Happy reading.......
"Mas, ini kopinya di minum ya! Sini aku pakaikan jasnya," ucap Bunga kepada Ilham, yang saat itu sudah bersiap-siap untuk pergi ke restorannya.
Bunga Maheswari, seorang wanita cantik yang berusia 27 tahun. Dia menikah dengan seorang pengusaha ternama, yang memiliki beberapa restoran di Indonesia. Dan dia bernama Ilham Prayoga. Mereka sudah menikah Lima Tahun lamanya. Tetapi sayang, rumah tangga mereka masih belum dikarunai seorang anak.
"Mas, apa kamu nggak bisa temenin aku hari ini ke dokter? Kita kan mau cek kesuburan. Lagi pula, aku males kalau harus diomong terus sama Mama, kalau aku wanita mandul. Padahal sudah beberapa kali cek, aku ini subur."
Bunga memang berencana hari ini akan ke dokter kandungan untuk mengecek kesuburannya kembali. Dia ingin menjalankan program hamil bersama dengan Ilham, tetapi Ilham menolak, karena dia bilang jika hari ini dia banyak sekali pekerjaan yang harus dihandle, dan tidak bisa mengantar Bunga untuk ke dokter.
"Iya sayang, aku minta maaf ya. Lain kali pasti aku antar kok! Kalau gitu aku berangkat dulu ya, kamu hati-hati di rumah."
Cup
Ilham mengecup kening, pipi, dan juga bibir Bunga sekilas, sambil mengusap wajah mulus Bunga. Kemudian dia pun pergi dari rumah tanpa sarapan, karena Ilham banyak pekerjaan hari ini, jadi dia tidak sempat sarapan.
Bunga menghela nafasnya dengan pelan, dan memandang kepergian suaminya itu sampai mobil yang dikendarai Ilham keluar dari pagar rumahnya.
"Ya sudah, seperti biasa aku berangkat sendiri," gumam Bunga sambil masuk kembali ke dalam rumah, dan menaiki tangga untuk ke lantai atas menuju kamarnya.
Rumah tangga Bunga dan juga Ilham terbilang sangat harmonis. Mereka menjalani rumah tangganya dengan bahagia, hari-hari selalu mereka lewati dengan senyuman. Karena Ilham juga sangat menghargai Bunga, terlebih dia juga sangat mencintai Bunga. Walaupun mereka belum mempunyai anak, tetapi Ilham tidak mempermasalahkan itu.
Bunga mengambil foto yang ada di atas nakas. Foto pernikahan dia dengan Ilham, jarinya mengusap foto itu dengan lembut.
"Aku berharap, pernikahan kita akan langgeng dan sampai kakek nenek. Dan aku juga berdoa, agar allah segera mempercayakan rezeki di dalam perut ku. Walaupun saat ini kamu sibuk, tapi aku yakin, kamu pun juga ingin mempunyai seorang anak ya Mas," ucap Bunga dengan lirih,bsambil tersenyum manis menatap foto pernikahannya dengan Ilham.
Bunga pun mengambil tas untuk pergi ke rumah sakit, dia pun menuruni tangga menuju lantai bawah sambil menenteng kunci mobilnya. "Bibi..." Panggil Bunga pada pelayan yang ada di sana.
Tidak lama, seorang pelayan yang berumur 40 tahun pun menghampiri Bunga. "Iya Nyonya! Ada yang bisa saya bantu !/Nyonya?" Tanya Penti, seorang pelayan yang ada di sana.
"Bi, hari ini aku mau ke rumah sakit. Aku titip rumah ya Bi. Mungkin nanti pulangnya agak siangan." Setelah mengatakan itu, Bunga pun pergi keluar. Namun baru saja dia akan menaiki mobilnya, tiba-tiba sebuah mobil sedan berwarna hitam datang dan berhenti di samping mobil bunga.
