Sebastian Pratama, pria berusia 26 tahun, putra tunggal dari Richard dan Amelia Pratama dan merupakan pewaris tunggal dari perusahaan berbasis teknologi MegaCyber.
Dengan wajah sumringah, dia menatap calon istrinya berjalan dengan calon mertuanya menuju altar. Shera, gadis cantik berusia 23 tahun, seorang pengacara muda yang cantik dengan penampilan yang selalu menarik banyak pria. Gadis yang resmi menjadi kekasih Sebastian Pratama sejak 3 tahun 3 bulan lalu.
Upacara pernikahan berlangsung hikmat disaksikan keluarga, para sahabat dan tamu undangan.
Sebastian masih dengan wajah penuh bahagia menerima ucapan selamat, berbeda dengan Shera yang terihat sedikit lesu dan lemas.
“Kamu kenapa sayang ?” Sebastian dengan wajah khawatir menatap istrinya sambil menggenggam erat tangannya.
“Nggak apa-apa, sepertinya aku hanya kecapekan aja.”
“Kita istirahat dulu, ya ?” Sebastian menggandeng Shera meninggalkan tempat pemberkatan menuju mobil pengantin yang sudah terparkir di depan pintu masuk.
“Mom, aku jalan duluan mau ke hotel langsung. Sepertinya Shera perlu istirahat sebentar sambil makan siang.”
Sebastian pamit pada mommy nya yang masih bercengkerama dengan beberapa kerabat.
Mommy Amelia menatap Shera yang memang terlihat pucat dan lemas.
“Ya sudah biar dia istirahat dulu. Kalau perlu acara berikutnya diundur saja ke jam 2 atau 3. Nanti mommy akan minta Dion menghubungi pihak WO.”
Sebastian hanya mengangguk dan menuntun Shera menuju mobil pengantin.
Sampai di dalam mobil, gadis itu langsung merebahkan kepalanya ke pintu samping. Sebastian merentangkan tangannya sebelah dan membawa kepala Shera supaya bersandar pada bahunya.
Sebastian memandangi wajah Shera yang sedang memejamkan matanya. Kekhawatiran begitu terlihat di wajahnya.
Shera adalah gadis pertama yang membuatnya jatuh cinta setelah bertahun-tahun memfokuskan dirinya pada pendidikan hingga meraih gelar S2, demi tanggungjawabnya sebagai pewaris tunggal MegaCyber. Perusahaan yang sudah dirintis oleh opanya, diwariskan pada daddy Richard dan sekarang tongkat estafet perlahan dipindahkan pada Sebastian.
Sebastian mengenal Shera saat acara gala dinner yang diadakan oleh MegaCyber dengan tujuan memperkenalkan Sebastian Pratama yang kala itu baru kembali dari studi S2 nya di Amerika, sebagai penerus dari Richard Pratama.
Shera yang mendekatinya dengan sejuta pesona ditambah sikapnya yang penuh keramahan, bersahabat dan berwawasan luas itu membuat Sebastian akhirnya mulai melirik juga pada wanita. Shera sendiri adalah anak dari Herman Susanto, salah satu penaehat hukum MegaCyber.
Perkenalan singkat pun berlanjut menjadi sepasang kekasih setelah 5 bulan menjalin komunikasi secara intens. Shera yang sering datang ke perusahaan MegaCyber menemui sang papa, selalu menyempatkan diri menemui Sebastian hanya untuk sekedar berbincang atau bertukar pikiran.
Sudah sejak 2 tahun yang lalu Sebastian meminta Shera untuk menjadi istrinya. Namun dengan alasan ingin menyelesaikan studinya dan mencari pengalaman bekerja atas usahanya sendiri, Shera pun menunda permintaan Sebastian.
Dan setelah 3 tahun lebih menjadi sepasang kekasih akhirnya Shera pun menerima pinangan Sebastian untuk menjadi istrinya.
Kebahagiaan luar biasa yang dirasakan oleh Sebastian. Dia ingin menjadikan Shera sebagai wanita pertama dan terakhir dalam hidupnya. Sebastian yang selalu ingat pesan daddynya tentang posisi dan tanggungjawabnya sebagai penerus tunggal MegaCyber, menghindari segala kenikmatan semu termasuk hubungan dengan wanita, agar jangan sampai dirinya terjebak dalam hal-hal yang menyulitkannya di masa depan.
30 menit kemudian mobil pengantin yang membawa pasangan baru ini pun berhenti di lobby hitel berbintang lima di pusat kota Jakarta.
Sebastian melirik jam tangan mewahnya. Jam 12.15. Di perjalanan dia sudah mengirimkan pesan pada Dion, asistennya sekaligus sahabat baiknya, untuk menunda prosesi acara adat keluarga yang semula dijadwalkan jam 2 siang mundur ke jam 3.30 sore.
Dibantu oleh pihak WO, Sebastian membawa Shera ke kamar pengantin yang sudah disiapkan di lantai eksekutif hotel tersebut.
Pihak WO pun sudah berkoordinasi dengan pihak hotel untuk menyiapkan makan siang di kamar pengantin.
