Sabrina." Mendengar penjelasan Sabrina, Sontak saja Ayah dan Ibunya merasa terkejut.

"Apakah kamu tidak apa-apa? Ataukah ada yang luka?" Sang Ayah khawatir terhadap putrinya. Dengan menghela nafas, Sabrina pun menjawab pertanyaan Ayahnya.

"Enggak kok yah, Aku tidak apa-apa." Ayah dan Ibunya merasa sangat lega mendengarnya.

Tetapi, Sabrina masih merasa kesal dengan pria tadi. Namun, Sabrina menyembunyikan kekesalannya dihadapan orang tuanya. Sambil mengepalkan tangan, Iya pun langsung memukul tiang pondasi rumah-rumahan itu. Ayah dan Ibu Sabrina merasa kaget dengan hentakan Sabrina.

"Sabrina, apa kamu sedang baik-baik saja?"Ayahnya merasa heran dengan sikapnya kali ini. Sabrina langsung mengelak.

"Oh e-enggak apa-apa kok yah.. Sabrina cuma merasa tangan Sabrina sakit saja." Sabrina gugup.

Sabrina tak ingin berlama-lama ada di ladang. Takut Ayahnya bertanya yang tidak-tidak. Sabrina pun pamit pulang kepada mereka. Berjalan sambil ngedumel sendiri. Sesampainya di jalan, Sabrina tidak sengaja melihat mobil tadi.

Sabrina berjalan mendekati mobil tersebut dan mengamatinya. Dengan menghitung jarinya, Sabrina bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah mobil itu adalah mobil yang tadi.

Ingin Sabrina kasih pelajaran, namun Sabrina takut salah orang. Dengan celingak-celinguk, Sabrina melihat sekitar. Dan dari kejauhan nampak laki-laki itu. Sabrina memicingkan matanya. Rasa dendam pun masih ada di hati Sabrina.

Muncul sebuah Ide nakal dari benak Sabrina. Sabrina mengempeskan ban mobil milik pria itu. Setelah semua beres, Sabrina dengan puasnya membersihkan tangannya dengan menepuk. Lalu Sabrina pun pergi dari tempat itu. Tidak sengaja jepit rambut Sabrina terjatuh.

Laki-laki itu awalnya tidak sadar jika ban mobilnya sudah kempes. Iya tetap saja ngobrol dengan seorang pemilik ladang tersebut sambil berjalan.

"Vino, terimakasih sudah berkunjung kemari." Pria itu disebut Vino. Vino mengangguk sambil tersenyum kepada orang itu. Vino ingin pamit untuk pulang, tetapi Vino melihat ban mobilnya kempes.

Vino mencari tahu dan balas dendam

"Vino, terimakasih sudah berkunjung kemari." Pria itu disebut Vino. Vino mengangguk sambil tersenyum kepada orang itu. Vino ingin pamit untuk pulang, tetapi Vino melihat ban mobilnya kempes.

"Hah, kenapa ban mobil gue kempes semua? Kerjaan siapa ini?" Vino melihat ke sekelilingnya, ternyata tidak ada siapa-siapa. Vino merasa kesal dan menyepak ban mobilnya.

Secara tidak sengaja, Vino melihat ada jepitan rambut di tanah. Vino mengambil jepitan rambut tersebut dan memandanginya.

"Sial! Ternyata ada yang berani ngerjain aku." Vino mulai mencari orang yang telah berusaha mengempeskan ban mobilnya. Namun hasilnya memang tidak ada siapa-siapa.

Tiba-tiba seorang pekerja ladang lewat ingin pulang. Vino langsung menyetop orang tersebut. Dan bertanya sesuatu kepadanya.

"Ada apa mas?" Orang itu langsung menghentikan langkahnya.

"Maaf Pak, saya mau tanya. Apakah Bapak melihat ada perempuan yang datang kesini? Soalnya saya menemukan jepit rambut ini dekat mobil saya." Sambil menunjukkan jepitan rambut.

Orang itu mengamati dan jepitan rambut itu. Dan orang itu juga mengingat-ingat kembali. Tak lama pun orang itu sempat ingat sesuatu.

