Seorang gadis sedang berjalan di lorong kampusnya, dia hendak menuju perpustakaan untuk buku-buku yang sudah dia pinjam, gadis itu sangat menyukai membaca buku, baginya buku adalah teman di kala dia sedang ada masalah. Jika sedang ada masalah, dia lebih memilih membaca buku untuk menenangkan hatinya
Terdengar suara sesuatu jatuh dengan sangat keras.
"Ups! Maaf, ya, Aira."
Semua buku yang dibawa oleh gadis yang bernama Aira seketika jatuh berantakan di lantai. Mata gadis cantik itu melihat kesal ke arah kedua temannya yang tadi menabraknya. Kedua temannya yang berdiri di depan Aira sama sekali tidak menunjukkan rasa penyesalan setelah menabrak Aira.
"Kalian sengaja, ya?" tanya Aira langsung.
"Kalau iya memangnya kenapa? Makannya, kalau jalan itu hati-hati, jangan seperti seorang putri kerajaan. Sok cantik!" seru salah satu teman Aira.
Aira tidak memperdulikan ocehan temannya, dia berjongkok dan memunguti satu persatu bukunya yang terjatuh di bawah.
"Auw ...!" Tiba-tiba Aira berteriak kesakitan. Dia menarik tangannya yang diinjak oleh seseorang. Aira mengusap-usap tangannya yang sakit karena injakan tadi.
"Ups! Sorry ya, Aira! Aku tidak melihat kamu di bawah," suara seorang gadis yang menginjak tangan Aira. Aira mendongak melihat ke atas ternyata itu Hany.
"Kamu bagaimana, sih, Hany? Apa tidak melihat ada tangan aku sedang mengambil bukuku yang terjatuh?" tanya Aira kesal dan marah.
"Salah sendiri kenapa tangan itu ada di bawah? Ya aku tidak tau," Hany berkata dengan santainya tanpa rasa bersalah. "Lagian kamu menghalangi jalan kita. Minggir!" bentak Hany kasar, dan satu lagi gadis bernama Noura malah tertawa dengan jahatnya.
"Kamu harus berterima kasih sama Hany karena tidak menginjak tangan kamu sampai patah! Eh, tapi kalau patah bagus juga, jadi kamu tidak perlu masuk kuliah dalam waktu yang lama, biar tidak jadi mahasiswi kesayangan para dosen. Dasar! Sukanya cari muka," ucap Noura sengaja mengatai Aira.
"Apa maksud kamu?" bentak Aira sambil berdiri dari tempatnya berjongkok.
"Iya, kan? Kamu itu cewek yang sukanya cari muka, sok polos dan lugu, biar disukai semua dosen, dan satu lagi, kamu juga dengan muka sok polos kamu itu, kamu ingin menarik perhatian dari Kak Jaden. Jangan harap kamu, Aira!" seru Hany kasar.
Aira lagi-lagi tidak mau memperdulikan temannya, malahan dia melihat tangannya dan merasakan sakit pada tangannya yang terkena injakan yang sepertinya memang di sengaja oleh Hany. Belum sembuh luka pada tangan yang dia rasakan ditambah sakit pada hatinya juga karena hinaan yang disematkan Hany dan Noura padanya, hinaan dengan sebutan Aira cewek yang suka cari muka, dan sok polos, benar-benar menyakitkan hati Aira.
"CK!" suara decitan dari mulut seseorang di belakang Noura dan Hany. "Kalian ini sebenarnya wanita apa penyihir, sih?" ucapnya santai dengan melipat kedua tangannya ke depan. Tatapan pria itu terlihat meremehkan kedua gadis itu.
"Kak Addrian? Kenapa kakak bisa berada di sini?" Seketika wajah Hany tampak ceria. Beda dengan Addrian yang malah tidak memperdulikan mereka.
"Kak Addrian aku senang sekali dapat melihat kakak main bola basket, aku sampai selalu mengikuti ke mana kakak bertanding," lanjut Noura yang ternyata dari dulu ngefans sama Addrian.
Addrian berjalan melewati dua orang yang berdiri di sana, dia mendekat ke arah Aira. Aira yang dari tadi memperhatikan Addrian matanya mendelik saat Addrian sudah sangat dekat dengannya.
