NovelToon NovelToon

Pangeran Modosa

Bab 1 ( Awal mula bertemu)

Langit begitu cerah walaupun waktu sudah menunjukan pukul empat sore. Udara terasa panas ditambah dengan kemacetan yang tidak bisa terhindarkan di daerah Jekardah.

Disebuah mobil sport kini melaju ke daerah perumahan elite di daerah Jakarta Utara. Dengan pakaian casual yang rapi Keken tersenyum sumringah saat ia mengingat beberapa kejadian minggu yang lalu bersama kekasihnya.

Masih teringat jelas saat ia merasakan sentuhan bibir tipis milik sang kekasih, entah ini pacar yang keberapa, hingga Keken benar-benar lupa untuk menghitungnya. Bibir tipis nan menggoda yang selalu ia rasakan setiap kali bertemu sang pacar. Bagi Keken bergonta - ganti dengan wanita sudah seperti kebiasaan yang tidak bisa ia tinggalkan. Sentuhan dari lawan jenis membuat ia selalu haus akan kasih sayang dan selalu membuatnya ingin lagi dan lagi.

Bibir tipis nan menawan milik kekasihnya, Michelle Angela selalu membuat seorang Kendrew Pratama Feriansyah bertekuk lutut. Dan ini pertama kalinya Keken memecahkan rekor dengan predikat pacaran terlama yakni satu tahun. Kendrew atau lebih dikenal dengan nama Keken tidak pernah serius dalam berhubungan dengan wanita. Ia selalu mendua dan bermain dengan banyak wanita, Ia selalu berfikir bahwa hidup adalah senang - senang. Dan bersama dengan banyak wanita salah satu hobinya.

Playboy julukan yang tepat untuknya,wanita manapun tidak akan menolak ketampanan dari seorang Keken.

Hidupnya selalu sesuka hati, ia seorang petualang dan selalu membuat huru - hara di club malam. Dengan semua fasilitas yang diberikan orangtuanya, menjadikan ia sosok yang songong, tajir, banyak uang hingga banyak sekali gadis - gadis yang mendekati dirinya bahkan rela menyerahkan diri untuk menikmati uangnya.

Seorang pangeran yang tidak pernah merasakan susahnya hidup karena semuanya selalu dipenuhi oleh kedua orangtuanya.

Menjadi anak tunggal membuat dirinya seorang yang keras kepala, sulit diatur hingga membuat ibunya kewalahan. Gayanya yang slengean, terkadang songong dan jarang serius dalam pekerjaan membuat orang - orang di sekitarnya selalu mengelus dada karena tidak ada satu pekerjaan yang hasilnya memuaskan. Namun, disisi lain dia seorang kakak yang selalu perhatian pada adik sepupunya yang selalu dia anggap adik kandungnya. Inha, gadis itu yang selalu mengingatkan Kendrew agar tidak bermain terlalu jauh dengan para wanita. Inha tidak ingin Keken sampai menghamili gadis dan terusir dari keluarganya. Namun Keken adalah Keken, ia seolah ingin berpeluang dengan masa mudanya.

Keken pun terkadang merasa cemburu karena ibunya lebih menyayangi adik sepupunya itu, namun ia tahu bahwa sikap dan kelakuan dirinya yang selalu membuat orangtuanya kesal.

Dan sekarang disinilah kisah itu dimulai.

Keken yang mengendarai mobilnya kini menepi di bahu jalan untuk melihat GPS di handphone. Hari ini ia akan menjemput Michelle di rumah orangtuanya, tidak seperti biasanya ia selalu menjemput pacarnya di apartemen karena hari ini Michelle meminta Keken untuk sekedar menyapa orangtuanya.

Awalnya Keken tidak mau, karena baginya ini tidak penting. Hanya sekedar pacaran bukan untuk serius, itu yang selalu ada dalam pikirannya selama ini. Namun karena desakan Michelle , kali ini Keken mengiyakan permintaannya. Toh hanya sekedar menyapa tidak lebih.

Keken menghela nafasnya dan memijit kepalanya yang terasa pusing, memejamkan matanya sejenak untuk mengusir rasa pusing yang tiba-tiba mendera nya. Pekerjaan di kantor yang semakin hari semakin padat membuat dirinya kewalahan, apalagi disaat Fafa mendadak cuti. Drama rumah tangga sepupunya itu yang selalu membuat ia enggan untuk berumah tangga. Hari ini masuk, besok libur, lusa Hanin ini itulah yang membuat Fafa stres tujuh keliling, Fafa seolah hanya bayangan di kantor. Satu jam di ruangan, siang sudah tidak berada di tempat hingga membuat Keken pusing menghandle pekerjaan dan rapat dadakan. Keken dipaksa untuk bekerja lebih serius dan cepat. Menyebalkan.

Ia melihat GPS di handphonenya, namun dia merasa bingung. Seolah berputar - putar di area komplek perumahan, ia mematikan mobil dan kembali menghembuskan nafas kasarnya.

" Kok hari ini gue merasa bodoh, baca GPS aja kagak bisa!" Keken merutuki kebodohannya.

"Demi apa coba dibela - belain kesini. Pengen mingguan sama si Michelle tapi nyampe rumahnya saja kagak!" gerutunya.

Ia menjalankan mesin mobilnya kembali dan mencoba mencari alamat yang dituju.

Disisi lain,

Seorang gadis dengan kaos longgar dan dengan rambut yang diikat cepol kini sedang mencuci mobil di depan garasi rumah. Dengan telaten ia mencuci setiap bagian mobil SUV milik orangtua temannya. Hari ini ia libur kerja dan setiap ada tawaran mencuci mobil ia selalu ambil. Pekerjaan sampingan, lumayan untuk menambah uang jajan pikirnya.

" Nak Farah, ini teh nya diminum dulu. Rotinya jangan lupa dihabiskan ya. Mommy mau pergi ke salon dulu." ujar seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik diusia senjanya. Orangtua dari Vania, temannya.