"Oh Iya saya melihat ada Sabrina kesini mas, sepertinya itu milik dia. Cuma itu yang saya tahu mas.." Vino tidak mengerti ketika orang tersebut menyebut nama Sabrina.

"Siapa Sabrina pak? Ciri-cirinya bagaimana?" Vino penasaran.

"Dia gadis di desa ini, Ciri-cirinya itu sering naik sepeda mini, rambutnya sebahu, kulitnya putih, hidung mancung." Vino seperti pernah melihat ciri-ciri tersebut. Vino pun teringat sama cewek yang tadi.

"Ok, terimakasih ya pak?" Orang itu mengangguk dan langsung pergi.

Sekarang Vino tahu siapa pelakunya. Vino tidak tinggal diam begitu saja. Vino akan membalas Sabrina. Vino pun langsung menelfon supir untuk menjemputnya. Tak lama kemudian supir Vino datang.

Diperjalanan menuju rumahnya, Vino tidak sengaja bertemu dengan Sabrina yang sedang asyik mengayuh sepeda. Langsung saja Vino meminta supir untuk memberhentikan mobilnya. Mobil Vino berhenti tepat di depan Sabrina. Dan Sabrina langsung rem mendadak sepedanya.

"Woi! Mentang-mentang punya mobil bagus berhenti seenaknya. Turun kalau berani." Sabrina menantang Vino yang masih berada dalam mobil. Vino yang mendengar teriakan Sabrina langsung turun.

Sabrina pun terkejut melihat siapa yang turun. Sabrina membulatkan matanya dan Dag. Dig. Dug. Perasaan Sabrina mulai tidak nyaman saat Vino berjalan ke arahnya.

"Aduh, Jangan-jangan Dia tahu kalau Aku yang ngempesin ban mobilnya. Aduh gawat. Tapi Aku ga boleh takut sama Dia." Gumam Sabrina tapi Sabrina tetap tenang.

Vino menatap Sabrina dengan tatapan tajam. Tanpa basa-basi Vino langsung memegang setir sepeda Sabrina dengan kuat. Sabrina hanya melihatnya tapi sedikit ketakutan. Dan Sabrina pun menelan ludahnya sendiri.

Dengan wajah yang menyeramkan menurut Sabrina. Langsung saja Vino membanting setir sepeda milik Sabrina. Dan Sabrina pun terjatuh. Dan tubuhnya mengenai tanah yang berlumpur.

"Argh! yah, bajuku kotor..." Sabrina melihat pakaiannya yang sudah kotor dengan lumpur. Laki-laki itu tersenyum puas melihat Sabrina. Kemudian, Iya pun langsung pergi begitu saja.

Sabrina pun juga pulang sambil marah-marah tidak jelas. Sabrina masuk ke rumah dalam keadaan kotor. Ibunya yang melihat Sabrina dengan pakaiannya yang kotor terlihat kaget.

"Sabrina, kenapa badanmu kotor semua?" Ibunya heran dengannya.

"Sabrina jatuh di jalan tadi Bu," Sabrina tidak mengatakan yang sebenarnya kepada Ibunya. Tapi dalam hati Sabrina sudah panas.

"Ya, ampun.. Ya sudah kamu mandi, habis itu langsung makan." Tanpa senyum, Sabrina langsung ke kamarnya.

"Awas aja kalau ketemu. Gue bakal balas lo.." Gerutu Sabrina.

...****************...

Vino merasa puas, karena sudah membalas Sabrina. Tapi, Vino belum puas sampai disitu. Rasanya Vino masih ingin membalasnya lagi. Karena Iya sudah dia kali membuat dirinya kesal. Vino juga ingin membuat Sabrina tambah kesal.

Vino adalah seorang laki-laki muda seumuran Sabrina yang berasal dari kota. Vino berada di desa karena Iya sedang berkunjung ke rumah kakeknya yang ada di desa. Vino tertarik tentang ilmu pertanian. Maka dari itu, Iya sering berkunjung ke rumah kakeknya.

Keesokan harinya, Vino ingin mencari angin dan menikmati pemandangan di Desa S. Vino bertemu dengan Sabrina. Mereka saling bertatapan. Tiba-tiba muncul suatu ide di benak Vino ingin ngerjain Sabrina.