Pihak MUA yang khusus mendampingi Shera sepanjang hari itu pun sudah siap di kamar untuk membantu Shera melepaskan gaunnya dan riasan rambutnya. Pakaian dan tatanan yang berbeda pun sudah disiapkan pihak MUA untuk acara resepsi nanti malam.
Selesai membantu Shera mengganti bajunya dengan pakaian tidur berbalut jubah mandi, semua orang baik MUA maupun WO meninggalkan sepasang pengantin baru di kamar mereka.
“Makan dulu, ya,” Sebastian menyiapkan nasi dan lauk di piring. “Aku suapi,” lanjut Sebastian.
Shera yang merasa tidak enak badan hanya bisa menelan 3 sendok makanan.
“Perut aku nggak enak Bas, aku mau tiduran aja.”
Semula Sebastian ingin memaksa supaya Shera memakan beberapa suap lagi, namun melihat mata istrinya begitu sayu, akhirnya Sebastisn menuruti permintaan Shera.
Sebastian merentangkan tangannya sebelah untuk dijadikan bantal untuk istrinya. Semula Shera masih merasa ragu dan canggung. Sebastian memberi kode untuk mendekat dan menepuk- tepuk lenganny. Selama mereka berpacaran, Sebastian selalu memperlakukannya dengan sopan. Sebatas pegangan tangan, pelukan dan kecupan di bibir saja. Menurut Sebastian, semua itu dia lakukan karena menghargai Shera sebagai kekasihnya. Sebastisn kembali menepuk-nepuk lengannya hingga akhirnya Shera pun merebahkan tubuhnya di samping Sebastian dengan bantalan lengan pria itu. Sebastian langsung memeluk Shera seperti guling, membuat Shera semakin canggung. .
Namun merasa badannya semakin lemas dan tidak enak, akhirnya Shera hanya bisa pasrah dan tertidur dalam pelukan Sebastian.
Jam 1.40, telepon hotel yang berada di meja nakas sisi Sebastian berbunyi. Keduanya reflek terbangun dalam posisi duduk di atas ranjang. Dengan kepala sedikit pusing, Sebastian meraih gagang telepon.
Ternyata pihak WO yabg mengingatkan kalau tepat jam 2, pihak MUA akan datang untuk mempersiapkan Shera.
Keduanya pun bergantian ke kamar mandi untuk membasuh wajah. Tidak lama bel kamar berbunyi dan langsung dibukakan oleh Sebastian.
Sambil menunggu Shera selesai dipersiapkan, akhirnya Sebastian memilih untuk mandi dulu aebelum bersiap-siap untuk acara resepsi, yang akan dahului dengan upacara adat berupa pemberian teh untuk para tetua atau yang dituakan oleh keluarga dua belah pihak secara bargantian.
Jam 3.15, sepasang pengantin ini memasuki ruangan yang sudah disiapkan. Terlihat para kerabat sudah berkumpul. Beberapa dari mereka tampak menggoda Sebastian dan Shera.
Tepat jam 3.30 akhirnya acara dimulai. Pemberian pertama diberikan untuk kedua orang tua masing-masing mempelai, dilanjutkan secara berurutan dimulai dari keluarga Daddy Richard.
Saat pasangan ke-5 sudah bersiap-siap, tiba-tiba Shera mengeluh perutnya sakit. Tidak lama kemudian gadis itu pingsan dalam pelukan Sebastian.
Sebastian yang panik langsung menyuruh Dion memanggil dokter sambil mengangkat Shera menuju sofa.
“Sepertinya lebih baik kalau Shera dibawa ke rumah sakit, Bas,” tutur Daddy Richard sambil menunjuk ke arah kaki Shera.
Sebastian mengikuti arah pandang Daddy Richard dan mendapati aliran darah di kedua kaki Shera.
“Dion, siapkan mobil. Kita langsung ke rumah sakit sekarang.” perintah Sebastian sambil menggendong Shera yang masih pingsan.
Mobil sudah menunggu di depan lobby. Bukan mobil pengantin melainkan mobil Tuan Richard dengan sopirnya.
Jarak tempuh ke rumah sakit tidak terlalu jauh dan lalu lintas juga tidak sepadat hari kerja.
Sampai di rumah sakit, Sebastian langsung mmmenggendong Shera ke ruang UGD dan memanggil dokter.
Mendengar teriakan Sebastian, seorang dokter magang yang baru saja selesai makan siang segera berlari keluar.
“Steven, tolong Shera,” pinta Sebastian.
Steven, dokter magang yang bertugas membantu dokter jaga di UGD siang itu langsung mendekati Shera.
Steven adalah anak dari Raymond Pratama, kakak kandung Tuan Richard.
Steven sendiri adalah pewaris rumah sakit yang sedang didatangi Sebastian saat ini. Warisan dari opa yang diberikan untuk Tuan Raymond yang berprofesi sebagai dokter spesialis jantung.
Steven memberikan pemeriksaan awal, dan tidak lama datang dokter jaga yang bertugas.
“Tunggulah di luar Bas, biar dokter memeriksa Shera terlebih dahulu.” Steven merangkul bahu Sebastian yang terlihat begitu cemas dan membawanya keluar dari ruang UGD.
Sampai di luar ternyata sudah ada kedua orangtua Sebastian dan Shera.
