NovelToon NovelToon

CINTA NAZIFAH

Merantau

Nazifah Elyana, gadis berusia 19 tahun berparas cantik, putih, tinggi dan rambut yang hitam juga lebat. Akan tetapi, nasibnya tak secantik rupanya.

Gadis yang biasa di sapa Zifa ini harus merantau dari Jawa Barat ke Kota Jakarta, Zifa mendapatkan tawaran pekerjaan dari tetangganya yang juga merantau di Ibu Kota.

"Bu, Zifa ijin ke kota, ya. Enggak mungkin Zifa yang udah dewasa terus mengandalkan ibu dan bapak, Zifa janji akan jaga diri baik-baik dan akan sering mengirim kabar buat ibu dan bapak."

Mirah, Sang Ibu hanya bisa menangis, ia takut kehilangan putri satu-satunya atau putrinya akan mengalami nasib yang malang seperti anak tetangga, pulang dengan keadaan berbadan dua tanpa suami.

"Tapi, Nak. Di Kota juga tidak menjanjikan kebahagiaan, ibu sudah senang kita hidup berkecukupan, bisa makan setiap hari dan berkumpul setiap hari!" lirih Mirah seraya menatap anaknya yang memelas meminta ijin.

Sudah satu minggu, Zifa mencoba meyakinkan ibunya, tetapi, Mirah masih belum juga bisa merelakan Zifa untuk merantau.

"Bu, Zifa janji akan jaga diri dan harga diri Zifa! Ibu percaya, kan. Zifa bukan gadis sembrono, bu!" ucap Zifa meyakinkan, tangannya menggenggam tangan Mirah yang berkeringat.

"Bapak juga semakin tua, Zifa enggak tega hati terus merepotkan kalian, sekarang saatnya Zifa membalas kebaikan ibu dan bapak," laniutnya, Zifa menatap Mirah dan Supardi secara bergantian.

Supardi sudah memberikan ijin untuk Zifa, karena menurutnya merantau lebih baik dari pada terus di kampung dan menjadi incaran para lelaki hidung belang yang terpesona dengan kecantikannya.

"Tapi, Zifa...," lirih ibunya yang sudah tak bisa melawan kerasnya keinginan Nazifah.

Mirah pun melepaskan tangan Nazifah lalu pergi ke kamar untuk menangis.

Zifa pun mengikutinya dan memeluk Mirah. "Bu, demi masa depan Zifa, Zifa enggak bisa pergi tanpa restu dari ibu."

"Zifa, tapi kamu harus berjanji, kamu tidak boleh berubah, tetaplah menjadi Nazifahnya ibu!"

"Zifa janji, bu!" ucap Nazifah yang mengeratkan pelukannya.

Keesokan harinya.

Merasa lega karena telah mendapatkan restu dari kedua orang tuanya.

Sekarang, Nazifah sudah berada di terminal untuk menuju ke Kota. Nazifah berbekal alamat tetangganya itu bekerja dan tetangga tersebut akan menjemput di terminal Kota Jakarta nanti.

Nazifah mencium punggung tangan ibu dan bapak secara bergantian.

"Selalu kabarin ibu, nak!" kata Mirah dan Zifa pun mengiyakan.

"Hati-hati, jaga diri baik-baik!" kata Supardi seraya menepuk lengan Nazifah.

Nazifah menganggukkan kepala.

"Zifa pamit, bu, pak. Doakan keselamatan zifa!" pinta Zifa sebelum naik ke bis.

Terdengar suara kalau semua penumpang sudah harus duduk di bangku masing-masing, Nazifah pun melambaikan tangan pada Ke dua orang tuanya.

****

Baru saja bis itu pergi, hari menjadi terasa sangat sepi bagi Mirah dan Supardi yang sekarang hanya tinggal berdua.

Supardi mengajak istrinya untuk pulang dan Mirah pun segera naik ke sepeda motor butut Supardi yang biasa ia gunakan untuk mencari rumput.

