NovelToon NovelToon

Terpisah Dari Raga

Kecelakaan maut

Nama ku Raisa Vallensia, hari ini dan teman-teman sekelas ku berserta dengan guru-guru ku ingin pergi berpiknik di dalam hutan yang dekat dengan perbukitan.

Tempat yang akan kami kunjungi lumayan jauh dari posisi daerah ini, sehingga menyebabkan kami harus menggunakan bus untuk bisa sampai ke sana.

Saat ini mereka berada di dalam bus dengan suasana hati yang begitu senang, piknik yang sudah di rencanakan dari jauh-jauh hari akhirnya bisa terlaksana.

Kami semua begitu senang sekali, wajah kami penuh dengan tawa bahagia hingga tiba-tiba laju bus menjadi tidak terkendali membuat wajah yang tadinya di penuh tawa bahagia langsung sirna.

Seketika bus yang tadinya melaju dengan lancar berubah total, wajah kami semua yang ada di dalam bus mulai panik.

"Loh ini kenapa?" tanya Jia teman ku yang merasakan keanehan dengan bus yang saat ini tengah mereka tumpangi.

"Ada apa ini?" tanya teman-teman ku yang lainnya.

"Ini sebenarnya ada apa?" tanya ku mulai resah kala laju bus semakin mengkhawatirkan.

"Pak ada apa ini, kok bus ini jadi begini?" tanya anak-anak lainnya yang juga merasakan hal yang sama.

"Kalian tenang jangan berisik, pegangan yang erat" jawab pak Sehu guru ku yang juga merasakan kekhawatiran yang sama namun yang bisa beliau lakukan hanya diam.

Kami semua yang mendengar hal itu langsung mencari pegangan untuk menguatkan diri masing-masing.

Bus terus oleng membuat kami semua semakin tidak tenang, rasa gelisah bercampur dengan rasa takut yang terus menyelimuti tubuh kami semua.

"Ini sebenarnya ada apa?" tanya Arhan ketua kelas yang mulai gelisah dengan laju bus yang semakin tidak jelas.

"Rem bus blong, kalian jangan berisik, pak supir lagi berusaha menghentikan bus ini" jawab pak Sehu yang di landa rasa tegang.

"BLONG" kaget kami semua tak percaya.

Wajah kami langsung memucat kala mendengar berita yang begitu mengejutkan ini.

"Bagaimana bisa blong"

"Ini gimana nasib kita"

"Aku gak mau mati di sini"

"Aku mau turun, aku gak mau di sini"

Suara riuh anak-anak terus saja terdengar di telinga ku, membuat mereka semua semakin panik.

"Kalian tenanglah dulu, percaya saja jika kita bisa selamat" kata Bu Lusi memberi imbauan namun imbauan tersebut tidak berlaku.

Kami yang berada di dalam bus bukannya tenang malah semakin tegang pasalnya bus semakin melaju dengan kecepatan tinggi yang membuat kami begitu ketakutan.

Suara riuh, teriakan beserta juga dengan tangisan menggema di telinga ku.

"Raisa ini gimana?" tanya Jia, ia memegang erat tangan ku.

Aku menyadari jika tangan Jia benar-benar dingin, aku rasa kalau dia pasti sangat takut sekali.

"Kamu tenang saja, kita pasti akan selamat, aku yakin itu" jawab ku berusaha tegar meski sebenarnya hati dan pikirkannya masih tidak tenang.

Jia pun diam, saat ini yang bisa dia lakukan hanya menggenggam erat tangan ku untuk menguatkan diri.

Suara riuh masih terus terdengar kala laju bus yang saat tinggi dan semakin tak terkendali.

Aku melihat semua penumpang yang berteriak ketakutan, tatapan ku kini tertuju pada pak Sehu yang mulai kebingungan menghadapi penumpang yang masih tak kunjung tenang.

Di depan ada sebuah truk yang mengangkut batu bara, refleks pak supir membanting stir ke sebelah kiri untuk mencegah terjadinya kecelakaan.

Citt

Brukk

"Arrgghh" teriak kami semua sekeras mungkin kala bus menabrak pembatas jalan.

Bruk

Bus itu menabrak membatas jalan dan terguling-guling di jalanan.

Mereka semua yang berada di dalam bus terlempar keluar.

