Hai readers tersayang, karya ini hanya fiksi semata ya. Dibuat untuk menghibur dan semoga ada manfaat yang bisa dipetik dari hasil imajinasi othor.
Perkenalkan nih,
Si Hot Mommy kita, Shania Galdwin 22 tahun. Kalo gak Hot bisa ditambahkan cabe rawit merah berapa biji hehehe.
Dan si pimpinan Gengster Mongrel Mob, Vedran Sean Kingston, 32 tahun.
2022, Di sebuah rumah sederhana di kota Auckland Selandia Baru.
"Mommy, kenapa cuma aku yang tidak punya Daddy?" rengek Harry pada perempuan berhijab yang sedang berdiri di depan meja dapur.
Shania Galdwin sang mommy sedang membuat bekal untuknya sebelum perempuan itu berangkat bekerja paruh waktu di sebuah restoran.
"Karena Daddymu sedang pergi jauh sayang," jawab Shania sembari memasukkan nasi putih yang sudah dicampur dengan beberapa jenis sayuran dengan tambahan sedikit irisan daging ayam.
"Kamu tahu mom, temanku selalu bilang aku tidak punya Daddy, katanya aku anak yatim." Shania menghentikan kegiatannya dan menatap putranya.
"Yang penting ada mommy bersama denganmu sayang. Kita tidak perlu seorang Daddy. Mommy akan memberikanmu cinta yang banyak sekali. Sampai rumah ini penuh."
"Tapi aku mau Daddy! aku ingin Daddy mommy," Harry merajuk dan menangis histeris. Shania yang sudah seringkali melihat tingkah putranya itu hanya bisa menarik nafas panjang.
Perempuan itu menghapus airmatanya yang pasti selalu keluar setiap kali Harry bertingkah sangat manja seperti itu.
Andaipun ia tahu siapa ayah dari putranya ia tidak akan pernah mau meminta pertanggung jawaban darinya.
Karena bencinya pada bajingan itu sudah mendarah daging dalam hatinya.
"Mommy, kenapa kamu diam saja? aku mau Daddy sekarang titik. Aku tidak mau ke sekolah kalau Mommy tidak memberiku Daddy!" teriak Harry kemudian berlari ke kamarnya.
Deg
Hati Shania tercabik-cabik mendengar putranya mengancamnya seperti itu. Ia bisa apa? ia saja merasa trauma berdekatan dengan pria apalagi kalau harus menikah.
🍀🍀🍀
Door
Door
Door
Bunyi tembakan beruntun dari jarak dekat membuat semua orang panik dan lari untuk menyelamatkan diri.
Door
Door
Door
Mesin berlaras panjang itu memuntahkan kembali timah panas ke arah lawan yang sedang bersembunyi di balik tembok gedung perkantoran dan pertokoan.
"Jongkok! Angkat tangan kalian!" Teriak salah seorang penyerang bersenjata di kota itu.
"Brengsek! kamu berani membangkang ya," umpatnya marah kemudian mengarahkan moncong senjatanya ke kepala pria itu dan,
Door
Satu lagi nyawa melayang dari Gengster Black Power yang membangkang dan berani melawan. Pria muda dengan tatto memenuhi seluruh tubuhnya itu yang menjadi target dari Mongrel Mob.
Rupanya di persimpangan jalan terjadi adu tembak-menembak antara dua gengster berbahaya di kota Auckland Selandia baru itu.
Dua kelompok gangster Mongrel Mob dan Black Power yang selalu membuat onar itu sedang mempersengketakan daerah kekuasaan mereka di negara yang terkenal aman dan damai itu
Warga sipil yang tidak tahu apa-apa sudah banyak yang berjatuhan menjadi korban oleh kelompok bersenjata yang sangat berbahaya itu.
Mereka yang biasanya saling menyerang di waktu malam hari dan juga di tempat yang jauh dari pemukiman entah kenapa terpancing turun di keramaian seperti itu.
Tidak jauh dari tempat itu sebuah mobil berhiaskan bunga sedang meluncur ke arah tempat itu. Seorang pria berada di dalamnya akan melaksanakan pernikahan di sebuah gedung sederhana tak jauh dari tempat itu.
Boom!