"Terima kasih Mommy." Farah tersenyum lebar

"Nanti kalau mau pulang jangan lupa bawa makanan yang di dapur,minta saja sama bibi bungkusan warna biru,sudah Mommy siapkan."

" Oke Mih,terima kasih banyak." Farah tidak berhenti tersenyum lebar, ia selalu mendapatkan makanan saat datang dan bekerja di rumah temannya. Lumayan bisa berhemat untuk beberapa hari ke depan, pikirnya.

" Aku mana mih, kok cuma Farah yang dikasih makanan. Mommy pilih kasih, masa aku tidak dikasih uang jajan tambahan." cebik Vania dengan mengerucutkan bibirnya. Ia menadahkan tangannya, meminta uang tambahan untuk jalan malam mingguan.

" Ini anak matre juga, sudah kerja masih minta uang jajan sama Mommy."gerutu sang ibu," Nih, jangan lupa nanti Farah dibayar uang cuci mobilnya. " Mommy Vania mengeluarkan beberapa lembar uang seratusan dan memberikannya pada anaknya.

"Asyik! Uangnya banyak, Farah setelah ini kita pergi malam mingguan. Ayo kita jalan ke mall." Vania begitu sumringah melihat uang di tangannya , ia melambai - lambaikan uang kertas tepat di wajah Farah

"Siap!"

"Mommy mau dianter tidak, tapi ada ongkos jalanya lho." Vania menaik turunkan alisnya

"Kagak! Mommy mau naik mobil online aja, rese emang punya anak gadis mata duitan." gerutunya

"Tapi Momy sayang kan." Vania memeluk ibunya dengan erat seraya mengelitiki tubuhnya. Vania memang gadis yang suka menggoda ibunya.

"Terpaksa sayang, sudah gede segini masa mau dimasukan lagi." kelakar Mommy, " Ya sudah jaga rumah ya, jangan lupa cuci semua mobil yang bersih ya Farah. Mommy pergi dulu, tuh mobilnya sudah datang."

" Siap Mih..!!" jawab mereka bersamaan. Mereka melihat mommy nya melambaikan tangan saat mobil mulai jalan. Dan mereka membalasnya.

"Ah, akhirnya Mami pergi juga." Vania mengikat rambutnya keatas dan membantu Farah mencuci mobil.

"Udah deh Van, lu duduk aja kan ini tugas gue. Tinggal ini doang kok, yang dua dah kinclong." Farah mengambil lap yang dipegang Vania, ia merasa tidak enak karena Vania selalu membantu dirinya.

"Nah, karena ini yang terakhir makanya gue mau bantu lu. Coba kalo ini yang pertama, gue sih ogah ye." Vania menyiram mobilnya yang penuh dengan busa hingga bersih

" Makasih, lu udah mau bantuin gue." satu ucapan yang selalu Farah lontarkan setiap kali ia mencuci mobil milik sahabatnya. Farah begitu berterima kasih karena Vania selalu membantunya disaat susah. Bisa saja keluarga Vania mengirim mobilnya ke tempat pencucian mobil, namun enggan mereka lakukan karena mereka tahu Farah lebih membutuhkan pekerjaan sampingan untuk bertahan hidup. Lebih dari lima tahun mereka berteman hingga tahu kehidupan masing-masing. Perbedaan diantara mereka begitu jauh, namun Vania selalu merangkul Farah tanpa membedakan status sosialnya.

"Besok mau ke gereja? Mau dianter nggak? Sekalian aku mau cari lowongan kerja lagi" tanya Farah sembari menggosok mobil.

"Tidak usah, gue mau ke gereja bareng Andrew." Vania mengeluarkan sebuah cincin dari kantong celananya. Sebuah cincin dari pacarnya yang baru saja ia terima. Satu langkah menuju hubungan yang lebih serius

"Emang Andrew udah pulang dari Singapura?" Farah masih menggosok mobil itu tanpa melirik kearah Vania

"Sudah dong baru pulang kemarin tadi pagi dia kesini, aduh.. Aduh jariku kok sakit banget sih! Ini kenapa ya." Vania seolah meringis kesakitan. Farah bergegas menghampiri sahabatnya yang meringis sakit.

"Kamu kenapa? Coba sini aku lihat." ucap Farah begitu panik, ia mencoba memeriksa jari tangan Vania dan melihat sebuah cincin permata tersemat di jari manis sahabatnya.

"Set*n Alas!!" Farah menghentakan tangan Vania dengan kasar. " ****** Lu! sengaja kan pamer sama aku!"

"Hahahaha... Lu lucu banget Dip kalau panik begitu. Vania lebih suka memanggil nama Dipta, seperti nama laki-laki sesuai dengan gaya Farah yang tomboy dan penuh semangat.

" Tadi Andrew kesini eh ngelamar dadakan. "Vania tersenyum lebar dan menunjukan cincin di jarinya." Emang lu aja yang bisa tunangan, gue juga bisa kali. "

" Kalah gue sama lu, jangan - jangan entar lu nikah duluan. " Farah mengerucutkan bibirnya.

" Farahdilla Dipta please ya, gue masih muda kagak mau nikah dulu. Kali ini gue ngalah deh, biar lu duluan sama si Hilman. "

" Gue seneng banget akhirnya lu bisa selangkah lebih serius dengan Andrew,selamat ya sayangkuh. " Farah memeluk Vania dengan erat.

" Lepasin nggak, lepas! Pengap tahu dada lu gede" Vania memberontak ingin dilepaskan.

"Set*n lu! Ini bukan gede tapi berisi, hihihi" Mereka sudah terbiasa perang mulut dan saling bercanda.

"Coba lu cowok, gue pasti bilang Mommy buat nikah sama lu."

"Gue yang ogah, lu kalau tidur ngorok dan ngiler, ih.. geli banget." Farah memutar bola matanya dengan malas

Mendengar ucapan Farah, Vania dengan usil memutar kran air dan menyemprotkan ke wajah Farah hingga basah.

"Syukurin, basah lu hahahaha..." Vania tertawa keras dengan menyemprotkan kembali air kearah Farah.