Pekerjaan Supardi adalah mengurus hewan ternak juragan di kampungnya.

Tidak hanya itu, Supardi juga akan mengerjakan apa saja jika ada yang menyuruhnya.

Begitu juga dengan Mirah, selain menjadi buruh petani, ia juga akan melakukan pekerjaan tambahan untuk menyambung hidupnya.

****

Beberapa jam berlalu, sekarang, Nazifah sudah sampai di Kota, Nazifah pun menghubungi tetangganya itu.

Tidak lama menunggu, Nazifah sudah dijemput olehnya.

"Zifa!" seru tetangganya itu yang merupakan ibu-ibu beranak satu. Wanita itu memarkirkan motornya lalu menghampiri Nazifah, membantu membawakan tas nazifah.

"Kamu barang banyak banget! Kaya pindahan aja!" katanya.

"Hehe, kebanyakan ya, bi?"

"Enggak apa-apa! Semoga aja nanti kamu betah kerja di sana!" kata tetangganya itu yang bernama Bi Marwah.

"Nanti kita satu kerjaan enggak, bi?"

"Enggak, beda rumah, kalau di tempat bibi udah penuh, enggak ada lowongan."

"Oh gitu, kalau di tempat yang sekarang ada lowongan itu, majikannya baik enggak, bi?" tanya Nazifah seraya naik ke motor Marwah.

"Baik, tapi Tuan agak dingin katanya, pokoknya pinter-pinter kamu kerja aja, Zifa! Di sana gajiannya gede!"

"Oh gitu ya, bi. Pasti tuannya rewel ya bi?"

"Enggak tau juga, bibi juga enggak pernah liat orangnya!"

Setelah beberapa saat, Marwah sudah sampai di tempatnya bekerja, ia membawa Nazifah ke tempatnya dulu untuk beristirahat.

"Zifa! Kamu istirahat dulu! Besok baru bibi antar ke sana, ya!"

"Baik, bi. Terimakasih banyak," kata Nazifah yang masuk ke kamar Marwah.

"Rumahnya besar banget! Apa rumah calon majikan ku juga sebesar ini?" tanya Nazifah pada dirinya sendiri.

****

Malam ini, Marwah mengajarkan banyak hal, pertama Nazifah harus menurut apa kata majikan dan mengerjakan apa yang disuruhnya.

Nazifah pun menganggukkan kepala.

"Udah malem, tidur! Biar besok fit, hari pertama kerja!"

Nazifah pun menurut dan ternyata Nazifah tidak dapat tidur.

Ia merindukan ibu dan bapaknya juga memikirkan hari pertamanya bekerja besok.

Nazifah pun tertidur saat dini hari dan seperti baru memejamkan mata, Nazifah sudah dibangunkan oleh suara alarm ponsel Marwah.

"Zifa, bangun! Mandi terus siap-siap, nanti bibi antarkan ke rumah majikan kamu!"

"Iya, bi," jawab Nazifah seraya merubah posisinya menjadi duduk.

Setelah bersiap, Marwah sudah mendapatkan ijin dari majikannya untuk mengantarkan Nazifah, Marwah pun tidak bisa lama-lama karena harus bekerja.

Sesampainya di rumah mewah yang berbeda blok itu, Marwah menitipkan Nazifah pada ketua asisten rumah tangga di rumah tersebut.

"Bu, saya titip keponakan, ajarin dia, saya yakin kalau dia bisa bekerja! Kalau salah harap dibimbing, ini pertama kali Zifa bekerja!" kata Marwah yang berdiri di depan pagar.

"Terimakasih, Marwah! Kamu udah bantu saya carikan orang! Kamu tau sendiri, enggak banyak yang betah kerja di sini!" kata Titin, kepala asisten rumah tangga tersebut.

