Suara peluru melayang ke udara.
Tak berselang lama kembali terdengar, bahkan beberapa kali terdengar, sehingga kejadian di malam itu semakin mencekam. Di tambah derasnya hujan membahasi bumi. Seorang pria tengah berlari dikejar oleh musuh. Pria itu berlari tanpa arah, memasuki pemukiman warga. Napasnya tersengal karena bukan hanya kejaran itu yang membuatnya gelisah, ia juga merasakan sesuatu di tubuhnya.
Ya, seorang wanita telah menjebaknya. Awalnya pria yang bernama Rayyan itu tengah makan bersama teman wanitanya. Tak menyangka hal tak terduga menimpanya. Ia percaya penuh kepada Liza sahabatnya. Namun, ternyata gadis itu memiliki niat di luar nalar. Rayyan selalu membantu apa pun yang dibutuhkan temannya itu bahkan menghidupinya. Tapi gadis itu memiliki keinginan lebih. Ia ingin memiliki Rayyan, dengan cara memberikan obat perangsang kepada Rayyan dan berharap malam itu Rayyan akan menjadi miliknya.
Rayyan berhasil kabur, dan kini tengah dikejar. Ia tak bisa melawan karena orang itu berjumlah sangat banyak dan membawa senjata. Rayyan melihat sebuah rumah hampir memasuki hutan. Tiba-tiba, lampu pun mati sehingga tak ada cahaya sedikit pun. Rayyan sampai di rumah kumuh itu, mengibaskan rambutnya yang basah. Tubuhnya semakin panas karena akibat obat perangsang itu.
Lalu, dari rumah itu menimbulkan cahaya. Sepertinya ada penghuni di dalam rumah itu dan menyalakan lilin. Perlahan, Rayyan mengintip dari celah jendela yang tidak tertutup rapat dengan sempurna. Di dalam sana, ia melihat seorang wanita yang tengah menggunakan handuk. Dapat dipastikan wanita itu baru saja selesai mandi karena rambutnya terurai basah.
Kreekkk ...
Suara itu terdengar dari arah jendela. Si gadis langsung menoleh, betapa terkejutnya ia saat melihat seorang pria yang sudah berada di dalam kamarnya.
"Si-siapa kamu?" tanya gadis itu yang bernama Maura. Gadis itu langsung merapatkan handuk, melihat tatapan pria yang ada di depannya terlihat orang yang sedang kelaparan. Maura bukan gadis polos yang tidak tahu akan tatapan nanar itu.
"Di mana kamu, Rayyan?" teriak seseorang di luar sana. "Aku tau kamu terjebak di daerah sini," teriaknya lagi.
Maura hendak berteriak, berniat meminta tolong. Namun, dengan sekejap Rayyan langsung membekap mulut Maura dengan telapak tangannya.
"Jangan berani teriak jika kamu ingin selamat," ucap Rayyan pelan. "Tolong aku, aku dijebak. Aku tak bisa lagi menahannya," bisik Rayyan lagi. "Aku akan memberikan apa pun yang kamu minta."
Maura ketakutan, tapi entah kenapa melihat mata yang begitu memohon itu merasa kasihan.
"Rayyan!!!" teriak orang itu lagi di luar.
Maura yang mendengar langsung menoleh ke arah jendela, ia takut pria itu masuk ke rumahnya dan terjadi perkelahian di sana. Maura melepaskan tangan pria yang masih membekapnya, lalu segera menghampiri jendela. Tak disangka, Maura memaki orang di luar sana.
"Hei, berisik!!! Kamu mengganggu warga di sini," teriak Maura.
Rayyan sedikit terkejut, ternyata nyali wanita itu cukup bagus.
"Pergi dari sini!" usir Maura. Karena keadaan gelap membuat pria itu mengira bahwa Maura wanita tua, rambutnya terurai sehingga terlihat seperti hantu. Tanpa mendengar teriakan itu lagi, musuh Rayyan mengira bahwa pria itu tidak ada di sana.
Setelah orang itu pergi, Maura menutup jendela. Saat ia menoleh, ia terkejut karena melihat lelaki itu sudah berada di belakang.
"Bantu aku, tolong!!" Rayyan mematikan lilin. Suara hujan semakin keras karena sangat deras, ditambah lagi dengan suara petir yang sangat menggelegar. Malam itu semakin mencekam.
