Ini adalah tahun kedua Elyse berada di Alucard University. Sebagai mahasiswi penerima beasiswa Elyse selalu belajar dengan sungguh-sungguh karena dia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan kepadanya. Namun, ada alasan lain dibalik kerja kerasnya dalam belajar, ia ingin segera meninggalkan kampus ini.
Semenjak rumor tentang dia adalah anak dari hasil perselingkuhan tersebar banyak teman temannya mulai menjauh, mereka yang awalnya berteman baik dengan Elyse kini mereka mulai menjauh satu persatu. Alasan mereka menjauh hanya satu, tidak ingin menjadi sasaran perundungan karena berteman dengan Elyse.
Semenjak rumor itu Elyse mendapat banyak julukan seperti, Elyse si anak ******, toilet umum, si gadis malang dan masih banyak lagi.
"Dasar anak ******! Lo kan yang ngasi surat ini ke pacar gue! Sialan!" Seorang gadis datang ke kelas dan melemparkan sebuah amplop kepada Elyse yang saat itu tengah mengerjakan tugas.
Elyse menoleh ke sumber suara. Ini bukan kali pertamanya dia mendapat tuduhan seperti ini. Namun, kali ini sedikit berbeda karena orang yang mencarinya adalah Tristiana. Mahasiswi yang populer karena kecantikannya dan yang membuatnya begitu dikenal banyak orang adalah karena dia sedang menjalin hubungan dengan Yunjon seorang mahasiswa yang populer karena ketampanannya.
Elyse memilih untuk mendiamkan Tristiana. Dia begitu lelah dan tidak punya tenaga untuk berdebat lagi. Toh pada akhirnya tuduhan itu akan dibenarkan meskipun Elyse sudah memberikan penjelasan.
"Gue lagi ngomong sama lo! Kenapa lo malah diem aja?" Tristiana menjambak rambut Elyse sehingga membuat Elyse mendongak dengan terpaksa.
"Sa...sa-sakit" Elyse meringis menahan sakit akibat jembakan Tristiana.
"Makanya kalo gue ngomong itu dijawab!" Tristiana langsung melepaskan tangannya dengan kasar.
"Udahlah masalah kayak gini nggak usah dibesar-besarkan lagian belum tentu cewek ini yang ngasi" Tegur Keyla yang berada di belakang Tristiana. Keyla yang awalnya diam saja pada akhirnya mengehentikan Tristiana karena merasa kasian melihat Elyse.
"Iya nih, si Kristi pagi pagi udah buat kegaduhan aja. Lagian mana berani cewek rendahan kayak dia godain pacar lu!" Ucap Daniel. Dia yang tidak pernah peduli dengan Elyse yang selalu di tindas akhirnya membuka suara.
Tristiana kesal karena Daniel yang cuek juga membela Elyse. "Bilang aja lu suka kan sama cewek ini!"
"Dih! Apaan sih lo. Lagian tipe gue itu Sia, ya kan Si" Daniel menoleh ke arah Kenzia, namun Kenzia sama sekali tidak memperdulikannya dia hanya fokus pada buku buku di mejanya.
Kenzia merupakan mahasiswi teladan di kampus yang selalu menjadi peringkat pertama di jurusannya. Namun semenjak kedatangan Ethan, peringkat Kenzia turun menjadi peringkat dua. Sehingga dia harus belajar dengan lebih giat lagi untuk meraih peringkat pertama.
"Rasain! Dicuekin kan lo" Tristiana kembali menghadap Elyse, "Pokoknya lo jangan deket-deket sama Yunjon. Kalau gue sampai ngeliat lo sama Yunjon, Habis lu!"
Elyse hanya mengangguk sambil menundukkan kepalanya dia sama sekali tidak berani melawan.
"Eh ada apa nih? Kok suasana kelas tegang gini?" Ucap Yunjon saat memasuki kelas. Yunjon datang bersama Tristan.
"Biasa cewek lo ngamuk lagi" Seru Daniel.
