Tok ... tok ... tok!
"Mas Arga, tolong buka pintunya. Itu pasti Mona," ucap Risa kepada Arga, suaminya yang saat itu sedang asik memainkan ponsel sambil rebahan di atas sofa. Sementara Risa sendiri tengah sibuk mengurus bayi perempuannya yang baru berusia satu minggu.
"Ah, baiklah-baiklah." Dengan raut wajah yang sedikit kesal, Arga bangkit dari posisinya. Ia berjalan menuju pintu utama sambil menenteng hape kesayangannya itu.
Ceklek!
Pintu pun terbuka dan tampaklah seorang gadis cantik berusia 20 tahun yang bernama Monalisa atau yang biasa dipanggil Mona. Adik angkat Risa.
Mona tersenyum manis ketika mengetahui siapa yang sedang berdiri di hadapannya. Seorang lelaki tampan, berkulit putih dan memiliki bentuk tubuh yang sempurna.
Arga pun membalas senyuman Mona sembari menelisik penampilan gadis itu. Tubuhnya yang tinggi semampai dengan beberapa bagian yang tampak lebih menonjol dan membuat mata lelaki mana pun tak tahan untuk tidak meliriknya, termasuk Arga. Dress sifon mini yang ia gunakan berhasil menambah kesan seksi pada gadis itu.
"Mas Arga, Mbak Risa ada?" tanya Mona berbasa-basi.
Arga tersentak kaget. "Ah, ya! Masuklah, Mona. Mbak-mu ada di dalam. Lagi dandanin Lily yang baru aja selesai mandi," jawab Arga sembari membuka pintu rumahnya lebih lebar lagi.
"Wah, benarkah? Hmm, pasti cakep nih ponakan Tante," sahut Mona dengan begitu antusias memasuki rumah sederhana milik Arga dan Risa.
Setelah Mona masuk, Arga pun segera mengikuti langkah gadis itu dari belakang dan berjalan menuju kamar utama, di mana Risa tengah sibuk mendandani bayi mungilnya.
"Risa, ini Mona. Dia sudah datang," ucap Arga dengan setengah berteriak memanggil istrinya.
"Ah, iya. Masuk saja, Mona. Mbak di dalam kamar," sahut Risa dari dalam kamar utama.
"Nah, Mona. Masuklah." Arga mempersilakan Mona untuk masuk ke dalam kamar utama, kamarnya bersama Risa.
"Aku masuk dulu ya, Mas," ucap Mona kepada Arga yang masih berdiri di ambang pintu.
"Ya."
Setelah Mona masuk ke dalam ruangan itu, Arga pun kembali ke ruang televisi dan rebahan di atas sofa sama seperti sebelumnya. Kebetulan hari itu adalah hari minggu, di mana Arga bisa bersantai di rumahnya.
"Mbak Risa," sapa Mona sembari duduk di samping Risa yang masih sibuk dengan bayinya.
Mona menoleh sebentar sambil tersenyum kemudian kembali fokus pada bayinya.
"Mbak. Mbak tidak marah 'kan aku tinggal di sini untuk sementara waktu? Sebelum aku mendapatkan pekerjaan, aku bisa membantu Mbak merawat Lily," ucap Mona sambil memperhatikan ekspresi Risa. Kakak angkatnya.
Risa tersenyum tipis. "Memangnya siapa yang marah, Mona? Lagi pula ibu pun sudah bilang sama Mbak bahwa kamu akan tinggal bersama kami untuk sementara waktu."
Mona menghela napas berat. "Tapi aku merasa tidak enak saja, Mbak. Kan nantinya aku malah menambah bebannya Mas Arga. Biaya yang kalian keluarkan akan semakin banyak karena aku tinggal di sini," tutur Mona yang tampak serba salah.
Risa kembali tersenyum kemudian menatap adik angkatnya itu dengan seksama. "Tidak usah kamu pikirkan soal itu. Mbak sudah beritahu Mas Arga dan Mas Arga sama sekali tidak keberatan," jawab Risa.
Mona tersenyum lagi. "Syukurlah kalau begitu."
"Oh, ya, Mona. Sebaiknya kamu letakkan barang-barang bawaanmu ke kamar kosong yang ada di sebelah kamar Mbak. Kamu bisa tidur di sana sekarang," ucap Risa.