Rayyan berhasil melepaskan hasaratnya malam itu juga. Gadis yang bersamanya tengah tertidur tanpa mengenakan apa pun. Ini pertama kali Rayyan melakukannya. Rayyan sangat menjaga betul bibit unggulnya, sehingga Maura-lah gadis yang beruntung mendapatkannya.
Banyak wanita yang mendambakan Rayyan, bukan hanya tampan, Rayyan hidup penuh dengan gelimang harta. Sehingga para wanita mengantri ingin dipersunting olehnya. Apa pun akan dilakukan, seperti apa yang terjadi pada Rayyan malam itu, dijebak oleh sahabatnya sendiri dengan cara memberikan obat perangsang padanya.
***
Pagi pun tiba.
Maura terbangun dari tidurnya, ia merasakan sakit di bagian intinya. Memorinya berputar pada kejadian semalam. Maura menyikabkan selimut, ada bercak darah di sprai miliknya. Dan di sana, ia tak melihat siapa pun. Bahkan pria semalam sudah pergi meninggalkannya.
"Dasar brengsek!!" rutuk Maura. Maura mengoceh tidak jelas, ia kesal pada dirinya sendiri. Kenapa semalam ia bisa terbuai dengan pria asing itu? "Awas saja kamu!!" Maura yakin kalau pria itu bernama Rayyan karena semalam mendengar panggilan pria semalam tengah mencarinya, jadi ia tak begitu sulit saat mencarinya nanti. Meski hidup di kampung tak membuat Maura menjadi gadis polos seperti gadis-gadis desa pada umumnya.
Meski tubuhnya masih terasa sakit, ia harus segera berangkat karena akan bekerja. Maura sendiri seorang pelayan di sebuah restoran besar di kota. Ia tak ingin terlambat karena ia masih karyawan baru.
***
"Temukan, Liza. Suruh dia menemuiku!" ucap Rayyan disambungan telepon. Gara-gara Liza ia melepaskan bibit unggulnya pada seorang gadis tak dikenal. Yang lebih ia takutkan gadis itu akan memanfaatkannya karena sudah melakukan itu dengannya.
"Aarghhh ..." Rayyan mencampakkan rambut, bibit unggul yang ia jaga untuk istrinya nanti sudah tidak bisa dikembalikan, sedangkan ia tengah menunggu kepulangan sang kekasih yang berada di luar tengah menyelesaikan studinya.
"Leon ...!" teriak Rayyan.
"Ya, Bos," jawab tangan kanannya.
"Cari wanita itu! Aku tidak mau dia memanfaatkanku dengan kejadian semalam. Bila perlu beri dia uang yang banyak agar tidak menggangguku," ucap Rayyan.
Leon mengangguk, ia tahu apa yang harus dilakukan olehnya. Perintah sang bos adalah antara hidup dan matinya. Rayyan adalah seorang mafia yang kini tengah diincar oleh para gadis. Hampir semua wanita menginginkan keturunan dari seorang Rayyan yang sangat kaya raya.
Leon segera pergi ke tempat di mana sang bos telah bercinta dengan wanita itu malam tadi. Tapi yang dicari malah tidak ada, hanya saksi bisu percintaan mereka yang terlihat. Leon tersenyum, ternyata gadis itu masih perawan.
"Kalau sampai wanita itu hamil, aku yakin anak itu adalah anak tuan Rayyan," ucap Leon. "Ayo pergi, gadis itu tidak ada," ajak Leon kepada anak buahnya.
***
"Kamu terlambat 15 menit, kamu itu karyawan baru. Mau kerja di sini apa tidak, hah?!" bentak atasan Maura yang terlihat geram.
Maura hanya menunduk, ia sadar akan kesalahannya. Mencari pekerjaan itu sangat susah dan giliran ia mendapatkan kesempatan itu malah menyia-nyiakannya. "Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi. Tadi sepedaku bannya bocor," alasan Maura.
"Sudah sana! Lain kali jangan terlambat lagi!"
Maura pun keluar dan segera ke dapur untuk mengantarkan makanan untuk tamu.
"Awas saja, kalau ketemu ku hajar dia!" rutuk Maura.
"Sudah jangan marah-marah, ayo kerja," sahut teman Maura yang satu profesi seperti dirinya.
Rayyan tengah duduk, sesekali rahangnya mengeras. Ia kini tengah mengintimidasi sahabatnya yang bernama, Liza.