Mendengar itu, Nazifah hanya bisa menelan salivanya. Ia berpikir kalau majikannya adalah orang keras dan apapun yang dilakukan anak buahnya adalah salah.

"Kamu jangan takut!" kata Marwah yang melihat Zifa seperti terdiam dan sedang berpikir.

Nazifah menganggukkan kepala.

Dan setelah itu, Marwah pun kembali ke tempatnya, Nazifah pun dibawa masuk oleh Titin.

Nazifah terkagum dengan kemegahan rumah mewah itu dan Titin membawanya ke rumah belakang terlebih dulu untuk menaruh barang di kamarnya, Titin juga memberikan seragam berwarna biru muda untuk Nazifah.

"Tugas kamu menyiapkan apapun keperluan Tuan! Nanti akan saya bawakan daftarnya!"

"Baik, bu!"

Setelah itu, Nazifah menutup pintu kamarnya, ia mengganti pakaiannya dengan seragam.

Tugas Nazifah.

1 Membuatkan kopi di pagi hari.

2 Menyiapkan sarapan untuk Tuan.

3 Menyiapkan baju ganti untuk Tuan.

4 Dan yang boleh masuk ke kamar Tuan hanya Nazifah termasuk membersihkan kamar Tuan.

Sore hari menyiapkan air mandi beserta baju ganti.

Menyambut Tuan pulang bekerja.

Menyiapkan makan malam dan menemani Tuan makan.

Setelah itu Nazifah boleh istirahat kalau Tuan tidak membutuhkannya lagi.

Membaca itu, Nazifah menanyakan keberadaan istrinya, tentunya, Nazifah bertanya dalam hati.

"Ah, bodoh. Kalau ada istrinya mana mungkin dia butuh asisten!" batin Nazifah.

"Mungkin dia duda atau jomblo enggak laku!" lanjutnya.

Nazifah pun menganggap pekerjaan itu sangat mudah dan apakah benar seperti apa yang dipikirkan oleh Nazifah?

Bersambung.

Like dan komen ya, All ☺

Gemetar

"Titin!" teriak Adam dari kamarnya.

Titin yang sedang bekerja di dapur memastikan sarapan tersaji sesuai dengan permintaan nyonya besar itu segera berlari ke lantai atas.

"Ya, saya Tuan," jawab Titin seraya mengetuk pintu kamar Adam.

"Kenapa lama sekali? Mana asisten yang ku minta? Kopi belum siap, begitu juga dengan baju!" kata Adam yang baru saja membuka pintu, terlihat bulu lebat yang menghiasi dada Adam membuat Titin segera tersadar akan umurnya yang hampir menopause.

"Dia sudah ada, Tuan. Anak baru dan ini adalah pengalaman pertamanya." Titin pun segera undur diri untuk ke rumah belakang, ia mencari Nazifah yang belum juga datang ke dapur untuk membuatkan kopi.

Dan Adam yang masih mengenakan kolor itu kembali masuk dan bersiap untuk mandi.

"Salahnya, semua enggak boleh campur tangan, sampai kopi dan celana da*lam saja harus satu tangan menyentuh!" gerutu Titin dalam hati.

"Aiihhh, kenapa aku menggerutu! Udah berapa tahun aku kerja di sini, kaya enggak tau keluarga besar nyonya saja!" Titin pun mempercepat langkah kakinya.

"Ini lagi, zifah lama banget ditunggunya." Dan sesampainya di kamar, Titin tidak melihat keberadaan yang dicarinya.

Di mana Nazifah?

Nazifah yang baru pertama kali berada di rumah itu tentu saja masih bingung, ia terus memutari rumah utama, sebelumnya ia sudah masuk pintu belakang yang ia yakini pintu itu menuju ke dapur dan akan mencari Titin di sana, tetapi setelah mengikuti pintu ke pintu lagi-lagi Nazifah harus keluar masuk ke pintu yang menuju ke kolam renang.

Titin yang melihat itu mempertanyakan apa yang sedang Nazifah lakukan.