"Ehm, baiklah. Lagi pula aku juga ingin ganti pakaian karena dress ini bahannya panas dan bikin gerah," sahut Mona sambil tertawa kecil memperlihatkan mini dress dari kain sifon yang saat ini ia kenakan.
Risa tersenyum kecut tanpa berkeinginan menimpali ucapan adik angkatnya itu. Sebenarnya Risa agak risih karena pakaian Mona saat itu terlalu minim buatnya. Namun, dia ragu untuk memberitahu. Takut Mona malah tersinggung.
Mona melangkah keluar dari kamar Risa kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari letak kamar kosong yang dikatakan oleh Risa barusan. Arga memperhatikan itu. Ia pun bangkit dari sofa kemudian berjalan menghampiri Mona.
"Ada apa, Mona?" tanya Arga.
"Kata Mbak Risa kamarku ada di sebelah. Sebelah mana, ini atau ini?" tanya Mona sembari menunjuk ke arah dua buah ruangan yang ada di sisi kanan dan kiri kamar utama.
"Oh, itu. Sini, biar aku antar." Arga meraih tas jinjing berisi pakaian milik Mona kemudian menuntunnya ke kamar kosong yang memang sudah dipersiapkan oleh Risa untuk adik angkatnya itu.
"Ini kamarmu. Sengaja dikasih yang dekat sama kamar kami. Jadi, jika kamu atau Risa butuh sesuatu, kalian tinggal panggil saja," jelas Arga seraya membuka pintu kamar itu.
"Oh, terima kasih banyak, Mas Arga. Maaf, sudah merepotkanmu," ucap Mona sambil mengikuti langkah Arga yang kini sudah memasuki ruangan itu kemudian meletakkan tas jinjing bawaan Mona ke atas nakas.
"Itu kamar mandi pribadimu dan ini ...."
Arga tengah asik menjelaskan berbagai fasilitas yang ada di dalam kamar tersebut. Namun, Mona tampak tidak tertarik. Ia sudah tidak tahan dengan dress yang ia kenakan dan ingin segera melepaskannya.
Benar saja, Mona tanpa canggung melepaskan dress-nya. Padahal ia tahu bahwa Arga sendiri masih berada di ruangan itu. Tanpa sengaja Arga berbalik dan kini tatapannya tertuju pada Mona yang hanya mengenakan pakaian dallam untuk menutupi area-area pribadinya.
Arga terpaku dengan mata membulat. Kulit putih mulus itu terpampang jelas di depan matanya. Pemandangan yang sangat indah. Apalagi belahan bulatan kenyal berukuran besar itu tampak begitu menantang untuk di sentuh.
"Maafkan aku, Mas Arga. Aku sudah tidak tahan," ucap Mona tanpa merasa canggung sedikit pun.
Arga menelan salivanya. Hasratnya yang begitu besar terhadap **** kini semakin menggelora. "Ti-tidak tahan, maksudmu?"
"Gerah, Mas. Dress ini kualitas kainnya jelek. Dipake pun panas. Lihatlah, tubuhku berkeringat semua," ucapnya sambil memperhatikan butiran keringat yang keluar dari setiap sisi kulit mulusnya.
Lagi-lagi Arga menelan salivanya. Ingin sekali ia menerkam Mona dan menikmati tubuh seksi dan mulus itu. Apalagi saat ini ia sedang berpuasa. Risa tidak bisa melayani dirinya di atas ranjang sebab baru saja melahirkan bayi perempuan pertama mereka.
Arga menyentuh juniornya yang sudah bangkit dan siap bertempur dalam beberapa ronde, tanpa sepengetahuan Mona. Setelah tersadar, Arga pun segera pamit dan memohon diri dari kamar itu.
"Ehm, sebaiknya aku kembali. Mungkin saat ini Risa butuh bantuanku. Kamu istirahatlah! Kalau butuh sesuatu, panggil saja aku," ucap Arga tergagap-gagap.
"Baiklah, Mas. Lagi pula aku juga ingin mandi. Tidak mungkin 'kan aku mandi ditemani sama Mas Arga, bisa-bisa Mbak Risa marah sama aku." Mona tertawa pelan. "Maaf, Mas. Aku hanya bercanda, jangan dimasukkan ke hati, ya!"