Satu bom berdaya ledak cukup tinggi berhasil meledak di depan mobil itu yang jaraknya hanya sekitar puluhan meter. Getaran dan percikan apinya sampai mengenai mobil yang dikendarai sang pengantin.
Huru hara tak bisa lagi dielakkan. Semua orang lari untuk menyelamatkan diri. Kekacauan terjadi dimana-mana.
"Selamatkan diri kalian!" teriak orang-orang yang sedang berlari ke arah mobil itu.
"Apa itu?! Hentikan mobilnya!" seru Rayfan Achraf Crusnoslav pada sopir yang mengendarai mobil itu.
"Tenang tuan, tidak akan terjadi apa-apa disana." ujar sang sopir sambil terus melajukan mobilnya ke jalanan ramai di depannya.
"Hentikan mobilnya! Kita tidak tahu apa yang terjadi di depan sana!" teriak Rayfan Achraf lagi pada sang sopir yang sepertinya sedang tidak menggubris perkataannya.
"Anda akan menikah dan pengantinnya sedang menunggu anda di sana tuan," ujar Suhail memberi alasan. Rayfan Achraf Crusnoslav terdiam. Ia membenarkan perkataan sopirnya itu.
Hari ini adalah hari yang sangat dinantikannya. Setelah menunggu sekian lama akhirnya, Shania Goldwyn mau juga menerima lamarannya. Tapi bagaimana dengan kekacauan ini.
"Jangan mendekat! Di depan sangat berbahaya! Cari arah yang lain!" teriak seorang polisi yang sudah berdiri di depan mobil itu untuk menghentikannya.
Polisi itu sedang memakai pakaian anti peluru dan juga senjata api yang ada di tangannya.
"Tapi tidak ada jalan lain pak, semua jalanan sudah tutup. Biarkan kami lewat, tuanku akan menikah sebentar lagi." pinta sang sopir dengan tangan terlipat di depan dadanya memohon.
"Sudah kubilang putar arah bodoh! keadaan sangat kacau saat ini, kalian mau mati ya?" polisi itu menatap tajam pada sang sopir. Lalu ia melanjutkan,
"Kalau mau mati sekarang sini aku tembak kepala kalian!" seru polisi itu yang semakin emosi dengan rakyat sipil yang tidak mau mendengarkan perintahnya.
Senjata ditangannya siap ia angkat dan arahnya ke kepala Suhail yang berubah tegang.
"Baiklah Pak, kami putar arah." ujar Suhail mengalah.
Mereka pun mundur kemudian memutar arah dan berusaha mencari jalan lain.
Door
Boom
Rupanya jalanan yang mereka ambil malah lebih berbahaya. Mobil mereka dihadang oleh dua kelompok mafia atau Gengster yang sedang bertikai itu.
Dua mafia terbesar di Selandia Baru itu sudah face to face atau saling berhadapan dengan senjata dan juga bom ditangan mereka masing-masing.
"Tuan, bagaimana ini? sepertinya waktu kita hidup di bumi ini sudah sampai waktunya."
🍀🍀🍀
"Berita terkini yang terjadi di Auckland city, keadaan sangat genting. Pertempuran dua Gengster yang cukup merisaukan di negara ini berhasil mengacaukan keamanan di sana. Bahkan polisi pun kewalahan dengan aksi mereka." lapor seorang anchor woman di sebuah layar 20 inci yang sedang terpajang di dalam gedung pernikahan itu.
Rupanya semua media secara otomatis melaporkan aksi berdarah itu agar semua warga waspada dan tidak mendekati daerah konflik.
Kejadian yang baru terjadi setelah puluhan tahun keberadaan kedua Gengster itu di Selandia Baru mengakibatkan korban yang sangat banyak dari rakyat sipil.
Begitupun terganggunya seluruh aktivitas di kota Auckland pada hari itu membuat semua orang mengutuk kejadian tersebut.
Shania Galdwin, sang calon pengantin menyimak berita itu dengan dada berdebar. Keringat tiba-tiba mengucur deras dari pori-pori kulitnya.
Bayangan hitam masa lalunya terulang kembali ketika ia mengingat kekejaman pimpinan Gengster Mongrel Mob yang menjadikannya budak sek*s selama berbulan-bulan itu.
"Mom! Mommy!" teriak Harry Galdwin putra semata wayangnya dengan wajah takut karena calon pengantin itu tiba-tiba jatuh dan tak sadarkan diri.