"Syukurlah ibu mencari saya, saya keder, bu. Kaya ada sihir yang buat aku muter-muter, lagi-lagi sampainya di sini," kata Zifa dan Titin hanya menggelengkan kepala.

Setelah itu, Titin memberikan nomor ponselnya pada Zifa.

"Ini, kalau ada apa-apa dan ada yang mau ditanyakan bisa cari saya!"

"Baik, bu!"

Setelah itu, Titin pun mengajak Nazifah ke dapur untuk membuatkan kopi sesuai kesukaan Adam.

Takaran gula dan kopi harus pas, kalau tidak, Nazifah akan membuat kopi berulang kali sampai Adam dengan bosannya untuk menunggu kopi tersebut lalu memilih untuk berangkat bekerja.

"Sana, bawa kopi itu ke kamar! Setiap hari Tuan akan meminum kopi di kamar seraya menunggu waktu sarapan tiba!" kata Titin, keduanya berjalan beriringan, Titin menunjukkan di kamar Adam berada.

Titin dan Zifah berpapasan dengan Rima, ibu dari Adam.

Titin menganggukkan kepala dan Zifah pun mengikutinya.

"Apa dia asisten baru Adam? Kenapa bisa secantik itu?" tanya Rima dalam hati. Rima terus memperhatikan Zifa yang sekarang sudah mengetuk pintu kamar Adam.

Tak terasa, tangan Zifa yang membawa nampan itu bergetar, ia merasa takut, grogi dan cemas.

"Tenang, Zifa!" kata Titin yang berdiri di sampingnya.

Nazifah hanya mengangguk dan mengucapkan kata tenang dalam hatinya.

"Setelah meletakkan kopi di meja balkon, kamu langsung siapkan baju ganti untuk Tuan. Baju ganti untuk ke kantor," kata Titin.

Setelah terdengar suara sahutan dari dalam, Titin pun membukakan pintu kamar Adam.

Zifa mengira kalau Titin akan ikut masuk ternyata Titin hanya mengantarkan sampai depan pintu.

Zifa melihat seorang pria yang mengenakan handuk piyama berdiri di depan cermin besar, terlihat tinggi dan berbadan tegap. Zifa mencoba untuk tidak melihat wajah pria itu karena tidak ingin semakin grogi.

Zifa yang menundukkan kepala itu berjalan ke arah balkon dan meletakkan kopi itu di sana.

Setelahnya, Zifa meletakkan nampan yang dibawanya itu diantara ketiak, nampan itu di apitnya lalu membuka lemari besar untuk menyiapkan baju gantinya.

Sementara Adam merasa mual saat melihat nampan itu diapit di ketiak Nazifah.

Adam segera berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan cairan dari dalam perutnya.

"Hai kamu! Kenapa sangat jorok sekali!" teriak Adam dari kamar mandi, ia berdiri di depan wastafel menatap wajah kesalnya di cermin.

"Saya? Jorok? Jorok bagaimana, Tuan?" tanya Nazifah seraya berjalan mendekati Adam.

"Berhenti di sana!" kata Adam yang melihat Nazifah hampir sampai di depan pintu kamar mandi.

Nazifah yang ketakutan itu merasakan kalau hatinya sangat berdebar hebat, tangannya terasa sangat dingin dan kakinya seolah tak dapat berdiri.

"Kenapa nampan itu kamu taruh di ketek? Sangat menjijikkan!" kata Adam seraya keluar dari mandi.

Nazifah pun segera memindahkan nampan itu dari ketiaknya.

Gadis polos itu segera berlutut di kaki Adam.

"Maafkan saya, Tuan! Saya janji tidak akan mengulanginya lagi! Tolong jangan pecat saya!" tangis Nazifah yang berlutut. "Kampung saya jauh, Tuan. Saya mohon jangan pecat saya, kalau saya salah katakan saja, Tuan. Saya akan memperbaiki!" lanjut Nazifah.