"Ehm, tidak apa-apa." Arga bergegas keluar dari kamar itu untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan.
...***...
Malam pun menjelang.
Risa masih sibuk di dalam kamarnya, mencoba menidurkan bayi Lily. Sementara Arga bersiap menuju dapur. Ia sudah lapar dan ingin makan sesuatu.
"Sayang, aku sudah lapar. Aku makan duluan, ya," ucap Arga kepada Risa.
"Ya, Mas duluan aja."
"Baiklah." Arga pun melangkah ke luar kamar.
Baru saja ia menutup pintu kamarnya, tiba-tiba pintu kamar Mona terbuka. Gadis itu keluar dari kamar kemudian menyapa Arga yang sedang terpana melihatnya.
Bagaimana tidak, saat itu Mona tengah mengenakan lingerie tipis berwarna merah. Bahkan pakaian dallam gadis itu terlihat dengan sempurna di depan mata Arga.
"Eh, Mas Arga."
"Kamu mau ke mana, Mona?" tanya Arga tanpa bisa melepaskan pandangannya ke arah dua buah bulatan kenyal milik Mona.
"Mbak Risa ada? Mau gantiin Mbak Risa jagain Lily, Mas," jawabnya sambil tersenyum manis.
"Ehm, sebaiknya tidak usah. Lily sudah mau tidur juga, kok. Oh ya, ngomong-ngomong aku mau makan malam. Apa kamu mau ikut? Aku tau, kamu pasti sudah lapar," ajak Arga.
Mona kembali melebarkan senyumnya. "Ah, Mas Arga pengertian sekali. Tahu aja kalau aku sudah lapar," sahut Mona sambil mengelus perutnya yang rata.
"Ya, sudah. Yuk, kita ke dapur," ajak Arga sembari meminta Mona untuk jalan lebih dulu menuju dapur.
Mona melenggang lenggok seperti seorang model di depan Arga dan membuat Arga begitu terpesona. Apalagi bokong padat berisi itu tampak menari-nari di hadapannya. Tangan Arga terasa gatal. Ingin sekali ia menyentuh, meremass serta memukul bokong itu.
"Gila bener, kenapa Mona semakin menggairahkan saja," celetuk Arga dalam hati sambil menelan salivanya.
Setibanya di dapur, Arga segera meraih sebuah kursi untuk Mona dan memilih kursi dengan jaraknya yang sangat dekat dengan adik iparnya tersebut.
"Makan malamnya nasi goreng favoritku. Semoga kamu suka," ucap Arga kepada Mona.
"Wah, kenapa bisa kompakan ya, Mas. Makanan favoritku juga nasi goreng dan dari aromanya aku yakin nasi goreng ini pasti enak," sahut Mona dengan sangat antusias.
"Tentu saja, ini masakan Bi Surti. Apa pun yang dia masak pasti enak. Pokoknya tidak rugi gaji Bi Surti kerja di sini. Ya 'kan, Bi?" Arga melirik Bi Surti yang masih berada di ruangan itu.
"Ah, Tuan bisa saja," sahut Bi Surti yang tampak malu-malu.
Makan malam pun dimulai dan Arga tidak hentinya melirik bagian dada Mona yang sedikit terbuka. Kedua buah bulatan kenyal yang masih tertutup braa berwarna senada dengan lingerie itu benar-benar menyita perhatian Arga. Bahkan tanpa ia sadari juniornya bangkit lagi dan perutnya yang tadi kelaparan tiba-tiba terasa kenyang.
"Aku sudah selesai," ucap Arga setelah menghabiskan satu porsi nasi goreng kesukaannya. Padahal biasanya tidak cukup satu porsi.
"Aku juga, Mas. Terima kasih nasi gorengnya," sahut Mona dengan manja.
"Ehm, Mona. Boleh Mas tanya sesuatu?" Arga masih memperhatikan penampilan gadis cantik itu.
"Ya, Mas. Tentu saja boleh," jawabnya sambil mengangguk pelan.
"Kamu sudah punya kekasih belum?" tanya Arga sambil menggoda Mona.
"Dulu sih punya, Mas. Tapi sekarang udah enggak. Aku jomblo! Miris, ya?" sahutnya sambil tertawa pelan.
"Masa, sih? Ah, Mas gak percaya. Secara kamu itu masih muda, cantik, dan juga seksi. Siapa yang tidak mau coba," goda Arga.