Darah mengalir memenuhi jalanan aspal yang sepi, teriakan kesakitan terdengar memilukan.

Tubuh ku terlempar jauh, kepala ku menghantam trotoar jalan setelah itu kegelapan menyergap ku.

Hening, tidak ada bunyi apapun setelah ini yang ku dengar.

Semua teman-teman ku meraung kesakitan, darah mengalir dari mulut mereka tiba-tiba.

Duaaarrr

Bus yang sempat

kami tumpangi meledak, kobaran api amat besar membuat mereka semua yang ada di lokasi terkejut.

Warga yang tak sengaja melintas langsung menelpon polisi beserta juga dengan ambulance untuk membantu mereka yang terkena musibah.

"T-tolong" lirih mereka yang sudah sangat lemah, darah terus mengalir tanpa henti.

Pak Sehu melihat ke kanan dan kirinya, semua kondisi penumpang sudah parah.

Beliau ingin meminta bantuan namun keadaan tidak mendukung.

Pelan-pelan mata sayu itu tertutup rapat, darah terus mengalir dari hidung, mulut dan kepala.

Tangisan terdengar lirih, tubuh teman-teman ku sudah lemah tak berdaya, rasa sakit terus saja menyerang.

Tak lama dari itu terdengarlah suara sirene polisi dan ambulance.

Wiu wiu wiu wiu

Suara sirene ambulance dan polisi menggema di telinga Arhan yang masih setegang sadar.

"R-raisa" lirih Arhan yang sudah sangat lemas.

Arhan melihat ku yang sudah tidak sadarkan diri, di belakang ku ternyata adalah jurang yang dalam, kurang sedikit lagi ku akan jatuh ke dalamnya.

"Di belakang Raisa itu jurang, gawat dia pasti akan jatuh ke dalam jurang itu jika aku tidak segera menolongnya, aku harus bisa tolongin dia, sebelum dia terjatuh ke dalam jurang itu" batin Arhan bergitu sangat terkejut.

Arhan yang menyadari itu semua berusaha mendekati ku di saat tubuhnya yang sudah lemah tak berdaya.

"Aku harus bisa tolongin Raisa, dia harus selamat, aku akan berusaha sekeras tenaga untuk bisa menolongnya, aku tidak akan biarkan dia jatuh ke dalam jurang itu" batin Arhan berusaha dengan gigih.

Begitu susah Arhan bergerak, semakin dia bergerak rasa sakit terus bertambah dan menyerang tubuhnya.

Keringat-keringat dingin berjatuhan, amat sulit Arhan mencapai tubuh ku, dia masih terus berusaha sekeras yang dia bisa.

Darah-darah segar terus mengalir memenuhi tubuhnya, dia masih terus berusaha untuk menolong ku yang hampir terjatuh ke jurang yang sangat dalam.

"Sedikit lagi Arhan, sedikit lagi, ayo kamu pasti bisa" batin Arhan masih terus berusaha mendekati ku.

Tangannya berusaha mencapai tubuh ku yang berjarak beberapa senti dari posisinya.

"Arrrrgghh" teriak Arhan sekeras mungkin, ia berhasil menyentuh tangan ku namun setelah itu dia tidak sadarkan diri, tubuhnya begitu lemah.

Kedua mata elang itu kini tertutup rapat, bertepatan dengan itu darah mengalir dari hidungnya, meski keadaannya lebih parah dari ku, dia tidak mau melepaskan genggaman tangannya, karena jika hal itu terjadi maka aku pasti akan jatuh ke dalam jurang itu.

Jia yang berada tak jauh dari posisi ku dan Arhan menitihkan air mata, saat ini dia berada di ambang hidup dan mati.

"R-raisa" lirih Jia lalu kegelapan ikut menyergapnya.

Polisi dan petugas rumah sakit mengevakuasi korban-korban dan melarikannya ke rumah sakit lantaran kondisi mereka benar-benar parah dan sangat mengkhawatirkan.

Koma

Aku terbangun dan melihat sekeliling yang penuh dengan ruangan serba putih.

Wajah ku amat bingung namun mata tak sengaja melihat ke arah infus di tangan ku yang terpasang dengan sendirinya.

"Ini pasti rumah sakit, aku sudah bisa menebaknya" kata ku.