"Tolong! bawa Shania ke sofa itu, ia tiba-tiba pingsan!" teriak salah satu tetangga dan sahabat perempuan cantik itu. Alma Sofhie, gadis sederhana yang sangat khawatir dengan keadaan Shania mulai mencari minyak kayu putih untuk dioleskan pada hidung calon pengantin.
Para tamu undangan yang sudah lama menunggu kedatangan calon pengantin laki-laki semakin panik karena masalah jadi bertambah.
Waktu baik yang disepakati akan menikah sudah lewat dan kini pengantin perempuan malah sakit dan tak sadarkan diri.
"Dasar perempuan tidak beruntung, calon suaminya mungkin lari atau malah jadi korban keganasan Gengster itu!"
"Ayo kita pulang, kita hanya menghabiskan waktu dengan pernikahan yang tidak akan terjadi ini."
"Hey, tinggallah dulu, kita akan lihat apakah Shania masih mempunyai nasib yang baik hari ini."
"Nasibmu begitu buruk nak Harry, kukira setelah hari ini kamu akan punya seorang ayah tetapi ternyata sekali lagi kamu kurang beruntung!"
Semua ucapan-ucapan menyakitkan itu rupanya sudah mampir di telinga Shania Galdwin yang sudah siuman sejak beberapa menit yang lalu. Airmatanya mengalir tiada henti dengan isak tangis tertahan.
Single mommy itu membenarkan semua perkataan tetangganya yang hadir pada saat itu.
Ia memang kurang beruntung, menjadi seorang anak yatim piatu yang kemudian mendapati dirinya hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki tanpa ayah adalah sebuah kesialan yang sangat menyakitkan.
Dan kini ketika ia membuka hatinya untuk menikah agar putranya tercinta mempunyai status yang jelas, calon suaminya malah tidak muncul sampai sekarang.
"Mommy, dimana uncle Rayfan?" tanya Harry dengan tangis yang tiada henti. Putranya yang berusia 3 tahun itu terus menerus menanyakan keberadaan pria muda yang selalu akrab dengannya itu.
Pria tampan dan baik hati yang bersedia menikahinya meski pria itu tahu betapa kotornya ia.
🍀
*Tobe continued
Like dan komentarnya dong biar aku semangat 😍
Flashback on
Maret 2019
Sekelompok gengster berbahaya melakukan penembakan brutal di dua mesjid di kota Christchurch, Selandia Baru.
Penembakan itu menewaskan 30 warga sipil di Masjid Al-Noor dan 10 orang di Masjid Linwood.
Polisi berhasil meringkus beberapa penembak yang ternyata dari Mongrel Mob. Dan beberapa diantaranya sudah berhasil melarikan diri. Identitas mereka tertutup dengan wajah palsu dan juga masker yang mereka pakai.
Tidak ada yang pernah tahu apa motif mereka melakukan hal keji seperti itu padahal berdasarkan Survei Nilai-nilai Dunia (The World Values Surveys), Selandia baru termasuk negara paling terbuka terhadap perbedaan agama.
Semua sepakat bahwa penembakan itu tidak ada hubungannya dengan penyerangan agama tertentu. Dan hanya merupakan kebrutalan gengster yang sangat berbahaya.
Beberapa anggota mereka berhasil kabur dari kejaran polisi dan berakhir di sebuah stasiun kereta bawah tanah.
Shania Galdwin yang selama ini bertugas sebagai pemeriksa tiket pada kereta bawah tanah tiba-tiba merasakan sebuah benda keras menyentuh pinggangnya yang ramping.
"Jangan bergerak dan bawa aku naik ke kereta itu." bisik seorang pria dengan suaranya yang berat. Pria itu adalah buronan polisi yang sedang dicari-cari petugas keamanan negara.
"Ba-baik tuan," jawab Shania dengan gugup, keringat mulai membanjiri kulitnya yang putih mulus.
"Jangan coba-coba bertingkah mencurigakan!"
"I iya," jawab Shania dengan gugup.
"Bagus, aku tahu kamu adalah gadis yang cukup cerdas," bisik pria itu lagi dari arah belakangnya sampai gadis itu bahkan bisa merasakan deru nafas pria itu di tengkuknya.
