"Saya terima nikah dan kawinnya, Ratna binti Kosasih dengan mas kawin tersebut. Dibayar tunai."
"Gimana saksi. Syah?"
"Syah."
"Allâhummaj’al hâdzal ‘aqda ‘aqdan mubârakan ma’shûman wa alqi bainahumâ ulfatan wa qarâran dâiman wa lâ taj’al bainahumâ firqatan wa firâran wa khishâman wakfihimâ mu’natad dunyâ wal âkhirah."
Satu tarikan napas dari ayah Amasya tak kala mengucap ijab qobul membuat semuanya begitu lega. 2 tahun menduda, ayah Amasya akhirnya melabuhkan hatinya pada seorang janda anak satu bernama Ratna. Pertemuan tak sengaja disebuah restoran, membuat keduanya berkomitmen untuk menjalin hubungan satu sama.
Raut wajah bahagia juga terpancar dari wajah Amasya. Dia bahagia, ayahnya telah menemukan kembali pujaan hati, pasca ditinggal meninggal oleh ibunya. Amasya bersyukur ayahnya bisa segera move on. Sehingga dia tak berlarut di tinggal pergi oleh ibunya.
Gadis 12 tahun berambut panjang bernama Devi juga akan menjadi bagian dari keluarga Amasya. Devi adalah anak dari Ratna yang merupakan ibu tiri dari Amasya. Dia nampaknya akan jadi adik Amasya. Mengingat usia Amasya lebih tua satu tahun dari Devi.
Selesai akad nikah, ayah Amasya membawa istrinya dan anak tirinya tinggal di rumahnya bersama Amasya. Ratna dan Devi begitu dibuat takjub dengan rumah mewah dari ayah Amasya. Mereka tak henti memuji keindahan rumah tersebut.
Memasuki dalam rumahnya. Keduanya semakin dibuat kagum. Furniture yang mengisi rumah itu begitu mewah dengan kilapan berlian yang nampak dari berbagai sudut ruangan. Semuanya membuat Ratna dan Devi terkesima.
Ayah Amasya mengajak Ratna untuk melihat kamar pribadi mereka. Sementara Amasya dengan penuh suka cita mengajak Devi untuk melihat kamar yang akan ditempati olehnya.
Devi dibuat kagum dengan interior kamarnya. Dia begitu menyukai kamarnya tersebut. Kamar berwarna biru itu terlihat begitu mewah dengan peralatan canggih yang mengisi setiap bagian kamar.
Kasurnya begitu empuk, dengan seprei yang dibuat dari sutera. Semakin menambah kenyamanan dari kamar Devi tersebut. Dia meloncat kesana kemari begitu mencoba empuknya kasur tersebut.
Devi penasaran dengan kamar Amasya sendiri. Dia tertarik untuk melihatnya. Devi ingin tahu kamar Amasya yang pastinya tak kalah besar dan mewah dari kamar yang dia tempati saat ini.
Tak jauh dari kamar yang dia tempati. Kamar Amasya berada disebelah kiri kamarnya. Bisa dibilang kamar keduanya bertetangga.
Devi langsung cemburu begitu Amasya membuka pintu kamarnya. Warna pink yang menjadi warna favoritnya, mengisi dinding kamar Amasya. Beberapa boneka hello kitty dengan ukuran beragam terpajang di lemari kaca di samping kasur Amasya. Kamar itu juga sedikit lebih luas dari kamar yang ditempatinya. Dia lebih menyukai kamar Amasya tersebut.
"Kamar kamu lebih luas dari kamar aku?" Ucap Devi.
"Perasaan sama saja. Kamar kamu juga luas banget Dev." Jawab Amasya.
Devi tak henti memperhatikan setiap detail kamar Amasya. Dia tetap menyukai kamar tersebut. Devi pun berniat menukar kamar tersebut dengan kamarnya.
"Kamu mau gak menukar kamar ini dengan kamar aku?" Ajak Devi.
"Mama aku yang mendekorasi semua ini. Jadi kamar ini punya kenangan yang banyak untuk aku. Maaf aku gak bisa tukar kamar ini sama punya kamu." Tolak Amasya.
Tiba-tiba Devi mendorong Amasya keatas kasur.
"Dasar pelit kamu. Padahal kamu itu kakak aku. Tapi kamar aja kamu gak mau mengalah." Ucap Devi marah.