"Mana tangan kamu yang sakit?" Addrian menarik tangan Aira mendekat dan memperhatikan ada tanda merah di tangan Aira dan sedikit mengeluarkan darah karena terkena injakan sepatu Hany
"Kamu?" Mata Aira melihat ke arah Addrian yang sibuk memeriksa keadaan tangan Aira. "Lepaskan tanganku, Kak Addrian!" Aira mencoba menarik tangannya, tapi pegangan tangan Addrian lebih kuat.
"Ini harus diobati!" serunya.
"Tidak perlu, aku tidak apa-apa." Sekali lagi Aira menarik tangannya dan akhirnya bisa terlepas.
Sekarang mata Addrian mengarah ke arah dua gadis yang masih berdiri di sana memperhatikan dirinya dan Aira. "Kalian benar-benar sepasang penyihir, lihat tangan dia sampai seperti ini. Kalian keterlaluan! Padahal kampus ini termasuk kampus yang ternama, tapi kenapa kelakuan para mahasiswanya sekarang seperti ini?" Addrian menggeleng-gelengkan kepalanya seolah dia tidak percaya kedua gadis itu bisa berbuat seperti itu..
"Kami tadi tidak sengaja, Kak! Tadi waktu kami lewat ternyata ada Aira di bawah sedang memungut bukunya yang terjatuh," jelas Hany berbohong.
"Iya, Kak Addrian, kami gadis baik-baik kok, dan tidak mungkin melakukan hal sekejam itu," timpal Noura.
Aira yang melihat hal itu ingin secepatnya pergi dari sana, dia malas berlama-lama di sana, melihat Addrian apalagi dengan Hany dan Noura. "Permisi aku mau pergi dulu, aku malas berurusan dengan kalian!" seru Aira menatap marah pada mereka yang ada di sana secara bergantian.
"Tunggu!" Aira seketika berhenti dan menolah ke arah Addrian. "Aku akan mengantar kamu supaya tidak ada lagi yang mengganggu kamu." Addrian tiba-tiba menggandeng tangan Aira kuat dan sedikit menariknya agar berjalan dengannya. Jujur, Aira sedikit bingung, tapi dia malah mengikuti langkah Addrian berjalan pergi dari sana.
"Dasar gadis tidak tau diri, dia kan sudah punya tunangan, sama kak Jaden cari muka, dan sekarang juga masih mau sama kak Addrian." Hany mendengus kesal.
"Aku benar-benar tidak terima jika dia merebut kak Addrian. Gadis itu benar-benar memuakkan!" Mata Noura menatap tajam melihat ke arah Aira dan Addrian yang berjalan pergi menghilang dari hadapan mereka.
Aira yang berjalan dengan tangan yang masih digandeng oleh kak Addrian melihat pada pria di sampingnya, dan sedangkan Addrian tetap berjalan fokus ke arah depan. Kemudian Aira yang seolah baru sadar siapa pria di sampingnya, berusaha melepaskan tangan Addrian, dia berusaha meronta agar tangannya dilepaskan.
"Lepaskan tangan aku, Kak Addrian!" bentak Aira marah.
"Aku akan membawa kamu ke tempat kesehatan, luka kamu harus segera di obati," ucap Addrian.
"Tidak perlu, Kak! Aku tidak perlu bantuan kamu. Lepaskan! Atau aku akan menampar wajah kamu lagi karena sudah berani berbuat kurang ajar sama aku!" bentak Aira marah dan Addrian melepaskan tangan Aira.
Kemudian kedua mata pria itu menatap tajam pada Aira yang juga menatapnya dengan tegas. Pria itu berjalan mendekat perlahan-lahan. Aira yang merasa agak takut sekarang pun ikut berjalan mundur perlahan sampai Addrian memojokkan tubuh Aira pada dinding lorong yang menuju ke arah tempat kesehatan.
Addrian mengunci tubuh Aira pada dinding, kedua mata mereka berdua saling bertemu.
"Kamu mau apa?" ucap Aira dengan nada sedikit takut, karena di sana juga suasananya sedang sepi, hanya ada mereka berdua. Aira mulai agak takut kalau begini, terutama tatapan Addrian.