"Eh, ****** banget ini bocah. Sini lu..." Farah mengejar Vania hingga mengelilingi mobil. "Awas ya aku balas!"

"Hahahaha... kagak kena weee..." Vania kembali meledek Farah dengan menyiramkan air kran.

Dan tidak mereka sadari ada seorang pria yang datang di depan mereka. Baru dua langkah ia ingin mengucapkan salam, namun tanpa diduga ia disambut dengan satu ember sabun cucian mobil.

" Rasakan ini..." Farah mencoba membalas dengan menyiram satu ember sabun bekas cucian mobil namun Vania yang kurus begitu gesit menghindarinya.

"Byurrrrr...." air sabun itu mendarat di wajah Keken dan membasahi seluruh badannya.

"Oh my God." Vania dan Farah begitu terkejut saat air itu menyiram seorang pria asing di depannya.

Keken yang sengaja turun dari mobilnya dan mencoba untuk bertanya alamat yang dituju kini hanya bisa pasrah saat basah kuyup dan terlihat sangat memalukan. Ia melepas kacamata hitamnya dan melihat tubuhnya yang kini kotor dan bau sabun.

"Maafkan aku pak." Farah mendekati pria tersebut dan mencoba menyentuh tubuh Keken yang basah.

"What!! Kau panggil aku apa! Bapak!" suara Keken naik beberapa oktaf

Vania melongo melihat ketampanan seorang Keken, ia menelisik dari atas hingga bawah.Otaknya mulai menghitung penampilan pria yang terlihat keren itu. Kemeja branded, sepatu branded, jam dan kacamata hitam bermerk. Vania tahu pria di depannya itu tajir dengan segala benda yang menempel pada tubuhnya.

"Van... Van..." Farah memanggil temannya agar tersadar dari lamunan nya. " Gimana ini?"

Farah begitu takut karena wajah pria di depannya menatapnya dengan tajam.

"Eh, maaf kak. Teman saya tidak sengaja menyiram kakak, kami hanya bercanda tadi."

"Aku sudah basah seperti ini kalian bilang hanya bercanda dan cukup bilang maaf!" murka Keken

"Lu tahu nggak, sepatu gue harganya tiga puluh juta, kemeja ini lima juta, jam tangan ini dua ratus juta, belum harga kacamata hitam ini dan celana jeans ini. Dan kalian hanya minta maaf." Jiwa sombong Keken kembali muncul, ia begitu kesal karena penampilannya sangat berantakan.

" Mana tahu itu barang KW semua, seperti si Aldi yang ngaku- ngaku barang ori padahal KW. " Farah tak mau kalah,ia mengingat temannya yang selalu berbohong tentang barang branded demi status sosial.

" Kamu kira aku bohong kalau semua ini ori! " kesal Keken

" Ya sudah kak, nanti saya laundry agar bersih." ucap Farah lagi

" Eh, cewek gendeng! Lu kira bayar laundrian dari semua barang gue murah! " Keken dengan senyum mengejek. " Belum harga diri gue yang lu jatuhin kayak gini. Lu nggak tahu gue siapa? Gue Keken! "

" Aku nggak tahu siapa kakak, yang aku tahu nama Keken di tempat tinggalku seorang tukang kredit, nama panjangnya Keken Asepi, orang sunda ganteng lagi, dia biasa dipanggil Kasep." celoteh Farah

Vania hanya menepuk jidatnya, kepolosan Farah benar-benar membuatnya ingin tertawa namun ia urungkan karena saat ini mereka sedang berhadapan dengan seorang pria kaya yang menatap mereka dengan tajam dan mematikan.

" Ya ampun! Kamu benar-benar bikin aku kesal, masa aku disamakan dengan tukang kredit." geram Keken sembari mengepalkan tangannya.

"Berikan aku uang dua puluh juta untuk membersihkan semua ini,seharusnya sih lebih tapi tidak masalah. Ayo bayar dua puluh juta." ucap Keken kembali

"Itu uang semua?" celetuk Farah

" Daun!" Keken bertambah kesal dengan gadis gila di depannya, bisa - bisanya disaat seperti ini gadis itu bercanda.

"Tolonglah maafkan kami, teman ku tidak sengaja, kakak kan orang kaya masa masih minta uang sama kita." Vania mencoba bernegosiasi dan meminta maaf kembali agar sang pria itu mau memaafkan mereka. Vania berpikir saat ini tidak mungkin membayar ganti rugi kerugian pria itu karena uang tabungannya habis untuk membeli mobil baru.

"Tidak! Pokoknya gue nggak mau tahu, bayar sekarang atau serahkan identitas kalian sebagai jaminan!"

Farah menunduk lemas, bayangan uang tiga ratus ribu dari hasil ia mencuci mobil tidak sebanding dengan ganti rugi yang harus ia bayarkan pada pria itu.

" Padahal aku ingin beli sepatu baru untuk Aisyah. " ucap Farah dengan lirih, ia masuk ke dalam rumah Vania dengan lemas dan tidak bersemangat.

Keken mendengar suara lirih Farah, namun ia tidak peduli.

"Ini KTP aku, nanti kalau aku punya uang aku bayar." Farah menyodorkan salah satu tanda pengenal

"Enak saja cuma KTP, mana kartu atm mu? Aku tidak percaya kalau kamu tidak punya uang.Masa tinggal di rumah elite begini tidak punya uang."

" Aku beneran tidak punya uang, ini rumah Vania bukan rumahku!"

Keken melirik ke arah Vania dan melihatnya dari ujung rambut ke ujung kaki,kemudian ia melirik Farah kembali, melihatnya dari ujung rambut ke ujung kaki.

" Gue kerjain lu, siapa suruh bikin aku malu dan basah seperti ini. "gumam Keken dalam hati, ia tersenyum licik

" KTP dan nomer handphone, sini berikan padaku! Oh iya sebagai tambahan jaminan, berikan cincin itu. " Keken menunjuk jari manis Farah sebelah kiri.