"Maafin aku Dev. Aku gak bisa menukar kamar ini sama kamu." Jelas Amasya.
"Iya, karena kamu pelit." Ucap Devi dengan nada tinggi.
Mendengar keributan di kamar Amasya. Baik ayah Amasya maupun Ratna, langsung menghampiri ke kamar Amasya.
"Ada apa ini?" Tanya ayah Amasya.
"Devi ingin kamar ini. Tapi aku gak bisa menukarnya. Sebab kamar ini punya kenangan yang begitu banyak antara aku dan mama." Jawab Amasya.
Ayah Amasya langsung menghampiri Devi.
"Devi sayang, Amasya gak bisa menukar kamar ini. Jadi maaf banget, kamu tidur di kamar sebelah saja yah." Pinta ayah Amasya.
Devi tetap menolak. Dia dengan wajah cemberut memilih pergi meninggalkan kamar tersebut.
Perasaan yang kurang enak langsung menyelimuti Ratna. Dia langsung meminta maaf pada suaminya. Ratna berjanji akan membujuk Devi agar mau untuk tidur di kamarnya. Ratna segera menghampiri Devi.
Devi berbaring diatas kasur dengan kepalanya yang ditutupi oleh bantal. Perlahan Ratna menghampiri Devi. Dia membujuk Devi untuk mau menerima kamar yang diberikan oleh ayah tirinya tersebut. Ratna berjanji suatu saat Devi akan memiliki kamar seperti yang dimiliki oleh Amasya.
Janji yang diberikan oleh Ratna membuat luluh hati Devi. Dia mau menerima kamar tersebut, walaupun kamar itu tidak sebagus kamar dari Amasya. Namun janji dari Ratna yang meyakinkan, akhirnya membuat Devi mau untuk menerimanya.
Cipratan minyak yang mengenai tangan Ratna harus dia tahan. Mengingat ini akan jadi masakan pertamanya yang dihidangkan untuk suaminya. Walaupun cipratan itu membuat tangan Ratna kepanasan. Namun dia tetap berusaha menyajikan nasi goreng untuk sarapan keluarganya.
Ratna membangunkan suaminya yang masih terlelap tidur. Ciuman di pipi kiri suaminya, Ratna berikan untuk menunjukkan betapa cinta dia pada suaminya. Dibalas dengan pelukan hangat dari sang suami.
Sehabis membangunkan suaminya. Kini satu persatu kamar anaknya dia ketuk. Pertama dia membangunkan Amasya. Tak begitu sulit untuk membangunkan Amasya. Sebab sedari Shubuh Amasya telah bangun untuk shalat.
Sementara kerja keras dilakukan Ratna untuk membangunkan Devi. Berulang kali Ratna menarik selimut Devi, tetapi dia tetap menarik kembali selimut itu untuk menyelimutinya. Ratna sedikit kesal, namun dia mencoba menahannya. Sehingga dia tetap membangunkan Devi dengan penuh lemah lembut.
Akhirnya Devi yang masih mengantuk pun bangun dari kasurnya. Ratna terpaksa memapah Devi menuju meja makan, yang mana Suaminya dan Amasya lebih dulu berada disana.
"Devi sini duduk disamping aku." Ajak Amasya.
Devi yang masih kesal dengan Amasya yang tak mau menukarkan kamar. Menolak dengan tegas.
"Enggak! Aku gak mau duduk didekat orang pelit seperti kamu." Jawab Devi.
Ratna dengan segera menasehati Devi. Dia mencoba memberikan nasehat pada Devi untuk tidak seperti itu pada Amasya. Ratna juga meminta Devi untuk meminta maaf pada Amasya.
Terpaksa Devi yang masih kesal pada Amasya, meminta maaf. Dia mengulurkan tangannya, kemudian meminta maaf pada Amasya.
"Maafin aku yah Amasya." Ucap Devi.
"Aku udah maafin kamu kok. Lagi pula di agama kita, dilarang untuk saling membenci. Jadi harus saling memaafkan." Jawab Amasya menjabat tangan Devi.
Devi akhirnya mau duduk disamping Amasya.
"Bagus, gitu dong saling memaafkan. Kalau seperti ini jadi lebih bagus lagi. Siapa yang mau pimpin doa?" Ucap ayah Amasya.