"Eh, yang kemarin itu belum selesai ya.. Lo harus ganti ban mobil gue yang lo kempesin kemaren. Itu mobil punya nyokap gua. Tau gak lo?" ingin tertawa melihat wajah Sabrina yang kelihatan panik.

"Cuman ban mobil doang, emang berapa harganya?" Pura-pura tenang.

"Itu ban mobil bukan sembarang ban mobil, itu ban mobil limited edition. Mau tahu harganya berapa? harganya itu 50 juta total semuanya. Bisa gak lo ganti uangnya?" Sabrina ternganga mendengar harga ban mobil yang cukup fantastis.

"Ada pesan dari nyokap, lo harus segera ganti uangnya.." Sabrina tercengang. Karena iya tidak tahu darimana Iya harus mendapat uang sebanyak itu.

"T-tapi, Aku ga punya uang sebanyak itu." Sabrina bernegosiasi. Dalam hati Vino sudah tertawa terkekeh. Iya berhasil membuat gadis itu seperti ayam kehilangan induknya.

Tiba-tiba saja Vino mendapat telfon dari orang tuanya. Dan orang tua Vino menyuruhnya untuk segera kembali ke kota. Karena mereka sudah menunggunya. Vino pun langsung segera menelfon supir untuk menjemputnya.

Tidak lama kemudian supir itu datang. Sebelum Vino pergi, Vino menatap Sabrina dan berkata sesuatu kepadanya.

"Beruntung lo sekarang. Karena gue tidak menagihnya hari ini. Ingat ya, suatu saat Aku akan kembali lagi kesini dan menagih hutang lo." Vino pun langsung memasuki mobil. Sementara Sabrina masih tercengang. Iya bingung dan menepuk jidatnya sendiri.

"Bodoh kamu Sabrina.. Kenapa sih, kamu tidak mikir-mikir dulu sebelum melakukan sesuatu.. Sekarang lo kena masalah kan, " Menyalahkan diri sendiri. Sabrina bingung harus dapat uang darimana sebanyak 50 juta.

Sementara Vino, senyum-senyum sendiri karena merasa puas sudah membuat cewek itu ketar-ketir dibuatnya.

Malam harinya Sabrina duduk termenung sendirian. Sabrina memikirkan perkataan laki-laki tadi. Sabrina ingin menangis karena iya sangat bingung harus mendapatkan uang darimana.

Kemudian Adik sabrina menghampiri Sabrina. Dan melihat Sabrina sedang murung. Adiknya Sabrina duduk di sebelahnya Sabrina dan menyapanya. Namun, Sabrina tidak menyadarinya. Kemudian Adiknya mengagetkannya.

"Woi! Ngelamun aja si kakak, lagi mikirin apa sih?" Sabrina terkejut dan tersadar dari lamunannya.

"Niki, apaan sih. Siapa yang melamun? Aku ga melamun." Sabrina berbohong.

"Kakak pasti berbohong kan? Dari raut wajah kakak seperti orang susah." Tebak Adiknya.

"Iya, kakak lagi ngelamunin seorang artis Idol yang kakak kagumi. Bahkan kakak fans berat dia. Kakak pengen ketemu." Jawabnya berbohong lagi.

Kemudian Sabrina menyuruh Niki untuk segera istirahat. Sebenarnya Sabrina sedang tidak ingin diganggu. Karena iya lagi gabut sekarang. Sabrina cukup dibuat stres oleh Vino.

Sabrina Galau

Kemudian Sabrina menyuruh Niki untuk segera istirahat. Sebenarnya Sabrina sedang tidak ingin diganggu. Karena iya lagi gabut sekarang. Sabrina cukup dibuat stres oleh Vino.

Malam sudah mulai semakin larut. Sabrina masih tetap tidak bisa tidur. Sabrina menyesali perbuatannya. Sabrina berfikir mengapa Iya sangat ceroboh sekali.

"Baru saja bertemu dengannya sudah kena masalah." Gumam Sabrina.

"Tapi, untungnya dia sudah pulang ke asalnya. Coba kalau tidak, kan bisa berabe Aku.." Pikirnya lagi.

