NovelToon NovelToon

ASMARASA

FLASHBACK ASMARA

Ditahun ini aku genap berusia 28 tahun, umur yang matang untuk menjalin sebuah hubungan pernikahan. Seharusnya dibulan ketujuh tahun ini adalah bulan pernikahanku, tapi takdir berkata lain. Dibulan kelima kemarin aku memutuskan untuk membatalkan pernikahanku dengan wanita yang aku cintai selama hampir 6 tahun ini karena beberapa pertimbangan.

Aku sempat down dan mengalami kerugian yang lumayan untukku karena semua sudah dipersiapkan matang-matang, dari gedung, rias dan lain sebagainya. Aku tau saat itu aku akan menyakitinya dan keluarganya, tapi aku yakin keputusanku akan berbuah baik kedepanya bagi kedua belah pihak.

Empat bulan telah berlalu sejak kejadian itu, dia sudah bersama yang lain dan aku juga telah beberapa kali berganti pasangan.

'Beberapa kali berganti pasangan' hal itu yang harus digaris bawahi, aku bukan seorang yang terlalu goodlooking, aku berdarah campuran Jawa-China walaupun tidak terlihat dari fisikku, dan bukan berasal dari keluarga kaya raya tapi memang untuk masalah percintaan kisahku agak sedikit berbeda dengan orang lain disekitarku yang beberapa kali dipenuhi hal-hal mistik dan tidak masuk akal.

Total yang kuingat dan kucatat ada lebih dari 100 wanita yang pernah dekat dan sebagian besar pernah jadian denganku. Satu kali gagal menikah, satu kali gagal tunangan, dan berkali-kali gagal dalam berpacaran. Hal yang aneh memang tapi itu memang benar terjadi di hidupku. Untuk memulai kisah ini aku akan menceritakan semua dari 14 tahun yang lalu, saat aku masih berada di bangku SMP.

Pagi itu di hari senin di tahun 2008, pukul 06.00 wib aku sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Hari itu ada kegiatan upacara di sekolah seperti biasanya, aku harus berangkat lebih pagi karena berjalan kaki menuju sekolah.

"mah berangkat dulu", pamitku kepada ibuku sebelum beliau berangkat bekerja di jam yang sama karena beliau mengajar di kota yang berbeda dengan tempat tinggalku. Ibuku bekerja sebagai seorang guru di sebuah Sekolah Dasar.

"iya hati-hati", ucapnya sembari memberiku uang Rp.2.000,00 sebagai uang sakuku.

Nominal yang tidak besar untuk siswa kelas 8 sepertiku di tahun 2008 itu, tapi aku tak dapat menuntut lebih karena ibuku seorang diri membesarkanku dan adikku yang masih Sekolah Dasar setelah meninggalnya ayahku satu tahun sebelumnya karena sakit keras.

Namaku Ryan, pagi itu aku berseragam SMP dan menggendong tas ranselku aku berjalan ke sekolah, cukup jauh memang harus menghabiskan waktu 30 menit berjalan ke sekolahku tapi aku menikmatinya. Sepuluh menit sudah aku berjalan, hingga sampai dibarat sebuah universitas ada suara yang tak asing menyapaku.

"loh bos, tumben udah sampai sini" , ucap syahrul teman sekelasku yang biasa berangkat bersama, rumahnya tak terlalu jauh dari rumahku hanya sekitar 500 meter.

"yoi bro, mumpung gue lagi semangat sekolah ini wkw" sahutku,

' jakam' julukanku di sekolah waktu itu, sebenarnya bukan aku sendiri yang menamai julukanku seperti itu tapi teman-temanku, karena kelakuanku di sekolah hingga membuatku tak naik kelas dan harus mengulang di kelas yang sama tahun itu. Walaupun ibuku seorang guru, tapi aku tidak bersikap baik seperti kebanyakan anak guru yang lain.

"ga bolos aja bos? gue males banget harus ikut upacara, panas, capek juga" ucap Syahrul.

"enggalah hari ini jatah kelas, gue harus masuk dulu buat ngambil setoran ntar daripada gue gadapet duit" ,

Uang sakuku memang hanya 2.000 rupiah tapi setiap hari aku meminta uang ( malak) teman-temanku dan adek kelas untuk menambah uang sakuku.

"yaudah bos gue temenin masuk dulu kalo gitu, ntar cabut habis istirahat pertama aja".

Sambil berjalan kami bercanda hingga tiba-tiba Syahrul heboh berteriak,

"boss.. boss, itu si Nina"

Kulihat dari kejauhan ada tiga orang kakak kelas perempuan yang aku kenal berjalan bersama, sebenarnya mereka seangkatan denganku hanya saja aku tinggal kelas. Nina, Gina dan Ayu, mereka sebagian dari genk primadona di sekolahku. Sekilas fisik mereka bertiga hampir sama karena selain sudah mengenal makeup dari siswi yang lain, mereka juga masih ada hubungan saudara.

"iya rul, biarin aja kita jalan pelan aja dibelakang mereka, gausah disalip malu aku" ucapku karena minder,

Aku memang menyukai Nina sejak lama. Seorang gadis berparas cantik oriental, berkulit putih dengan rambut berponi menutupi jidat dan lurus pendek sebahu dengan gaya modisnya. Pernah sekali aku mencoba mengungkapkan perasaanku kepadanya, tapi ditolaknya mentah-mentah.

Aku sadar diri hanya seorang anak dari keluarga yang kurang mampu, yang berangkat sekolah saja harus berjalan kaki lumayan jauh. Berbeda jauh bila dibandingkan dengan dia yang berkecukupan dan banyak dilirik cowok-cowok lain disekolah yang memiliki kekayaan lebih.

Ini salah satu alasanku juga untuk berbuat nakal dan onar, karena aku berasal dari keluarga yang kurang mampu aku harus fighting agar bisa dihormati dan tidak diinjak yang lain. Sebenarnya aku bukan seorang yang nakal dari kecil, aku cukup introvert dan pendiam tapi pengalaman pahit dipalak hingga jadi bahan bully sewaktu masih SD menjadikanku harus berubah walaupun itu bertolak belakang dari didikan orangtuaku.

Singkat cerita kami tiba dikelas, aku langsung mengambil sebuah buku tulis dari tas ranselku. Didalam buku itu ada nama teman-temanku dan siswa dari kelas yang lain dan adek kelasku.