Mona tampak tersipu malu. "Kalau Mas Arga mau gak sama Mona? Ya, jika seandainya Mas Arga masih single gitu," tanya Mona sambil tertunduk malu.
"Wah, kamu ini, ya!" Arga bangkit dari posisi duduknya. "Mas mau ke kamar dulu, udah capek," lanjut Arga.
Mona mengerucutkan bibirnya. Ia sedikit kesal karena Arga tidak mau menjawab pertanyaannya. Padahal ia ingin sekali mendengar jawaban langsung dari bibir lelaki tampan itu.
"Ya, sudah. Aku juga ingin beristirahat."
Mona kembali melangkah di depan Arga dan setibanya di depan kamarnya, ia pun pamit.
"Selamat malam, Mas Arga," ucap Mona sambil tersenyum kepada Arga.
"Malam." Arga membalas senyuman Mona.
Mona melenggang masuk ke dalam kamar dan lupa mengunci pintunya. Arga masih bisa melihat apa yang dilakukan oleh Mona di dalam sana di balik sisi pintu yang terbuka.
Sebenarnya Arga berniat masuk ke dalam kamarnya. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti tatkala melihat Mona mulai melepaskan lingerie-nya. Ia melemparkan baju haram itu ke lantai dekat ranjang kemudian menjatuhkan dirinya di atas ranjang dengan posisi terlentang.
Arga terus memperhatikan Mona hingga sesuatu mulai terjadi di ruangan itu. Mona tampak menggeliatkan tubuh sambil meremass kedua bulatan kenyal miliknya sendiri. Mona mendesahh dan terdengar begitu indah di telinga Arga.
"Aakhhh, eummm ...."
Arga menelan salivanya. Juniornya sudah bangkit dan tak terkendali. Dadanya berdebar kencang dan setan di kepalanya mulai menggoda dirinya untuk masuk ke dalam ruangan itu dan membantu Mona meremass bulatan kenyal nan besar.
"Ah, bodoh!" umpat Arga pelan setelah sadar apa yang sudah ia lakukan di depan kamar Mona.
Dari pada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, Arga pun memilih masuk ke dalam kamarnya. Ia melihat Risa masih berbaring di samping bayi Lily yang sudah terlelap. Wanita yang sudah menemani dirinya selama dua tahun itu pun tampaknya sudah tertidur karena kelelahan.
Arga memperhatikan Risa yang tampak kucel. Rambut tak terurus, wajah yang apa adanya, serta daster yang selalu setia menemani istrinya itu baik siang maupun malam.
Tiba-tiba ia teringat akan Mona yang selalu tampil cantik dengan balutan baju seksi, terlebih ketika gadis itu mengenakan lingerie-nya.
"Kenapa semakin hari, Risa semakin kucel, ya? Beda sama adiknya, Mona. Dia benar-benar bisa merawat diri," gumam Arga dalam hati.
Arga menyentuh junior-nya yang masih dalam kondisi on dan siap diajak bertempur. Ia melepaskan piyama tidurnya kemudian menghampiri Risa yang sudah terlelap di samping bayi Lily. Lelaki itu menggoyang-goyangkan tubuh Risa pelan sembari berbisik lembut.
"Risa sayang, bangunlah!"
Risa tersentak kaget. Ia membuka matanya secara perlahan kemudian tersenyum kepada Arga yang sudah bertelanjang dada di hadapannya.
"Ada apa ya, Mas?" tanya Risa sambil mengucek matanya.
"Mas sudah kepengen ini, sudah gak tahan. Coba sentuh ini!" Arga meraih tangan Risa kemudian meletakkannya di atas junior yang masih menegang.
Risa memasang wajah sedih sembari menarik tangannya kembali. "Maafkan Risa, Mas. Risa tidak bisa melayani Mas karena Risa baru saja melahirkan. Mas tahu sendiri 'kan kalau orang yang baru melahirkan itu—"
"Hahh! Sudah-sudah. Baiklah, tidak jadi," kesal Arga sembari membalikkan badannya dan berbaring membelakangi Risa.
Risa berbalik kemudian menatap punggung Arga yang tengah membelakanginya dengan wajah sedih. "Maafkan aku, Mas ...." lirih Risa.
...***...