" Enak saja! Ini cincin pertunanganku, ini sangat berharga. Kakak tidak perlu khawatir, aku tidak akan lari dari tanggung jawab pasti aku bayar. " Farah enggan memberikan cincin pertunangannya.

" Jaman sekarang mana ada yang bisa dipercaya, sekarang lu berikan atau gue telepon polisi dengan dakwaan perbuatan tidak menyenangkan. "ancam Keken

Mau tak mau Farah segera melepaskan cincin tersebut dan memberikannya pada Keken, mendengar kata polisi membuat dirinya enggan berurusan dengan pihak berwajib yang sudah pasti akan membuang waktu dan biaya untuknya.

" Jaga baik-baik cincin itu, aku pasti akan mengambilnya kembali.Ini nomer ponselku, nanti aku cicil setiap bulannya." Farah tampak sedih saat mengucapkannya, entah berapa lama ia harus mencicilnya.

"Cih! Ini pasti bukan berlian yang mahal, dijual aja paling laku murah. Jadi, siapkan uangmu untuk membayarku!"

" Tidak perlu menghina seperti itu, walaupun cincin itu bukan berlian tapi cincin itu sangat berharga untuk temanku, kamu tidak perlu sombong! " seru Vania, ia begitu geram karena pria arogan di depannya begitu menyebalkan.

Keken hanya memutar bola matanya dengan malas, ia tidak ingin berlama-lama di tempat ini.

" Jangan lupa dicicil, semakin lama kamu membayarnya maka akan ada bunga berjalan dan bisa saja cincin ini aku jual." teriak Keken sebelum masuk ke mobil sportnya.

"Bangs*t lu...!!" teriak Vania

Farah merasa tersulut dengan kata-kata bunga berjalan dan cincin yang akan dijual jika tidak dibayar. Ia melemparkan kanebo basah bekas cucian mobil kearah ke pria gila itu. Dengan cepat dan tepat kanebo mendarat dengan sempurna di wajah tampan Keken.

"Woi...!! Brengsek lu!" teriak Keken, ia tidak terima wajah tampannya dilempar sebuah lap basah.

Farah bergegas masuk ke dalam rumah dan diikuti Vania yang berlari kencang, umpatan keras dari Keken terdengar hingga ke dalam rumah.

"Gue rasa lu lagi kagak waras Dip." Vania terengah - engah mencoba mengatur nafasnya

"Ya, aku pasti sudah gila. Pria itu pasti akan membunuhku jika bertemu, tamatlah riwayatku."

Bab 2 ( Dua cewek stress)

Keken

Ia memukul setir mobilnya dengan keras, raut wajahnya begitu kesal karena dirinya basah kuyup dan bau sabun. Ia tidak menyangka hari ini akan bertemu dengan dua gadis gila yang membuat harga dirinya jatuh. Hari sial baginya.

Saat ia memutari komplek perumahan, Keken tidak sengaja melihat dua orang gadis yang sedang membersihkan mobilnya. Terlihat dari jauh dua orang gadis itu lumayan cantik menurutnya. Niat hati ingin bertanya alamat Michelle sekaligus mencoba tebar pesona, namun kini dirinya harus menanggung malu.

Dan yang lebih menjengkelkan bagi Keken saat salah satu gadis itu menyamakan dirinya dengan tukang kredit dan menganggap semua barang yang menempel pada tubuhnya tidak original apalagi saat ia meminta ganti rugi sang gadis bertanya itu uang atau daun ditambah dirinya dilempar dengan kanebo basah bekas cucian mobil, sungguh sangat tidak terduga. Ini pertama kalinya Keken mendapat malu yang luar biasa. Andai saja dua gadis itu tidak berteriak dan membuat beberapa orang tetangganya keluar rumah pasti ia akan menyeret mereka ke kantor polisi.

"Dasar gadis gendeng! Beraninya melempar wajahku dengan kanebo basah. Awas aja nanti, tunggu pembalasan dariku!"

"Drt... Drt..." ponsel Keken berbunyi disaat hatinya masih dalam keadaan kesal dan marah. Satu panggilan dari Michelle.

"Sayang kamu dimana?" tanya Michelle

" Aku tidak jadi ke rumah kamu, ada sedikit kecelakaan."

" Kok bisa? Kecelakaan dimana? Kamu baik-baik saja kan sayang? Apa kamu perlu ke rumah sakit, aku akan mengantarkanmu, kamu dimana?" tanya Michelle bertubi-tubi

" Tidak apa-apa sayang, kamu tenanglah aku baik-baik saja. Hari ini aku badmood, tolong jangan telepon aku. "

" Tut... Tut.. Tut... " sambungan telepon terputus begitu saja.

Michelle hanya bisa menghela nafas panjangnya, sikap Keken yang keras tidak mungkin dia lawan. Dan ini jugalah yang membuat Keken betah berhubungan dengan Michelle, wanita itu yang selalu mengalah dan mengerti dengan sikapnya yang terkadang cepat berubah.

Keken pulang ke apartemennya dan melihat ibunya yang sedang memasak di dapur miliknya. Keken melihat jam tangannya, tidak seperti biasanya Mommy Imelda datang di hari Sabtu.

"Kamu kenapa berantakan seperti itu?" tanya Mommy Imel, ia menghampiri Keken yang sedang duduk membuka sepatunya.

"Ada dedemit gila Mih." ucapnya pendek

Mommy Imelda mengerutkan dahinya mencoba mencerna jawaban anaknya.Dedemit cantik? Ia menggulum senyum, anaknya tak pernah bersinggungan dengan wanita. Itu sudah pasti.

"Dedemit jelek mih, jelek banget malah. Dedemit paling jelek selama Keken hidup di dunia ini!

Imelda tersenyum melihat anaknya yang begitu kesal saat mengatakan nya," Ayo kita makan, Mommy sudah buat makanan untukmu. "

" Mommy ada apa kesini? Keken tidak menjawab pertanyaan ibunya, ia selalu to the point. Pasti ada hal penting yang ingin mommy tanyakan padanya karena Imelda bukan orang yang suka membuang waktunya.