“Bagaimana keadaan Shera, Steve ?” tanya Tuan Herman mendekati Steven yang keluar dengan Sebastian.
“Sedang diperiksa dokter, Om. Semoga semua baik-baik saja.”
“Tapi kenapa ada darah keluar dari kakinya ?” tanya Nyonya Mira, mama dari Shera, dengan nada cemas.
“Saya belum bisa bilang apa-apa Tante, kita tunggu ya hasil pemeriksaan dokter.” Steven menjawab dengan sabar.
Sebastian pun mendekati kedua orangtuanya yang duduk di kursi depan ruang UGD ditemani oleh Dion. Dia pun langsung duduk di sebelah Mommy Amelia.
“Tenang Bas, semua pasti baik-baik saja. Mungkin Shera terlalu capek karena pekerjaan dan persiapan pernikahannya.” Mommy Amelia mengelus-elus putranya.
Tidak lama terlihat seorang dokter didampingi oleh dua orang perawat yang mendorong alat terlihat memasuki ruang UGD.
20 menit kemudian, Dokter Indra yang menangani Shera keluar dari ruang UGD didampingi oleh dokter yang terlihat baru memasuki ruang UGD tadi.
“Perkenalkan ini dokter Imam, spesialis kandungan.” Dokter Indra sedikit membungkukan badannya lalu memperkenalkan rekannya pada Sebastian, Tuan dan Nyonya Richard juga Tuan dan Nyonya Herman.
Dokter Indra sudah mengenal Tuan Richard sebagai keluarga Pratama, pemilik rumah sakit ini.
“Bagaimana keadaan istri saya, Dok ?” tanya Sebastian dengan nada cemas.
Dokter Imam tadi malah tersenyum menanggapi Sebastian yang tidak mampu menyembunyikan kekhawatirannya.
“Istri anda baik-baik saja Tuan, sepertinya hanya kelelahan sampai mengalami pendarahan. Janin yang ada di kandungannya pun dalam keadaan baik.”
“Syukurlah,” para orangtua menarik nafas lega mendengar ucapan dokter Imam.
Sebastian yang menyimak betul ucapan dokter Imam langsung mengerutkan dahinya.
“Dokter bilang istri saya hamil ?”
Dokter Imam tersenyum dan mengangguk.
“Iya betul Tuan, istri anda sedang mengandung anak anda dan usia kandungannya sekarang sudah 12 minggu.”
Sebastian mengepalkan kedua tangannya di samping dengan wajah langsung merah padam.
Kedua orangtua dan mertuanya yang mendengar penjelasan dokter Imam pun nampak terkejut mendengarnya.
“Bas,” Mommy Amelia menyentuh bahu putranya perlahan.
Sebastian hanya diam saja dengan wajah semakin memerah menahan marah. Tangannya semakin kuat mengepal di sisi badannya.
“Dion !” Seru Sebastisn dengan suara cukup keras.
Dion pun mendekat dan berdiri di hadapan bossnya.
“Hubungi semua pihak yang berwenang dan batalkan pernikahanku dengan Shera ! Segera sebelum semuanya diproses !” perintah Sebastian dengan emosi yang meluap.
Semua yang ada di situ termasuk para dokter dan Steven, tersentak mendengar ucapan Sebastian.
Dion pun ikut terkejut namun tetap mengangguk menerima perintah bossnya.
“Batal ?” gumam Nyonya Mira dengan perasaan tidak menentu.
\=\=\=bersambung\=\=\=
“Jangan berharap anak itu akan menggunakan nama keluarga Pratama ! Saya akan membatalkan pernikahan kami secara agama dan negara,” tegas Sebastian dengan wajah penuh emosi. Pandangannya tertuju pada Tuan dan Nyonya Susanto.
“Apa maksudmu, Bastian ?” Tuan Herman mengerutkan alisnya sambil membalas tatapan Sebastian.
“Anak itu bukan anak saya !” seru Sebastian dengan cukup keras. Bahkan Sebastian juga menggunakan bahasa formal pada mertuanya.
. “Bahkan saya tidak pernah menyentuh Shera lebih dari semestinya. Jadi saya pastikan kalau janin itu bukan anak saya,” tegasnya kembali.
Wajah Nyonya Mira terlihat sangat terkejut. Dia sampai menutup mulutnya.
Tuan dan Nyonya Richard hanya memperhatikan tanpa berkomentar, sementara Dion sudah berada di luar menghubungi beberapa orang yang akanmembantunya membatalkan resepsi pernikahan Sebastian dan Shera.
“Jadi kamu benar-benar akan membatalkan pernikahan ini ?” Tuan Herman mendekatkan diri dan menatap Sebastian dengan wajah marah.
“Kamu menganggap putri saya perempuan gampangan ?” Tatapan Tuan Herman terlihat penuh amarah.
Sebastian tersenyum sinis sambil membalas tatapan Tuan Herman tidak kalah galaknya.
“Satu hal dalam hidup ini yang paling tidak mampu saya maafkan adalah pengkhianatan, apapun bentuknya. Saya tetap akan membatalkan pernikahan kami dengan atau tanpa persetujuan Om !” Tegas Sebastian. Pria itu bahkan enggan memanggil Tuan Herman dengan sebutan papa seperti beberapa jam yang lalu.