Memang agak aneh tapi inilah ciri khasku, buku itu aku pakai untuk memalak uang dari teman-temanku ada nama dan hari dimana mereka harus memberikan setoran uang kepadaku secara sukarela karena takut. Memang agak aneh kelakuanku tapi aku sengaja membuat buku itu seperti buku KAS kelas.

Aku berdiri didepan pintu masuk, saat itu dikelas sudah ada beberapa teman wanita sekelasku juga yang sudah berada dikelas.

Sembari memberikan uang 2.000 "nih buat lo yan" kata Evi, seorang teman sekelasku.

Evi seorang gadis manis memiliki rambut panjang curly selalu diikat dengan ikat rambut berwarna cerah, dengan tinggi sebahuku saat itu dan badan yang proporsional dengan tinggi badanya.

"loh elo gausah vi, kan cuman yang cowok aja", karena memang aku tidak pernah meminta uang ke cewek hanya cowok saja.

"udah gapapa bawa aja, itu memang gue siapin buat kamu" ucap evi sembari tersenyum manis kepadaku melanjutkan tugas piketnya.

Teett.... suara bel berbunyi keras tanda siswa harus ke lapangan untuk upacara. Ternyata jam sudah menunjukkan pukul 07.15, tak sadar aku karena sibuk berdiri bersender di pintu menarik uang dari teman-temanku sebelum mereka masuk kelas.

Belum sempat aku menghitung total uangnya tiba-tiba ada teriakan dari Benny salah satu teman yang benar-benar seperjuangan menurutku karena di tahun ketiga berada disekolah itu dia selalu sekelas denganku bahkan tinggal kelas pun masih sekelas juga.

Apalagi kami beragama minoritas yang saat pelajaran agama juga dipisah dari yang lain, itu cukup menjadikanku secara emosional dekat dengannya walaupun sifatnya berbanding terbalik denganku.

Benny seorang pecandu game online di warnet, dengan badan kurus sedikit membungkuk ketika berjalan, memiliki kulit sawo matang dan tahi lalat agak besar disebelah pelipis kanannya.

"Pak Hendy.. Pak Hendy" ucap Benny agak berlari mendatangi kami,

"yaudah langsung ke lapangan aja!" ucapku yang panik menaruh buku dimeja terdepan dan memasukkan uang hasil palakanku ke saku.

Aku berlari ke lapangan diikuti Benny, Syahrul dan tiga teman sekelasku lain yakni Aji, Andi dan Mark seorang blasteran Indo-Belanda.

Pak hendy adalah seorang guru yang paling kami takuti di sekolah itu, mantan wali kelasku di tahun sebelumnya yang membuatku tidak naik kelas. Aroma parfumnya sangat khas dan kuat, perpaduan melati dan opium. Sebelum kedatanganya aroma parfumnya selalu tercium terlebih dahulu dan itu yang menjadi patokan kami kalau dia berada disekitar situ. Selain dikenal sebagai guru yang sangat paham tentang spiritual, dia juga sering memotong rambut dan menghukum kami yang berdandan tidak sesuai aturan sekolah.

Upacara saat itu dimulai, guru BK berkeliling mengecek satu per satu pakaian siswa. Pertama didatangi selalu kelas D, dan kebetulan kelas kami 8D. Pembagian kelas di sekolah itu menurutku bukan berdasarkan prestasi saja tapi memang berdasar juga kepada sifat siswa.

Kelas A diisi siwa dengan nilai akademis terendah,

Kelas B diisi siswa dengan nilai akademis diatas kelas A,

Kelas C diisi siwa dengan nilai tertinggi seangkatan,

Kelas D diisi siswa nakal dan malas,

Kelas E diisi siswa dengan nilai akademis dibawah kelas C.

Itulah alasan kenapa kelas kami selalu menjadi sasaran guru BK kalau ada razia kedisiplinan.

"Lepasin itu ikat pinggangmu! " bentak bu Ami seorang guru BK disekolah itu, karena aku memakai ikat pinggang dengan gesper MYSEX besar yang sedang hits saat itu. Apalagi rambutku berponi panjang ala emo, tapi masih selamat dari guntingan guru karena tertutup topi yang kupakai saat itu.

"tapi bu ini kalau dilepas celananya melorot karena celananya kegedean" sahutku beralasan karena memang aku memakai celana yang lebih besar agar bisa dipakai agak melorot dibawah pinggang sesuai trend.

"ndak usah banyak alasan! pakai ini dulu nanti pulang sekolah diambil di ruang BK!" kata bu Ami sambil memberikan sebuah tali rafia menyuruhku memakainya.

Aku terpaksa memakainya, sambil ditertawai teman-teman cewek sekelasku. Hanya mereka yang berani menertawaiku saat itu walaupun tidak semuanya, tanpa ada suara tawa dari teman cowokku, karena saat ada teman cowok yang berani tertawa mereka sudah paham apa akibatnya.

Upacara selesai dan kami berjalan kembali ke kelas, saat itu sesampainya dikelas aku mencari buku tulis berisi nama-nama temanku yang kutinggalkan karena panik tadi, tetapi tidak ada. Sontak saat itu aku marah kepada teman-temanku sekelas mengira salah satu dari mereka menyembunyikanya. Tas dan meja satu persatu ku geledah dibantu teman-teman sekelas yang satu fraksi denganku, Syahrul, Aji, Andi, Mark, Ivan, Iza, Nugi, Zhaki dan Vian.

Syahrul berbadan kurus memiliki wajah semi India dengan kulit coklat kehitaman dan rambut curly.

Ivan memiliki badan besar berisi sepertiku sama seperti Andi dan Aji hanya dia berkulit lebih putih.

Andi memiliki tinggi yang sama persis denganku, berkulit sawo matang dan memiliki rambut keriting yang sering disisir ala-ala moldy gitaris band radja. Sedangkan hobby mereka sama sepertiku yang selalu berkelahi dan berbuat onar di sekolah, menyeret paksa siswa yang berseberangan dengan kami untuk dieksekusi di pojok barat ujung selatan sekolah. Selain basecamp kami tempat itu juga tempat tersepi dan terjauh dari ruang guru yang berada di pojok timur ujung utara sekolah.