" Tanya kek kabar Mommy atau Papi. Kamu selalu begitu tidak perhatian sama kami. " Imelda pura-pura cemberut

" Mami tidak usah basa-basi aku, ini bukan sifat Mommy yang sok-sok an merajuk, pasti Mami kesini ada alasan tersendiri. Ada apa Mih? Keken yang tahu sifat ibunya yang selalu tegas dan tidak bisa basa-basi kini hanya bisa menghela nafas panjangnya.

" Sudah putus sama Michelle? Mommy tidak mau kamu dengannya." raut wajah Imelda berubah serius dan ini adalah sifatnya yang asli.

"Belum."

"Putuskan dia, cari gadis yang baik dan menikahlah. Cari gadis yang sesuai dengan kriteria Mommy, kamu pasti tahu kan. Tidak perlu membuang waktu dengan gadis itu, cari yang seiman Ken. Kalau si Michelle mau mengikuti agama kita, Mommy tidak masalah. Tapi sepertinya itu tidak mungkin karena tuan Michael tidak akan merestui kalian. " Imelda tahu betul sosok dari ayah Michelle yang tegas dan tidak mau dibantah dan Imelda menyadari anaknya tidak akan mungkin bisa bersama dengan Michelle karena perbedaan keyakinan.

" Aku tidak mau putus dengannya Mih."

"Keken,mau berapa banyak wanita yang ingin kamu pacari. Sudah cukup Nak! Jangan pikir Mommy tidak tahu kelakuan kamu di luar sana!" Imelda menaikkan pita suaranya karena geram

"Kamu penerus keluarga kita, penerus dari DaFe properti. Ingat, tindak tandukmu akan selalu disorot orang banyak. Mommy tidak ingin mendengar kamu menghamili anak orang, kalau kamu mau menikahlah sekarang juga."

" Aku tidak mungkin menghamili anak orang Mih, mami tenang saja sih! " kekeh Keken dengan tenang

Imelda mencubiti tubuh anaknya dengan gemas." Kamu itu kalau dikasih tahu selalu ngeyel, kamu pikir dengan memakai pengaman semuanya bisa aman gitu saja!"

"Ishh.. Ampun mih, sakit." desis Keken, " Aku cuma icip - icip doang. Mereka saja yang menawarkan diri." Dan Keken mendapatkan pelototan dari sang mommy .

"Jika kau berani menghamili seorang gadis, pergi dari mansion ini!" ancam mommy Imelda. " Jangan pernah berharap bisa kembali dengan kehidupanmu yang layak, semua fasilitas dan uangmu akan dibekukan, kamu dimiskinkan!"

" Belajarlah bertanggung jawab, bekerja yang serius jangan bercanda terus Ken. Capek Mami sama kamu, kita sudah tua hanya kamu harapan kami."

" Kan ada Inha. " celetuk Keken

" Inha anak tante Navysah, dia memang sudah Mami anggap anak Mommy tapi kamulah anak kandung Mommy. Semua harta Mommy akan menjadi milikmu, Inha hanya sebagian kecil. "

" Tapi Mommy selalu menyayangi dia daripada aku! " jiwa iri Keken kembali muncul

"Karena dia penurut, pintar, bisa diandalkan dan mandiri tidak seperti kamu yang pecicilan dan gila dengan banyak wanita!"

"Kamu harus tahu cari uang itu susah, dan ini semua salah papah karena terlalu memanjakanmu. Pokoknya Mommy tidak mau tahu, kamu harus berubah lebih bertanggung jawab tidak hanya menghambur - hamburkan uang saja!"

"Mungkin kalau kamu menikah bisa insyaf seperti Fafa, Mommy lihat sejak dia menikah dengan Hanin si Fafa berubah."

"Berubah jadi superman atau batman!" kelakar Keken dengan kesal.

"Mommy tahu, Fafa memang berubah menjadi lebih bertanggung jawab tapi itu dengan istrinya bukan dengan perusahaan. Makanya Mommy turun ke lapangan, lihat yang bener jangan hanya pakai kacamata kuda."

Imelda kembali mencubiti lengan anaknya.

"Ya sudah, kamu menikah saja agar terhindar dari dosa. Malu masa predikat Pangeran Modosa selalu menempel padamu!, bikin dosa terus kapan insyaf nya."

" Nggak, Keken belum mau menikah. Yang ada nanti seperti si Fafa, ogah! " Keken mengedikan bahunya, membayangkan sepupunya yang selalu menuruti semua keinginan istrinya membuat dirinya geli dan menurutnya tidak masuk akal.

" Besok coba ketemuan ya sama anak temen Mommy . Dia lulusan Harvard, anaknya cantik, putih. Sesuai tipemu dan yang terpenting dia penerus dari salah satu stasiun televisi ternama dan pemilik perkebunan sawit di Kalimantan.

" Keken tidak mau! Wanita yang selalu Mommy kenalkan selalu berkelas,tetapi mereka lebih keras kepala dan sombong dari Keken. Satu lagi, mereka AMBISIUS oh No!"

" Lalu kamu maunya wanita seperti apa? Mommy tidak menerima wanita kelas bawah yang tidak punya bakat. Kamu anak mommy satu-satunya masa mau menikah asal-asalan. "

" Mami tenang aja, yang pasti nantinya istri Keken pilihan terbaik. " Keken membuka kemejanya dan menaruhnya di keranjang baju kotor.

" Amin...!!!"teriak Keken pada pembantunya

" Iya Den. " Amin buru - buru menghampiri majikannya dengan cepat, ia takut andai telat sedikit Keken akan mengomeli dirinya dengan keras.

" Buang semua pakaian dan celana ini, sepatunya kamu laundry ke tempat langganan. Ngerti?!"

"Baik Den." jawab Amin, "Maaf Den daripada baju ini dibuang buat anak saya boleh?" tanyanya

"Boleh, terserah lu mau diapain!"