Arga yang merasa kesal, segera bangkit dari posisinya. Ia meraih piyama tidur yang tadi ia lemparkan kemudian mengenakannya kembali.
"Mas Arga, kamu mau ke mana, Mas?" tanya Risa yang tampak cemas.
"Aku mau cari angin, kepalaku sakit!" sahutnya dengan kasar.
"Mas Arga, aku bisa membantumu dengan cara lain," tawar Risa.
"Tidak perlu!"
Arga pun berlalu. Ia keluar dari kamar dan berniat menuju teras depan untuk mencari angin. Namun, lagi-lagi langkahnya tertahan di depan kamar Mona. Entah kenapa timbul rasa penasaran yang amat sangat besar di hatinya. Ia ingin tahu sedang apa gadis cantik itu di dalam kamarnya.
Perlahan Arga berjongkok kemudian mengintip dari balik lubang kunci yang terdapat di pintu kamar Mona. Dari lubang kunci tersebut, Arga dapat melihat apa yang dilakukan oleh Mona di atas ranjangnya.
"Apa yang dilakukan oleh Mona di sana?" gumamnya yang masih fokus memperhatikan Mona yang sedang bersandar di sandaran ranjangnya dengan tubuh polos.
Mona membuka lebar kedua kakinya. Tangan kanan gadis itu sedang asik memainkan sebuah alat getar di dalam area pribadinya. Sementara tangan kirinya terus meremass bulatan kenyal miliknya. Mulut Mona menganga dengan mata yang terpejam, menikmati sensasi yang diberikan alat getar tersebut. Sesekali ia menggigit serta menjilati bibirnya.
"Akhh ... eumhhh ...." Erangan kenikmatan itu terus keluar dari bibir Mona dan dalam sekejap membuat junior Arga kembali bangkit.
"Ya ampun, Mona! Kamu sungguh menggairahkan," gumam Arga sambil menelan salivanya.
Arga yang sudah tidak tahan, segera melorotkan celananya hingga sebatas lutut. Kini benda tumpul berukuran cukup besar itu mengacung dengan sempurna. Tanpa pikir panjang, Arga menggosoknya dengan cepat sambil terus mengintip apa yang dilakukan oleh Mona di dalam kamar.
"Oh, Mona, kamu cantik sekali," racaunya sambil terus menggerakkan tangannya naik dan turun.
Sementara itu.
"Loh, siapa itu?" gumam Bi Surti sambil memperhatikan Arga yang masih melakukan aktivitas memalukan itu. Menggesek juniornya sambil mengintip ke dalam kamar Mona.
"Ya, Tuhan! Bukankah itu Tuan Arga?" pekik wanita paruh baya itu setelah menyadari siapa yang sedang berjongkok di depan pintu kamar Mona.
"Ya ampun, Tuan Arga! Kenapa Anda melakukan hal yang tak senonoh itu?" lirih Bi Surti sambil berdecak. Seakan tak percaya bahwa majikannya yang terlihat begitu baik itu bisa melakukan hal yang sangat memalukan seperti itu.
Bi Surti bergegas pergi dan kembali ke kamarnya.
"Bagaimana jika Non Risa tahu, pasti akan menjadi masalah besar di rumah ini," gumam Bi Surti sembari merebahkan tubuh lelahnya di atas tempat tidur.
Kembali ke Arga.
Setelah beberapa menit kemudian, Arga pun mengerang pelan. Ia berhasil mencapai puncak kenikmatannya. Setelah cairan kental itu keluar, Arga pun buru-buru menaikkan celananya kembali kemudian bersikap seolah tak terjadi apa-apa.
Arga masuk ke dalam kamarnya dan menyaksikan Risa yang sedang bersandar di sandaran tempat tidur sambil memberi asi kepada bayi Lily.
"Mas," sapa Risa dengan wajah sedih karena sudah membuat suaminya kecewa.
Arga terus melangkah ke tempat tidur tanpa mempedulikan Risa. Ia berbaring dengan posisi membelakangi istrinya. Arga memejamkan matanya dan berpura-pura tidur. Padahal saat itu pikirannya terus tertuju pada Mona.
Setelah kenyang, bayi Lily pun tertidur pulas. Perlahan Risa meletakkan bayi mungilnya ke dalam keranjang yang terletak di samping tubuhnya.