Nugi agak pendek berambut keriting, dia salah satu donatur bagi kami selain Vian karena berasal dari keluarga yang mampu dibanding kami yang berasal dari keluarga menengah kebawah.

Zhaki memiliki badan agak berisi hanya lebih pendek dariku, dengan gaya rambut mirip seperti Andi.

Iza memiliki badan kurus namun lebih tinggi dariku, lebih kalem dari yang lain dan lebih dewasa karena dia berumur 2 tahun lebih tua dari kami karena tinggal kelas 2x disekolah ini dan Vian berbadan kurus paling modis diantara kami, dia jarang ikut turun tangan saat kami berkelahi tapi sifat playboynya sudah terkenal luas.

Aku ingat betul saat itu kami bersembilan mencari buku itu keseluruh kelas hingga kelas 8E yang berada disamping kelas kami yang merupakan kelas dari Ivan dan Nugi. Kelas 8D dan 8E memang bersebelahan tapi berada dibelakang kelas 8A-8C karena sama-sama menghadap ke timur tanpa ada kelas lain disamping kelas kami, hanya UKS dan Koperasi disebelah utara menghadap keutara juga dan parkiran sepeda serta salah satu kantin disebelah selatan kelas kami.

Setengah jam sudah kami semua mencari tapi buku itu tidak ditemukan hingga guru matapelajaran pertama hari ini masuk ke kelas kami.

"Van, Nug, kami balik kelas dulu nanti kalo buku itu ketemu dikelasmu bawa dulu!" ucapku karena mengira ada salah satu siswi dikelasnya yang iseng menyembunyikan buku berisi nama-nama siswa yang kupalak setiap harinya karena dikelasnya memang ada beberapa siswi yang sering caper kepadaku. Aku berpikiran seperti itu karena memang beberapa dari teman sekelasnya membenci gerombolan kami terutama aku karena selain aku pentolanya ada dua orang siswi dari kelas 8E yang menyukaiku saat itu dan selalu mencari masalah denganku dan mereka sering main ke kelasku juga.

Saat dikelas mengikuti pelajaran yang berlangsung itu tiba-tiba ada suara pintu diketuk,

"permisi bu, mau manggil Ryan sebentar" terdengar kalimat itu diucapkan suara yang tak asing bagiku,

Aku menengok kepintu dan ternyata itu suara pak Hendy, saat itu juga aku keringat dingin tahu namaku disebutnya. Sontak teman-temanku melihatku, beberapa ada yang menanyaiku tapi aku sendiri tidak tahu dipanggil karena masalah apa. Aku berjalan keluar menghampirinya yang berdiri disamping kelasku,

"iya pak ada apa ya?" tanyaku,

"ini bukumu bukan? kok didalemnya ada nama-nama siswa sama nominal, ini buku apa?!" tanyanya dengan nada agak keras,

"anu pak, itu buku kas" ucapku beralasan berusaha menyelamatkan diriku sendiri.

"buku kas kok ada nama dari kelas lain?! dari kelas 7 juga ada?!" bentaknya kepadaku,

"bener pak itu buku kas, buat bikin kaos" sahutku mencari alasan,

Raut tidak percaya terpancar dari wajahnya, maklum karena aku pernah berurusan dengannya karena hal yang sama dulu, hanya saja saat itu bukan berbentuk buku tapi hanya sobekan kertas dan berisi nama-nama teman sekelasku.

Beliau tau itu untuk meminta uang secara paksa karena saat itu ada yang melaporkanku. Tiba-tiba pak Hendy meninggalkanku yang berdiri disamping kelas saat itu lalu masuk ke kelas dan bertanya kepada teman-temanku,

"ini bukunya Ryan, apa bener buat bikin kaos?!" tanya pak Hendy kepada seisi kelasku,

Saat itu juga seisi kelasku yang sebelumnya ramai hanya terdiam, hanya ada suara dari guruku yang sedang mengajar ikut menanyai kebenaran yang ditanyakan kepada mereka saat itu.

Sumpah saat itu aku sangat ketakutan dan keringat dingin karena sebelumnya aku sudah membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi kenakalanku lagi dan akan dikeluarkan dari sekolah bila terbukti mengulanginya.

Saat aku masih terdiam ketakutan, tiba-tiba terdengar suara dari salah seorang siswa dikelasku menjawab pertanyaan dari kedua guruku tersebut..

INTERAKSI DUNIA LAIN

Saat aku masih terdiam ketakutan, tiba-tiba terdengar suara dari salah seorang siswa dikelasku menjawab pertanyaan dari kedua guruku tersebut.

"i..iya pak" sahut temanku yang aku tidak tahu siapa karena aku berdiri disamping kelas tanpa jendela.

"kaos apa mas?" tanya pak Hendy kepadanya,

"kaos club pak, lagi bikin club futsal itu buat bikin kaosnya pak" sahut seorang temanku yang lain, tapi dari suaranya jelas itu seorang cewek.

"yaudah kalau gitu, makasih bu waktunya" ucap pak Hendy sembari berjalan keluar kearahku.

"ini bukunya, ndak usah macem-macem lagi atau saya keluarin kamu dari sekolah!" ancamnya kepadaku.

Aku memang selalu menjadi incaran para guru saat itu, apalagi di tahun sebelumnya aku tinggal kelas karena hal-hal nakal yang kulakukan saat itu. Walaupun nilai akademisku bagus tapi mata pelajaran Ppkn ku saat itu 2,30 dari 10,0 yang membuatku tidak naik kelas. Aku memang cukup pandai, tapi kenakalanku yang membuatku mendapat nilai itu.

Aku mengeroyok satpam baru di sekolahku dengan beberapa temanku yang lain, ditambah sebelumnya aku sering cabut juga saat pelajaran.

"untung gak ketahuan" ucapku dalam hati sambil berjalan masuk ke kelas kembali.

"itu tadi siapa yang bilang buku kaos?" tanyaku kepada Aji yang duduk disebelahku saat itu,

"Dewi bos" kata aji yang sempat membuatku kaget,

Hal itu membuatku kaget karena Dewi bisa dibilang cewek yang selalu berdebat dan memprotes semua tindakanku dikelas.

Dewi seorang cewek berparas manis tapi judes, memiliki tinggi badan se-telingaku, berbadan berisi tapi bukan gemuk dengan rambut hitam panjang.