Addrian tidak menjawab malah dia melihat Aira dengan senyum devilnya. "Mau kamu, Princess. Dengar ya, Aira! Aku hanya mau berbuat baik, tapi kenapa kamu malah membalasnya dengan keangkuhan kamu, kamu sudah sering menampar aku, dan aku belum membalas semua perbuatan kamu." Raut wajah Addrian terlihat menakutkan.
"Kamu memang pantas menerimanya, dan aku tidak takut dengan kamu," jawab Aira ketus dan wajah Aira sama sekali tidak menunjukkan ketakutan pada Addrian.
"Kenapa setiap melihat kamu, aku seolah ada magnet yang menarikku untuk mendekat ke arah kamu, ya?" Sekarang mata Addrian melihat bingung pada Aira.
"Menjauh dariku atau aku--." Aira sudah mengangkat tangannya. Seketika emosi Addrian meluap dia memegangi tangan Aira meletakkan kedua tangan Aira tepat di atas kepala Aira. Dan--.
Tiba-tiba Addrian melakukan hal yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh gadis polos itu. Addrian mendaratkan kecupannya dengan sedikit kasar pada bibir Aira.
"Em...." Aira mencoba berontak, tangan satunya ingin mendorong tubuh Addrian. Namun, dengan cepat tangan Aira bisa disatukan lagi oleh Addrian dengan tangan satunya, dan tangan Aira kembali diletakkan ke atas kepala Aira, dia benar-benar bertindak semaunya mencium bibir Aira.
Setelah beberapa saat Addrian melepaskan kecupannya, Aira dengan cepat mengambil napas. Dia mengatur napasnya yang naik turun karena kecupan Addrian yang sangat tidak dia harapkan.
Addrian melihat ke arah Aira yang malah menatapnya dengan kesal. Addrian malah memberikan seringai devilnya. Sekali lagi mendekat ke arah Aira. Aira memundurkan langkahnya perlahan ke belakang, dia tampak takut dengan pria yang ada depannya saat ini.
"Ternyata sangat menyenangkan berciuman dengan kamu, Aira," ucap Addrian tanpa rasa bersalah. "Hal ini adalah salah satu balas dendam aku sama kamu, Princess." Addrian berjalan meninggalkan Aira yang masih terpaku karena perbuatan Addrian barusan.
Air mata Aira sempat menetes perlahan di pipinya, dia bertanya dalam hatinya, kenapa dia bisa bertemu bahkan berurusan dengan pria seperti Addrian?
"Ih ...! Kamu memang pria menyebalkan!" teriaknya marah. Aira mengusap-usap bibirnya, berusaha menghilangkan bekas kecupan seorang Addrian.
Aira benar-benar kesal, dia hari ini ingin pulang saja dan menangis dengan sekencang-kencangnya di dalam kamar, dia baru sekarang merasakan hal seburuk ini dalam hidupnya.
Tidak lama Aira merasakan ponselnya bergetar dan dia mengambilnya, dia melihat nama Niana ada di layar ponselnya, Aira mencoba menghapus air matanya dan menarik napas panjang. Dia mengangkat panggilan dari Niana.
"Iya, Na ada apa?" suara Aira terdengar lirih.
"Aira, kamu ini di mana? Aku tunggu kamu di dalam aula kok tidak ada?"
"A-aku sedang di tempat kesehatan." Mata Aira mengedar ke mana-mana, dia bingung, perasannya benar-benar tidak enak karena kejadian tadi.
"Aira, kamu kenapa? Apa kamu sakit, Ya?" tanya Niana khawatir, dan dia sampai berdiri dari tempatnya. "Ya sudah tunggu aku di sana, ya, Aira! aku akan menemui kamu sekarang." Niana menutup ponselnya dan memasukkan ke dalam tasnya. Niana dengan langkah cepatnya menuju ruang kesehatan.
Tidak lama dari kejauhan Aira yang sedang duduk di dekat lorong ruang kesehatan berdiri dan berlari memeluk sahabatnya itu. Aira tiba-tiba menangis di pelukan Niana. Niana bingung melihat hal itu. "Aira, kamu kenapa? Apa kamu tidak enak badan? Mau pulang?" Aira dicerca pertanyaan oleh Niana.