Tristan tertawa kecil saat mendengar perkataan Daniel. Sementara Yunjon hanya bisa pasrah. Semenjak berpacaran dengan Tristiana, Tristiana kerap kali membuat keributan. Tristiana memang tipe orang yang cemburuan maka tak heran jika banyak mahasiswi yang menjadi korban amukan Tristiana jika mereka berani dekat dengan Yunjon.
"Adu sayang gue kenapa lagi sih?" Yunjon menghampiri Tristiana dan mengelus kepalanya.
Tristan tertawa "Kasian banget lo dapet pacar kayak adik gue" Ujar Tristan lalu duduk di bangku Elyse.
"Eli lu juga kasian banget sih. Bisa bisanya berurusan sama anjing gila kayak adik gue" Tristan mengelus kepala Elyse dengan lembut.
"Ngeselin banget si lo!" Tristiana mendengus kesal melihat sikap Tristan yang selalu baik kepada Elyse.
"Maafin adik gue ya El" Tristan memberikan handsaplas kepada Elyse setelah melihat keningnya terluka. Elyse hanya mengangguk pelan lalu mengambil handsaplas yang diberikan Tristan.
Setelah keributan pagi ini selesai. Kelas pertama pada hari ini dimulai, Namun ada satu kursi yang masih kosong dikelas yaitu kursi yang diduduki oleh Ethan. Setelah hampir dua jam pelajaran dimulai, seorang laki laki memasuki kelas dengan tergesa-gesa. Da adalah Ethan. Ini kali pertamanya telat memasuki kelas semenjak ia pindah kesini.
"Maaf miss" Ucap Ethan sambil mencoba mengatur nafasnya yang memburu.
Tiara, dosen yang mengajar pada saat itu hanya bisa mengangguk dan meminta Ethan untuk segera duduk di bangkunya.
"Baiklah kita lanjut ke materi berikutnya. Baca exercise 8 sampai 10 karena miss akan ngasi kuis di akhir kelas" Ucap Tiara.
"Okey miss" Jawab mereka serempak.
Setelah beberapa menit berlalu Tiara membagikan kertas soal kepada setiap mahasiswa dan mahasiswi.
"Selesaikan semuanya dalam sepuluh menit. Lalu kumpulkan jawaban kalian jadi satu dan taruh di meja miss" Ujar Tiara lalu merapikan buku buku di atas mejanya dan bergegas keluar kelas.
"Sumpah itu dosen ngeselin banget! Mana bisa menjawab 30 soal dalam sepuluh menit" Gerutu Keyla.
"Tau nih, ngeselin banget!" Dengus Tristiana.
"Eh cupu lo udah selesai? Pinjem jawaban lo!" Keyla mengulurkan tangannya kearah Elyse.
"Ta-tapi ini kan......"
"Apa? Yang mau ngasi?" Elyse menatap tajam Elyse dan membuat gadis itu ketakutan. Elyse akhirnya memberikan jawaban yang ia tulis kepada Keyla.
"Gini dong" Keyla meraih buku Elyse dengan kasar.
"Pinter banget sih lo, manfaatin anak orang" Ujar Tristiana.
"Mau gimana lagi, otak gue kan nggak sepintar otak lu!" Sahut Keyla.
Setelah semua mahasiswa dan mahasiswi selesai mengisi lembar jawaban, satu persatu dari mereka mengumpulkannya ke meja dosen.
*****
Sesampainya di rumah, Elyse sibuk dengan buku buku di meja belajarnya. Dia terlalu fokus mengerjakan tugas sehingga tidak mendengar panggilan dari ibunya.
"Eli dari tadi ibu panggil kamu lho. Udahan dulu belajarnya! Kamu kan belum makan siang." Elyse masih belum menyadari keberadaan ibunya. "El" Sarah menepuk pundak putrinya pelan.
"Eh... Ada apa ma?" Tanya Elyse.
"Ayok makan, kamu kan belum makan dari tadi" Ajak Sarah.