Adam menatapnya dengan kesal.

"Bangun kamu! Cepat keluar! Kamu mau lihat saya ganti baju?"

Zifa pun melihat handuk piyama itu jatuh tepat di depan matanya. Zifa berpikir kalau Tuannya itu benar-benar sudah tanpa busana, Zifa segera berbalik badan lalu keluar dan belum sampai ke pintu nampan yang dipegangnya itu sempat terjatuh dan menimbulkan suara berisik.

"Astaga!" Adam menggelengkan kepala.

Adam yang sudah mengenakan kolor itu segera mengambil pakaian ganti yang terletak di ranjang.

Nazifah segera turun dan menemui Titin di dapur, menceritakan apa yang terjadi kecuali tragedi handuk yang lepas dan Titin meminta Nazifah untuk tenang.

"Sekarang, tugas kamu siapkan sarapan, kamu harus berada di meja makan sampai keluarga nyonyah selesai sarapan!" kata Titin dan Zifa pun menganggukkan kepala.

Setelah menunggu beberapa menit, sekarang, Adam beserta ibunya itu sudah duduk di kursi masing-masing.

Titin melayani Rima dan Zifa melayani Adam. Dengan tangan yang masih bergetar, Zifa mengambilkan sandwich dan dirinya menirukan apa yang Titin lakukan.

Dan di sela-sela makannya, Adam juga Rima mendengar suara keroncongan dari perut Nazifah yang berdiri tidak jauh dari Adam.

Pipi Zifa pun menjadi merah, ia menundukkan kepala, merasa sangat malu, biasanya, di desa, pagi-pagi sekali Zifa sudah sarapan untuk mengisi tenaganya lalu membantu orang tuanya.

Sementara Titin, ia sedikit menggelengkan kepala seraya sedikit menahan senyum.

Adam dan Rima tak menunjukkan ekspresi apapun, keduanya melanjutkan sarapannya.

Selesai dengan itu, Adam pun pamit pada Rima untuk bekerja.

Nazifah merasa lega dan dapat bernafas.

Setelah itu, Rima memerintah Titin untuk memberikan para pekerjanya sarapan.

"Baik, terimakasih Nyonya." Titin menganggukkan kepala saat Rima bangun dari duduk.

Titin pun membawa Nazifah ke ruang makan para karyawan. Di sana sudah ada nasi goreng yang tersedia.

****

Di perjalanan, Adam yang duduk di bangku belakang itu teringat dengan tangan Nazifah yang selalu gemetaran.

Dan itu membuat Adam tertawa sendiri, sopir yang sedang mengemudi pun mengira kalau Adam sedang bahagia hari ini.

Bersambung.

Like dan komen ya all ☺

Dukungan kalian adalah semangat ku

Mengawasi Nazifah

Waktu sarapan, Titin merasa heran dengan kopi buatan Zifa yang tidak dikomplen oleh seorang Adam Raymond. "Mungkin kopinya nikmat dan cocok," batin Titin.

Selesai dengan sarapan, Titin mengingatkan Zifa untuk membereskan kamar Adam. Di mulai dari ranjang sampai kamar mandi yang harus dibersihkan dua hari sekali.

Begitu juga dengan mengelap kaca kamar Adam.

Dan saat Zifa kembali masuk ke kamar itu, Zifa melihat kopi yang masih utuh. Zifa pun mengerti alasan Adam mengapa tak mau mencicipi kopi buatannya, memang salahnya menaruh nampan di ketiak, seharusnya Zifa meletakkan nampan itu di meja lebih dulu.

Selesai membereskan ranjang, Zifa pun mulai mengelap semua benda yang ada di kamar Adam lalu mengepel dan lanjut ke pekerjaan lainnya, di hari pertamanya bekerja Zifa merasa sangat lelah dan lagi semua pekerjaannya harus sempurna.