Saat jam istirahat pertama di hari itu, aku berjalan keluar menyempatkan diri mendatangi Dewi dikursinya. Mencoba berterimakasih kepadanya karena telah membantu menyelamatkanku saat itu, tapi tanpa berkata apapun dia hanya memalingkan wajahnya padaku seakan tidak peduli.

Syahrul mengajakku cabut dari sekolah, tapi aku menolaknya karena belum beres menarik uang setoran dari siswa-siswa lain. Akhirnya kala itu Syahrul cabut ditemani Ivan dan Nugi terlebih dahulu, aku menyusul mereka di jam istirahat kedua dengan yang lain. Aku menarik uang masuk ke kelas satu per satu berjalan dari didepan kelas menuju ke deretan kelas 7.

Setiap aku berjalan saat istirahat selalu menjadi sorotan siswa lain karena seperti gangster menurut mereka, selalu aku berjalan didepan diikuti teman-teman sefraksiku dan siswa lain yang menjadi bawahan kami. 5 hingga 20 orang selalu mengikuti aku saat berjalan keluar kelas setiap harinya. Jumlah itu di hari biasa, saat aku mencari orang karena membuat masalah dengan fraksi kami, otomatis akan lebih banyak lagi yang mengikuti berjalan dibelakangku.

Disekolah saat itu bukan hanya ada fraksiku saja, ada fraksi lain yang punya kelas/daerah teritori dan siswa yang membayar upeti tersendiri. Hal itu terjadi bukan dibagi berdasarkan kesepakatan tapi berdasar banyaknya pengikut di kelas tersebut.

Contohnya kelas 7c yang memiliki 4 orang pentolan, 3 dari mereka ikut fraksiku dan yang 1 ikut fraksi lain. Otomatis kelas itu menjadi daerah teritori fraksiku walapun salah 1 pentolan yang tidak ikut gabung itu memang bebas dari iuran wajib fraksi kami karena bila dipaksa membayar iuran akan menjadi perang antar fraksi lagi seperti sebelumnya.

Pojok barat sekolah dekat kelas 7A dan kantin selatan jadi daerah teritori kami, disitu bisa dibilang basecamp kami. Tempat merokok bahkan mabuk, aku memang tidak merokok hingga kelas 10 SMK tapi kalau obat penenang dan alkohol bisa dibilang aku nomor 1 diantara fraksiku yang lain.

Berkali-kali aku ke sekolah membawa alkohol walaupun diminum sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan guru. Kantin utara menjadi basecamp fraksi pimpinan Dedi siswa kelas 9. Parkiran sepeda sebelah barat menjadi basecamp fraksi pimpinan Lana, mantan siswa sekolah itu yang sudah dikeluarkan karena bermasalah tapi masih punya banyak pengikut disekolah.

Sebenarnya Lana dan Dedi dulunya 1 fraksi saat masih seangkatan denganku di kelas 8 tapi entah apa masalahnya tiba-tiba mereka pisah lalu Lana dikeluarkan dari sekolah karena tidak naik kelas sama denganku. Sejak dulu memang aku berseberangan dengan mereka karena organisasi diluar sekolah ini yang kami ikuti juga berseberangan dan saling bermusuhan.

Saat berjalan menuju ke kelas 7A yang berada di pojok utara dekat dengan Masjid dan kantin utara tiba-tiba Louis berbisik kepadaku,

"boss.. itu yang jalan" sambil menunjuk arah depanku,

Reflek aku melihat kedepan dan ternyata ada Nina, gadis idamanku.

Teman-temanku memang sudah tahu aku menyukainya, hanya aku memang belum pernah pacaran sebelumnya dan tidak percaya diri dengan apa yang ada didiriku ini. Dia berjalan melewatiku tanpa menatapku, entah karena sibuk ngobrol dengan temannya atau aku yang tidak menarik untuknya.

"kok diem aja bos? wkwk kejar dong" kata Aji seraya meledekku, diikuti teman-temanku yang lain.

"udah gausah pada crewettt!" kata ku sambil masuk ke kelas 7A melanjutkan kegiatan menarik uang setoran dari siswa lain.

Singkat cerita bel istirahat jam kedua sudah berbunyi, aku berlari keluar bersama teman-temanku menuju tembok selatan sekolah didekat basecampku.

"Bruk..." suara keras terdengar saat Aji meloncat keluar tembok,

Tembok itu tidak terlalu tinggi dari dalam sekolah karena ada semacam kolam besar yang jadi tempat sampah untuk pijakan kami menaiki tembok, tapi dari sisi bagian luar lumayan tinggi kurang lebih 3 meter.

"ayo cepet lari!" teriak Mark kepadaku dan Zhaki yang masih didalam sedangkan dia sudah meloncat keluar menyusul Aji dan Andi yang sudah terlebih dahulu berlari kearah barat.

"kreeeekkkk..." terdengar suara saat Zhaki melompat dari tembok itu, ternyata celana Zhaki sobek lumayan besar tepat di tengah-tengah selakangan saking paniknya karena takut ada guru dan warga sekitar yang mengetahui aksi lompat tembok yang kami lakukan. Melihat celana sobek hingga lebih dari sejengkal sebagai teman yang baik aku dan yang lainya tertawa terbahak-bahak.

Hari itu kami bersembilan cabut dari sekolah seperti biasanya, Iza sudah tidak berani ikut cabut apalagi bolos karena orangtuanya selalu mengecek keberadaanya lewat salah satu guru yang masih berkerabat dengannya setelah dia sudah 2x tidak naik kelas. Sedangkan Vian memang tidak pernah cabut, dia memang yang paling disiplin diantara kami.