Melihat itu bunga tersenyum miring, dia kembali menutup mobilnya kembali. Bunga sangat tahu, mobil siapa itu yang baru saja datang. Dan benar saja, tidak lama seorang perempuan paruh baya berusia 50 tahun pun turun dari mobil tersebut, dengan gaya angkuh dan elegan wanita itu menghampiri bunga.
"Mau ke mana kamu pagi-pagi kayak gini?" Tanya ibu Farah mertuanya Bunga.
"Aku mau ke rumah sakit Mah, mau cek kesuburan, sekaligus mau ikut promil juga," jawab Bunga ambil menyalami tangan mertuanya itu.
Mendengar jawaban Bunga, Ibu Farah tersenyum sinis. Kemudian dia pun berdecih. "Ciih, periksa kandungan! Buat apa? Emang udah dasarnya kamu mandul, ya mandul aja! Kamu nggak bakalan punya anak. Lagian, saya heran sama Ilham? Kenapa harus bertahan dengan wanita mandul seperti kamu? Sudah jelas-jelas tidak bisa memiliki keturunan," hina ibu Farah dengan tatapan sinis ke arah Bunga.
Bunga memejamkan matanya, menghela nafasnya dengan pelan. Dia mencoba meredam emosi yang ada di dalam dirinya, sebab bukan kali pertama Ibu Farah mengatakan itu kepadanya. Bahkan sering, setiap hari selalu ada cacian dan makian yang selalu keluar dari mulut pedas wanita paruh baya itu.
Ibu Farah memang tidak menyukai Bunga saat dia menikah dengan Ilham, karena Bunga berasal keluarga seorang pedagang nasi goreng.
"Dokter sudah bilang kok Mah, kalau Bunga ini nggak mandul. Kandungan Bunga subur kok! Mas Ilham juga sama, subur. Mungkin memang Allah, belum memberikan kami rezeki saja! Lagi pula, tidak ada salahnya bukan Mah, jika aku dan masih Ilham itu berusaha? Karena kami--"
"Halaaah... Usaha apa lagi? Emang udah dasarnya mandul, ya mandul! Gggak bakalan punya anak! Kamu tuh, seharusnya pisah aja dari Ilham. Kamu pikir, Ilham akan bertahan sama kamu, dengan keadaan kamu yang seperti ini? Rumah tangga itu nggak akan lengkap tanpa anak." Potong ibu Farah dengan nada menghina sambil menyentak.
Ucapan Ibu Farah begitu menusuk dan menohok ke hati Bunga. Walaupun sudah beberapa kali wanita itu mengucapkan, bahkan tidak terhitung, tetapi tetap saja kata perkata yang wanita itu diucapkan, dan keluar dari mulutnya membuat hati Bunga teriris.
Gimana tidak? Seorang perempuan, dan juga seorang istri tentulah ingin mempunyai seorang anak. Mereka juga ingin merasakan bagaimana menjadi seorang ibu. Tetapi jika mereka belum hamil, apa itu salah mereka? Jika Allah memang belum menakdirkan, lalu apa juga itu salah mereka.
"Kalau gitu Bunga pamit dulu ya Mah, Assalamualaikum," ucap Bunga sambil mencium kembali tangan Mama mertuanya itu dan masuk ke dalam mobil.
Bunga tidak mau berlama-lama berhadapan dengan Mama mertuanya, karena dia yakin setiap kata yang keluar dari mulut wanita itu, pasti akan menohok hati bunga dan akan membuat Bunga benar-benar sakit hati.
"Ciiih, dasar menantu durhaka! Mertua datang malah pergi. Sana pergi aja, tuh periksa kandungan kamu! Emang udah dasarnya wanita mandul, ya mandul. Nggak bakalan punya anak," umpat Ibu Farah sambil melipat kedua tangannya di depan dada, dan menatap sini ke arah mobil Bunga yang mulai keluar dari pagar rumahnya.