Zifa yang sedang membersihkan kamar mandi itu mencium aroma wangi dan merasa betah berlama-lama di sana, bahkan tanpa sadar, Zifa yang merasa penasaran dengan sabun orang kaya itu mengambilnya sedikit lalu di oleskan ke tangannya.

Harumnya membuat Zifa seolah sedang berada di taman bunga.

Zifa menarik nafas lalu menghembuskannya, "Haaaaah, harumnya...."

Setelah itu, Zifa kembali harus sadar karena di kamar itu dirinya sedang bekerja buka sedang bermain.

Selesai dengan pekerjaannya, Zifa pun lanjut makan siang, tetapi, di hari pertamanya bekerja ini, ia kehilangan selera makannya, banyak yang ia pikirkan dari ibu dan bapaknya di kampung lalu memikirkan pekerjaan selanjutnya, Zifa takut kalau orang rumah itu tidak menyukainya kalau dirinya terlambat dalam mengerjakan apapun.

Zifa hanya makan sedikit saja dan mendapatkan pertanyaan dari teman sesama pekerja di rumah mewah tersebut.

"Kalau orang langsing juga cantik itu makannya sedikit, ya?" tanyanya tanpa melihat ke arah Zifa.

Zifa hanya diam, karena dirinya tidak tau siapa yang dimaksud olehnya.

"Makanya, kamu diet biar langsing terus dapat jodoh!" timpal Titin yang sedang ikut makan siang bersama.

"Gimana mau dapat jodoh, kerja di sini kaya di penjara! Ngurus laundry dari pagi sampai malam!"

"Tapi kamu suka kan kalau gajian?" tanya Titin.

"Hehe, iya. Suka, kerja di sini gajinya besar!"

"Tapi tanggung jawab juga besar!" timpal si pengurus dapur karyawan dan yang bertugas menjaga kebersihan rumah belakang.

Dan Zifa yang baru datang di rumah itu hanya mendengarkan, ingin ikut mengobrol tetapi belum begitu akrab.

Titin pun bertanya pada Zifa sudah sampai mana pekerjaannya di kerjakan dan Zifa sudah mengurus semua.

"Sisa menyiapkan air mandi Tuan," jawabnya.

"Cepat sekali!" batin Titin.

"Ya sudah, setelah ini kamu istirahat nanti ku ajarkan cara menyiapkan air mandi!" kata Titin seraya menatap Zifa.

Selesai dengan makan, Zifa kembali ke rumah belakang, ia masuk ke kamar lalu menjatuhkan dirinya di ranjang kecilnya.

Zifa menggunakan waktu istirahatnya itu untuk menghubungi Ibunya.

Zifa juga menceritakan kalau pekerjaannya ringan, buktinya jam dua siang dirinya sudah boleh istirahat.

Kabar itu membuat Mirah sedikit merasa lega. Mirah juga menanyakan seperti apa majikannya.

Teringat dengan majikannya membuat Zifa teringat dengan handuk yang jatuh tadi pagi, sungguh pengalaman pertama yang konyol baginya.

Tentu saja, Zifa tidak menceritakan itu pada Mirah, ia takut ibunya berpikir kalau majikannya adalah seorang yang mesum.

****

Di tempat lain, Adam yang memiliki waktu luang itu menemui temannya yang sedang berlibur di Indonesia, Adam yang sedang berada di kafe itu menceritakan pada David temannya, kalau wanita di Indonesia tidak kalah cantik dan menarik dari wanita di luar negeri sana.

"Memang, tapi bagiku, aku sangat menyukai bule yang bisa bermain liar! Hasratku tersalurkan!" jawab David seraya menyeruput minuman dingin yang ada di depannya.

"Nih liat! Cantik enggak?" tanya Adam seraya menunjukkan kamera CCTV dari layar ponselnya, CCTV itu menunjukkan aktivitas Nazifah yang sedang bekerja di kamarnya.