Aku berdiri, betapa kagetnya saat aku melihat ada orang yang sama persis dengan ku tidur di atas brankar dengan selang-selang yang memenuhi tubuhnya.

"Ada apa ini, kenapa aku menjadi dua begini, siapa dia, kenapa dia sama persis dengan ku?" tanya ku kaget.

Aku mengamati betul-betul orang yang terbujur lemah di brankar.

Aku memegangi wajah ku karena saking terkejutnya.

"Oh tidak wajah dan segalanya sama, ada apa ini, aku harus nanya sama dokter itu" kata ku kala melihat dokter mendekati gadis yang persis seperti ku.

"Halo pak dokter, bisakah kau jelaskan siapa dia pada ku?" tanya ku.

Dokter itu tak menjawab dan terus fokus menulis sesuatu di buku yang ia bawa.

"Woy kau ini tuli apa gimana sih, aku bertanya loh siapa dia, kenapa kau diam saja" kata ku mulai emosi.

Dokter itu masih diam, dia seperti orang yang tidak melihat ku.

"Koma, gadis bernama Raisa ini koma" kata dokter itu.

"Bagaimana tidak koma dok, kecelakaan bus itu sangat dahsyat, di antara 65 orang itu hanya anak ini saja yang masih selamat" jawab suster.

"Beruntung sekali anak ini masih bisa selamat dari kecelakaan maut itu, semoga saja dia bisa siuman" kata pak dokter menatap iba ke arah ku.

"APA yang dia bilang barusan, hanya aku seorang yang selamat, terus teman-teman aku pada meninggal semua, tunggu-tunggu jadi saat ini aku terpisah dari raga ku gitu" kata ku mulai mengerti.

"Horee akhirnya aku bisa bergentayangan di mana-mana yes yes yes" senang ku kala mendengar berita tersebut.

"Hai raga ku, sukma mu ini mau jalan-jalan dulu, bye selamat tinggal raga ku" kata ku pergi meninggalkan raga yang masih lemah.

Aku melangkah keluar dari dalam kamar, mata ku menangkap banyaknya masyarakat yang berlalu lalang di depan ku.

"Aku masih tak menyangka jika aku benar-benar koma, tapi masuk akal sih, tadi aja dokter itu tidak menjawab saat aku bertanya padanya, hmm ternyata enak banget begini, oh ya kata suster itu hanya aku seorang yang selamat, berarti semua teman-teman ku meninggal dong" kata ku berjalan di koridor rumah sakit sendirian.

"Aku harus pastikan kebenaran dari berita itu, tapi dengan cara apa aku mastiinnya?" tanya ku lalu berpikir.

"Kamar mayat, biasanya kan orang yang sudah mati itu di tempatkan di kamar mayat, aku harus ke sana" kata ku lalu berlari mencari kamar mayat.

Aku mengamati satu persatu kamar-kamar yang aku lewati.

"Di mana kamar mayat itu, kok gak ketemu juga" kata ku terus mencari dengan melihat tiap-tiap tulisan yang ada di pintu.

Mata ku menangkap kamar yang sudah aku cari-cari sejak tadi.

"Nah ini dia yang ku cari-cari, dari mana saja kau itu, kenapa kau tidak terlihat tadi" kata ku menendang pintu kamar mayat.

Tanpa membuang-buang waktu aku langsung masuk ke dalam kamar mayat.

Aku begitu terkejut kala melihat semua teman-teman beserta guru-guru ku terbujur kaku di dalam kamar mayat.

"Ternyata benar teman-teman ku meninggal semua, Jia kenapa kamu pergi ninggalin aku huhu" tangis ku di samping jenazah Jia.

Aku tidak menyangka ini semua akan terjadi.

"Hei Raisa" kata seseorang di belakang ku.

Aku langsung menghentikan tangisan ku dan berbalik badan menghadap ke belakang.

"Jia" panggil ku kala melihat Jia yang tengah mengenakan pakaian putih dengan di sertai wajah pucatnya.

"Kamu jahat, kenapa kamu tinggalin aku, aku mau ikut juga" kata ku memukul dadanya dengan air mata yang terus mengalir.

"Hei nona, kau itu beruntung bisa selamat, kami semua tidak bisa seberuntung diri mu, kau harus bersyukur walaupun saat ini kau sedang koma, kau harus bisa kembali ke raga mu dan hidup bahagia setelah ini" jawab Jia menenangkan ku.