"Iya ma" Elyse langsung beranjak dari duduknya dan menuju keruang makan diikuti eh ibunya dari belakang.
"Gimana kuliah kamu? Berjalan dengan lancar kan?" Tanya Sarah.
"Iya ma" Elyse terpaksa berbohong kepada ibunya karena tidak mau membuat ibunya khawatir.
"Oh ya ma, papa sosok yang seperti apa?" Tanya Elyse.
Sarah terkejut dengan pertanyaan Elyse, dia menghentikan kegiatannya dan meletakkan sendoknya dengan pelan. "Tumben kamu nanya tentang papa"
"Cuma penasaran aja sih ma, soalnya aku nggak pernah tau wajah papa kayak gimana dan dia sosok yang seperti apa"
"Dia sudah meninggal!" Jawab Sarah.
Elyse tahu kalau ibunya sedang berbohong, Dan dia tidak berani bertanya lebih lanjut. Karena baginya sosok ayah juga tidak terlalu penting karena sejak kecil Elyse tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah.
^^^Terimakasih sudah membaca karya author. Jika kalian suka jangan lupa like & komen ya. Terimakasih^^^
Lampu gemerlap berwarna warni memenuhi setiap sudut ruangan serta suara musik yang memekakkan telinga menggema di club malam tersebut.
Tempat dua lantai ini sangat ramai dipenuhi orang. Dilantai dasar diisi oleh para tamu yang sedang menikmati pesta dengan menari dan meminum alkohol sedangkan di lantai dua adalah tempat VIP yang dikhususkan untuk orang tertentu saja.
Disalah satu ruangan VIP Tristan bersama teman-temannya bersantai menghabiskan malam. Tristan duduk di tengah-tengah sofa sedangkan Yunjon duduk disampingnya sambil bermesraan dengan Tristiana.
"Tris kok lo nggak ngajak gandengan?" Tanya Daniel yang juga ikut bergabung bersama mereka.
Menghembuskan nafas "Gue nggak suka menghabiskan waktu dengan makhluk berisik kayak mereka"
Daniel dan yang lainnya tercengang mendengar perkataan Tristan. "Bisa-bisanya lo ngomong gitu padahal lo sendiri punya adik cewek" Sahut Yunjon.
"Apa jangan-jangan lo suka sama cowok ya?"
Sontak saja perkataan Tristiana membuat Yunjon dan Daniel tertawa terbahak-bahak apalagi ekspresi yang dikeluarkan Tristiana membuat perkataan itu seperti sebuah ejekan.
Tristan hanya menggelengkan kepalanya saat yang lain mentertawakan dirinya. Dia terlalu malas untuk berdebat dengan Tristiana. Tapi beda cerita kalau Tristiana mengejeknya dirumah, mungkin mereka sudah gelud sekarang.
Tristan bukannya tidak menyukai wanita, dia hanya malas berurusan dengan mereka. Tristan menggap wanita itu makhluk yang berisik, merepotkan, suka seenaknya, dan tidak mau mengalah. Itu sebabnya dia tidak memiliki pacar meskipun banyak wanita yang mengangumi dirinya, dia hanya belum menemukan wanita yang sesuai dengan seleranya.
Meskipun terkenal dingin kepada wanita, siapa sangka kalau Tristan pernah memiliki pacar saat dia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Dia pernah berpacaran dengan seorang wanita cantik yang juga dikenal banyak orang di sekolah meskipun mereka sama-sama di kenal banyak orang, tidak ada yang mengetahui hubungan mereka karena Tristan maupun wanita itu tidak pernah mengekspos hubungan mereka ke publik.
Setelah beberapa bulan mereka menjalin hubungan tiba tiba saja wanita itu memutuskan hubungan dan langsung pindah sekolah keluar negeri. Hal itu membuat Tristan merasa tidak adil dengan sikap wanita itu.
Mereka menghabiskan malam di club malam sampai larut malam.
*****
Pagi harinya..
Elyse berjalan dengan santai di koridor kampusnya. Meskipun kelas baru akan dimulai satu setengah jam lagi, dia sengaja datang lebih awal agar bisa belajar begitu sampai di kelas.