Air mata yang Bunga tahan sejak tadi, tiba-tiba saja mengalir. Walaupun dia sudah terbiasa dengan kata kata pedas dari mulut mertuanya, tetapi tetap saja, hati Bunga begitu lembut, dan hatinya gampang terluka.
"Ya Allah, kuatkanlah aku untuk menghadapi ibu mertuaku. Karena walau bagaimanapun, dia sudah menjadi orang tuaku juga. Jadi aku mohon kepadamu, teguhkan hatiku ya Allah! Besarkan, dan kuatkanlah kesabaran di dalam diriku, agar aku bisa menerima semua perkataannya dengan lapang dada, walaupun perkataannya selalu menyakiti hatiku." Bunga berujar sambil mengusap air matanya yang mulai jatuh membasahi kedua pipinya.
------------------------------
Setelah sampai di rumah sakit, Bunga pun langsung masuk ke dalam ruangan dokter yang biasa dia untuk memeriksa kandungannya. Karena setiap bulan Bunga selalu ke sana mengecek kesuburannya.
"Bagaimana dok? Kandungan saya memang subur bukan?" Tanya Bunga saat dokter selesai memeriksa dia.
"Semuanya bagus kok Bu," jawab dokter itu sambil duduk di kursinya.
Bunga menghela nafasnya dengan panjang, wajahnya terlihat begitu sendu menyimpan beribu kesedihan.
"Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Jika memang Allah belum berkehendak, kita sebagai hambanya bisa apa? Kalaupun kamu melakukan ini dan itu, tetapi jika Allah belum berkehendak, kita tidak akan bisa melakukan apa-apa. Karena anak itu adalah rezeki yang Allah titipkan," jelas dokter yang ada di hadapan bunga yang bernama Anita.
"Iya dok, saya tahu anak itu adalah rezeki dari Allah. Tapi kenapa ya dok, sampai saat ini saya tidak bisa hamil? Jujur Dok, saya takut jika nanti suami saya malah berpaling, karena saya tidak kunjung memberikan dia anak."
Mendengar ucapan Bunga, dokter Anita malah terkekeh. "Ibu ini tenang saja! Jika memang suami Ibu mencintai ibu dengan tulus, pasti suami ibu akan menerima Ibu apa adanya. Kita sebagai manusia hanya bisa berada doa dan juga berusaha. Selebihnya semua keputusan ada di tangan Allah. Mungkin saja, Allah belum mengasih Rezeki itu kepada Ibu, karena Allah mempunyai rencana lain? Kita tidak pernah tahu, rencana apa yang Allah telah siapkan untuk kita."
Bunga tersenyum mendengar penjelasan sang dokter, hatinya sedikit lega setiap kali berbicara dengan dokter Anita. Karena jika Bunga menceritakan keluh kesahnya kepada dokter Anita, hatinya sedikit tenang. Sebab Bunga merasa jika dia selalu mendapat wejangan dari seorang ibu. Maklum saja, dokter Anita itu sudah berumur 51 tahun.
"Terima kasih ya dok, kalau begitu saya pamit pulang dulu, assalamualaikum," ujar Bunga kepada dokter Anita
"Waalaikumsalam..."
Bersambung,........
Happy reading...........
Bunga mengendarai mobilnya sambil menatap jalanan, dengan pikiran yang sedikit melamun. Bunga pun memarkirkan Mobilnya di sebuah taman yang ada di kota, dia ingin sejenak merilekskan pikirannya.
Dengan langkah perlahan, Bunga masuk ke dalam taman, berjalan tanpa arah, menatap setiap orang berlalu lalang. Bahkan ada yang sedang pacaran, tetapi pikiran Bunga saat ini, entah sedang di mana. Dia hanya saja terus berjalan mengitari taman itu, hingga tanpa sengaja dia melihat anak kecil yang berusia 4 tahun, sedang menangis di dekat pohon.