"Mas Arga. Mas sudah tidur?" panggil Risa lagi.
Karena tidak ada jawaban, Risa pun berbaring tepat menghadap punggung Arga. Ia memeluk suaminya itu dari belakang kemudian pergi tidur.
Jika Risa kembali melanjutkan istirahatnya. Namun, berbeda dengan Arga. Lelaki itu kembali membuka matanya dan menatap dinding kamar dengan tatapan kosong menerawang. Ia kembali teringat bagaimana ekspresi Mona di dalam kamarnya.
"Oh, Mona!" gumam Arga dalam hati.
Keesokan paginya.
Setelah mandi dan berpakaian, Arga siap-siap menuju meja makan. Di mana Bi Surti sudah mempersiapkan sarapan untuk mereka.
"Mas, tunggu!" panggil Risa sembari melangkah dengan cepat menyusul Arga yang berjalan menuju dapur.
"Tidak jagain Lily?" tanya Arga tampak acuh.
"Lily sudah tidur dan pagi ini aku bisa nemenin Mas Arga sarapan," ucap Risa sembari memeluk lengan kekar Arga.
Ekspresi Arga masih sama. Ia tampak tak peduli dan terus melangkah menuju dapur. Setibanya di ruangan itu, ternyata menu sarapan mereka pagi ini sudah tertata rapi di atas meja dan siap untuk dinikmati.
Arga duduk di kursinya, sementara Risa sibuk menuangkan nasi serta lauk pauknya ke atas piring kemudian menyerahkannya ke hadapan Arga.
"Ini punyamu, Mas."
"Oh ya, Bi. Mana Mona? Tolong panggil dia dan suruh sarapan bersama kami," titah Arga kepada Bi Surti yang sedang membersihkan alat masaknya.
"Baik, Tuan."
"Oh, astaga!" pekik Risa sambil menepuk jidatnya pelan. "Saking sibuknya sama Lily, aku bahkan sampai lupa bahwa Mona menginap di sini," lanjut Risa.
"Heleh, sama adik sendiri saja lupa. Belum juga tua!" gerutu Arga sembari meraih sendok dan garpu kemudian memulai sarapannya terlebih dulu.
"Maaf," lirih Risa.
Tidak berselang lama, Mona pun hadir di ruangan itu. Masih seperti kemarin, Mona terlihat begitu cantik dan seksi dengan baju super ketat dan rok pendek di atas lutut. Kulit pahanya yang putih mulus, kini menjadi perhatian Arga. Tak ketinggalan, belahan dua buah bulatan kenyal berukuran besar itu.
"Duduklah, Mona." Arga menarik sebuah kursi untuk Mona dan mempersilakan gadis itu untuk duduk di kursi tersebut.
"Terima kasih, Mas Arga." Mona duduk kemudian memulai sarapannya bersama pasangan Risa dan Arga.
Arga memperhatikan kedua wanita yang kini duduk di hadapannya. Risa dengan daster andalannya dan Mona dengan pakaian super ketat serta minim kain favoritnya.
Jika Mona terlihat begitu cantik di mata Arga, beda halnya dengan Risa yang menurutnya semakin hari, semakin kucel. Tanpa make-up dan rambut pun diikat dengan sembarang.
"Ya ampun! Kenapa Risa berubah seratus persen dari Risa yang kukenal dulu. Ya, walaupun Risa tidak seseksi Mona, setidaknya ia masih terlihat cantik dan tidak malu-maluin jika di ajak jalan. Tapi sekarang? Hmmm, jangankan mengajaknya jalan, mengakuinya sebagai istri pun aku tak pede," gumam Arga dalam hati.
Sekarang perhatiannya tertuju pada Mona yang tampak begitu cantik saat menikmati sarapannya. Rambut panjang yang tergerai dengan indah. Wajah cantik dengan sedikit polesan make up, serta wangi dari parfumnya yang begitu manis dan berhasil menggoda indera penciuman Arga.
"Ehm, Non Risa. Sepertinya bayi Lily menangis," ucap Bi Surti kepada Risa yang sedang asik menikmati sarapannya.
"Benarkah? Oh, baiklah. Aku akan ke sana," sahut Risa sembari melepaskan sendok dan garpunya kemudian meninggalkan tempat itu sambil berlari kecil menuju kamar utama.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!