"Kurang baik apa aku padamu? Semuanya telah kuberikan, bukankah kamu tau kalau cinta itu tidak bisa dipaksa? Aku hanya menganggapmu sebagai teman!" Nada itu terdengar sangat ketus, dadanya naik turun karena tak habis pikir kepada Liza.
"Maaf, aku tidak tau soal itu," elak Liza.
"Alah ... Jangan berkelit! Kamu sudah memanfaatkan kebaikanku selama ini, aku rasa persahabatan kita sampai di sini. Aku tidak ingin lagi melihat wajah busukmu!"
"Bawa dia dari hadapanku," perintahnya kemudian pada anak buahnya.
"Rayyan, ku mohon. Kita masih bersahabat 'kan? Aku janji tidak akan melakukannya lagi, aku menyesal. Aku juga tidak bersyukur karena memiliki teman sepertimu, aku khilaf." Liza nampak menepis tangan yang tengah menyentuhnya. "Hanya karena kesalahan ini kamu mengakhiri persahabatan kita? Tidak ingat dengan apa yang aku lakukan padamu, hah?"
Rayyan tengah marah sehingga ia tak ingin mendengar alasan temannya itu. Pasalnya, gara-gara ini bibit unggulnya tertanam di tubuh wanita itu, ia takut gadis itu hamil. Bukan tak ingin tanggung jawab, ia tak kenal bahkan ia sendiri sudah memiliki kekasih.
"Rayyan ..." Liza tetap dibawa oleh anak buah Rayyan saat itu juga.
"Pergilah, Liza. Untuk saat ini aku tidak ingin melihatmu!"
Setelah kepergian Liza, Rayyan langsung mengerahkan semua anak buahnya untuk mencari gadis itu. Tidak sulit baginya menemukan gadis itu.
***
"Sakit sekali," rintih Maura. Gadis itu tengah menggoes sepedanya, karena sakit di bagian intinya ia pun akhirnya turun dan mendorong sepedanya.
Namun, tiba-tiba saja segerombolan orang datang menghentikan perjalanannya. Orang-orang itu membawa paksa Maura ke dalam mobil. Mulutnya dibekap. Maura menggerakkan bola mata ke kiri dan ke kanan setelah sudah berada di dalam. Ia tak mengenal siapa mereka, atau jangan-jangan orang-orang ini adalah perintah lelaki semalam? Pria yang ia usir dari kampungnya secara kasar? Maura tidak berpikir bahwa orang-orang itu adalah suruhan yang tidur bersamanya.
"Aaa ...," teriak orang yang membekap mulut Maura. Gadis itu telah menggigitnya, bahkan sampai berdarah. "Sial," rutuknya kemudian.
Semua teman-temannya menertawakannya.
"Badan aja kekar, baru kena gigitan gadis saja sudah berteriak," sahut temannya. "Dia galak juga, pasti dia pandai merayu si bos makanya si bos sampai merelakan bibit unggulnya untuk gadis ini," sambungnya.
Mata Maura terbelalak, kini ia tahu siapa orang-orang ini. Kebetulan sekali, ia memang berniat untuk mencarinya. Enak saja setelah menidurinya meninggalkannya begitu saja. Maura tak lagi berontak, ia malah mengibaskan tangan-tangan itu dari tubuhnya.
"Jangan menyentuhku!! Awas saja kalau berani menyentuhku lagi!!" ancamnya.
"Santai, Nona. Kami tidak akan menyakitimu," ucap pria yang duduk di samping Maura.
Tibalah mereka di sebuah rumah besar. Maura sampai penasaran siapa sebenarnya sosok pria yang telah merenggut kesuciannya itu? Rasanya ingin sekali memakinya, pria brengsek yang seenaknya saja menyentuhnya. Terlihat orang penting sekali sampai menyewa beberapa orang untuk membawanya kemari. Tapi tak peduli, ia meminta keadilan di sini.
Maura turun dari mobil dan langsung mengikuti pria-pria yang bertubuh tinggi besar. Mengenakan baju hitam dan tak lupa kacamata hitam yang melengkapi penampilannya.
"Bos, wanita itu sudah datang," kata Leon yang melihat anak buahnya di bawah sana tengah berjalan masuk ke dalam.
"Kamu urus dia, pastikan masalah selesai," ucap Rayyan.
"Bos tidak mau menemuinya?" tanya Leon.