Pria dengan perawakan tinggi dan besar yang sedang menutupi wajahnya dengan masker begitupun dengan tubuhnya yang berbalut mantel hitam dan panjang.
"Sampai di sini saja tuan," ujar Shania Galdwin ketika mereka berdua sudah sampai di depan kereta yang hampir saja tertutup karena waktunya untuk berangkat sudah tiba.
Dengan cepat pria itu melompat ke atas dan menarik serta gadis petugas tiket itu ikut bersamanya dan tiba-tiba pintu pun tertutup.
"Tuan, aku mau turun, kereta ini akan mengikuti jalur Wellington, tuan." ujar gadis itu dengan suara gemetar takut.
"Aku akan menurunkanmu di stasiun selanjutnya kalau aku sudah sampai di tempat tujuanku nona. Aku tidak mau dilempar ke luar kereta jika ada pemeriksa tiket di sini. Dan ya kamu dan seragammu ini akan menjadi jaminan untukku."
Shania Galdwin menatap mata biru dibalik masker itu dengan pandangan marah dan benci.
"Anda pria kurang ajar tuan, anda tahu anda sudah membawa aku jauh dari tempat tinggalku hah?"
"Jangan marah, karena kalau kamu menunjukkan kemarahan padaku akan aku pastikan kamu tidak akan kembali lagi ke kotamu, mengerti??" Pria misterius itu terus memepet tubuh Shania ke arah dinding kereta dan merasakan inti dirinya berdenyut hanya karena merasakan aroma tubuh gadis asing yang sangat cantik itu.
"Kamu pria jahat! bajingan!" teriak Shania dengan suara tertahan. Ia benar-benar sangat jjijk dengan apa yang dilakukan pria asing itu padanya. Tangannya bahkan sudah berani meremas bokongnya dengan sangat kasar.
"Hey, lepaskan aku!" gadis yang berusia 19 tahun itu memberontak dibawah kungkungan pria asing itu.
"Apa kamu tidak melihat kalau ada kamera yang memantau apa yang kamu lakukan padaku? Kamu merusak reputasiku sebagai staf di perusahaan ini brengsek!" geram Shania Galdwin semakin berusaha melawan dan memberontak karena tangan pria itu sudah mulai tidak sopan pada anggota tubuhnya.
"Jangan memberontak karena itu akan membuatku lepas kendali." bisiknya dengan suara bergetar menahan hasrat yang semakin besar pada gadis cantik dengan rok pendek diatas lutut itu.
Pria itu merasa bingung dengan dirinya sendiri yang bisa sangat berhasrat pada gadis si petugas tiket hanya dengan menghirup aroma tubuhnya saja.
Dan ketika kereta itu berhenti di stasiun Wellington, ia langsung menarik gadis itu untuk ikut bersamanya turun dengan masih menodongkan pistol di pinggang ramping gadis itu.
"Kita sudah sampai dan lepaskan aku sekarang juga, aku akan menunggu kereta berikutnya," ujar Shania Galdwin dengan perasan mulai tak nyaman. Ia merasakan akan ada hal buruk yang akan terjadi padanya jika ia tidak berusaha kabur dari pria asing ini.
"Tidak. Kamu tidak boleh pergi, aku sangat membutuhkanmu sekarang ini," ujar Vedran Sean Kingston dengan tatapan berkilat. Pria itu harus melepaskan hasratnya pada gadis itu barulah kemudian melepaskannya.
"Apa lagi tuan? Aku sudah membantumu lolos dari kejaran polisi yang aku yakini kamu adalah orang yang sangat berbahaya."
"Tidak usah banyak bicara, ikut saja denganku, " geramnya lagi sembari menaiki taksi yang sedang parkir di depan stasiun itu.
"Hey apa-apaan ini? Kamu mau membawaku kemana bajingan!' teriak Shania Galdwin saat merasakan tubuhnya dilempar ke dalam taksi itu.
Detik berikutnya gadis itu sudah tak sadarkan diri karena diberikan obat bius oleh pria bermasker dengan mata biru yang sangat mengintimidasi.
"Tidurlah sayang, aku akan membangunkanmu saat waktunya tiba," bisik Vedran Sean Kingston dari dalam maskernya. Tangannya yang besar memeluk tubuh gadis itu dengan sangat posesif.