Bunga yang melihat itu pun kasihan, kemudian dia mendekat ke arah anak kecil itu. "Adek... Adek kenapa menangis? Mama sama Papanya mana? Kok Adek sendirian?" Tanya Bunga dengan suara yang begitu lembut, agar tidak menakuti anak itu.
Anak perempuan itu pun mengangkat wajahnya, sungguh sangat imut dipandang, dengan pipi cabi dan mata sipit membuat Bunga begitu gemas melihatnya.
Anak kecil itu pun memeluk tubuh Bunga seketika, kemudian menangis tersedu-sedu. Bunga yang melihat itu pun mengelus rambut indah dan lembut yang terurai panjang setengah pinggang, milik Gadis itu dengan lembut.
"Kenapa menangis cantik? Mama sama Papa kamu mana? Kenapa di sini sendirian?" Tanya bunga sambil mengusap air mata anak kecil itu.
"Tadi Aulola ke sini bersama dengan Papa. Tapi Aulola pergi untuk mengejal kupu-kupu, dan sekalang Aulola tidak tahu di mana Papa belada," ucap anak kecil itu yang bernama Aurora, dengan suara cadel.
"Oh, nama kamu Aurora? Cantik, seperti orangnya," goda Bunga sambil menjawil hidung Aurora dengan gemas, membuat anak kecil itu terkekeh.
"Kita cari Papa kamu yuk! Mungkin Papa kamu juga lagi mencari kamu, dan dia sangat khawatir sama kamu! Ayo, Tante antar."
Aurora pun mengangguk, kemudian Bunga menuntun Aurora menyusuri taman itu untuk mencari sang Papa. Setelah cukup lama, tiba-tiba Aurora berucap sambil menunjuk seseorang yang menggunakan jas dan nampak gagah, walaupun hanya terlihat dari belakang saja.
"Tante cantik, itu Papa Aulola, itu Papa," seru Aurora dengan wajah bahagia saat melihat Papanya sedang celingak celinguk mencari dirinya.
"Ya sudah, yuk kita samperin Papa," ajak Bunga sambil menuntun anak itu menuju ke arah pria tinggi nan gagah yang memakai jas hitam.
"Papa..." panggil Aurora sambil berteriak memanggil pria itu.
Mendengar namanya dipanggil, pria tampan itu pun memalingkan wajahnya, dan seketika dia berbinar bahagia saat melihat Aurora berlari ke arahnya. Dengan penuh rasa syukur, pria itu pun memeluk tubuh Aurora dengan erat. Bunga yang melihat itu seketika hatinya merasa terenyuh, dia membayangkan jika pria itu adalah Ilham, yang sedang memeluk anak mereka.
'Jika saja aku dan Mas Ilham mempunyai anak, pasti sekarang kami bahagia. Bahkan kami sering berjalan-jalan. Ya Allah, semoga aku bisa cepat hamil,' batin Bunga sambil meneteskan air mata dan mengusap perutnya dengan pelan.
"Kamu ke mana aja sayang? Papa cari kamu, kenapa kamu lari, dan malah menghilang? Papa kan jadi khawatir," ucap pria tampan itu sambil menangkup kedua pipi gembul milik Aurora.
"Maafkan Aulola Papa, tadi Aulola melihat kupu-kupu yang sangat cantik. Jadi Aulola pelgi mengejal kupu-kupu itu, hingga Aulola tidak tahu, Papa ada di mana? Untung ada tante cantik itu, yang nolongin Aulola buat nyali Papa," tunjuk Aurora kepada Bunga.
Pria tampan itu pun beralih menatap Bunga, kemudian dia berdiri dan menghampiri Bunga. Melihat itu Bunga segera menghapus air matanya, dan tersenyum ke arah pria tampan yang ada di hadapannya.
"Terima kasih, karena sudah membantu anak saya untuk mencari saya. Jujur Saya sangat khawatir, saya takut jika Aurora akan hilang. Sekali lagi, saya terima kasih ya atas kebaikan kamu," ucap pria tampan itu sambil mengulurkan tangannya.