"Tapi Jia, aku ini nanti tidak punya teman lagi, bagaimana aku bisa wisuda tanpa diri mu di dekat ku, kau itu teman ku, kita hidup berdua selama ini, bagaimana aku bisa menjalani kehidupan tanpa mu huhu" tangis ku tak percaya dengan segalanya.

"Hei bodoh, mengapa kau menangis, kau itu beruntung bisa selamat, aku tidak seberuntung diri mu, kau harus bersyukur, aku yakin setelah kau akan siuman, kamu pasti bisa punya teman lagi setelah itu" jawab Jia.

"Tidak ada teman yang sebaik diri mu, ayolah bawa aku bersama mu huhu" tangis ku yang tak ingin berpisah dengan Jia.

"Tidak Raisa, kau harus tetap di sini menjalani kehidupan mu, kami tidak bisa membawa mu" kata Arhan tersenyum ke arah ku.

"Huhu kalian tega ingin meninggalkan aku, aku kesepian, di kelas 3 SMA hanya tinggal aku saja nanti" tangis ku.

"Tidak Raisa, akan ada kok yang bersekolah di sana, kau nanti juga akan punya teman, kamu jangan sedih, jika kamu ikut bersama kami, kasihan dokter yang telah berjuang mati-matian untuk menyembuhkan mu" kata pak Sehu.

"Maafkan aku Raisa, aku tidak bisa menyelamatkan mu, andai aku bisa menyelamatkan mu, mungkin kamu tidak akan koma" sesal Arhan.

Aku menggeleng kuat mendengar kata-kata penyesalan yang dia ucapkan.

"Tidak Arhan, kamu tidak bersalah, seharusnya aku yang merasa bersalah, karena aku kamu meninggal huhu" tangis ku begitu sangat merasa bersalah.

"Tidak Raisa, ini bukan salah mu, mungkin ini saatnya aku pergi" jawab Arhan berusaha menenangkan ku.

"Raisa kami pamit dulu, kamu jaga diri baik-baik, jangan lupa kembali ke raga mu ya" kata Bu Lusi.

"Kami pamit dulu Raisa, semoga kamu bisa sukses di masa depan" kata pak Yanto.

"Selamat tinggal Raisa" kata mereka semua tersenyum sambil melambaikan tangan lalu menghilang untuk selamanya.

"Huhu kenapa mereka tinggalin aku, seharusnya mereka juga membawa ku, aku tidak bisa berjuang sendiri di sini, aku akan rindu dengan kalian yang sudah hampir tiga tahun menemani perjuangan ku" kata ku masih terisak.

Aku menangis sejadi-jadinya di kamar mayat itu.

Aku begitu kehilangan mereka, teman yang selalu membuat ku tertawa di sepanjangan masa, kini mereka semua pergi untuk selamanya meninggalkan aku sendirian di sini.

Aku tak tau apa yang akan terjadi pada ku setelah ini, akankah aku bisa tertawa tanpa mereka lagi atau tidak.

"Nak kamu jangan nangis, mereka memang harus pergi, nenek yakin kamu bisa kembali ke raga mu, kamu jangan sedih ya, kamu harus tetap yakin kalau kamu bisa menjalani kehidupan mu tanpa mereka di dekat mu, nenek yakin kok kamu bisa, kamu anak yang kuat kan" kata hantu nenek-nenek mendekati ku.

Aku mendongak menatap ke arahnya.

"Makasih nek, aku akan berusaha untuk kembali ke raga ku" jawab ku dengan masih terisak.

"Bagus, sstt jangan nangis lagi" kata nenek itu lalu pergi begitu saja.

Mengganggu suster

Aku menghapus air mata ku, melihat sekilas ke arah mayat teman-teman ku setelah itu keluar dari dalam kamar mayat.

"Aku kemana ini, aku harus cari orang yang bisa melihat ku di sekitar sini" kata ku.

Mata ku tak sengaja melihat sesuatu, aku lalu menghampirinya.

"Halo pak dokter, apakah kau melihat ku?" tanya ku pada dokter yang berjalan dengan terburu-buru.

Dokter itu diam tak menjawab, bahkan dia tidak melirik sama sekali ke arah ku.