Aira tidak menjawab dia malah meneruskan tangisannya di pundak Niana. Niana malah tambah bingung dengan sikap Aira, ada apa dengan sahabatnya itu?
Niana yang masih bingung melihat kenapa dengan sahabat baiknya itu, bahkan Aira tidak mau mengatakan ada apa dengan dia sebenarnya, malah nangis dari tadi di pundaknya.
Niana mencoba menenangkan Aira. Niana bersikap seolah-olah dia sedang menenangkan anak gadisnya, meskipun usia mereka seumuran, tapi Niana memang dari dulu sudah sangat dewasa dari usiannya. Wajar sih! dia kan anak pertama dari 3 bersaudara dan adik-adiknya masih sangat kecil dia juga sudah mandiri dari kecil, hidup dalam kesederhanaan karena harus tinggal jauh dari kedua orang tuanya, di rumah yang dia tinggali bersama adiknya yang nomor 2, sedangkan ibunya tinggal di desa dengan adiknya yang masih kecil, ayahnya yang seorang sales produk kesehatan dan jarang berada di rumah.
Ibunya palingan sebulan 5 kali datang menemui Niana, karena di desa ibunya harus menjaga orang tua yang sekaligus nenek Niana yang sudah sangat sepuh.
"Aira, bilang kamu ada apa? Jangan nangis terus, kamu itu sudah dewasa loh dan sebentar lagi kamu juga akan menikah," ucap Niana mencoba membuat sahabatnya itu berubah lebih dewasa.
"Kalau ada apa-apa itu jangan dikit-dikit nangis," lanjutnya. Tangan Niana mengelus pucuk kepala Aira dengan lembut, tidak lama Aira bangkit dari pelukan Niana, dan dia melihat wajah sahabatnya itu, dia mengusap air matanya. "Ya ampun! Kamu itu kenapa nangis sampai sembab begini?"
Aira duduk bersandar setelah lepas dari dekapan Niana, dia mengambil tisu dari dalam tasnya dan dia menghapus air matanya sampai bersih, Aira masih terdiam dan sesekali masih terdengar dia sesenggukan.
"Sudah baik, kan? Sekarang cerita sama aku, kamu kenapa?"
"Tadi aku habis dicium oleh seseorang," ucapnya lirih dengan menahan isak tangisnya.
Niana yang mendengar hal itu langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Niana masih memperhatikan Aira yang sesenggukan. "Dicium sama siapa?" Mata Niana mengerjap beberapa kali.
"Kak Addrian." Aira meneteskan air matanya lagi.
"Apa?!" Niana benar-benar terkejut sampai menutup mulutnya lagi dengan kedua telapak tangannya. "Kapan dia mencium kamu? Dan kok bisa?" Wajah Niana benar-benar heran dan tidak percaya.
"Tadi waktu aku mau berjalan ke perpustakaan, tiba-tiba Hany dan Noura menabrak aku, mereka bilang tidak sengaja, dan saat aku mau mengambil buku-bukuku yang terjatuh, Hany menginjak tanganku." Aira menunjukkan tangannya yang terluka berwarna merah.
"Ya ampun! Dia menginjak tangan kamu? Benar-benar itu dua orang nenek lampir. Awas saja, nanti biar aku yang menghadapi mereka, kedua nenek lampir itu memang harus diberi pelajaran." ucap Niana kesal.
"Tidak perlu diladeni, Na! Aku sudah tidak mau berurusan sama mereka lagi,"
Niana mengusap lembut tangan Aira yang memang benar ada bekas merahnya. "Lalu tentang kamu dan kak Addrian itu bagaimana bisa ceritanya dia sampai mencium kamu, Ai?" Pada bagian itu Niana memelankan pertanyaannya.
"Tadi dia sebenarnya bermaksud menolongku, membelaku di depan Hany, tapi aku tidak butuh pembelaannya, kamu tau sendiri kan, Na, bagaimana kak Addrian itu sebenarnya? Dia orang yang seperti apa? Dia sama menyebalkannya dengan Hany." Aira berdecak kesal.
"Jangan terlalu benci sama seseorang, Aira. Nanti kalau kamu sampai jatuh cinta sama dia bagaimana?" sekali lagi Niana memelankan suaranya di bagian kalimat terakhir sambil meringis lucu memperlihatkan deretan giginya.