Elyse bernapas lega saat melihat kelas masih dalam keadaan kosong, dia lalu meletakkan tasnya di atas meja. "Senangnya" Elyse merentangkan kedua tangannya. Jarang jarang dia bisa sebebas ini saat berada di kelas.
"Kira kira mereka kapan datang ya? Aku harap mereka tidak sekolah" Ucapnya dengan diri sendiri.
"Siapa sih orang yang menyebarkan rumor kalau ibu selingkuhan? Rasanya aku ingin menyobek mulutnya. Tau apa mereka tentang aku dan ibu" Ucapnya geram.
"Kok lama-lama aku nyesel ya kuliah disini. Coba aja kalau aku kuliah di kampus biasa mungkin aku nggak bakal ngalamin hal kayak gini"
"Bener kata orang penyesalan emang datang belakangan"
"Eh? Buku siapa ini?" Ucapnya saat mengeluarkan buku tulis yang tidak dia ketahui.
"Pasti ada namanya kan?" Elyse membulak balikkan buku tersebut. "Ternyata punya anak manja itu. Kenapa bukunya nggak dia ambil sih, nambah beban di tas aja."
"Hah! Aku jadi nggak bisa belajar karena kesal. Dasar si b*ng*at s*alan..."
Tak...
Suara benda jatuh terdengar dari belangkangnya. Sontak saja hal itu membuat Elyse kaget dan langsung menoleh kearah belakang.
Betapa terkejutnya dia melihat Ethan berjongkok mengambil pulpen yang dijatuhkannya.
"Ka...ka-kamu sejak kapan disini?" Elyse begitu gugup saat melihat Ethan berada dikelasnya.
'Sejak kapan orang ini dikelas? Kenapa aku tidak menyadarinya? Apa dia mendengar semua perkataan ku?' banyak hal yang terlintas diotaknnya saat ini.
Ethan hanya melihat Elyse sekilas lalu kembali duduk di kursinya tanpa menjawab pertanyaan Elyse.
"Wah sialan" Ucap Elyse dengan suara kecil setelah diabaikan begitu saja. Elyse kembali membalikkan badannya.
"Gue nggak nyangka, cewe yang disebut penakut dan dijadikan kacung sekolah ternyata bisa ngomong kasar juga" Celetuk Ethan.
Elyse hanya terdiam mendengar ucapan Ethan, dia tidak berani menjawab takut jika nanti salah bicara.
Ditengah kecanggungan itu, Tristan masuk kedalam kelas. "Wah pemandangan apa nih. Dua orang ambis lagi berduaan di kalas" Ucap Tristan begitu memasuki kelas.
Ethan hanya menatapnya sekilas lalu kembali fokus pada buku-bukunya. "Cih" Tristan mendecih saat diabaikan begitu saja oleh Ethan.
Tak beberapa lama satu persatu mahasiswa dan mahasiswi mulai memasuki kelas sehingga suasana kelas menjadi ramai.
Mapel pertama hari ini adalah bahasa Inggris dimana dosen yang mengajar masih sangat muda, dan beliau juga terkenal akan ketampanannya dikalangan mahasiswi dan dosen perempuan lainnya. Namanya adalah Oliver Roderick atau yang biasa dipanggil Mr. Oliver.
Meski pelajaran sudah dimulai tapi masih saja ada beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang asik sendiri. Salah satu diantaranya ada yang memainkan ponsel atau mengobrol dengan teman disampingnya.
Namun tak sedikit diantaranya juga memperhatikan dan mencatat apa yang dijelaskan oleh Oliver.
"Eli nanti gue pinjem catatan lo ya. Gue lagi males nulis sekarang" Ujar Tristan.
Elyse mengangguk pelan "Iya, nanti aku kasi kalo udah selesai" Sahutnya.
Tiba-tiba saja Keyla menyodorkan catatannya ke bangku Tristan. "Nih! Pinjem punya gue aja" Ujar Keyla.