"Tidak, kamu saja selesaikan dia," jawab Rayyan acuh.
"Yakin? Tidak mau mengulanginya lagi?" ledek Leon, ia yakin jiwa lelaki bosnya pasti meronta-ronta jika sudah ketagihan dengan yang namanya wanita.
Mata Rayyan langsung menyalak, ia tak suka dengan ucapan Leon. Yang ada di hatinya adalah sang pujaan hati yang kini tengah jauh di sana.
"Oke-oke ..., aku akan membereskannya." Leon pergi dan menemui gadis itu.
***
Maura tengah duduk di sofa, lalu matanya menoleh ke arah pintu yang terbuka. Melihat seorang pria yang cukup tampan, dan membawa sebuah map cokelat. Entah apa itu isinya yang jelas bukan pria ini yang ditunggu kedatangannya. Ia hapal betul bagaimana wajah lelaki itu, tampannya memang 11, 12 dengan lelaki yang tengah duduk di hadapannya.
Pria itu menyodorkan sebuah map.
"Tanda tangan di sini." Tunjuk pria itu.
"Apa ini maksudnya?" tanya Maura. "Mana dia? Aku ingin bertemu dengannya," kata Maura lagi.
"Bos tidak bisa datang, dia sangat sibuk. Jadi dia menyerahkannya padaku, Nona cukup tanda tangan saja dan masalah selesai. Nona akan mendapatkan konpensasi, tapi tenang saja uang yang diberikan sangat banyak sehingga bisa mengganti kerugian, Anda."
Mendengar itu, Maura langsung berdiri. "Apa setiap masalah kalian menyelesaikannya dengan uang?" Maura nampak murka, ia bukan wanita murahan yang dapat menjual tubuhnya begitu saja. Setidaknya ada kata maaf langsung dari pria itu padanya.
"Tenang, Nona. Nona baca dulu apa isinya," terangnya lagi.
"Bilang pada bosmu, aku tidak butuh ini." Maura merampas berkas itu lalu menyobeknya.
Leon yang ada di hadapannya sangat terkejut dengan aksi gadis itu. Uang yang dijanjikan sangat banyak, apa lagi Rayyan memberikan sebuah rumah layak untuknya. Harusnya gadis itu beruntung bukan?
"Hei, Nona. Apa yang kamu lakukan? Bodoh sekali kalau kamu menolak itu," ujar Leon.
"Hah? Bodoh? Aku lebih bodo kalau menerima uang itu, aku ingin bertemu dengan bosmu itu. Sombong sekali dia!" kesal Maura.
Leon merogoh ponsel di dalam saku, lalu menghubungi bosnya. Ia bicara sedikit menjauh dari hadapan gadis itu.
"Bos, dia merobek berkasnya. Dia ingin bertemu denganmu, cepatlah datang kemari! Sepertinya dia berbeda dengan gadis-gadis lain." Leon melirik gadis itu, cantik tapi galaknya tidak ketulungan. "Apa dia tidak tau siapa bos Rayyan?" gumam Leon setelah menutup ponselnya.
Sementara Rayyan, ia kecewa karena kali ini Leon gagal dengan perintahnya. Baru kali ini pria itu tidak menyelesaikan tugasnya. Mau tak mau ia harus turun tangan untuk menyelesaikan masalahnya.
Rayyan berjalan untuk menemui gadis itu. Namun, tiba-tiba saja. "Rayyan," panggil seseorang.
Rayyan terkejut saat melihat siapa yang datang. Tapi bibirnya langsung tersenyum saat melihatnya. Ia malah berbalik arah dan menemui orang itu.
"Kamu urus saja dia, masa tidak bisa mengurusnya," ucap Rayyan pada sambungan telepon yang tak lain adalah kepada Leon.
Ini jauh lebih penting dari pada gadis itu, ini sebuah kejutan bagi Rayyan yang tengah kedatangannya.
***
"Ayolah, Nona. Tolong kerja samanya, aku bisa dipecat kalau masalah ini tidak selesai," bujuk Leon.
"Aku tidak peduli, emangnya itu urusanku, hah? Harga diriku lebih penting," kata Maura.
Tengah perbincangan itu, tiba-tiba pintu terbuka. Leon melihat sang bos datang. Bukannya dia tidak akan datang menemuinya dan menyuruhnya menyelesaikannya? Pikir Leon
"Bos, kamu kenapa?" tanya Leon.