Sesampainya di rental playstation langganan kami, uang hasil malak hari itu kukeluarkan dan kuhitung dibantu Syahrul dan Nugi. Hari itu aku mendapatkan uang 83.000, nominal yang besar untukku mengingat uang saku setiap hariku hanya 2.000 rupiah. Teman-temanku tidak meminta hasil uang tersebut karena kami memiliki jatah hari masing-masing untuk kelas 8 walaupun teman-temanku hanya meminta uang dari 1 2 orang berbeda denganku yang meminta uang wajib dari setiap kelas. Kalau dipikir kasihan juga siswa yang selalu dimintai uang karena hampir setiap hari mereka harus menyetor uang ke orang yang berbeda, tapi sudah seperti adat hal itu memang seperti wajib terjadi. Waktu sudah menunjukkan 16.00 kami berpisah untuk pulang, seperti biasa aku berjalan pulang bersama Syahrul karena searah pulang. Tanpa disengaja saat itu aku melihat Nina boncengan dengan cowok lain berseragam SMA, aku hanya terdiam menunduk. Sakit hati memang tapi aku sadar aku bukan siapa-siapa untuknya dan tidak akan mampu menyaingi cowok itu. Untung saja Syahrul tidak melihatnya, aku agak sedikit lega karena tidak mau harga diriku turun didepan temanku sendiri.

Sesampainya dirumah, hanya ada adikku yang masih SD karena ibuku setelah mengajar masih harus bekerja tambahan sebagai guru les privat untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami karena beliau single parents. Masih terngiang dipikiranku saat itu tentang Nina, rasa sakit dan bingungku mengungkapkan perasaan karena aku memang belum pernah pacaran sebelumnya tapi baru kali itu menyukai lawan jenis sampai sebegitunya.

"Tiingg.." terdengar suara hpku berbunyi, nokia 1100 dengan nada khasnya.

Ternyata pesan dari Catur, teman sekampungku yang sudah kuanggap seperti kakakku sendiri karena dia berusia 3 tahun diatasku. Catur memiliki badan kurus, putih dengan wajah mirip ariel yang saat itu masih di band peterpan.

Dia mengajakku nongkrong disebuah warung diperempatan barat rumahku bersama teman-temanku yang lain. Aku keluar menemuinya, ternyata ada Rangga, Adam, Zuli, Lucky, Putra dan Anji.

Rangga memiliki badan yang paling pendek diantara kami, dengan badan yang lumayan kurus juga dan mempunyai tahi lalat di samping bibir sebelah kiri. Dia 2 tahun lebih tua dariku sama seperti Zuli, hanya saja Zuli lebih tinggi bahkan lebih tinggi dariku saat itu dan memiliki gigi yang sedikit maju.

Lucky temanku dari balita umur kami hanya berbeda 1 tahun, memiliki badan gemuk dan rambut yang keriting serta kulit sawo matang.

Putra bertubuh kurus, berkulit putih dengan hidung yang agak besar. Anji berperawakan mirip Zuli hanya lebih pendek dan cadel dengan rambut agak panjang ala-ala vokalis kangen band. Sedangkan Adam yang paling tua diantara kami, dia kelahiran tahun 1990, berbadan kurus sawo matang dan berambut sedikit curly.

Rumah kami berdekatan dan memang sudah berteman sejak kami masih kecil. Walaupun Putra dan Anji bukan berasal dari kampung ini tapi mereka teman dari Catur yang betah main disini dan dekat dengan kami juga, jadi hampir setiap hari mereka main dikampung ini.

"lo kenapa ngelamun diem aja?" tanya Catur kepadaku saat itu,

"eh ndakpapa mas" sahutku kaget menutupi perasaanku yang sebenarnya.

"udah jujur aja, kita kenal bukan baru sehari ini" ucapnya ditambah teman-temanku yang lain.

Dia memang sudah seperti kakak kandung untukku, apalagi di circle ini aku yang paling kecil karena masih SMP sedangkan yang lainya sudah di bangku SMA. Mungkin aneh untuk mereka, aku yang paling ceria dan aktif tiba-tiba diam.

Akhirnya aku ceritakan semua tentang Nina, berharap mendapat saran dari mereka karena mereka yang lebih dewasa daripada aku. Banyak saran yang aku terima, dari sekedar melupakan hingga memperjuangkan dengan cara yang menurutku tidak logis yang diucapkan Rangga, dia menyuruhku meminta tolong kepada Jagad, karena dia belajar spiritual dan bahkan bisa melihat dan berkomunikasi dengan mahkluk astral juga.

Aku terdiam sejenak memikirkan kata-katanya, dan akhirnya aku tertarik dengan hal itu. Singkat cerita aku langsung menemui Jagad sore itu juga, seorang teman sekampung tapi diluar circleku.

Dia memang dikenal bisa melihat mahkluk astral, bahkan sewaktu dia masih di bangku sekolah dasar dia pernah lari saat pelajaran dan pulang kerumahnya karena melihat sosok astral dikelasnya dan tidak mau bersekolah lagi hingga saat ini.

Berbadan kurus, 5 tahun lebih tua dariku, memiliki wajah yang ( maaf) kurang normal dan selalu menggunakan cincin akik besar berwarna hitam di jari tengah tangan kanannya dan gelang seperti akar yang melingkar di tangan kirinya.

"permisi.." ucapku sambil mengetuk pintu rumahnya,

"eh, ada apa bro? tumben banget lo kesini" sahut Jagad sambil berjalan keluar menemuiku,

"gue mau ngobrol, tapi diluaran aja jangan disini gaenak" sahutku,

"masalah apa bro?, disamping aja" katanya saat itu sembari menunjuk kursi kayu dibawah pohon belimbing disamping rumahnya.

Sambil duduk berdua aku ceritakan semua tentang Nina berharap dia bisa membantu seperti kata teman-temanku walaupun aku tidak yakin juga.

Walaupun sebenarnya di tahun sebelumnya aku pernah ikut latihan dasar tenaga dalam bersamanya tapi saat itu memang aku tidak terlalu percaya dan keluar sebelum ' graduate'. Dia memberiku opsi untuk tidak mengejar Nina seorang tapi akan ' dimudahkan' dalam hal lawan jenis. Jagad mengajakku ke sebuah makam didekat rumahku hari kamis besoknya, dan menyuruhku untuk berpuasa terlebih dahulu sebelumnya.

Aku bingung dan takut, berulang kali aku bertanya kepadanya saat itu tentang apa dan bagaimana yang harus aku lakukan.

"udah jangan banyak tanya dulu, ikut dulu aja kalau emang pengen dibantuin!" jawabnya dengan nada sedikit menekan.

Dikampung ini memang ada sebuah pemakaman khusus yang diperuntukkan untuk para bangsawan.

Aku terdiam memikirkan karena aku sebenarnya cukup skeptis tentang hal semacam itu, apalagi diagamaku tidak dipercaya adanya hal seperti itu.