"Bawa kami ke hotel terdekat!" titahnya pada sang sopir.
"Baik tuan," jawab Sopir taksi itu dengan senyum diwajahnya. Tak cukup puluhan menit, taksi itu berhenti di sebuah hotel mewah.
Vedran Sean Kingston langsung membawa gadis cantik itu ke dalam kamar. Ia benar-benar melakukan niatnya untuk melepaskan hasratnya dengan gadis itu.
Pria itu merenggut paksa mahkota Shania Galdwin tanpa perasaan. Baginya kepuasanlah yang penting. Ia tak perlu tahu siapa gadis itu dan akan membuangnya setelah hasratnya terpuaskan.
Tadinya ia pikir sekali saja cukup tapi tidak bagi Vedran Sean, tubuh dan aroma gadis itu seperti sedang membawanya dalam kenikmatan yang tak bertepi. Sangat berbeda dengan yang pernah dirasakannya dengan para gadis yang selama ini menemaninya.
Seluruh inci tubuh indah itu sudah ia cicipi berkali-kali tapi tak pernah ia merasa puas. Selalu ada rasa ingin melakukannya lagi dan lagi.
Shania hanya terbangun sebentar karena merasakan sakit yang teramat sangat di daerah intinya ketika pria bajingan itu merobeknya dengan paksa. Kemudian ia jatuh tertidur kembali.
Berhari-hari ia disekap di istana mewah Vedran Sean Kingston dan dijadikan alat pemuas hasrat bajingan itu hingga rasanya ia ingin mati saja.
Gadis itu kesakitan sampai mengalami pendarahan sedangkan si pria bajingan maniak sek*s itu tak pernah memberinya istirahat kecuali untuk makan dan tidur seadanya.
Lama kelamaan kondisi tubuhnya mengalami penolakan. Ia sakit dan tak mampu untuk bangkit lagi.
"Bunuh saja aku, aku tak sanggup mengalami penderitaan ini, kumohon," pinta Shania dengan tubuh menggigil ketakutan. Ia seperti didatangi oleh orang yang berbeda-beda karena pria itu selalu mengganti wajahnya dengan topeng silikon.
Hanya mata biru itu yang menjadi bukti bahwa pria itu adalah satu orang yang sangat kejam dan tidak berperasaan. hingga Shania merasa ia sedang dinikmati oleh pria berwajah cacat.
Wajah pria itu baru ia rasakan saat suasana kamar tak bercahaya sedikit pun. Ya, pria itu suka bercinta dalam kegelapan. Benar-benar membuat Shania berada di dunia yang sangat kejam. Hatinya benci dan sangat jijik diperlakukan seperti itu.
Hanya suara erangannya saja yang bisa ia tahu kalau pria itu adalah manusia atau mungkin iblis yang berwujud manusia.
🍀
*Tobe continued
Like dan komentarnya dong, agar aku merasa aku tidak sendiri di dunia halu 🤭😆
"Aku akan keluar negeri untuk beberapa hari." ujar Vedran Sean Kingston pagi itu di depan Bella, asisten perempuan yang ia tugaskan untuk menjaga gadis tawanannya.
Pria itu sengaja menambah volume suaranya agar gadis cantik yang menjadi budak hasratnya itu mendengarnya.
Shania Galdwin yang sedang mengunyah roti dengan selai strawberry itu langsung menghentikan aktivitasnya. Sedangkan Vedran Sean Kingston mulai menarik bibirnya untuk tersenyum.
Entah kenapa pria itu merasa sangat berat untuk keluar kota dan mengurus bisnisnya disana. Hatinya tidak ingin berpisah dengan gadis itu meskipun hanya sekejap.
Ada yang berbeda dari gadis tawanannya yang membuatnya betah tinggal di istananya belakangan ini. Tubuh Shania Galdwin semakin berisi apalagi di tempat-tempat yang sangat ia sukai.
Dan juga, ia tidak bisa menjabarkan rasa dari gadis itu yang semakin luar biasa meskipun Shania Galdwin tak pernah bereaksi saat ia kunjungi.
Bagaikan mayat hidup saja gadis itu sungguh luar biasa apalagi kalau ia bisa membalasku? otak mesumnya kembali berkelana bebas padahal baru beberapa jam yang lalu ia berkunjung dengan durasi yang cukup lama.