Rayyan tidak menjawab, dirinya malah terkejut saat melihat sobekan kertas yang berhamburan di lantai. Lalu, Rayyan melihat ke arah gadis yang belum ia ketahui namanya itu.
"Kenapa kamu merobeknya? Apa uang dan rumah itu belum cukup untukmu?" tanyanya.
"Kamu pikir semua bisa selesai dengan uang? Aku memang gadis miskin, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya merendahkanku!" Maura tak kalah menyalak, ia paling tidak suka dengan laki-laki yang sok sepertinya. "Apa?" tanya Maura sambil berkacak pinggang. "Setelah melakukan itu padaku kamu pergi begitu saja tanpa meminta maaf padaku? Aku tidak tertarik dengan uangmu." Maura meraup kertas-kertas itu di lantai, lalu menghamburkannya ke udara. Ada kepuasan tersendiri baginya saat melakukan itu, pria sepertinya sekali-kali memang harus diberi pelajaran, pikirnya.
Leon lebih terkejut, baru kali ini ada wanita yang berani menolak bahkan mempermalukan seorang Rayyan Smith.
"Bye!!" ucap Maura seraya pergi meninggalkan ruangan itu.
Rayyan mengepalkan tangan, ia kesal dengan tingkah wanita itu. "Berani sekali dia!" ujarnya. "Kenapa diam saja? Kejar dia!" seru Rayyan.
"Untuk apa dikejar? Bukannya bagus? Itu maumu 'kan, Tuan? Aku yakin kalau dia wanita hebat, aku rasa dia bukan wanita seperti biasa yang selalu mengincar hartamu," jelas Leon.
***
"Enak saja, dia pikir dia itu siapa? Aku tidak sudi menerima uang itu, aku juga punya harga diri," rutuk Maura, ia berjalan sambil menghentak-hentakkan kaki. Lalu, ekor matanya melihat ke sebrang jalan. Ia melihat seorang nenek-nenek hendak menyebrang. "Itu mau nyebrang apa mau bunuh diri?" kata Maura sendiri.
Akhirnya, ia sendiri menghampiri. Melihat kanan kiri dulu sebelum menyebrang. Nenek itu terlihat ragu saat akan melintas. Dan dari arah jalur kiri, Maura melihat sebuah truk besar hendak melintas. "Aduh, bagaimana ini? Aku harus cepat sampai sebelum nenek itu nyebrang."
Gep ...
Maura berhasil menarik tangan sang nenek. "Nenek mau ke mana? Ini jalan raya, Nek. Nenek tidak boleh ada di sini," ujar Maura.
"Cucu-ku." Nenek itu langsung memeluk Maura.
"Aku rasa Nenek ini sudah pikun," ucap Maura sendiri. "Rumah Nenek di mana? Aku antar Nenek pulang ya? Ayok?" ajak Maura lebih ke pinggir.
"Kamu jangan pergi lagi, jangan tinggalkan, Nenek. Nenek kesepian tanpamu," jelas nenek itu.
"Iya, aku tidak akan ke mana-mana. Tapi Nenek pulang ya?"
Tak berselang lama, beberapa orang menghampiri mereka. "Nyonya besar, ayok kita pulang," kata orang itu, lalu melihat keberadaan seorang gadis bersama sang nyonya. Betapa terkejutnya saat melihatnya.
"Aku akan pulang bersama cucu-ku," kata nenek itu.
"Ta-tapi."
"Aku akan ikut mengantarnya sampai Nenek mau pulang, kalian tenang saja." Maura memaklumi keadaan nenek itu sehingga ia mau ikut mengantar.
Karena sudah sepakat, akhirnya Maura ikut mengantar nenek itu. Saat tiba di sana, ia sangat terkejut melihat sosok wanita yang tengah berfoto dengan nenek itu. "Kenapa bisa mirip denganku?" batinnya.
"Nenek tidak pikun, kamu pasti mengira nenek itu sudah pikun 'kan? Pertama aku melihatmu aku sangat terkejut," sahut pemuda dari belakang Maura.
Maura pun akhirnya menoleh, lalu tersenyum ramah kepada supir tadi yang membawanya kemari.
"Namanya, Morena. Dia sudah meninggal satu tahun lalu, dan nenek tidak tau soal kematian cucunya. Tragis sekali kalau diceritakan," katanya lagi "Oh iya, namaku, Nolan. Nama Nona siapa?" tanyanya kemudian.