Tristan menatap buku didepannya itu "Dih tumben lo rajin, habis mimpi apa lo semalem?" Tanyanya.
"Emang kenapa? Ga boleh?" Keyla menoleh sejenak ke arah Tristan.
"Ya nggak apa-apa sih cuma jarang aja gitu gue liat lo inisiatif belajar sendiri"
"Ya udah kalo lo ga mau ya udah sini buku gue" Keyla menjulurkan tangannya hendak mengambil buku miliknya. "Eh jangan jangan" Tristan menahan buku yang hendak Keyla ambil.
"Kalian berdua kalo mau bicara silahkan bicara diluar jangan buat keributan dikelas saya" Ucap Oliver tegas.
Keyla dan Tristan langsung terdiam begitu ditegur oleh Oliver. Kini kelas kembali hening setelah keduanya berhenti bicara.
"Oke pelajaran hari ini kita akhiri sampai disini. Kalian boleh istirahat sekarang, dan jangan lupa kalian kerjakan tugas yang saya berikan tadi" Ucap Oliver dan mulai merapikan buku-buku di mejanya.
Satu persatu mahasiswa dan mahasiswi beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan kelas.
"Elyse, tolong bantu saya bawakan buku ini" Ucap Oliver.
"Oh iya pak" Elyse pun beranjak dari duduknya dan mengambil buku di atas meja dosen lalu mengikuti Oliver.
Sepanjang perjalanan banyak orang orang menatap Elyse dengan sinis dan jijik. Bahkan mereka tak ragu untuk melontarkan penghinaan kepada Elyse.
"Jangan dengarkan perkataan mereka!" Celetuk Oliver.
Elyse menoleh Oliver sekilas dan kembali menundukkan kepalanya.
"Jangan biarkan orang lain menjatuhkan kamu! Ingatlah..... bagaimana perjuangan orang tua kamu agar kamu bisa berdiri"
"Mereka berani menghina kamu karena mereka tahu tidak ada orang yang akan membela dan melindungi kamu. Dan mereka tahu kamu memiliki latar belakang keluarga yang lebih rendah dari mereka"
"Kadang hidup bisa jadi sangat menyenangkan atau bahkan sangat menyedihkan. Hal ini terjadi karena perbedaan sudut pandang yang dipengaruhi latar belakang setiap orang. Tapi kamu jangan berkecil hati karena berasal dari latar belakang keluarga yang lebih rendah dari mereka"
Mendengar perkataan Oliver, mata Elyse mulai berkaca-kaca. Dia mengingat bagaimana perjuangan ibunya membesarkan dirinya seorang diri, dan selalu dicemooh orang-orang karena melahirkan anak tanpa seorang ayah.
"Habis dari mana lo?" Elyse yang mendengarnya langsung menoleh ke sumber suara.
Elyse menghela nafas kasar saat melihat Karin dan Marsha menghalangi jalan yang akan dia lewati. Mereka adalah orang-orang yang sering mentertawakan Elyse saat ia di bully, bahkan mereka juga ikut dalam pembullyan tersebut dan tak segan untuk melakukan kekerasan fisik.
Elyse memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Karin dan berlalu begitu saja ke kelas.
Saat mendekati meja, Elyse melihat coretan-coretan di mejanya.
"Anak j*l*ng!"
"Mati aja lo sana!"
"Kacung!"
"Dasar l**te!"
Mejanya juga di siram dengan air kotor, bahkan yang lebih parah tempat duduk Elyse di taburi paku payung yang lumayan banyak.
Semua orang yang ada dikelas hanya menatap Elyse sambil sesekali menertawakannya. Elyse berusaha manahan air matanya agar tidak jatuh kemudian ia membersihkan air yang ada di atas mejanya setelah itu memunguti paku tersebut satu persatu.
"Harusnya lo itu nggak sekolah disini!" Celetuk salah satu dari mereka.