Devi nampak ketakutan dengan pertanyaan dari ayah tirinya tersebut. Mengingat dia tidak bisa membaca doa.
"Devi aja pa. Aku pengen dengar Devi baca doa makan kita pagi ini." Usul Amasya.
"Baik kalau gitu, pagi ini Devi yang pimpin doa. Ayo sayang baca doanya." Perintah ayah Amasya.
Devi terdiam dengan pandangan menunduk.
Untuk menutupi ketidakmampuan Devi membaca doa. Akhirnya Ratna mengambil peran itu.
"Kayaknya Devi malu-malu. Jadi biar aku aja yang baca doa." Ucap Ratna.
Akhirnya suaminya pun setuju dengan permintaan dari Ratna. Tugas membaca doa pun diserah pada Ratna. Dengan segera Ratna membaca doa makan untuk semuanya.
Masakan Ratna yang sedikit asin langsung mendapatkan complain dari Amasya.
"Rasanya agak asin kok yah ma. Kayaknya ini kebanyakan garam deh ma." Ucap Amasya.
Mendengar ucapan dari Amasya, seketika Ratna langsung terkejut. Dia begitu terkejut dengan apa yang diutarakan oleh anak tirinya itu. Didalam hatinya dia bergumam. Sebab usahanya untuk masak, seakan tidak dihargai oleh Amasya. Namun demi menghindari citra buruk dari suaminya. Ratna dengan kata-kata manis, meminta maaf pada Amasya.
"Oh rasanya asin yah sayang. Iya mungkin mama tadi kebanyakan masukin garam. Maafin mama yah sayang." Ucap Ratna.
"Iya ma gak papa. Amasya senang kok, sekarang setiap pagi ada yang masakin Amasya lagi. Maklum dua tahun meninggalnya mama Amasya, papa selalu beli makanan diluar. Jadi rasanya beda-beda." Ucap Amasya.
Mengenakan seragam milik Amasya, Devi nampak begitu cantik.Tas berwarna merah muda yang menjadi warna kesukaan Devi. Menutupi hampir seluruh punggung Devi. Devi tak henti memperhatikan kemolekan tubuhnya di depan cermin sebelum berangkat ke sekolah.
Didalam mobil, Amasya dan sopirnya Tarno sudah menunggu Devi yang masih bercermin. Lama menunggu Devi, akhirnya Amasya turun untuk segera mengajak Devi masuk kedalam mobil.
Sifat egois Devi seketika nampak. Bukannya meminta maaf pada Amasya yang telah menunggu cukup lama. Devi justru marah saat Amasya memintanya untuk segera masuk mobil.
"Dev ayo kita berangkat." Ajak Amasya di depan pintu kamar Devi.
Devi menghampiri Amasya dengan raut wajah cemberut.
"Iya ini juga mau berangkat. Gak sabar banget sih kamu." Ucap Devi ketus.
"Bukan gak sabar Dev, tapi aku takut telat. Nanti kita bisa dihukum kalau telat." Ucap Amasya.
"Kamu salah sopir kamu kalau telat, suruh siapa bawa mobilnya pelan. Kalau kencangkan gak mungkin kita telat." Devi melipat kedua tangannya diatas perut.
Mendengar suara Devi yang terdengar marah. Ratna datang menghampiri Devi dan Amasya.
"Ada apa ini, kenapa kalian ribut?" Tanya Ratna.
"Ini ma si Amasya gak sabaran banget. Udah tahu aku lagi rapi-rapi. Tapi malah disuruh cepat sama orang ini." Tegas Devi.
"Devi lama banget ma, aku takut telat. Nanti kita bisa dihukum kalau telat." Bela Amasya.
Ratna melihat kearah sekitar rumahnya. Begitu tak ada tanda-tanda suaminya. Dia langsung mencubit tangan Amasya dengan begitu kerasnya. Dia lantas memarahi Amasya yang tak mau menunggu Devi.
"Dengar yah Amasya. Devi itu harus cantik, gak kayak kamu yang gak bisa dandan. Jadi dia harus serapi mungkin untuk pergi ke sekolah. Paham kamu!" Tegas Ratna.
"Tapi ma, di sekolah kita gak boleh dandan terlalu mencolok. Nanti bisa dimarahi sama guru." Jawab Amasya.