"Maura," jawabnya. "Panggil saja, Rara."
"Moren," panggil nenek itu.
"Kamu temui saja dulu, kamu tidak keberatan 'kan?" tanya Nolan.
"Hmm, baik. Tapi aku tidak bisa lama-lama di sini, aku harus pulang."
"Ya, setidaknya sampai nenek beristirahat. Nanti aku akan mengantarmu."
Maura mengangguk, lalu segera pergi menemui nenek itu. Nenek itu sedang duduk sambil menonton televisi acara favoritnya, ia meminta ditemani, dan ia hanya ingin ditemani sang cucu.
Para pelayan langsung menyingkir saat Maura datang. "Nyonya besar di dalam," kata pelayan itu. Maura mengangguk. Lalu menemani nenek itu di sana.
Sesekali, mereka tertawa bersama. Entah apa saja yang ditonton oleh mereka. Maura memindahkan acara tv, pasalnya ia tak mengerti film apa yang ditonton nenek itu tadi. Maura tidak suka nonton drama-drama. Ia lebih suka nonton yang lucu-lucu.
Apa yang mereka lakukan tak luput dari perhatian Nolan. Nolan adalah orang kepercayaan di rumah itu. Ini pertama kali ia melihat nenek tertawa lepas pasca ditinggalkan cucunya. Ia rasa, Maura akan lebih banyak menghabiskan waktunya di sini, ia harap gadis itu mau tinggal di bersama nenek di sana.
Sampai kini sudah semakin larut, bahkan nenek sudah tidur ditemani oleh Maura. Perlahan, Maura turun dari kasur. Ia harus segera pulang karena besok akan bekerja. Lalu, ia ingat akan sepedanya. "Astaga, sepedaku. Ini semua gara-gara laki-laki brengsek itu," rutuknya. "Urusan kita belum selesai, kau harus mengembalikan sepedaku."
***
Sedangkan Rayyan, pria itu masih uring-uringan. Masih belum terima dengan perlakuan gadis itu. "Awas saja, dia yang akan memohon pertanggungjawaban dariku," katanya.
"Aku rasa tidak akan, Bos. Dia bilang harga dirinya jauh lebih penting dari pada uangmu," ucap Leon santai. Ia suka kalau sang bos sudah penasaran dengan seorang gadis, alih-alih ia bosnya melupakan kekasihnya itu. Akhirnya, Leon punya ide bagaimana bosnya itu melupakan wanita yang sudah lama pergi darinya.
"Dia bilang tidak tertarik padamu." Leon malah jadi kompor meleduk, memperkeruh keadaan hati bosnya itu. Sudah merasa terinjak harga dirinya, dan sekarang merasa terhina.
"Apa kurangnya aku? Ini tidak bisa dibiarkan, cari wanita itu sampai ketemu!"
"Ya, nanti aku akan mencarinya. Sekarang kita harus pergi, lahan sengketa itu masih jadi masalah. Dan mereka ingin bertemu denganmu sebagai bukti kalau Bos juga sudah membeli tanah itu."
"Kalian ini tambah bikin pusing kepalaku, kenapa tidak mencari tau dulu soal pemilik aslinya dulu?!" kata Rayyan.
"Pemilik aslinya sudah ditemukan, namanya Nyonya Merlin. Tapi wanita itu sudah tua, katanya pikun semenjak cucu kesayangannya meninggal. Dan tanah itu dijual kepada kita oleh saudaranya," jelas Leon.
"Berarti kita ke rumah Nyonya Merlin kalau begitu," kata Rayyan.
"Iya, kita berangkat sekarang," kata Leon.
Rayyan, akhirnya pergi dari rumah itu. Ia harus mengurus soal tanah sengketa itu. Namun, saat ia sudah berada di dalam mobil. Ia melihat sepeda di dalam mobilnya.
"Sepeda siapa itu?" tanya Rayyan.
"Ya ampun, itu sepeda gadis itu," jawab Leon. "Apa perlu kita mengantarkannya?"
"Biarkan saja, biarkan dia sendiri yang mengambilnya. Aku ingin tau apa dia masih berani menemuiku?" Padahal, ia ingin wanita itu memohon padanya. Ia tak rela harga dirinya dipermainkan oleh gadis itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!