"Oh tidak, dia tidak melihat ku, bagaimana ini, pokoknya aku harus cari orang yang bisa melihat ku dengan wujud seperti ini" kata ku kembali berjalan untuk mencari orang yang bisa melihat ku.

"Hai nona apakah kau bisa melihat ku?" tanya ku pada tante-tante yang tengah duduk di kursi tunggu.

Tante itu diam tak menjawab, masih fokus dengan ponsel yang di pegangnya.

"Tidak juga, hadeh bagaimana ini, ayolah Raisa kau harus semangat, ingat kau harus bisa kembali ke dalam raga mu, kau jangan putus asa oke" kata ku menyemangati diri sendiri.

Aku melihat sekeliling ku, mata ku menangkap seorang suster yang sedang menjaga apotik.

Dengan cepat aku langsung menghampirinya.

"Halo suster apakah kau melihat ku?" tanya ku dengan senyuman manis.

Suster itu diam ia tengah mencari obat untuk pasien.

"Ku rasa suster ini juga tidak bisa melihat ku, iih kenapa susah banget nyari orang yang dapat melihat ku dengan wujud seperti ini" kata ku.

Aku mengamati suster yang terus fokus dengan obat-obatan di depannya.

"Bosen tau, aku kerjain aja deh" kata ku tersenyum jahil.

Suster itu masih sibuk memilih obat dan meletakkannya di atas meja, aku mengambil obat itu dan kembali meletakkan ke tempat semula.

"Loh kok obat ini gak bertambah, malah berkurang, ada apa ini perasaan baru aja aku tarok di sini, masa iya aku lupa" kata suster itu bingung.

"Haha" tawa ku saat berhasil menjahilinya.

Suster itu kembali mengambil obat dan meletakkan di atas meja dan aku kembali meletakkan obat itu di tempat semula.

"Gak beres ini, aku yakin sekali barusan aku telah mengambil obat itu dan meletakkannya di meja, tapi kenapa obat itu kembali ke tempat semula" kata suster itu masih bingung dengan keanahen yang sedang dia hadapi.

"HAHAHA" tawa ku semakin menjadi melihat suster itu yang semakin kebingungan.

Suster itu mengambil obat lalu meletakkan di atas meja, aku mengangkat obat itu ke udara.

Wajah suster itu begitu terkejut dengan obat yang tiba-tiba terangkat ke udara tanpa ada orang yang melakukannya.

"Arrgghhh hantu, tolong ada hantu" teriak suster itu berlari dengan secepat kilat.

Aku tertawa terbahak-bahak melihat suster yang berlari ketakutan karena ulah ku.

"Hahaha seru juga ngerjain suster, pantas saja makhluk halus kerjaannya cuman usilin manusia tiap hari, jadi ini yang mereka rasakan, benar-benar seru" tawa ku begitu senang di saat orang lain kesusahan.

Di saat aku sedang tertawa terbahak-bahak tiba-tiba aku teringat dengan tujuan awal ku.

"Aku ke sini buat mastiin suster itu bisa lihat aku atau enggak, kenapa aku malah ngerjain dia yang jelas-jelas tak bisa ngelihat aku, lebih baik aku nyari orang yang dapat melihat keberadaan ku dari pada aku tertawa sendiri kayak orang gila di sini" kata ku.

Aku lalu keluar meninggalkan rumah sakit tempat raga ku di rawat.

Aku berjalan tanpa arah, di kanan dan kiri ku banyak sekali pengendara roda dua dan empat yang berlalu lalang di jalanan.

"Aku harus cari orang yang bisa liat aku, tapi siapa, di sini tidak ada satupun orang yang merasa aneh kala melihat ku, apa mungkin di antara mereka semua tidak ada yang dapat melihat ku" kata ku.

"Bagaimana ini, kalau benar itu terjadi, aku harus apa, aku tidak punya cara untuk bisa kembali ke dalam raga ku, aku ingin kembali beraktivitas seperti dulu" kata ku mulai gelisah di tengah keramaian.

"Raisa oh Raisa, kamu harus yakin jika akan ada orang yang bisa lihat dan nolongin kamu, kamu jangan putus asa dulu, kamu cari saja dulu, cepat atau lambat kamu pasti bisa menemukannya" kata ku menyakinkan diri.