"Udah kamu gak usah banyak bicara. Berangkat sana." Ucap Ratna mendorong Amasya.
Melihat Amasya diperlakukan kasar oleh mamanya. Devi begitu senang. Dia tertawa melihat semuanya. Sebelum akhirnya dia berpamitan untuk berangkat ke sekolah.
Keributan Amasya dan Devi kembali terjadi didalam mobil. Dimana Devi menolak untuk duduk di kursi belakang. Dia meminta Amasya yang duduk di kursi belakang. Sementara dia dengan berlagak seperti bos, menginginkan duduk disamping sopir.
Sempat menolak, namun waktu yang semakin mepet. Akhirnya membuat Amasya mengalah, dia merelakan tempat duduknya dikuasai oleh Devi.
Apa yang ditakutkan oleh Amasya benar adanya. Ulah Devi yang tak henti bercermin sambil merias wajah. Akhirnya membuat Amasya terlambat masuk sekolah.
Amasya mengutarakan kekesalannya pada Devi yang menyebabkan Amasya telat masuk sekolah. Didepan gerbang, Amasya mengutarakan semua kekesalannya pada Devi.
"Apa aku bilang. Kita terlambatkan akhirnya." Ucap Amasya.
"Kok kamu nyalahin aku sih. Ini semua karena sopir kamu yang bawa mobilnya pelan banget. Makanya kita telat." Jawab Devi.
Amasya tak menggubris lagi ucap Devi. Dia berusaha untuk melakukan lobi pada satpam sekolah untuk membiarkan mereka berdua masuk. Namun peraturan yang sudah ada, tidak ingin dia langgar. Pak Faisal tetap menolak membuka gerbang sekolah.
Untung ada seorang guru baik bernama bu Amel. Dia mengizinkan pak Faisal untuk membuka pintu gerbang. Bu Amel menjaminkan diri sebagai ganti jika Amasya kembali telat. Bu Amel sendiri adalah sahabat dekat almarhumah ibu Amasya. Sehingga dia tak begitu tega melihat Amasya diluar gerbang sekolah.
Amasya dan Devi akhirnya diizinkan untuk masuk. Devi sebagai murid diminta untuk ke ruangan kepala sekolah terlebih dahulu. Dia diminta menghadap kepala sekolah, sebelum masuk kelas. Sedangkan Amasya yang merupakan kakak kelas Devi, masuk kedalam kelas bersama bu Amel.
"Perempuan itu teman kamu?" Tanya bu Amel.
"Siapa? Devi bu. Dia adik tiri Amel."
"Oh ayah kamu telah menikah lagi?" Tanya Bu Devi kembali.
"Beberapa hari yang lalu, ayah menikah dengan ibunya Devi." Jawab Amasya.
Bu Amel yang sempat memiliki rasa pada ayahnya Amasya. Hanya bisa ikhlas menerima kenyataan bahwa dia bukan jodoh dari ayah Amasya.
Didalam ruangan kepala sekolah, sikap arogan Devi nampak. Dia duduk dengan menyilang kaki kanannya diatas kaki kiri. Tangan kanannya juga tak henti memainkan rambut panjangnya. Pandangannya pun entah kemana. Devi seolah tak takut dengan pak Gufron yang terkenal galak itu.
"Jadi kamu pindahan dari smp Pelita?" Tanya pak Gufron.
"Kan bapak bisa baca disitu. Kenapa harus nanya saya lagi." Jawab Devi.
"Kalau begitu selamat bergabung disekolah kami. Nanti saya minta bu Eliz yang akan jadi wali kelas kamu untuk mengantar ke kelas." Ucap pak Gufron sambil mengulurkan tangannya
Bukannya menjabat tangan kepala sekolah. Devi justru malah bertanya keberadaan dari bu Eliz. Sebab dia ingin segera masuk kedalam kelas.
Tak lama setelah Devi menanyakan keberadaan Bu Eliz. Bu Eliz yang ditunggu akhirnya datang. Berkenalan terlebih dahulu dengan Devi. Setelah itu dia langsung berjalan berdampingan dengan Devi menuju kelas.
Devi dipersilakan untuk memperkenalkan diri. Dengan gaya centilnya, Devi memperkenalkan namanya pada semua teman sekelasnya. Penampilan Devi yang menor langsung menjadi pusat perhatian. Beragam cemoohan berdatangan padanya. Mengingat make up Devi yang cukup tebal untuk anak seusianya.