Tapi Sabrina pun masa bodoh dengan itu semua. Melihat hari sudah semakin malam, Sabrina pun langsung masuk ke rumahnya. Di kamarnya, Sabrina mencoba untuk memejamkan matanya agar dapat tidur nyenyak. Tetapi, tetap juga Sabrina tidak dapat tidur.

Daripada tidak dapat tidur, Sabrina pun melihat HPnya lalu membuka akun sosial medianya. Tidak lama kemudian, Iya merasa bosan melihat sosial medianya. Sabrina pun mengambil buku diary dan sebuah pulpen. Iya menulis sesuatu di buku tersebut. Iya menumpahkan kekhawatiran serta kegalauannya di buku tersebut.

Dear diary.

Hari ini adalah hari yang sangat menyebalkan bagiku. Aku bertemu dengan seorang pria yang berasal dari kota. Aku tidak mengenalinya. Sama sekali tidak mengenalinya. Tapi, baru pertama kali Aku bertemu dengannya, sudah membuat diriku kesal. Laki-laki itu sangatlah sombong, dan tidak tahu aturan di jalan desa.

Baru kali ini Aku bertemu dengan orang seperti Dia. Mentang-mentang Dia berasal dari kota seenaknya mengemudi mobil dengan kecepatan tinggi. Bukankah Dia sudah tahu, kalau jalan itu kecil? Tapi kenapa Dia masih tidak berhati-hati dalam menyetir?

Padahal, perbuatannya itu bisa membahayakan orang lain. Jelas-jelas Dia salah tapi kenapa Dia tidak mengakuinya juga? Bukankah dia harusnya mengalah... Padahal mobilnya Dia tidak apa-apa, lecet pun tidak. Justru Aku yang apes, Makananku untuk Ayah dan Ibuku tumpah. Jangankan ganti, minta maaf aja tidak.

Hem...... Rasanya Aku ingin sekali menonjok wajahnya. Tapi, Aku bisa apa? Sekarang Aku punya masalah baru sama cowok itu. Aku sangat ceroboh. Niatku ingin membuat cowok itu jera. Tapi malah Aku yang jera sekarang.

Aku ngempesin ban mobil milik Ibu laki-laki itu, pikirnya Aku mobilnya Dia. Tapi Aku malah salah. Sekarang Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku tidak tahu harus cerita kepada siapa. Kalau Aku cerita ke ayah Aku takut, Ayah akan memarahiku.

Aku tidak bisa membayangkan wajah Ayah, ketika Ayah tahu kalau Aku harus mengganti uang sebanyak 50 juta. Mau dapat darimana Aku..

Ya Tuhan.. Kenapa bisa jadi begini..

by: Sabrina.

Setelah selesai menulis diary nya, Sabrina pun menangis sesenggukan. Sabrina bingung harus bagaimana.

...****************...

Ibu Sabrina menyiapkan makanan untuk keluarganya. Semua hidangan sudah siap, Ibu Sabrina memanggil semua orang-orang rumah.

Ayah dan Adik Sabrina sudah berada di meja makan kecuali Sabrina. Ayah Sabrina bingung mengapa Sabrina tidak ikut makan. Tak lama kemudian, Sabrina pun keluar juga. Iya juga ikut berkumpul bersama keluarganya untuk sarapan pagi. Wajah Sabrina kelihatan murung.

"Kamu, kenapa nak?" Ayah Sabrina heran dan saling pandang dengan Ibunya.

"Enggak apa-apa kok yah.. Aku cuma masih ngantuk saja." Sabrina berbohong.

"Sabrina, apa semalam kamu tidak cepat tidur? Masak jam segini masih ngantuk?" Tanya Ayahnya.

"Iya yah, soalnya Aku tidak bisa tidur." Sabrina mengelak lagi.

Ayah Sabrina tidak bertanya-tanya lagi. Ayahnya menyuruhnya untuk cepat sarapan. Adik Sabrina melihat Sabrina merasa aneh dengannya. Hanya saja Iya tidak mengungkapkan unek-uneknya.

Setelah selesai makan, seperti biasa Ayah dan Ibu Sabrina pergi ke ladang. Adik Sabrina menunggu mereka berangkat ke ladang. Setelah mereka berangkat, Adik Sabrina mendekati Sabrina.

"Kakak, sedang ada masalah ya?" Tebak Adiknya.