Tuan Herman mundur selangkah. Ketegasan dan tatapan kemarahan Sebastian membuat hatinya menciut. Dia pun sempat kaget karena Sebastian kembali memanggilnya Om. Terlintas di benaknya bahwa memang Shera telah mengkhianati menantunya ini.
“Pernikahan ini tidak bisa dibatalkan sampai terbukti kalau anak ini memang bukan anakmu,” tolak Tuan Herman dengan suara cukup tinggi.
Sebastian kembali tersenyum sinis.
“Kalau maksud Om saya harus menunggu sampai anak itu lahir, jangan harap ! Om hanya memikirkan kebaikan keluarga Susanto. Lalu bagaimana dengan nama baik keluarga Pratama ?” suara Sebastian terdengar lebih pelan namun penuh penekanan.
“Dan supaya Om tahu, kalau tes DNA sudah bisa dilakukan bahkan untuk janin berumur 12 minggu. Jadi saya pastikan kalau janin itu bukan anak saya,”
Sebastian mengucapkan kalimatnya sambil mendekatkan wajahnya ke hadapan Tuan Herman.
Tuan Herman kembali memundurkan langkahnya mendapat tatapan tajam Sebastian. Senyuman sinis Sebastian semakin meyakinkan dirinya bahwa janin dalam rahim Shera bukanlah anak Sebastian.
“Sebagai sesama lelaki saya akan bersikap gentle pada Om.” Sebastian mengulurkan tangannya. “Kalau sampai terbukti janin yang dikandung Shera adalah anak saya maka saya akan bertanggungjawab. Tetapi kalau bukan,” Sebastian sengaja menjeda sejenak dan memicingkan matanya.
Sebastian sempat menoleh menatap Daddy Richard. Mengerti maksud akan tatapan putranya, Daddy Richard langsung menganggukan kepalanya. Mommy Amelia sempat mengerutkan keningnya melihat interaksi suami dan putranya.
“Kalau sampai terbukti janin itu bukan anak saya, maka Om harus keluar dari perusahaan dan pergi sejauh-jauhnya dari keluarga Pratama. Semua kerjasama dan segala bentuk hubungan antara keluarga Om dan kami, akan putus dengan sendirinya,” tegas Sebastian sambil kembali menatap mata Tuan Herman.
Wajah Tuan Herman terlihat semakin pucat. Dia ragu untuk membalas uluran tangan Sebastian sebagai tanda kesepakatan. Daddy Richard yang melihat keduanya sempat terdiam dengan hanya saling memandang, menghampiri mereka dan berdiri di antara keduanya.
“Supaya fair, tes DNA akan dilakukan di 2 tempat., Herman. Kamu boleh memilih rumah sakit manapun, begitu juga keluarga kami akan melakukan tes di luar rumah sakit ini agar tidak timbul kecurigaan. Dan untuk biayanya, tidak usah khawatir. Saya akan minta Dion mengurus pembayarannya.”
Tuan Richard yang sedari tadi hanya menjadi penonton akhirnya ikut bicara. Meihat keyakinan dan ketegasan putranya, Tuan Richard yakin kalau putranya tidak main-main dengan pernyataannya.
Tuan Herman terdiam dan menundukkan kepalanya. Sulit membantah perkataan Tuan Richard yang baru saja menjadi besannya beberapa jam. Bukan karena seorang pemimpin yang otoriter, justru Tuan Richard terkenal karena kearifannya. Karena itu Tuan Herman paham benar kalau perkataan Tuan Richard barusan adalah hasil pertimbangan yang sudah dipikirkan masak-masak.
Tuan Richard langsung mengambil handphone dari saku jasnya dan menghubungi Amir, asistennya.
“Lalu bagaimana dengan acara resepsi nanti malam ?” tanya Tuan Herman dengan suara lirih dan nada sungkan.
Tuan Richard memandang Sebastian, mengisyaratkan kalau semua keputusan ada di tangan putranya.
“Aku tidak ingin hadir dalam acara resepsi nanti malam, Daddy. Aku berani bersumpah pada mommy dan daddy kalau aku tidak pernah melakukan hal-hal di luar batas apalagi sampai membuatnya hamil.”
Daddy Richard hanya tersenyum. Mommy Amellia akhirnya mendekat juga dan mengusap-usap punggung putranya, berusaha memberikan dukungan atas kekecewaan dan rasa sakit hati putranya.
Di belakang Tuan Herman, Nyonya Mira sudah menangis mendengarkan semuanya.
Tidak lama Amir datang bersama dengan Dion yang sudah mengurus masalah pembatalan pernikahan.
Tuan Richard memberikan perintah pada kedua asisten itu untuk mengurus pembatalan acara resepsi termasuk informasi kepada wartawan yang meliput.
Makanan yang sudah terlanjur dimasak akan dikirim ke panti-panti asuhan dan rumah singgah yang biasa menerima donasi dari keluarga Pratama.
Rekan-rekan bisnis yang datang dari luar kota dan sudah terlanjur datang tetap dijamu di ruangan yang lebih kecil. Semua hadiah yang sudah dikriim dikembalikan pada pengirimnya dengan ucapan permohonan maaf.