"Alhamdulillah, barang bagus lagi sayang kalau dibuang hihihi." Selama ini Amin selalu mendapatkan pakaian yang tidak digunakan oleh Keken, ia selalu melaundry dan memberikan pakaian untuk anaknya yang terkesan baru padahal itu bekasan dari majikannya.

Imelda hanya menghela nafas panjangnya, sifat anaknya tidak pernah berubah. Pakaian yang Keken tidak sukai pasti untuk asisten rumah tangga. Keken tidak pernah pelit.

" Keken, ingat! Jika kamu menghamili anak orang, kamu tahu konsekuensinya kan. " Imelda berkata dengan tegas pada anaknya yang hampir masuk ke dalam kamar mandi.

" Iya mommy, aku akan selalu ingat. Mommy akan mengusirku dari apartemen, tidak memberiku uang sepeser pun dan mencoretku dalam kartu keluarga. "Keken selalu mengingat ancaman ibunya yang selalu dikatakan berulang - ulang namun baginya hanya masuk ke telinga kiri keluar ke telinga kanan. Masa bodo.

" Bagus , kalau begitu Mommy pulang dulu. Jangan lupa dimakan sayurnya. "

Keken hanya mengangguk patuh pada ibunya dan masuk ke dalam kamar mandi.

Disisi lain,

Disebuah Mall di Jakarta Utara,

Terlihat dua orang gadis yang terduduk lemas setelah menghabiskan semua makanannya. Mereka terlihat muram seolah tidak bertenaga. Kejadian tadi sore seperti mimpi bagi mereka. Tidak ada satu jam bertemu dengan pria asing yang datang ke rumahnya, kini mereka harus kehilangan puluhan juta untuk membayar ganti rugi atas apa yang telah mereka perbuat.

"Hari ini beneran apes banget, dapat uang tiga ratus ribu dari cuci mobil tapi aku harus membayar dua puluh juta pada pria gila itu." Farah merebahkan kepalanya di meja restoran

"Bener, kok kita hari ini sial banget! Dua puluh juta, kita bagi dua karena salahku juga. Aku sudah bilang Mommy, dia akan pinjemin kita uang dan nantinya dibayar dengan cara dicicil. Uangku sudah habis Dip, buat beli mobil." Vania ikut merebahkan kepalanya di meja

" Yang bikin mumet itu cicilannya. Beli barang kagak setor iya. Mana si Aisyah minta beli sepatu lagi. Terpaksa deh beli di pasar saja yang murah dan aku harus kerja lebih keras untuk membayar hutang. "

" Kamu tenang saja, mommy orangnya santai." Vania mencoba menguatkan dan memberi semangat pada Farah

" Aku tahu, tapi namanya hutang harus dibayar. Dan si pria gila itu tidak memberiku nomer telepon, aku harus menunggu dia meneleponku dulu. "

" Semoga Hilman tidak tahu kalau cincin pertunangan kita disita pria itu." sambung Farah lagi

"Farah lu beneran tahun ini nikah sama si Hilman?"

"Insya allah akhir tahun ini, emang kenapa?"

"Wow... yang mau jadi nyonya Hilman, ntar gue nyumbang deh. Nyumbang bra bolong satu lusin, hihihi..." kelakar Vania

Farah menonyor kepala Vania, "Nyumbang yang bermanfaat, masa bra bolong sih!"

"Eh! PE'A bra bolong juga bermanfaat, lu tinggal nyoh... nyoh... nyoh tanpa buka pengait. Tinggal sedot si Hilman langsung kenyang deh minum s*su dari pabriknya" Mulut Vania tanpa filter, hingga beberapa orang melirik kearahnya.

"Kecilin suara lu s*tan!" Farah mencubiti tangan Vania dengan gemas

"Ampun Samsonwati, tangan lu ada sengatan listrik bikin sakit tangan gue." Vania selalu meledek Farah dengan sebutan Samsonwati karena Farah selalu semangat dan seolah tidak pernah lelah dalam bekerja.

"Si Hilman udah nyicipin pabrik s*su belum?" goda Vania kembali

"Lu kira si Hilman pria brengs*k yang suka icip-icip. Dia kagak berani macem-macem sama gue. Prinsipnya sebelum halal dilarang untuk mencoba, dia pria baik."

" Bagus tuh si Hilman belum nyicipin pabrik s*su, kalau dia udah nyicipin pasti gumoh. Nen lu bikin kenyang, hihihi... "

" ****** emang lu, cewek gendeng!! " Farah menjitak kepala Vania karena gemas

" Gue sexy gaes, makanya gue ogah pakai pakean ketat takut para lelaki pada khilaf. Mendingan gini pada kaos longgar jadi mata mereka kagak jelalatan. "

" Bagi buat gue setengah Dip! " Vania merem*s buah d*da Farah dengan gemas

"Awww... sakit Vania, berani nya remes-remes entar merembes nih." kelakar Farah sembari berakting kesakitan.

"Dih apaan,sih bikin gue gemes!" Vania kembali menoyor kepala Farah. "Lu kadang pinter, kadang polos nya kebangetan. Eh, lu tau nggak itu si pria geblek tadi sore beneran orang kaya tahu."

"Seriusan lu?"

"Iya lu tahu kan, ilmu ekonomi gue tingkat tinggi. Otak matematika gue langsung bekerja menghitung semua brand yang menempel pada tubuh dia. Luar biasa, itu beneran original no KW KW kayak si Aldi!"

"Wah, tamat riwayat gue mana udah gue lempar pake kanebo tuh cowok. Biaya laundrian dia pasti mahal, jangan - jangan lebih dari dua puluh juta." Farah menepuk dahinya, ia membayangkan berapa banyak lagi uang yang harus ia keluarkan untuk membayar ganti ruginya.