"Enggak kok dek, kakak ga apa-apa." Mengelak.

"Bohong ah, kalau bilang tidak apa-apa." Adiknya tidak percaya.

"Yeon seok, beneran kok sayang.. kakak tidak apa-apa." Sabrina tetap tidak mau jujur.

"Aku tahu kalau kakak berbohong.. Jujur aja kak, siapa tahu Aku bisa bantu." Sabrina tersenyum mendengar jawaban dari Adiknya.

Sabrina bukannya tidak ingin juju. Bagaimana Sabrina mau jujur, sementara Yeon seok masih remaja. Berbeda dengannya yang sudah menginjak dewasa.

"Maafin kakak ya dek, kakak tidak bisa jujur. Soalnya kakak, ga mau jadi beban kamu.." Gumam Sabrina.

Yeon seok tahu kalau ada sesuatu yang disembunyikan oleh kakaknya. Namun, Yeon seok tidak ingin memaksa kakaknya itu. Agar Sabrina melupakan masalahnya, Yeon seok punya cara tersendiri untuk membuat kakaknya tersenyum. Yeon Seok tidak ingin kakaknya bersedih.

"Kakak, lihat ini deh. Ini kan Vadim, idol kakak yang kakak kagumi." Memperlihatkan update Idol nya di HPnya.

"Oh, Iya.. Wah Dia makin hebat saja." Senyum Sabrina kembali ceria.

"Kakak suka?" Sabrina mengangguk.

"Kakak pengen bertemu dengannya. Tapi kapan ya.. Bisa bertemu langsung

dengannya." Pikir Sabrina sambil melihat langit-langit rumah.

Seketika Sabrina melupakan masalahnya. Yeon seok tahu bagaimana caranya membuat kakaknya tersenyum. Yeon Seok merasa senang karena kakaknya telah tersenyum kembali.

Yeon Seok mengajak Sabrina untuk ke halaman belakang rumahnya. Di situ, Yeon Seok menyiapkan sebuah alat untuk melukis. Sabrina terkejut melihat sebuah alat lukis yang lengkap.

"Ini, buat apa dek?" Sabrina tidak mengerti.

"Kakak, duduk disini saja ya?" Sambil mendudukkan kakaknya di sebuah kursi yang telah disediakan.

Yeon Seok kemudian mulai melukis kakaknya yang sedang duduk. Kelebihan Yeon Seok yang tidak pernah Sabrina ketahui adalah melukis. Yeon Seok memang menduduki bangku sekolah yang tinggi. Tapi cita-citanya menjadi seorang seniman sangatlah kuat.

Yeon Seok dengan mahir melukis kakaknya. Sambil senyum-senyum sendiri, Yeon Seok dengan asyik melukis. Setelah selesai, Yeon Seok memberitahu hasil lukisannya kepada Sabrina.

"Kak, lihat ini. Menurut kakak ada yang kurang enggak?" Sambil menunjukkan hasil lukisannya.

"Wah, ini sempurna dek.." Kagum melihat hasil lukisan Adiknya.

"Kok kakak ga tahu kalau kamu pandai melukis?" Sabrina heran. Yeon Seok hanya tersenyum.

"Ini jadi rahasia kita berdua ya kak? Kakak tidak boleh kasih tahu sama ayah dan Ibu." Yeon Seok melarang.

"Loh kenapa dek? Kan bagus.. Ayah dan Ibu pasti bangga dengan kamu." Sabrina merasa yakin. Namun, Yeon Seok malah tertunduk. Lalu Yeon Seok menceritakan hal yang sebenarnya kepada kakaknya. Bahwa Ayahnya melarangnya untuk menjadi seorang pelukis.

Sang Ayah tidak menyukai Seniman lukis. Bahkan Ayahnya sangat benci dengan melukis. Entah apa sebabnya hingga Ayah mereka membenci seni lukis. Sabrina yang selama ini tidak tahu, merasa terkejut.

Sabrina baru mengetahui hal ini. Meskipun, Sabrina sering berkumpul dengan keluarganya, tapi Sabrina tidak pernah tahu tentang sesuatu yang Ayahnya benci.

"Dek, tetap semangat ya.. Kakak selalu dukung kamu kok," Memegang pundak Adiknya dan memberi semangat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!