"Oh shi*t!" umpatnya pelan sembari menyugar rambutnya.
Mereka berdua memang jarang berkomunikasi kecuali saat pria itu datang untuk melakukan pelepasan didalam tubuh gadis itu.
Vedran Sean Kingston menyadari kalau ia sungguh sulit bersikap manis pada seseorang. Kehidupannya yang keras dan penuh dengan hal-hal yang berbahaya membuatnya keras hati dan kadang sangat kejam.
Ia tahu kalau budaknya itu sangat membencinya tetapi ia tidak ingin melepaskannya sampai kapanpun.
"Aku sebenarnya ingin membawa gadis penjaga tiket itu Bella tetapi perjalanan ini sangat berbahaya." ujar pria itu sembari memandang Shania dari balik kacamata hitamnya. Ia ingin melihat ekspresi gadis itu yang akhir-akhir ini menyita perhatiannya.
"Rawat ia dengan baik dan pastikan kesehatannya terjaga. Karena ketika aku pulang ia harus melayaniku nonstop, mengerti?" Bella tersenyum dan menyatakan kalau ia siap melakukan perintah. Shania Galdwin mencebikkan bibirnya dengan kesal dan sangat jijik.
Pria bermata biru itu sangat ia benci meskipun ia memberikan Istana mewah ini padanya. Ia ingin bebas dan kembali bekerja menjadi petugas penjaga tiket.
Kemewahan ini tidak pernah ia harapkan. Karena kebahagiaannya ada pada lingkungan kerjanya dan teman-temannya. Kalau ia punya kesempatan untuk lari dari sana maka ia akan melakukannya.
Pergilah dan jangan pernah kembali, ujar Shania Galdwin dalam hati. ia sungguh senang kalau pria brengsek ini pergi dan tak pernah kembali.
"Baiklah, aku pergi dan jaga kesehatanmu," ujar Vedran sembari menyentuh wajah gadis cantik itu dengan jari-jarinya. Pria itu mengelus bibir Shania dengan sangat lembut hingga gadis itu menutup matanya rapat merasakan dadanya mendidih karena benci dan jijik.
Gadis itu bahkan tidak tersenyum sama sekali. Ia bagaikan robot cantik yang tidak bereaksi ketika ia disentuh.
Dengan itu ia berharap pria itu akan segera membuangnya karena tidak pernah memberikan kepuasan yang diinginkan oleh pria itu.
Shania Galdwin bersorak dalam hati, ketika Vedran Sean benar-benar pergi untuk kepentingan bisnisnya di luar negeri. Perempuan cantik itu segera mencari cara untuk melarikan diri dari mansion mewah itu.
Berpura-pura sedang sakit dan ingin dibawa ke rumah sakit adalah caranya agar ia bisa keluar dari istana megah yang membuatnya bagai budak hasrat oleh seorang pria asing yang tidak pernah ia kenal sebelumnya.
"Aaaakh tolong, aku sakit perut," teriaknya di depan semua orang ketika ia bisa memprediksi kalau pria bajingan itu sudah sampai di bandara.
"Apa yang anda rasakan nyonya?" tanya Bella yang bertugas melayani kebutuhan Shania Galdwin atas perintah Vedran Sean Kingston sang tuan rumah.
"Aku akan ambilkan obat nyonya, silahkan berbaring saja dulu di dalam kamar," ujar Bella dengan wajah khawatir sembari membawa gadis cantik itu ke dalam kamar utama.
"Tidak, aku tidak mau ke kamar. Aku ingin ke Klinik dan bertemu dengan dokter. Penyakitku ini sangat parah. Aku bisa mati kalau kalian tidak membawaku ke rumah Sakit, Aaargh!" Shania menolak untuk kembali ke kamarnya.
"Tapi kami harus melapor dulu pada tuan besar, nyonya. Kami takut kalau beliau akan marah dan menghukum kami."
"Baiklah, kalian bisa menghubunginya nanti saat kita sudah dalam perjalanan."
"Kamu mau membunuhku hah? Aku bisa mati di sini. Aaargh?!" Shania terus berteriak agar Bella dan semua pelayan semakin panik. Baru kali ini ia mempunya keberanian untuk memberontak.