" Nyesek banget ya, uang sebanyak itu cuma buat ganti rugi . "

" Lu mah enak Van, tinggal minta Mommy. Kalau aku harus bekerja keras lagi. " Farah menghela nafas panjangnya

"Hari ini gue mau pulang ke rumah, Aisyah tadi telepon dia tanya sudah beli sepatu belum." sambung Farah lagi

"Capek deh, kalau aku jadi lu. Gue nggak bakalan masuk ke rumah neraka itu lagi, apalagi ketemu ibu tiri lu itu ih Najis!" ucap Vania dengan kesal. " Lu juga jangan terlalu baik sama adik tiri lu sih, mereka itu kan anaknya mak lampir kalau mereka butuh apa-apa ya mintalah sama emak bapaknya, bukan ke lu. Sudah saatnya lu bahagia Dip. "

" Adik tiriku tidak tahu apa - apa dan mereka sangat baik kepadaku walaupun wanita itu selalu menyebalkan dan ayah selalu saja diam, terkadang aku heran aku ini anak kandung ayah atau anak tirinya. " Farah menghembuskan nafas kasarnya, membayangkan masuk ke dalam rumah ayahnya sendiri seolah masuk ke dalam neraka. Setiap hari hanya ada teriakan dari ibu tirinya yang menunjukan ketidaksukaanya padanya. Farah juga harus berhenti kuliah karena tidak ada biaya dan dukungan dari keluarganya. Ia seolah mesin pekerja yang harus menafkahi keluarga. Penghasilan dari sang ayah yang bekerja di swasta seolah tidak pernah cukup untuk menghidupi keluarganya, ibu tirinya seolah tidak pernah bersyukur dengan hasil yang selalu ayah dan Farah berikan untuknya.

" Andai ibu masih hidup, pasti aku tidak akan seperti ini ya Van." Farah mulai berkaca-kaca mengingat almarhum ibunya yang telah meninggal.

"Kamu tidak usah sedih, masih ada aku dan Mommy. Kita sudah seperti keluarga, Mommy juga sayang sama kamu. Kalau kamu butuh sandaran, rumahku terbuka untuk kamu Dip." Vania merasa prihatin, kisah hidup dari Farah begitu menyedihkan. Ibunya meninggal karena kebakaran di tempat tinggalnya yang dahulu, saat itu Farah berusia enam tahun. Dan ayahnya menikah dengan wanita lain dan memiliki dua anak Fadil dan Aisyah.

Fadil kini duduk di bangku sekolah menengah atas sedangkan Aisyah duduk di sekolah dasar kelas lima. Ayah Farah tidak terlalu peduli dengan kehidupan Farah, ia seolah lepas tangan. Sejak kematian ibunya, sang ayah depresi dan mulai tidak peduli dengan Farah. Maka dari itu Farah harus menghidupi dirinya sendiri, mencari uang untuk dirinya tanpa mengandalkan bantuan sang ayah.

"Kita keliling yuk, cari sesuatu yang enak daripada disini. Tuh, lihat Om Om disana dari tadi liatin kita mulu."

"Dih Najis! Sudah tua bangka genit pake acara kedipin mata lagi!" Farah melihat pria itu yang sedang tersenyum dan mengerlingkan mata dengannya

" Ayo kita pergi, gue mencium bau tanah kuburan. Ini nih sebentar lagi ada tua bangka yang bakalan dikubur disini nih! "Vania sengaja mengeraskan suaranya hingga beberapa orang kembali melirik kearah mereka.Termasuk pria paruh baya itu.

" Kalau sudah tua banyakin zikir ya Van bukan nya jelalatan. "timpal Farah

Mereka hanya menahan senyum saat pria paruh baya itu salah tingkah dan berusaha untuk pindah tempat duduk. Sudah pasti ia mendengar sindiran mereka yang terang-terangan. Dasar dua cewek stres.

Bab 3 ( Pulang ke rumah)

Pukul sepuluh malam Farah tiba di rumah milik orangtuanya di daerah kemayoran. Sebenarnya ia enggan untuk datang kesana namun karena dirinya kangen dengan kedua adik tirinya dan sudah berjanji untuk menginap, maka ia terpaksa datang.

Berulang kali Farah mengetuk pintu rumahnya namun tidak ada jawaban dari dalam rumah, ia pun duduk di teras dan menelepon adiknya. Tidak ada jawaban.

Ia melihat sebuah sepeda motor yang ternyata dikendarai adik dan ayahnya kini masuk ke dalam halaman. Farah pun merasa lega karena hampir saja ia berencana untuk pulang.

"Kakak, sudah lama menunggu? Tadi adek sama bapak beli martabak dulu. Kok kakak tidak masuk kan di rumah ada ibu dan Aisyah." Fadil mencium takzim tangan kakaknya. Walaupun ia adik tiri namun sikapnya selalu hangat terhadap Farah. Hanya kepada Farah, Fadil mencurahkan segalanya, sedangkan pada orangtuanya Fadil tidak berani bicara dari hati ke hati karena sudah dipastikan ibunya tidak memberi solusi malah akan menambah beban dengan teriakan nya. Sedangkan ayah, ia jarang sekali berada di rumah karena sibuk bekerja.

" Baru lima belas menit, mungkin ibu dan Aisyah sudah tidur, sejak tadi kakak panggil tidak ada jawaban." Farah mendekat kearah ayahnya dan mencium takzim. Walaupun hubungannya tidak terlalu baik, Farah masih punya sopan santun untuk menghormati ayahnya.

"Bapak sehat?" tanya Farah

"Hmm..., masuklah" hanya itu yang pak Ilham katakan. Sudah seperti biasanya ia tak banyak bicara ataupun sekedar basa - basi.

"Bapak beli apa?" tanya Farah lagi, ia melihat bungkusan yang bapak bawa

"Martabak dan baso." jawabnya singkat, " Ayo kita makan."

Tak terduga ibu tirinya membuka pintu dan ternyata ia belum tidur. Ia sepertinya sengaja agar Farah menunggu lebih lama di luar teras. " Oh kamu datang?" ucapnya dengan sinis.

Farah hanya tersenyum kecut, ia sudah biasa mendapatkan sambutan dengan nada tidak menyenangkan oleh ibu tirinya.