Amir dan Dion pun memanggil orang-orang kepercayaan Tuan Richard dan Sebastian untuk membantu mereka menyelesaikan masalah yang tidak terduga ini. Tugas yang cukup berat dan memusingkan., namun Tuan Richard berjanji bahwa ia dan istrinya akan datang menemui tamu-tamu yang akan dijamu di ruang pesta yang lebih kecil.
Shera yang mulai sadar akhirnya dipindahkan ke ruang rawat biasa.
Pakaian pengantinnya yang sempat terkena noda darah sudah diganti dengan pakaian rumah sakit.
Nyonya Mira mendekati putrinya dan membantunya untuk berada di posisi setengah berbaring. Shera juga minta diambilkan minuman.
Menatap wajah orang-orang yang ada di kamar perawatan membuat Shera bergidik. Dia yakin mereka sudah tahu keadaan yang sebenarnya bahwa ia tengah berbadan dua.
Tuan Herman mendekati putrinya dan langsung menampar wajahnya. Nyonya Mira yang baru saja meletakan gelas air putih di meja sebelah ranjang langsung menoleh dan berteriak. Shera pun terlihat sangat terkejut. Dia tidak menyangka kalau papanya yang begitu memanjakannya mampu menamparnya.
Tuan Herman yang sudah merasakan emosi luar biasa tidak sanggup banyak bicara. Apalagi Shera tetap memilih bungkam saat ditanya mengenai ayah biologis dari janinnya.
Nyonya Mira masih menangis bersama putrinya. Keduanya saling berpelukan. Nyonya Mira masih berusaha membujuk Shera untuk menceritakan keadaan sebenarnya.
Drama pernikahan yang dibatalkan akhirnya berakhir sore itu. Tuan Richard dan Nyonya Amelia kembali ke hotel untuk memenuhi janji mereka menemui para undangan yang berasal dari luar kota ditemani Dion dan Amir.
Sementara Sebastian yang hanya diam dan tidak bicara apa-apa lagi bahkan kepada Shera, memilih meninggalkan rumah sakit dan pulang ke mansion Pratama diantar oleh sopir daddy Richard.
Sebastian mengusap wajahnya dengan kasar sambil menyenderkan kepala di kursi belakang. Perasaannya kacau balau dan bercampur aduk. Mobil yang ditunpanginya perlahan meninggalkan rumah sakit.
Sebastian memejamkan matanya dan berharap kalau semuanya ini hanya mimpi hingga tanpa terasa, Sebastian tertidur di dalam mobil.
Dua minggu setelah kejadian pembatalan pernikahan putrinya, Tuan Herman memilih untuk menjual semua asetnya dan membawa keluarganya pindah ke Australia.
Tanpa menunggu hasil pemeriksaan DNA, dia yakin bahwa putrinya hamil bukan karena Sebastian. Tuan Herman yang paham bahwa Sebastian tidak main-main dengan perkataannya akan memutus semua hubungan dalam bentuk apapun dengan keluarga Susanto, akan membuatnya semakin sulit bekerja di Indonesia terutama Jakarta. Sebagai anggota penasehat hukum Tuan Richard selama 7 tahun, Tuan Herman sudah hafal betul sejauh mana komitmen konglomerat itu dalam melakukan sesuatu.
Akhirnya 3 bulan setelahnya, secara bertahap masalah batalnya pernikahan Sebastian dan Shera mulai terselesaikan.
Berita miring pun berhasil diredam dan proses pembatalan pernikahan disetujui dengan mengajukan bukti dan saksi, termasuk hasil tes DNA yang menyatakan bahwa janin itu bukanlah anak biologis Sebastian.
Tuan Richard dan Nyonya Amelia hanya memberikan dukungan dengan sikap mereka tanpa banyak menasehati atau menghibur Sebastian dengan kata-kata. Mereka sudah paham betul akan karakter putra tunggalnya.
Sebastian menatap keluar jendela dari lantai 15 gedung kantor MegaCyber. Pemandangan malam sangat menakjubkan dan membantu menenangkan hatinya.
Sebastian menarik nafas panjang dan membuangnya dengan kasar. Dia merasa benar-benar tertipu oleh Shera. Cinta Sebastian yang luar biasa pada wanita cantik itu ternyata tidak mampu menjauhkannya dari sebuah pengkhianatan.
Sakit hati ? Itu sudah pasti.
Marah ? Jangan dibilang berapa caci maki yang sudah terlontar dari mulutnya.
Kecewa ? Entah sampai kapan Sebastian mampu membangun kembali kepercayaannya pada wanita.
Sebastian bangkit dari kursi kerjanya dan mulai bersiap-siap pulang. Dia sendiri tidak yakin akan bisa mudah membuka hatinya kembali pada mahluk yang bernama wanita.
Satu setengah tahun berlalu.
Sebastian menjadi sosok pria yang bertambah kaku dan dingin pada wanita. Dia menghabiskan waktunya untuk berfokus pada pekerjaan dan mengembangkan MegaCyber.