Tapi setelah dipikir ulang kenapa nggak dicoba dulu? daripada tanpa usaha apapun juga? akhirnya aku menyetujuinya. Kami berjanji temu 3 hari lagi di hari kamis dirumahnya selepas isya.

Sepulangnya dari rumah Jagad aku masih ragu dengan semua yang dikatakanya, tapi 'yaudalah coba dulu' kataku didalam hati.

Waktu sudah menunjukkan 18.45 di hari kamis itu, aku bersiap untuk bergegas menuju rumah Jagad yang tidak terlalu jauh dari rumahku.

"malem-malem mau kemana?" tanya ibuku kepadaku, maklum karena hari ini bukan weekend jadi tidak boleh keluar malam hari.

"mau ada acara pemuda kampung mah", aku terpaksa berbohong agar mendapatkan ijin keluar hari itu,

Pendidikan untuk ibuku memang sangat di nomor satukan, pernah saat tidak naik kelas tahun sebelumnya aku berniat berhenti sekolah karena dimarahin habis-habisan, tapi langsung ditolak dan dimarahin lebih lagi karena punya pemikiran untuk berhenti sekolah. Sesampainya dirumah Jagad ternyata aku tidak sendirian, ada 3 orang teman dan tetanggaku yang sudah duduk santai dikursi yakni mas Wan, Dika dan Adit.

Sempat kaget dan bingung juga, karena sebelumnya aku pesan kepada Jagad untuk tidak memberitahu siapapun masalah ini. Aku bertanya kepada mereka tentang apa yang akan kami lakukan saat itu,

"si Jagad cuman ngajakin ke makam belum tau mau ngapain juga" jawab mas Wan, seorang tetanggaku yang berusia 6 atau 7 tahun diatasku.

Terdengar suara langkah kaki dari dalam rumah Jagad,

"udah pada kumpul, yuk berangkat" ucap Jagad sambil tersenyum dengan pandangan sedikit tajam kepadaku.

Kami berlima berjalan menuju ke area makam, tidak terlalu jauh hanya berjarak 2 gang dari timur arah rumah Jagad.

Area pemakaman itu cukup luas dengan tembok mengelilinginya, dan pintu gerbang besi besar di depan dan samping kanan area pemakaman tersebut. Melihat besarnya pohon-pohon dan ratusan makam yang berjejer membuatku merinding ketakutan..

MEREKA ADA DIANTARA KITA

Melihat besarnya pohon-pohon dan ratusan makam yang berjejer membuatku merinding ketakutan, apalagi area makam ini bukan area pemakaman biasa pada umumnya.

"pintunya ditutup nih, kita masuknya gimana?" tanyaku, seraya ingin membatalkan niatku masuk kedalam karena takut.

"loncat aja, lewat tembok samping deket gerbang yang barat kan temboknya agak pendek" kata mas Wan kepadaku,

Akupun hanya bisa mengikuti ajakanya tersebut, karena mas Wan paham seluk beluk area pemakaman itu. Selain yang paling dewasa dintara kami, rumahnya tepat berada didepan area pemakaman dan orangtuanya adalah salah satu juru kunci area pemakaman tersebut.

Kami bergantian meloncati tembok dan masuk ke area pemakaman yang gelap dan sunyi itu.

Hening, hanya terdengar suara langkah kaki kami ditemani suara dari beberapa serangga. Rimbunya pohon seakan menutupi sinar bulan di malam itu, tanpa ada penerangan lain suasana malam itu benar-benar gelap gulita hanya bisa melihat bayangan dari teman-teman yang lain.

Jagad mengajak kami ke ujung area pemakaman, disitu ada sebuah pohon besar yang menjadi pusat energi dari tempat itu. Kami berjalan diantara gelapnya malam, sejauh mata memandang hanya terlihat barisan makam dan pohon-pohon besar. Aroma bunga yang menyengat dan sebuah aroma yang menurutku seperti sabun menemani perjalanan kami. Aku tidak berani banyak bertanya dan hanya diam saja mencium semua bau-bauan ini.

"kita sudah sampai" , kata Jagad kepada kami,

Terlihat sebuah pohon yang cukup besar berdiri didepan kami, pohon itu terlihat rapuh termakan usia tapi masih berdiri kuat dengan akar-akar besar yang menjulur keluar dari tanah, dibagian bawah pohon terdapat semacam lubang alami dan ada bagian yang seakan berbentuk piring agak menonjol keluar dihiasi sisa-sisa dupa dan kemenyan diatasnya.

"trus ngapain kita disini?" , tanya Adit seakan mewakili pertanyaan dari kami semua yang kebingungan kala itu.

Jagad hanya tersenyum melihatnya tanpa berkata sedikitpun, dia duduk bersila didepan pohon itu, menaruh bunga dan menghidupkan dupa yang sudah dibawanya dari rumah tadi. Aroma kuat dupa menambah ketakutan kami di malam itu, wajar karena itu bukan area pemakaman biasa tapi hanya orang-orang tertentu dari kalangan bangsawan yang dimakamkan disitu. Cerita mistis dan tidak masuk akal dari area pemakaman itu memang sudah tak asing lagi bagi kami yang tinggal didekatnya.

Bahkan sebelumnya ada sebuah rombongan yang mengaku dari kota Bojonegoro datang malam-malam ke area tersebut ditemani juru kunci dengan tujuan menarik sebuah pusaka kata mereka. Juru kunci tersebut yang menceritakan hal itu kepada warga dan menjadi buah bibir menambah kumpulan cerita mistis dari area pemakaman itu.

Jagad menyuruh kami mencoba bergantian satu per satu memeluk pohon itu, dan mengucap keinginan didalam batin sebelum tangan melingkar memeluk pohon.

Katanya kalau tangan bisa bersentuhan antara kanan dan kiri yakin tujuan keinginannya akan terkabul.

Kami hanya diam dan menuruti kata-katanya karena selain takut dengan keadaan di malam itu hanya dia yang paham tentang hal-hal seperti itu.

Mas Wan yang berinisiatif mencoba pertama kali, dia memiliki badan yang hampir 2x lipat dari badanku yang masih anak SMP. Maklum karena dia paling dewasa dan sudah menikah berbeda dengan kami yang lain yang masih anak sekolahan.