"Hah! Lo beneran dapat beasiswa karena pinter? Padahal lo nggak sepintar Kenzia!. Apa jangan-jangan lo dapat beasiswa karena habis tidur dengan salah satu daken kampus?" Seketika seisi kelas tertawa geli mendengar perkataan itu.
"Kemarin lo kan juga nggak sekolah karena sakit. Apa jangan jangan....." Keyla menatap Elyse dengan tatapan yang sulit dijelaskan.
"Ngel**te kali dia. Habis berapa ronde lo?" Tanya seorang laki laki.
Elyse menundukkan kepalanya sambil meremas kain pel yang ia pegang tak terasa air matanya mulai berjatuhan. Ia tak tahan mendapat penghinaan seperti ini. Namun dia juga tidak berani melawan.
Seorang laki laki mendekati Elyse "Boleh nggak kalo malam ini lo sama gue?" Bisiknya di telinga Elyse dan memegang pundaknya.
Elyse langsung merinding mendengar perkataan Mikhail dan menepis tangan Mikhail dan langsung menjauh darinya. Dia menatap orang-orang dikelas dengan mata berkaca-kaca.
"Lo nangis? Cengeng banget!" Ucap Mikhail sambil tertawa.
Elyse yang sudah tidak tahan lagi menahan air matanya berlari keluar kelas, Namun Karin dan Marsha yang berdiri di pintu menghalanginya dan mendorong tubuh Elyse untuk kembali kedalam kelas.
Seorang pria yang berada di belakang Elyse menahan tubuh Elyse agar tidak terjatuh "Wow hampir saja" Ucapnya.
Mikhail menarik tangan Elyse lalu mendorong tubuhnya ke tembok. Elyse yang ketakutan berusaha menghindar namun dihalangi oleh tangan Mikhail.
"Lepas baju lo!" Seru Mikhail.
"A..a-apa? Apa maksudmu?" Sontak saja Elyse langsung memegang erat-erat pakaiannya.
"Kenapa lo takut? Bukannya ini udah biasa bagi lo?"
Elyse semakin ketakutan saat melihat mata Mikhail yang penuh dengan hawa nafsu. Elyse melihat ke sekitar, tidak ada yang peduli dengan apa yang akan di lakukan Mikhail selanjutnya.
Mereka hanya menatap dan menantikan apa yang akan Mikhail lakukan selanjutnya kepada Elyse. Bahkan diantara mereka ada yang merekam menggunakan ponselnya.
"Lo ga usah malu-malu. Lagian ini hal yang biasa bagi lo"
"Ini juga bukan yang pertama kalinya kan. Jadi santai aja lah"
Tristiana, Keyla, Daniel dan Tristan, mereka hanya menatap Elyse dengan tatapan jijik. Sedangkan Kenzia dia hanya diam saja sambil menatap Elyse dengan tatapan yang sulit dijelaskan.
"Udahlah ga usah malu!" Mikhail mengulurkan tangannya berusaha membuka kancing baju Elyse.
Plak.....
Satu tamparan keras mendarat di pipi Mikhail. Seketika tangan Elyse langsung bergetar setelah menampar Mikhail.
Seisi kelas dibuat terkejut dengan apa yang dilakukan Elyse, ini adalah pertama kalinya Elyse melakukan perlawanan dan menampar orang.
"Minggir!" Elyse berteriak lalu mendorong tubuh Mikhail menjauh.
Dadanya terasa sesak karena menahan emosi, telinganya terasa mau pecah saat mendengar penghinaan penghinaan yang ia dapat.
"Apa kalian pikir aku diam karena aku takut melawan kalian? Aku diam karena aku tidak mau membuat masalah di kampus ini! Tapi dengan tidak adanya perlawanan dari ku, kalian malah semakin mempersulit aku!"
"Tidak bisakah kalian membiarkan aku meski hanya sehari? Tidak bisakah kalian membiarkan aku melakukan apa yang aku inginkan? Aku manusia! Aku punya perasaan dan aku juga bisa marah"
"Setiap hari kalian mempersulit ku dan menyuruhku melakukan ini dan itu!"