"Aku harus tanya semua orang, aku yakin di antara mereka pasti ada yang bisa lihat aku, hmm mari kita mulai dari orang itu" kata ku dengan menunjuk ke arah pemadam kebakaran yang tengah memadamkan api yang sangat besar.

"Aku harus ke sana, aku harus pastiin jika pemadam kebakaran itu dapat melihat ku atau tidak" kata ku lalu berlari mendekati pemadam kebakaran.

"Halo pak pemadam kebakaran, apakah kau bisa melihat ku?" tanya ku dengan harapan yang begitu tinggi.

Petugas pemadam kebakaran sedang berusaha memadamkan api di mobil yang terbakar.

Dia tidak melirik sedikitpun ke arah ku dan hanya terus fokus memadamkan api.

"Heis kenapa dia diam saja, bilang iya kek gitu, biar aku senang, tapi ini apa dia malah cuekin aku" kata ku mulai kesal karena merasa di abaikan.

"Kau sudah membuat ku kesal pemadam, aku akan beri kau pelajaran, lihat ini" kata ku menyemprotkan selang ke muka pemadam itu.

"Arrrrgghh" teriak pemadam kebakaran itu.

Baju pemadam kebakaran basah kuyup tak tersisa.

"Haha suruh siapa cuekin aku, rasakan itu haha" tawa ku pergi meninggalkan pemadaman kebakaran yang berhasil ku kerjain.

"Adooi, aku harus kemana lagi nyari orang yang bisa lihat ku, apa di sini gak ada satupun gitu yang bisa lihat aku, heis dasar mata mereka pada buta, kenapa mereka tidak melihat ku sih" omel ku di sepanjang perjalanan.

Aku berkeliling sepanjang jalan, bertanya pada semua orang yang aku temui tapi hasilnya tetap nihil, tak ada yang melihat ku sama sekali di sini.

"Alamak aku ini ingin kembali ke raga ku, capek juga bergentayangan di mana-mana kayak gini, woyy adakah yang bisa melihat ku" teriak ku di jalanan dengan sekeras mungkin.

Namun hal itu masih sia-sia, pasalnya tak ada satupun yang mendengarnya.

Aku melihat seorang kakek-kakek, dengan cepat aku langsung menghampirinya untuk memastikan jika dia dapat melihat ku.

"Halo kek, apakah kakek melihat ku?" tanya ku.

Kakek itu diam saja tidak bergerak sedikitpun, tatapan matanya juga kosong, wajahnya terlihat serius yang membuatnya terlihat misterius.

"Aneh kakek ini, dah lah aku tinggalin aja, aku yakin dia juga tidak bisa melihat ku" kata ku pergi meninggalkan kakek itu.

Aku terus berjalan tanpa henti.

"Seru juga sih bergentayangan gini, aku bisa bebas masuk ke manapun tanpa bayar lagi, wow seru sekali jadi kayak gini" teriak ku.

Aku berhenti tepat di depan taman kota, mata ku menangkap tiga orang laki-laki berpeci yang sedang duduk di pinggir jalan.

"Widih ganteng benar, samperin ah" kata ku menghampiri mereka.

Aku memutari ketiganya dengan senang, aku menyentuh peci kedua laki-laki yang duduk di paling pinggir, lalu aku menyentuh peci pemuda yang berada di paling tengah.

Tiba-tiba pemuda itu mencekal tangan ku membuat ku terkejut.

"Hei apakah kau bisa melihat ku?" tanya ku kaget bercampur girang.

"Tentu saja kenapa tidak" jawab pemuda itu.

"Yeeyy akhirnya aku menemukan orang yang sudah aku cari-cari dari tadi" girang ku.

"Ustadz bicara sama siapa?" tanya Dimas.

"Sama aku, kenapa kau" jawab ku.

"Bukan siapa-siapa, ayo kita kembali ke pesantren saja, udah mau sore, nanti di marahin pak kyai" ajak pemuda itu lalu berdiri.

"Iya tadz" jawab keduanya.

Mereka bertiga melangkah meninggalkan aku sendirian di taman.

"Eh kok aku di tinggalin, wah gak bener ini, aku harus ikutin mereka" kata ku.

Aku mengikuti mereka bertiga dari belakang.

Saat berjalan tak ada percakapan yang terjadi di antara mereka bertiga, aku hanya terus mengikuti mereka tanpa mengatakan sepatah katapun.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!