"duh ndak sampai" ucap mas Wan yang masih berusaha memeluk pohon itu dengan kedua tanganya, terlihat usaha kerasnya mencoba menarik badannya kedepan agar tanganya bisa bersentuhan.

"yaudah mas lepas dulu, belum rejekinya. giliran yang lain coba" kata Jagad,

Dika memiliki badan yang tergolong besar untuk anak seumuranya, dia berbeda 1 tahun diatasku dengan badan yang 11:12 dengan mas Wan. Singkat cerita Dika dan Adit gagal melakukanya, Jagad dengan sedikit kecewa berbisik kepada mereka. Entah apa yang dikatakanya karena sejak awal aku tidak berani untuk mendekat ke pohon tersebut sedangkan mereka berada tepat didepan 'persembahan' yang ditaruh Jagad tadi.

"Yan sekarang giliranmu" ucap Jagad kepadaku,

Dengan pikiran yang berkecamuk dan seakan menolak dan takut aku berjalan pelan menghampirinya. Mas Wan, Adit yang memiliki badan lebih besar dariku saja tidak sampai tanganya apalagi aku? ucapku dalam hati dengan nalar pemikiranku sendiri. Ditambah lagi sebelumnya aku tidak berpuasa seperti apa yang sudah disuruhnya.

Aku berdiri merentangkan tanganku mencoba memeluk pohon tersebut. Sebelum memulainya aku mengikuti apa yang dia perintahkan kepada kami tadi dengan mengucap keinginan kami didalam hati dan meyakininya.

"LOH KOK SAMPAI!!" aku terheran dalam hati, tanganku bersentuhan antara kanan dan kiri. Aku masih tidak percaya dan mencoba menalar apa yang terjadi saat itu, tiba-tiba terdengar suara keras dari atas pohon. Seperti sesuatu yang jatuh tapi dengan ukuran yang besar.

"brukkk..." seperti itu suaranya, seketika itu juga kami hening dan mencari disekeliling apa yang sudah jatuh tadi tapi tidak menemukan apapun. Bahkan mas Wan berjalan agak jauh untuk memastikan apa yang jatuh tadi, karena suaranya yang begitu keras dan dekat dengan kami. Bukan suara ranting, lebih kesesuatu yang padat seperti suara orang jatuh.

Kami terpaku dengan kejadian itu, didalam area pemakaman yang tidak biasa itu gelapnya malam dibawah pohon besar yang berdiri kokoh disekitar kami ditambah aroma dupa yang kuat membuat kami semua merinding dan mematikan semua keberanian yang kami miliki saat itu. Kami yang tidak tahu apa-apa hanya bisa terdiam dan saling melihat satu sama lain. Terlihat raut muka takut dan bingung diantara kami,

"Udah biarin aja, duduk sini" kata Jagad menyuruhku duduk disebelahnya,

Dia sudah duduk bersila didepan dupa yang dia siapkan tadi. Terlihat raut muka mas Wan, Adit dan Dika yang bingung dan tak percaya. Akupun sendiri juga bingung, masih mencoba menalar semuanya karena kejadian itu tak masuk di akal menurutku.

Aku duduk bersila disamping Jagad, dia membacakan secara pelan sebuah kalimat yang tidak aku pahami. Sesekali aku melihat gerak bibirnya mencoba memahami apa yang diucapkanya tapi tak bisa kucerna, hanya satu dua kata yang bisa aku pahami karena dia berucap dengan bahasa Jawa halus dengan intonasi yang cepat tapi pelan.

Tiba-tiba terdengar lagi suara seperti nafas, " hmmhh..." dari arah depanku, suaranya pelan tapi benar-benar seperti suara nafas yang dalam, dan seketika itu tubuhku merasa hangat lalu panas, dari pangkal ujung kaki hawa panas itu seakan berjalan keatas tubuku hingga ke kepala.

Aku tidak berani bertanya, tapi gemetar tanganku ini rasanya ingin berlari meninggalkan tempat ini saat ini juga saking takutnya. Saat mencapai titik kepala, hawa panas itu hilang dengan sendirinya.

Jagad mengajak kami semua pulang, dia tiba-tiba berdiri sembari membersihkan celananya dari tanah.

"ini tadi apaan kok panas gini?" tanyaku masih kebingungan dan ketakutan,

"ntar gue jelasin diluar aja, apa lo mau tidur disini?" jawab Jagad bercanda mencoba mencairkan suasana yang saat itu sangat tegang dan mencekam.

Terlihat raut wajah serius dan kecewa dari mas Wan, Adit dan Dika mungkin karena gagal melakukan prosesi tadi. Kami berjalan keluar dari makam.

"gue kerumah lo dulu ya, mau ngobrol dulu" kataku kepada Jagad,

Aku masih belum paham apa yang sebenarnya terjadi tadi, berharap dia memberikan penjelasan tentang kejadian dan apa yang aku rasakan.

"gue ikut juga ya? gue pengen tau juga" ucap Adit sembari berjalan agak cepat kearah depan mendekatiku dan Jagad yang berjalan bersebelahan.

"iya ayok, nanti gue jelasin diluar aja biar enak" katanya kepada kami berdua.

Sesampainya diperempatan, Dika pamit untuk pulang duluan menyusul mas Wan yang terlebih dahulu pulang meninggalkan kami karena arah rumah yang berbeda.

Dirumah Jagad aku dan adit duduk di kursi kayu panjang didepan rumahnya menunggunya yang sebelumnya langsung masuk kedalam rumah tanpa berbicara apapun kepada kami. Adit menanyaiku tentang yang terjadi tadi tapi aku juga tidak bisa menjawab banyak karena aku sendiri juga tidak mengetahuinya.

"ntar deh dit, nunggu Jagad aja biar dia yang jelasin. Dia yang tau soalnya, gue sendiri nggak tau juga cuman ngrasa panas aja sampe kaya gini" ucapku kepada adit sambil menunjukkan tangan dan kakiku yang memerah kala itu.

Kulitku memang agak sensitif, hawa panas tadi benar-benar membekas di kulitku yang ikut memerah seperti habis terkena sesuatu yang panas. Setelah itu kami hanya saling diam dan melamun karena sama-sama bingung dan penasaran dengan apa yang terjadi.

Rasa takut dan merinding itu masih ada, hanya ada suara burung tekukur peliharaan ayahnya Jagad yang saling bersahutan menemani kami saat ini.