Aira terlihat sebal dengan ucapan sahabatnya itu. Ini Niana kenapa malah bicara hal yang tambah membuat Aira sedih.
"Na...!" seru Aira dengan wajah kesalnya.
"Iya-iya, aku minta maaf, aku cuma bercanda." Niana malah terkekeh. "Eh Aira, tapi benar sekali kalau benci bisa berubah cinta," lanjutnya.
"Udahlah, Na, aku malas membahas masalah ini sama kamu, aku kan sudah mempunyai tunangan yang sangat aku cintai yaitu mas Dewa, dan kebencianku sama kak Addrian itu benar-benar benci sekarang, ingin sekali aku mecangkar-cakar mukanya yang menjengkelkan itu." Aira berdengus kesal.
"Jangan marah dunk! Aku itu cuma mengingatkan, Aira sayang! Eh katanya dia menolong kamu, kenapa jadi dia mencium kamu?" lanjutnya bertanya dan dia masih kepo.
"Dia ingin membantu mengobati luka di tangan aku, tapi aku menolaknya dan dia memaksa aku sampai ke sini, tapi aku malah marah dan hampir menamparnya kembali, dia kelihatannya marah dan akhirnya peristiwa itu terjadi." Aira terlihat sedih.
Niana menutup sekali lagi mulutnya dengan kedua telapak tangannya. "Kok dia sampai seperti itu? Apa kak Addrian sebenarnya menginginkan kamu sih, Ra?" Niana malah mukanya bingung.
"Dia kan memang playboy, Na! Jelas saja dia menginginkan siapa saja untuk menjadi kekasihnya. Namun, dia lupa apa? Aku bukan gadis sembarangan seperti para gadis yang tergila-gila sama dia, aku malah sangat membencinya." Napas Aira sampai naik turun karena menahan emosi kebenciannya.
"Aira," panggil Niana tegas.
"Apa? Mau bilang jangan membenci orang terlalu dalam?" Aira dengan kesal melihat ke arah Niana. Sahabatnya itu hanya memberi anggukan.
Aira menghela napasnya pelan dia kembali berbaring di bahu Niana. "Na, tapi dia memang pantas untuk dibenci, dia sudah bersikap kurang ajar sama aku," ucapnya pelan. "Aku, kan sudah punya tunangan, bagaimana jika kak Dewa tau tentang hal ini, Na? Aku tidak mau dia salah paham dan sampai mereka berdua berkelahi."
"Jangan menceritakan sama kak Dewa, Ra!" seru Niana, "Kamu tidak mau, kan, kalau sampai mereka berdua bertengkar? Nanti jadinya akan sangat tidak baik." Kemudian Niana berpikir sebentar. "Eh kak Addrian kok bisa ada di sini, ya?" Niana melihat heran pada Aira.
Aira juga memberi tatapan heran pada Niana. "Aku tidak tau, Na." Aira berdiri dari tempatnya, dan sekarang terlihat dari wajahnya dia sudah agak baikkan. "Sudah yuk kita pergi ke aula, kita pasti sudah ditunggu, Na!" ajak Aira.
"Ya sudah, aku senang melihat kamu sudah baikkan. Kamu lupakan saja hal itu, kalau dipikir juga percuma. Lagian tidak bisa memutar waktu juga kita, Ai." Mereka berdua bergandengan berjalan menuju aula.
Beberapa langkah saat mereka akan memasuki aula, Niana menarik genggaman tangan Aira, dia seperti menahan Aira untuk menghentikan langkahnya.
"Ada apa, Na?" tanya Aira dengan wajah herannya.
"Aku tadi, kan, tanya kenapa kak Addrian bisa ada di sini?" Mata Niana melihat ke arah Aira. Aira mengangguk-anggukan kepalanya mengiyakan ucapan Niana. "Itu lihat saja, Ra!" telunjuk Niana menunjuk ke arah depan mereka, agak jauh dari mereka sih sebenarnya. Di sana berjalan beberapa cowok tampan-tampan dengan kulit putih mulus dan dengan tinggi yang di atas rata-rata. jelas saja, mereka semua para pemain basket yang sering sekali tampil dalam pertandingan basket. Dilihat dari kaos seragam tim basket yang mereka gunakan. Mereka masuk ke dalam gedung aula dari pintu satunya.