Bunga tersenyum, lalu menjabat tangan pria itu. "Sama-sama, saya kasihan kepada Aurora. Tadi saya tidak sengaja melihat dia menangis di bawah pohon, dan dia bilang, dia tersesat. Jadi saya bantu cari Papahnya," jawab Bunga sambil melepaskan pegangan tangannya.
"Saya Bagas, nama Mbak siapa?" tanya pria tampan itu yang bernama Bagas.
"Saya Bunga! Kalau begitu saya duluan ya. Aurora, tante pulang dulu ya! Ini sudah siang. Senang bertemu dengan kamu anak cantik," ucap Bunga sambil menjawil pipi Aurora dengan gemas. Namun saat Bunga ingin melangkah, tiba-tiba Aurora memegang tangannya.
"Tante, apa kita bisa beltemu lagi?" tanya Aurora dengan tatapan penuh harap ke arah Bunga.
Bunga pun berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi anak perempuan cantik itu, kemudian dia mengusap pipi Aurora dengan lembut. "Insya Allah, Jika Allah berkehendak. Kita akan bertemu lagi. Tante pulang dulu ya cantik, Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam..." jawab Aurora dan juga Bagas bersamaan.
Bunga pergi meninggalkan Bagas dan juga Aurora, tanpa menoleh sedikitpun. Dia berjalan menuju mobilnya, dimana terparkir. Sebenarnya Bunga ingin sekali bermain dengan Aurora, tetapi dia ingat jika dia bukan siapa-siapa. Hanya saja, melihat wajah cantik dan imut milik Aurora, membuat hati Bunga menghangat. Mungkin karena dia menginginkan seorang anak, jadi hatinya gampang tersentuh jika melihat anak kecil.
-------------------------
Bunga memarkirkan Mobilnya di teras rumah, dia masih melihat mobil mertuanya ada di sana. Seketika Bunga pun menghela nafasnya dengan kasar, dia menyiapkan mentalnya dulu sebelum turun dari mobil.
Bunga tahu jika pasti ibu mertuanya akan kembali memaki dirinya, menghina dirinya, dan Bunga harus siap akan hal itu. Walaupun terkadang, ucapan mertuanya itu sangat-sangat menusuk ke dalam hati bunga.
"Assalamualaikum," ucap Bunga sambil masuk ke dalam rumah, dan saat melewati ruang tamu, ternyata Mama mertuanya sedang duduk sambil membaca majalah.
"Bunga, sini kamu," ucap ibu Farah memanggil Bunga dan menggerakkan jari telunjuknya, agar Bunga mendekat ke arahnya.
Dengan langkah malas, Bunga pun mendekat ke arah mertuanya. "Iya Mah, ada apa?" Tanya Bunga.
"Kamu ini istri macam apa? Keluyuran aja bisanya. Ke rumah sakit apa harus selama itu? Mana, coba saya mau lihat hasil tesnya," ucap Ibu Farah sambil merentangkan tangannya, meminta hasil tes Bunga tadi di rumah sakit.
Mendengar itu Bunga pun langsung merogoh tasnya, kemudian dia menyerahkan surat keterangan kesuburannya dari dokter. d
Dan tanpa dibaca, surat itu langsung disobek hingga menjadi beberapa bagian.
Bunga sangat kesal melihat itu, tetapi dia tidak bisa berbuat banyak. Dia hanya bisa menahan emosinya, dan bersabar menghadapi mertuanya.
"Heh cewek miskin! Nggak usah tes-tes kesuburan. Kalau emang udah dasarnya kamu mandul, ya tetep aja mandul! Gak bakalan kamu bisa hamil. Lagi pula saya heran, kamu itu jangan-jangan, bukan ke rumah sakit? Atau jangan-jangan... Kamu itu bertemu sama selingkuhan kamu? Iya," tuduh ibu Farah dengan tatapan tajam ke arah Bunga.