"Wih, ini serius asisten lo?" tanya David seraya terus memperhatikan layar itu.

"Iya, ini di layar ya. Aslinya lebih cantik lagi, apalagi kalau di tambah dadanya montok! Kayanya sih dia masih polos," kata Adam seraya menatap David.

"Tau dari mana lo? Jaman sekarang emang ada gadis polos? Polos tanpa pakaian banyak, bro!" timpal Adam.

"Serius, dia itu gemeteran terus, padahal gue enggak ngapa-ngapain!"

"Gue penasaran," kata David seraya tersenyum smirk.

Begitu juga dengan Adam, ia mulai merasa penasaran dengan asisten barunya.

Dan karena rasa penasarannya itu membuat David memperpanjang masa liburannya di Indonesia.

****

Setelah bertemu dengan temannya, sekarang, Adam pergi ke rumah sakit, ia menemui istrinya yang sedang koma.

Vita namanya, gadis yatim piatu itu mengalami kecelakaan tiga tahun lalu dan selama itu pula ia terbaring lemah di rumah sakit.

Vita berusia 25 tahun sedangkan Adam berusia 30 tahun. Adam jatuh cinta saat Vita bekerja di kantornya, perusahaannya berdiri di bidang kosmetik dan sandang pangan.

Adam hanya menatap Vita dan kemudian ia keluar dari ruang rawat itu.

Adam melihat jam di tangannya waktu menunjukkan pukul lima sore.

Adam pun memilih untuk pulang, sesampainya di rumah, Adam langsung naik ke lantai atas, terdengar suara gemericik dari kamar mandi dan Adam tau kalau asistennya itu sedang menyiapkan air untuk mandi.

"Siapa namamu?" tanya Adam pada Zifa yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Nazifah, Tuan," jawab Zifa yang menundukkan kepala.

"Ada apa di lantai? Kenapa terus melihat lantai? Uangmu jatuh?" Dan tentu saja Adam menanyakan itu hanya untuk meledeknya.

Zifa hanya menggelengkan kepala.

"Saya permisi, Tuan," kata Zifa yang merasa kalau sudah tidak ada lagi yang harus dikerjakan di kamar itu.

Adam yang sedang melepaskan jas juga kemejanya itu tidak menjawab apapun, justru pria itu melemparkan pakaian kotornya begitu saja dan lemparannya itu sengaja dibuat meleset.

"Kamu enggak liat baju itu berantakan?" tanya Adam seraya dagu menunjukkan ke arah keranjang.

Zifa melihat itu lalu memungutnya.

"Saya permisi," ucapnya setelah Zifa membereskan pakaian yang berantakan.

Dan Adam tidak menjawab, ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

****

Malam ini, Adam menemani David yang mengajaknya untuk ke kelab malam, di sana keduanya meminum minuman haram, tetapi, Adam tidak meminum itu sampai mabuk. Berbeda dengan David, pria itu sudah teler dan meminta satu gadis untuk menemaninya malam ini.

Adam pun memilih untuk pulang, ia tidak mau jajan sembarangan, takut tertular penyakit, padahal, Adam sangat menginginkan hasratnya tersalurkan.

Tepat tengah malam, adam yang tidak mau menjadi kambing conge dan terus menunggu David yang sedang bersenang-senang itu sudah sampai di rumahnya.

Dirinya kembali mencari baju ganti dan itu membuat dirinya menghubungi Nazifah di tengah malam. Ia menekan bel yang terhubung langsung dengan kamar Nazifah.

Nazifah pun menanyakan itu pada Titin.

Titin yang berada di kamar sebelah itu terbangun dari tidurnya.

"Itu tandanya kamu dipanggil sama Tuan Adam!" Setelah menjawab, Titin pun kembali melanjutkan tidurnya.

"Malam-malam begini? Mau apa?" tanya Nazifah dalam hati.

Bersambung.

Like dan komen ya all ☺

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!