Beberapa kali kedua orangtuanya mengajak liburan bersama namun pria itu menolaknya. Sebastian memilih menyibukkan dirinya daripada bersantai-santai dengan liburan. Kondisi seperti itu akan membuat pikirannya kembali teringat pada kenangannya bersama Shera.
Sebastian memanggil Dion lewat telepon di mejanya. Tidak lama, pria berpostur kurus tinggi itu pun sudah muncul dan berdiri di depan meja bossnya.
“Kapan Widya akan berhenti bekerja ?” Sebastian langsung bertanya tanpa menatap Dion. Tatapannya masih fokus ke satu berkas dokumen yang harus ditandatanganinya siang ini.
“Awal bulan depan, Pak. Jadi sekitar 3 minggu lagi.”
Sebastian menyandarkan punggungnya ke kursi dan menarik nafas berat.
“Sudah kamu cek latar belakang penggantinya ? Siapa namanya ?”
“Saya sudah meminta Aldo untuk menelusuri semua akun medsosnya, Pak, dan mencari informasi mengnai pengganti Mbak Widya.”
Sebastian menyatukan kedua jemarinya dan mendekatkan di depan bibirnya. Dia sempat pusing saat Widya, sekretaris senior yang sudah bekerja di MegaCyber lebih dari 10 tahun mengundurkan diri karena akan mengikuti suaminya pindah tugas ke luar kota.
Widya menjadi sekretaris Sebastian sejak dia mulai membantu daddy Richard mengelola peusahaan 5 tahun yang lalu. Sebelumnya Widya merupakan assiten Dewi, sekretaris daddy Richard.
Widya sudah mempersiapkan penggantinya. Namun Sebastian merasa ragu meskipun Widya sudsah memberikan jaminan kalau penggantinya akan mampu bekerja dengan baik seperti dirinya. Masalahnya perempuan yang akan menggantikan Widya masih berusia 21 tahun sedangkan Widya sendiri berumur 35 tahun. Dari sisi umur, sudah dipastikan kalau dari pengalaman penggantinya masih sangat minim.
Dion meletakkan sebuah map di atas meja Sebastian dan digeser mendekati bossnya. Sebastian mengambil dan membukanya.
“Namanya Kirana Gunawan, usianya 21 tahun. Lulusan sekolah sekretaris dengan gelar diploma. Belum pernah bekerja sebagai sekretaris, sejak lulus selama setahun pernah bekerja menjadi kasir, waiter dan SPG (sales promotion girl). Baru 3 bulan terakhir bekerja sebagai sekretaris junior, namun tidak melanjutkan masa percobaannya karena dianggap menggoda boss oleh istri bossnya sendiri.”
Sebastian mengerutkan dahinya mendngar penjelasan Dion. Tatapannya tertuju pada pas foto yang tertempel di surat lamaran yang sedang dibacanya. Sebastian jadi bingung kenapa Widya memberikan referensi untuk gadis semacam ini ? Apa dia mampu menjadi sekretraris seorang CEO sekelas Sebastian yang sarat tugas dan tanggungjawab ?
“Apa HRD tidak berusaha mencari pilihan calon lannya- ?” Sebastian menatap Dion sambil memicingkan matanya.
“Mbak Widya sudah bicara dengan Pak Rano (HRD Manager) dan minta untuk tidak mencari sekretaris lain sampai 3 bulan ke depan. Mbak Widya memastikan kalau pilihannya pasti sanggup menjadi penggantinya.”
Sebastian geleng-geleng kepala dengan wajah terlihat kesal.
Dua hari yang lalu dia bicara langsung dengan Widya membahas tentang sekretaris penggantinya. Widya kekeh meminta Sebastian untuk memberikan kesempatan pada Kirana untuk menggantikannya. Widya menjamin bahwa pilihannya tidak akan mengecewakan Sebastian. Dan yang membuat Sebastian bertambah kesal, daddy Richard yang ada saat itu memberikan dukungan pada permintaan Widya.
“Mungkin Widya benar, Bas. Kamu membutuhkan seorang sekretaris yang muda biar hidupmu lebih hidup dan bersemangat kembali.”
Sebastian langsung menatap daddy Richard yang berbicara sambil tertawa kecil.
“Apa maksud Daddy ?” tanya Sebastian dengan wajah kesal.
“Apa kamu tidak bosan didampingi wanita berumur seperti Widya dan asisten kaku seperti Dion ?” daddy Richard kembali terkekeh sambil menatap putranya.
“Saya senang karena Pak Richard mempunyai pandangan yang sama dengan saya,”
Widya tidak tersinggung dibilang wanita berumur oleh Tuan Richard, malah dia menanggapi secara positif omongan mantan bossnya itu.
Sebastian mendengus kesal melihat kekompakan daddy dan sekretarisnya.
“Pak Sebastian, mohon Bapak percaya pada pilihan saya ini. Beri waktu Kirana 6 bulan, dan sekiranya dia masih tidak bisa memenuhi kriteria Bapak, dia boleh dipecat sebagai sekretaris Bapak,” pinta Widya dengan wajah memohon.
“6 bulan ?” Sebastian mendengus kesal. “Terlalu lama ! Aku hanya akan memberinya waktu 3 bulan sesuai aturan masa percobaan. Kalau dia gagal, aku akan minta Pak Rano segera mencari penggantinya.”