Mata Aira sempat terbelalak saat melihat ada seseorang yang dia kenal berjalan paling belakang sendiri dengan membawa bola basket melihat ke arah Aira berdiri.
"Kak Addrian!" seru Aira pelan.
Addrian yang melihat dari jauh memberikan senyum manisnya pada Aira, senyum yang lebih mirip seringai yang benar-benar membuat Aira terlihat kaget sekaligus kesal dengan wajah pria yang tadi menciumnya dengan kasar dan memaksa.
Kaki Aira rasanya lemas mendengar ucapan Niana barusan, dia ingin sekali sekarang menghilang dari sana, dia memutar tubuhnya dan bermaksud balik arah kembali ke dalam ruangan kelasnya saja, tidak mau masuk ke dalam aula, di mana dia melihat pria yang benar-benar dia benci ada di sana.
"Ai, mau ke mana?" tanya Niana menahan tangan Aira.
"Mau kembali ke kelas saja aku, Na! Aku tidak mau mengikuti acara di dalam aula."
"Kenapa? Gara-gara ada kak Addrian di sana?"
Niana menghela napasnya pelan. "Kamu itu bagaimana sih, Ai? Kenapa kamu malah yang mundur dari dia, kamu jangan takut, Ai menghadapi pria seperti Addrian. Tunjukkan kalau kecupannya barusan tidak ada apa-apanya sama kamu." Sekarang tangan Niana mengusap pundak Aira mencoba memberinya semangat agar Aira berani.
"Tidak ada apa-apanya bagaimana sih, Na? Apa yang dia barusan lakukan sama aku itu benar-benar membuat aku shock dan pengen nangis saja, apalagi harus melihat wajahnya lagi, dia itu benar-benar jahat sama aku, Na!" Mata Aira mulai terdapat butiran air mata yang siap keluar.
"Aira! Kamu itu jangan dikit-dikit nangis dunk, kalau kamu dikit-dikit nangis kamu bisa jadi gadis yang lemah."
"Aku gak lemah, Na! cuma aku--," ucap Aira lirih.
"Mana Aira yang aku kenal yang walaupun terlihat lemah, tapi hatinya kuat, sudah jangan pedulikan dia, kalau dia berani dekat-dekat kamu nanti aku getok kepalanya pakai sepatu aku!" Tangan Niana menyeret Aira masuk.
Mereka akhirnya melangkah ke dalam ruangan yang sudah banyak sekali orang-orang di sana, tidak hanya para mahasiswa yang menjadi panitia kegiatan acara Bazaar yang kali ini akan dilaksanakan dengan begitu meriah, di sana juga ada beberapa para dosen dan juga beberapa tim basket yang nantinya ikut memeriahkan acaranya.
"Na." Mata Aira mengedar ke segala arah dia sedang mencari keberadaan si pria yang membuatnya takut sekali jika melihatnya. Siapa lagi kalau bukan Addrian.
"Ada apa, Ai?" jawab Niana santai sambil melihat ke arah sahabatnya yang menggenggam erat tangan Niana.
"Kalau tidak ikut gladi bersih tidak apa-apa, kan? Kita, kan tidak menyumbang acara pentas apa-apa hanya mengisi sebagai penjual di Bazaar," ucap Aira.
"Ai, kita ini, kan, diminta kumpul juga sambil membantu tugas panitia, dan mendata beberapa yang mendaftar."
"Iya," jawabnya pelan, dan mereka berhenti di sebuah meja panjang di mana para panitia lainnya berkumpul. Aira sudah bisa bernapas lega karena dia tidak melihat di mana pria yang tadi sudah membuat dia spot jantung dengan kecupan pemaksaannya.
Tampak dari kejauhan di sudut yang tidak terlalu banyak orang sepasang mata itu sedang memperhatikan gadis yang tampak memegang beberapa lembar kertas dan sibuk membacanya.
Senyumnya menyeringai tatkala dia memperhatikan muka gadis itu yang benar-benar terlihat serius membaca lembaran demi lembaran kertas yang dibawanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!