" Bawa piring bu, kita makan sama - sama?" pinta pak Ilham

"Sama dia juga?" bu Yanah masih bicara dengan nada sinis dan melihat Farah dengan kebencian.

" Tidak usah memikirkan aku, aku tidak lapar." Farah hanya menghela nafas panjangnya, ia berjalan masuk ke dalam kamarnya.

"Farah, kemarilah duduk bersama bapak sekarang. Kita makan bersama." pinta pak Ilham lagi

Farah menuruti permintaan ayahnya dan duduk di seberang. Seolah orang asing, mereka pun canggung untuk duduk bersama.

" Kalau mau minum ambil sendiri, disini tidak ada tamu. Masih tahu kan dimana letak dapurnya. " bu Yanah membuka martabak di piring sembari melirik anak tirinya.

" Tentu aku masih tahu dimana letak dapurnya, karena aku anak ayah bukan TAMU. " Farah sengaja menekankan kata terakhir

" Ingat yah, pernikahan kamu jangan terlalu memberatkan kami selaku orangtua. Kamu pasti punya tabungan kan untuk nikah."

Bu Yanah menatap kesal kearah Farah, ketidaksukaanya pada anak tirinya itu terlihat begitu jelas. Farah pun begitu heran, apa yang menyebabkan ibu tirinya itu tidak suka padanya padahal sejak dulu Farah tidak melakukan suatu kesalahan yang fatal.

" Tante tidak perlu khawatir, pernikahanku akan dilakukan sederhana. Aku akan berusaha mendanai pernikahanku sendiri bukan dari uang ayah."

"Ibu masuklah, bawa satu martabak ini ke dalam. Makanlah disana." perintah pak Ilham pada istrinya

"Tapi Pak?"

"Jangan membantah!" tegas pak Ilham, matanya kali ini berani menatap tajam sang istri yang menurutnya sudah kelewatan.

Dengan terpaksa dan malas bu Yanah masuk ke dalam dapur sesuai perintah suaminya.

" Fadil, ikutlah bersama ibu. Bapak ingin bicara dengan kakakmu."

"Ah, bapak nggak asyik. Fadil kan kangen sama kak Farah." dengan mengerucutkan bibirnya Fadil masuk ke dalam dapur mengikuti sang ibu.

"Makanlah." pak Ilham menatap putrinya yang sedikit kurus. Tidak seperti tiga bulan yang lalu, Farah terlihat segar dan sehat.

Farah mengambil satu potong martabak keju kesukaannya. Ia melahapnya dengan cepat.

"Makan yang banyak, jangan pedulikan ucapan ibumu itu."

Pak Ilham tahu anaknya sangat menyukai keju, saat ia mendengar dari Aisyah bahwa Farah akan datang menginap ia sengaja membeli makanan untuk anaknya.

"Bapak tidak makan?" Farah masih mengunyah kembali beberapa potong martabak.

"Bapak sudah kenyang."

" Jadi menikah tahun ini dengan Hilman?" tanyanya

"Jadi pak, insyaallah akhir tahun ini."

" Sudah ada persiapan?"

" Masih mempersiapkan segalanya, do'akan saja semoga lancar. Bapak tidak perlu khawatir, Farah tidak akan membebani bapak untuk urusan uang. Farah hanya butuh bapak sebagai wali Farah."

Pak Ilham hanya tersenyum kecut, ingin rasanya dia membelai rambut anaknya namun hubungan yang sejak dulu tidak baik membuat dirinya enggan. Ia sadar diri, semuanya terjadi karena sikapnya yang dulu tidak pernah hangat pada Farah hingga anaknya tumbuh mandiri, kurang kasih sayang dari orang tua. Sosoknya sebagai seorang ayah tidak pernah ada disaat anaknya membutuhkan dan sekarang hanya penyesalan yang tersisa.

Ada satu hal penting yang ingin pak Ilham katakan pada anaknya, namun melihat wajah Farah yang saat ini masih tidak bersahabat dan melihat istrinya yang belum tidur, kini ia urungkan.

"Maaf, ayah bukan seorang ayah yang baik untuk kamu." satu kalimat yang membuat Farah menoleh kembali kearah ayahnya. Sejak dulu, tidak pernah satu kali pun ayahnya meminta maaf padanya.

" Sejak dulu, Ayah kurang memperhatikan kamu hingga kamu tumbuh menjadi gadis yang keras kepala dan mandiri. " lanjutnya lagi

" Ayah berharap Hilman akan menjadi imam yang baik untuk kamu, ayah yakin dia bisa memberimu kabahagiaan yang tidak pernah bisa ayah beri untukmu. "

" Apa aku tidak salah dengar? Ini beneran ayah? " Farah tersenyum sinis, ia tidak menyangka ayahnya akan meminta maaf tentang kesalahannya selama ini.

" Ayah, sampai detik ini Farah masih bingung. Kenapa ayah sejak dulu tidak menyukaiku, ibu tiriku juga membenciku. Apa salahku yah? Selama ini aku tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari orangtua dan hanya tante Nana yang sayang denganku. Kenapa yah, kenapa aku tidak pernah mendapat dukungan darimu bahkan untuk aku hidup aku harus mencari makan sendiri dan pergi dari rumah ini. "Farah mencurahkan segala kerisauan hatinya selama ini. Beban yang mengganjal dihatinya kini terasa sedikit berkurang.

" Maaf... " hanya satu kata yang keluar dari mulut sang ayah." Suatu saat kamu akan tahu yang sebenarnya. "

" Apa yah? Katakan padaku!" pinta Farah. Namun mata pak Ilham melirik kearah dapur, istrinya pasti sedang mencuri dengar.

" Aku rasa pembicaraan ini tidak akan pernah selesai, toh ayah tidak akan memberikan aku penjelasan apapun." Farah bangkit dari tempat duduknya dan masuk ke kamarnya sendiri.

Pak Ilham hanya menghembuskan nafas panjangnya, hubungannya dengan Farah sangat buruk bahkan anaknya selalu menganggap dirinya ayah yang tidak baik dan ia mengerti kenapa Farah bersikap seperti itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!