“Terima kasih Pak Sebastian,” Widya menganggukkan kepalanya. “Saya akan pastikan kalau Kirana akan bekerja semaksimal mungkin selama 3 bulan.”
Raut wajah Sebastian berubah kesal jika ingat pembicaraannya dengan Widya dan daddy Richard.
“Pak Sebastian. Pak.”
Dion yang sejak tadi memperhatikan boss nya yang terdiam melamun mendekat dan menggerak-gerakan tangannya di depan wajah Sebastian.
“Kamu ngapain sih ?” Sebastian langsung menepis tangan Dion yang mengganggu di depan wajahnya.
Dion mundur kembali dan berdiri di depan meja Sebastian.
“Jadi kapan dia akan mulai bekerja di sini ?” tanya Sebastian sambil menurup map yang berisi data sekretaris penggantinya.
“Hari Senin, Pak. Mbak Widya akan mengajarkannya terlebih dahulu.”
“Awas saja kalau pilihan Widya malah membuatku tambah pusing !” omel Sebastian sambil mendorong keras map di depannya untuk dikembalikan pada Dion.
Dion tersenyum tipis melihat wajah kesal boss-nya membahas tentang sekretaris pengganti. Ada satu informasi yang tidak disampaikannya pada Sebastian. Dion yakin kalau Sebastian akan langsung menolak mentah-mentah jika tahu kalau Kirana adalah seorang gadis pemberani yang tidak segan melawan atasannya atau pelanggan yang berani bersikap tidak baik.
Dion berpikir kalau Sebastian membutuhkan karyawan seperti itu sebagai bagian dari tim intinya dalam bekerja. Dion berharap kalau gadis dengan karakter Kirana mampu memberikan warna baru dalam hidup Sebastian yang sangat monoton dan terkadang menjemukan. Apalagi sejak batal menikah dengan Shera.
“Temani aku makan siang !”
Sebastian bangun dari kursinya dan berjalan keluar ruangan. Dion hanya mengangguk dan mengikuti langkah bossnya.
Di depan ruangan, terlihat meja Widya kosong. Sekretarisnya itu minta ijin tidak masuk kerja selama 2 hari karena harus mengurus surat-surat pindahan sekolah kedua anaknya.
****
Di tempat lain, Kirana sedang membantu Widya yang mulai mengepak barang-barang pindaha. Rencananya suami Mbak Widya akan berangkat hari Minggu untuk mempersiapkan dulu kebutuhan istri dan kedua anaknya.
“Kamu sudah siap bekerja kan, Ki ?” tanya Widya sambil memasukan buku-buku koleksi suaminya ke dalam dus.
“Aku sih siap bekerja apa saja, Mbak, selama halal. Tapi apa Mbak yakin kalau boss mbak menerima aku jadi sekretarisnya ?”
Widya hanya tersenyum melihat wajah Kirana yang cemas namun malah terlihat lucu.
“Selama kamu mau belajar, yang sulit pasti jadi mudah. Tapi selalu ingat pesan mbak…”
“Jangan terlalu sering membantah sekalipun aku tahu kalau itu tidak benar, karena perkataan boss lebih banyak benarnya daripada salah,” potong Kirana dengan cepat dengan posisi siap siaga.
Widya tertawa melihat penampilan Kirana yang tiba-tiba berdiri tegak bagaikan seorang anak SD yang mengikuti upacara. Wajahnya pun berubah serius.
“Nah itu pintar, baru dua kali langsung hafal pesan Mbak.”
“Mbak,” Kirana mendekat, membantu merapatkan tutup dus yang akan disegel dengan selotip. Isinya sudah penuh.
“Boleh cerita sedikit nggak soal calon boss aku ?”
“Kenapa ? Mau jadi target calon suami ?” ledek Widya sambil tertawa.
“Ih bukan begitu, Mbak Wid. Minimal aku kan harus tahu apa yang dia suka atau nggak suka. Bagaimana sifatnya supaya aku lebih gampang ngertiin.”
Widya mengambil satu dus kosong dan mulai memasukan kembali buku-buku yang masih ada di rak.
“Pak Sebastian itu pengusaha muda berusia 28 tahun. Dia agak anti berinteraksi dengan perempuan-perempuan yang ganjen, genit dan agresif.”
“Itu bukan aku banget deh, Mbak,” potong Kirana sambil geleng-geleng.
“Satu setengah tahun yang lalu, Pak Bas sudah menikah tetapi di hari yang sama juga dia membatalkan pernikahannya.”
“Loh jadi Pak Bas itu duda dong, Mbak ?”
Widya menghentikan aktivitasnya, memicing menatap Kirana yang terlihat antusias dengan pertanyaannya.
“Kamu kok kayaknya lebih tertarik sama hal-hal pribadinya Pak Sebastian ?”
Kirana tersenyum malu-malu seperti gadis yang tertangkap basah melihat pria pujaannya.
“Kan nanya Mbak, nanya untuk memastikan.”
“Dasae abege yang haus perhatian cowok,” ledek Widya sambil tertawa.
“Ihh Mbak Wid mah nggak asyik,” gerutu Kirana dengan mulut yang sudah mengerucut.