Setelah memaksa dengan wajah yang sangat menyedihkan. Shania pun dibawa ke sebuah klinik. Sementara Bella berusaha menghubungi tuan Kingston tapi tidak berhasil karena sedang berada di luar jangkauan.
"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya pada pelayan pribadinya itu.
"Saya sedang menghubungi tuan besar, nyonya. Kami takut karena kami dilarang membawa nyonya keluar dari mansion.
"Lalu apa katanya?" tanya Shania lagi dengan berpura-pura ingin tahu padahal ia sangat yakin saat ini bajingan itu pasti sedang berada di atas pesawat dan itu berarti jaringan telepon harus dinonaktifkan.
"Tidak bisa tersambung nyonya," ujar Bella sembari memperlihatkan handphonenya.
"Kalau begitu tunggu saja saat kita sampai di rumah Sakit, aku yakin tuanmu itu pasti akan mengaktifkan handphonenya."
"Aaaaargh, sakit sekali. Tolong percepat laju mobilnya, aku sudah tidak kuat, Aaaaargh." Shania terus berteriak agar sandiwaranya berjalan dengan baik.
"Kita sudah sampai nyonya, apa nyonya bisa berjalan sendiri?" tanya Bella pelayannya.
"Tentu saja Bella, aku bahkan bisa berlari sekarang ini," jawab Shania dengan senyum diwajahnya.
"Apa maksud anda nyonya?" tanya Bella mulai curiga. Perasaan gadis muda itu mulai tidak nyaman karena bayangan tuan besar Kingston akan menghukumnya kini sudah nampak di depan matanya.
"Tidak Bella, aku sedang sakit perut, bawa aku cepat memeriksakan diriku."
"Baiklah nyonya, mari silahkan, aku akan mendaftar terlebih dahulu dibagian administrasi."
"Iya pergilah, aku akan menunggumu di sini," Shania memperhatikan keadaan sekelilingnya dan mulai memikirkan bagaimana caranya ia melarikan diri dari pria maniak itu.
Dan saat ia sudah mendapatkan jalan. Tiba-tiba ia dipanggil untuk diperiksa.
"Aku akan menemani anda nyonya, mari ikut dengan saya, " Bella mulai meraih tangannya untuk berdiri.
"Aku bisa jalan sendiri Bella, kamu tidak perlu menemaniku seperti ini."
"Aku takut nyonya akan terjatuh, bukankah perut anda sangat Sakit?"
"Ah ya baiklah. " Shania akhirnya menurut.
"Nyonya Kingston, apa keluhan anda?" tanya dokter yang sedang memeriksanya.
"Aku sakit perut."
"Sudah berapa lama anda merasakannya?" tanya dokter itu lagi sembari memeriksa perut gadis cantik itu.
"Baru saja dokter." jawab Shania dengan wajah meringis.
"Kami akan memeriksa darah anda di laboratorium. Mari nyonya,"
"Aku dulu pernah sakit perut dan tidak perlu pemeriksaan darah aku sudah sembuh. Apakah ini harus dokter?"
"Iya nyonya, karena kami ingin memastikan sesuatu." jawab dokter itu sembari memandang wajah Shania lekat-lekat.
"Ada apa kamu memandangku seperti itu dokter?" tanyanya pada dokter itu.
"Anda cantik sekali nyonya," ujar sang dokter tersenyum. Mereka terus mengobrol sampai gadis itu tidak sadar kalau darahnya sudah diambil dan dicek oleh asisten dokter itu.
"Anda bisa duduk di sana dan anda akan mendapatkan hasil pemeriksaannya."
"Baik, terima kasih." jawab gadis itu kemudian segera melihat-lihat suasana klinik itu. Dan tanpa sengaja ia melihat seorang perawat yang sedang membawa sebuah brangkar yang berisi pasien gawat untuk dibawa ke Rumah Sakit besar di kota itu.
Dengan cepat Ia keluar dari ruangan itu dengan ikut mendorong tempat tidur pasien dan berpura-pura sebagai keluarga pasien tersebut. Ia berharap Bella tidak melihatnya.
Sampai di depan pintu ia ikut masuk ke dalam Ambulance dengan nafas lega. Ia akan pergi kemana saja yang penting tidak bertemu lagi dengan pria bajingan itu.
*Tobe continued
Like dan komentarnya dong 😍
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!