Tiba-tiba Jagad keluar dengan membawa sebuah gelas berisikan air putih dan diatasnya ditaruhnya sebuah bunga kantil dan 2 gelas teh hangat.

"ini minum dulu" kata Jagad kepadaku sambil memberikan gelas yang dibawanya.

"ini kok ada bunganya kaya gini?" tanyaku polos kepada Jagad,

"udah gausah nanya mulu, diminum dulu sampe habis airnya, bunganya ntar dimakan!" kata Jagad dengan agak sedikit membentak dan menepuk pundakku.

"udah ikutin aja bro daripada ntar malah kenapa-kenapa" tambah Adit menyuruhku meminumnya.

Setelah kuhabiskan air minum tadi dan memakan bunga itu, Jagad mulai menjelaskan tentang apa yang terjadi tadi. Katanya aku yang berjodoh diantara yang lain, jadi mau dibantu oleh mahkluk astral penguasa tempat itu. Dia juga bercerita kalau sebelumnya juga pernah melakukanya ditemani guru spiritualnya sebelum menjadi seahli ini.

"air sama bunga tadi rasanya gimana?" tanya Jagad kepadaku,

"manis, bunganya yang nggak ada rasanya" jawabku,

"itu tandanya sudah berhasil menyatu" sahut Jagad,

"menyatu gimana bro?" tanyaku kebingungan, disusul Adit yang juga ikut bertanya.

"air putih harusnya kan gaada rasanya, bunga itu harusnya juga pahit" jelas Jagad,

Aku terdiam dan terbesit di pikiranku,

'benar juga air putih kan tidak berasa',

kalau bunga memang sebelumnya aku belum pernah memakannya jadi tidak tahu bagaimana rasanya. Jagad mulai menjelaskan semuanya, tentang suara jatuh tadi yang katanya adalah sebuah sosok besar penguasa di area itu, dan nafas yang aku dengar memang nafas makhluk itu yang kala itu duduk didepanku kata Jagad menjelaskan.

"trus ini sekarang gimana? gue harus ngapain?" tanyaku bingung kepadanya. Tapi dia hanya menyuruhku untuk tenang dan menjalani hidup seperti biasa.

Jujur aku takut karena ' menurutku' sejak kecil aku tidak pernah berurusan dengan hal semacam ini, ditambah lagi masih menjadi pertanyaan besar buatku kenapa aku sendiri yang dibantu? kenapa yang lainya yang bahkan mereka lebih dahulu terjun ke hal-hal seperti ini malah gagal? kenapa aku gampang banget dibantuin? padahal aku sendiri tidak berpuasa dan percaya seperti yang lain.

"udah gausah banyak mikir, yang penting sekarang udah beres lo juga udah dibantuin" lanjut Jagad berkata kepadaku,

Waktu sudah menunjukkan 22.30, aku memutuskan untuk pulang karena hanya ijin sebentar tadi takutnya pulang-pulang dimarahin. Sesampainya dirumah ternyata adik dan ibuku sudah tertidur pulas, dengan pelan aku masuk kamar dan segera tidur karena besok ingin berangkat lebih pagi agar saat berangkat sekolah tidak bertemu dengan Nina lagi,

"yan bangun! yan bangun!..." terdengar suara disertai ada tangan yang menggoyang-goyangkan badanku hingga aku terbangun.

Aku membuka mata ternyata itu suara ibuku,

"kenapa mah?" tanyaku bingung masih diantara sadar dan tidak sadar,

"kamu triak-triak tadi! mamah kira ada apa" sahut ibuku

"oh engga mah gapapa, mimpi buruk paling" jawabku,

"makanya berdoa dulu sebelum tidur, yaudah dilanjut lagi tidurnya" jawab ibuku sambil berjalan meninggalkan kamarku setelah mematikan lampu.

Aku sebenarnya tidak tahu persis apa mimpiku tadi, aku hanya mengingat ada sebuah pohon beringin besar yang dibawahnya terdapat semacam sumber mata air dan ada sesosok mahkluk tinggi besar berbulu hitam lebat, berkuku panjang dengan gigi atau taring aku kurang tahu yang panjang menjulur kebawah, serta mata merah menyala.

Mahkluk itu seakan berbicara kepadaku tapi apa katanya aku tidak tahu karena di mimpi itu aku berlari ketakutan setelah melihat sosok itu. Anehnya setelah bangun badanku benar-benar merasa capek seakan habis berlari jauh, dan panas seperti demam tapi rasanya ada didalam tubuh.

"gue besok harus nemuin Jagad lagi buat tanya ini tadi kenapa" ucapku dalam hati, lalu kulanjutkan tidurku lagi.

Aku terbangun di pagi ini dengan rasa lelah dan pegal di seluruh badanku, bersiap berangkat sekolah seperti biasa. Badanku serasa tak normal, seperti ada sebuah perasaan aneh dan bukan seperti aku yang biasanya.

Sesampainya disekolah aku melakukan rutinitasku seperti biasanya, meminta uang dari setiap siswa yang ada di jadwal hari ini, tapi aneh rasanya hari itu emosiku sangat meluap-luap. Bahkan ada salah satu siswa yang hampir kulempar dengan kursi hanya karena dia menatapku cukup tajam. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali masuk ke kelas dan beristirahat, aku menyuruh Syahrul dan Andi untuk melanjutkanya.

Jam istirahat pertama berbunyi, aku keluar kelas berjalan kekantin seperti biasa diikuti teman-teman fraksiku yang berjalan dibelakangku. Tiba-tiba Aji berbisik kepadaku,

"boss, nina tuh" kata Aji kepadaku,

Sontak aku melihat kearah tangannya menunjuk, dan benar ternyata ada gadis yang kusukai berjalan bersama temanya memotong jalanku.

"ngga coba deketin lagi aja? siapa tau dia berubah pikiran" kata Mark, ditambah teman-temanku yang lain.

Setelah cukup lama berpikir dan teringat semua kata-kata Jagad serta apa yang sudah kulakukan semalaman hingga badanku seperti itu. Kubulatkan tekat dan keberanian untuk mengungkapkan perasaanku kepadanya lagi, karena aku berpikir pasti akan diterima. Aku berjalan cepat menyusulnya,

"ninn..."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!