“Soal status namanya duda atau perjaka, aku juga nggak tahu sih, Ki. Tapi ya begitu kondisinya.”
Kirana hanya manggut-manggut dan menunggu cerita Widya selanjutnya.
“Pak Bas itu orang yang baik hanya saja agak keras. Cuma memang kalau sama perempuan-perempuan single, dia agak kaku, dingin dan galak.”
“Bakalan begitu nggak Mbak kalau sama aku ?” tanya Kirana sambil menautkan kedua alisnya.
“Selama kamu bisa bekerja profesional, aku percaya kalau Pak Bas itu pasti bisa menerima kamu, kok. Asal kamu jangan keganjenan ya !” Widya kembali meledek Kirana sambil tertawa.
“Jangan lupa tahan diri kamu untuk nggak gampang emosi kalau lihat boss kamu lagi galau.”
“Memangnya Pak Bas suka galau, Mbak ?”
“Sejak pernikahannya gagal, Pak Bastian hanya fokus dengan pekerjaannya. Tapi ya namanya manusia, apalagi dia sudah pernah merasakan punya kekasih selama 3 tahun, sudah pasti ada saat dia membutuhkan perhatian dari perempuan meski dia menyangkalnya.”
“Apa mantan istrinya itu cantik, Mbak ?”
Widya menghentikan kembali aktivitasnya dan menatap Kirana dengan mata membelalak. Tapi kemudian dia tergelak.
“Kamu nanya sampai ke wajah mantan istrinya, memang kenapa ? Ada rencana mau mendekati Pak Bas ?”
“Ih Mbak Wid jangan nethink dulu dong,” protes Kirana dengan bibir manyun.
“Udah pastilah dia wanita cantik dan berpendidikan tinggi karena berasal dari keluarga berada. Kalau kamu mau daftar, kayaknya di babak kualifikasi aja kamu udah gagal deh,” ejek Widya sambil tertawa.
“Duh Mbak, mana ada aku berpikiran untuk mendekati seorang Tuan Sebastian Pratama yang tersohor dan konglomerat itu. Apalah artinya aku, cuma jadi remahan kerupuk di toples ruang para pelayannya.”
Widya masih saja tertawa mendengar ocehan Kirana sementara tangannya masih terus melanjutkan pekerjaan.
“Kamu belum aja lihat aslinya, pasti langsung klepek-klepek.”
“Memangnya aku ikan yang keluar dari kolam jatuh ke lantai jadi klepek-klepek karena nggak ada air ?” balas Kirana sambil mencibir.
Widya tertawa sambil geleng-geleng kepala. Dia sendiri berdoa dalam hati semoga keputusannya menjadikan Kirana penggantinya tidak salah.
Semula Widya tidak berpikir untuk mengajukan Kirana, gadis muda berusia 21 tahun yang menjadi tetangganya untuk menggantikan posisinya. Mereka kenal cukup baik karena tinggal di gang yang sama hanya beda 3 rumah.
Selain itu, Ibu Lia, mamanya Kirana adalah penjahit baju langganan Widya. Saat Widya mengambil jahitannya hari itu, Bu Lia meminta tolong pada Widya mencarikan pekerjaan untuk Kirana.
Kirana yang akhirnya mendapat pekerjaan sesuai pendidikannya, harus berhenti kembali setelah bekerja 3 bulan. Istri bossnya menuduh dia mencoba menggoda suaminya yang adalah atasan Kirana langsung.
Kirana sempat adu argumen dan memastikan bahwa dia tidak pernah menggoda bossnya, justru atasannya itu memang lelaki kegatelan yang sukanya sama daun muda. Akhirnya tanpa menunggu diberhentikan, Kirana pun mengundurkan diri.
Bu Lia percaya pada putri satu-satunya. Dia paham betul akan sifat Kirana yang memang berani namun tetap berpegang pada prinsipnya. Meski hanya hidup sederhana dengan orangtua dan seorang adik laki-lakinya, Kirana tidak pernah menerima pekerjaan yang tidak halal. Tidak pernah terpikir dalam hatinya untuk mengambil jalan pintas meski harus keluar masuk perusahaan mencari lowongan.
Widya percaya pada didikan Bu Asih dan Pak Anto, kedua orangtua Kirana. Widya sendiri melihat Kirana sebagai gadis baik yang periang, ramah, mudah bergaul dan ringan tangan. Sekalipun hanya menyelesaikan sekolah sekretaris tanpa gelar, Kirana adalah seorang gadis yang tekun dan mudah memahami saat belajar hal-hal baru. Gadis itu tidak pernah putus asa sekalipun harus menunggu pekejaan yang sesuai dengan pendidikannya.
Widya menatap Kirana yang masih membantunya di rumah sambil terus berceloteh. Sikap Kirana ini lah yang membuat Widya yakin untuk mengajukan Kirana penggantinya untuk seorang Sebastian Pratama. Apalagi Kirana berhasil lulus melewti semua tes yang menjadi standar prosedur di perusahaan, termasuk hasil pemeriksaan keseatan.
Semoga Kirana adalah pilihan yang tepat untuk menggantikan posisi Widya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!