"Apa kalian tau betapa tersiksanya aku saat mendapat perundungan di kampus? Tidak bisakah kalian membiarkan aku kuliah dengan damai seperti orang lain?"
"Aku benci! Aku benci dengan semua ini!" Elyse langsung berlari keluar kelas.
Tristiana yang mencoba untuk mengejar Elyse di tahan oleh Tristan. "Kenapa?" Tanya Tristiana.
"Biarkan saja!"
*****
Elyse berlari ke atap sekolah, sampai di sana dia langsung menangis histeris. Tidak ada tempat untuk cerita membuat Elyse selalu memendam semua masalah yang ia dapatkan. Dia tidak mau menceritakan masalah perundungan ini kepada ibunya karena tidak mau ibunya khawatir dan kuliah disini juga atas keinginan ibunya.
Elyse terus berada di atap sekolah sampai dia merasa tenang. Saat tengah melamun ia mendengar pengumuman kalau dia harus segera mendatangi ruang dekan.
Dia tidak tau kesalahan apa yang dia perbuat sampai harus dipanggil oleh dekan. Elyse bergegas menuju ruang dekan dengan terburu-buru.
Saat membuka pintu ruangan dia melihat Oliver, Mikhail, Tony ketua dekan, dan Asher wali dekan yang duduk di sofa yang ada di ruangan. Yang membuatnya bingung adalah keberadaan Mikhail di ruangan tersebut.
"Kamu sudah datang" Ucap Tony lalu meletakkan gelas kopi di atas meja.
"Saya dengar kamu melakukan kekerasan di kampus" Ucapnya.
Mendengar perkataan itu membuat ia tersadar kenapa Mikhail ada di ruangan ini. Dia melaporkan Elyse karena Elyse telah menamparnya dikelas, Namun bukankah aneh jika Mikhail yang melapor duluan?. Jelas jelas yang menjadi korban disini adalah Elyse.
"Pak anda salah paham. Yang memulai duluan..."
"Siapa yang mengijinkan kamu untuk bicara?" Ucap Tony yang langsung memotong perkataan Elyse.
"Kamu adalah mahasiswi penerima beasiswa! Seharusnya kamu menjaga perilaku kamu di kampus. Sudah jelas kekerasan dilarang tapi kamu malah melakukan kekerasan." Ujar Tony dengan nada meninggi.
"Saya dengar dari cerita Mikhail, dia hanya bercanda tapi kamu malah menamparnya. Benar-benar tidak sopan!"
"Bercanda? Anda bilang bercanda? Apa melakukan pelecahan bisa dikatakan bercanda?" Elyse langsung menetaskan air mata saat mengatakan hal ini. Dia tidak menyangka dekan akan terang terangan membela Mikhail hanya karena Mikhail berasal dari keluarga terpandang.
"Jangan berlagak sebagai korban. Jelas-jelas kamu yang salah karena menampar temen sekelas. Ini surat peringatan dari kampus dan berikan itu kepada orang tuamu!" Ucapnya sambil menyodorkan amplop yang berisi surat peringatan.
Elyse melihat kearah Mikhail sekilas, dia menyimpulkan senyum kemenangan saat dekan memberikan surat peringatan kepada Elyse.
"Kenapa saya yang disalahkan?"
"Jelas jelas Mikhail berusaha melecehkan saya di hadapan teman sekelas dengan berusaha membuka kancing baju saya secara paksa. Hanya karena dia berasal dari keluarga terpandang semua perbuatannya kepada saya bisa dikatakan sebagai bercandaan?"
"Anda adalah dekan, anda seharusnya tau mana yang benar dan mana yang salah. Tapi disini kenapa saya yang harus disalahkan? Apakah melakukan pembelaan adalah sebuah kesalahan?"
Elyse mendongakkan kepalanya menatap langit-langit lalu menghapus air matanya.
"Saya tidak percaya anda bisa melakukan hal ini" Elyse langsung mengambil surat peringatan tersebut dan pergi meninggalkan ruangan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!