Sedikit kesal dengan cemoohan dari teman-teman. Devi sedikit marah, namun nasehat lembut dari bu Eliz akhirnya membuat Devi sedikit bisa tersenyum. Bu Eliz meminta Devi untuk bisa berpenampilan yang sesuai dengan anak seusianya. Sebab penampilan yang menor dari Devi terlihat aneh bagi teman-teman di kelasnya.
Nasehat dari bu Eliz sedikit mempengaruhi pemikiran Devi. Dia pun berjanji tidak akan berdandan menor lagi ketika pergi sekolah. Devi memilih untuk duduk dibarisan depan. Mengingat itu adalah satu-satunya kursi yang masih tersedia.
Bel istirahat berbunyi, Amasya yang tak sabar mendengar cerita Devi. Segera mungkin menghampiri Devi dikelasnya. Amasya langsung duduk disamping kursi duduk Devi.
"Gimana Dev hari pertama sekolah?" Tanya Amasya antusias.
"Gak gimana-gimana, biasa aja." Jawab Devi sambil menulis.
"Kita ke kantin yuk." Ajak Amasya.
"Kamu gak lihat aku lagi ngerjain tugas. Sana kamu pergi sendiri ke kantin. Kalau bisa beliin aku makan. Aku lapar banget." Jawab ketus Devi.
Amasya terdiam.
"Kenapa diam? Katanya mau ke kantin. Udah sana beliin aku makan." Titah Devi.
"Kamu mau makan apa?" Tanya Amasya.
"Apa aja. Terpenting bukan batu yang gak bisa dimakan."
"Kalau gitu aku beliin kamu cemilan aja yah." Ucap Amasya berdiri.
"Iya terserah. Sana cepat kamu beliin buat aku. Lapar banget soalnya." Usir Devi.
Amasya segera bergegas menuju kantin.
Dikantin, Amasya bertemu dengan Rehan. Teman baiknya yang begitu perhatian pada Amasya. Rehan yang bercita-cita menjadi seorang guru juga begitu tekun belajar. Dia salah satu murid yang cerdas di sekolah. Rehan dan Amasya berteman sangat baik. Keduanya sering belajar bersama.
"Amasya, kamu mau beli apa?" Tanya Rehan.
"Aku mau beli cemilan." Jawab Amasya.
"Aku dengar-dengar adik tiri kamu sekolah disini juga. Mana dia?" Tanya Rehan kembali.
"Dia lagi di kelas, lagi ngerjain tugas. Kamu mau ketemu sama dia?" Jawab Amasya.
"Boleh."
"Tapi bentar, aku beli cemilan dulu buat dia."
Sambil menjinjing sekantong plastik berisi cemilan permintaan Devi. Amasya berjalan berdampingan bersama dengan Rehan menuju kelas Devi. Tak banyak yang diobrolkan, selain sikap malu-malu diantara keduanya.
Sampai di kelas Devi, Rehan begitu mempesona Devi. Hidung yang mancung, wajah yang tirus dengan bulu mata lebat. Seakan menjadi gambaran pangeran yang ada di mimpi-mimpi Devi selama ini. Dia begitu terpesona pada ketampanan Rehan. Dia yang awalnya begitu fokus mengerjakan tugas sekolah. Tiba-tiba langsung menutup bukunya.
"Ini adik tiri kamu?" Tanya Rehan.
"Iya. Aku adik tiri Amasya. Kebalin kak aku Devi." Ucap Devi menyodorkan tangan.
"Aku Rehan, teman Amasya." Rehan menjabat tangan Devi.
"Ini Dev cemilan yang kamu mau." Amasya menyodorkan plastik berisi makanan Devi.
"Makasih yah kak." Devi menerima dengan manis.
Rehan yang akan mengikuti pemilihan ketua OSIS. Meminta izin untuk pergi meninggalkan Amasya dan Devi. Namun Devi berusaha menahan Rehan dengan berpura-pura memintanya mengajarkan soal matematika yang cukup sulit. Rehan yang gemar belajar dan senang membantu, tak keberatan dengan permintaan dari Devi. Dengan segera dia mengajarkan Devi penyelesaian soal tersebut. Sementara Amasya memilih untuk menyingkir.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!