Mendengar itu, tentu saja Bunga menggeleng dengan cepat. "Tidak Mah, kenapa Mama malah menuduh aku seperti itu? Aku benar-benar ke rumah sakit, dan itu suratnya. Tapi Mama tidak membacanya dan malah langsung merobeknya," jawab Bunga membantah ucapan Mama mertuanya.
Plak
Satu tamparan mendarat keras di wajah Bunga, hingga membuat wanita itu sedikit terhuyung. "Berani kamu membatah Mama ya? Ingat, kamu itu di sini hanya numpang. Kalau bukan karena permintaannya Ilham, kamu pikir saya akan merestui hubungan kalian? Dan harusnya kamu itu bersyukur, karena berkat Ilham, operasi ginjal Ayah kamu itu bisa dilaksanakan. Kalau tidak, mana mungkin Ayah kamu hidup sampai sekarang? Mikir dong pakai otak!"
Setelah mengatakan itu, Ibu Farah pun pergi dari ruang tamu, dia melewati tubuh Bunga sambil menyenggolnya, hingga wanita itu jatuh ke lantai.
"Ciih, dasar lemah," ketus Ibu Farah sambil berlalu meninggalkan Bunga.
Air mata Bunga kembali lolos, memang dia dan juga Ilham saling mencintai. Tetapi dulu juga ayahnya Bunga gagal ginjal dan harus dioperasi, dan Bunga tidak mempunyai biaya sebanyak itu. Dan dengan senang hati Ilham mau membantu Bunga untuk membiayai operasi ayahnya, dan Karena itulah Ibu Farah selalu mengungkit-ngungkit masalah biaya operasi itu.
Tadinya bunga ingin mengganti uang itu, walaupun hanya dengan menyicil. Tapi Ilham melarang keras, dia tidak mau Jika Bunga mengganti uang itu. Karena Ilham pikir, mereka suami istri dan uang suami adalah Uang istri.
Bunga pun berjalan menaiki tangga menuju kamarnya, kemudian dia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Tatapannya menerawang menatap langit-langit kamar.
"Ya Allah, entah sampai kapan aku akan bertahan dengan perlakuan Mama? Aku minta kepadaMu ya Allah, tolong balikan hati Mama, agar dia mau menerimaku."
Bersambung.........
Akan sampai kapankah Bunga bertahan?🤔
Happy reading.........
Ilham pulang dengan wajah yang lelah, tetapi entah kenapa Bunga melihat jika suaminya pulang dengan wajah bahagia. Kemudian Bunga menghampiri Ilham dan mengambil tas kerja suaminya, lalu dia pun membuatkan kopi untuk Ilham.
Bunga selalu melayani Ilham dengan baik, di atas ranjang maupun keperluan Ilham yang lainnya. Dia mencoba untuk menjadi istri yang sempurna bagi Ilham.
"Mas, aku besok ada acara di Jakarta Barat, kebetulan temen aku besok 7 bulanan Mas, kamu ikut ya?" Tanya Bunga kepada Ilham, saat Ilham baru saja selesai mandi.
"Duh Sayang, aku minta maaf banget, sepertinya aku nggak bisa deh. Soalnya besok aku harus ke Surabaya, ada beberapa masalah di restoran yang ada di sana. Jadi aku tidak bisa ikut, dan aku di sana juga kemungkinan 3 hari," ujar Ilham sambil menggosok rambutnya dengan handuk.
Bunga mengerutkan dahinya, lalu mengambil handuk dari tangan Ilham.
"Ke Surabaya? Memangnya ada apa dengan restoran yang di sana, sehingga kamu harus turun tangan ke sana? Bukannya di Surabaya itu sudah ada Ardi ya?" Bingung Bunga sambil menatap suaminya dengan tatapan menyipit.
"Iya, memang sudah ada Ardi disana, tapi kan aku bosnya. Dan mau tidak mau, aku harus turun tangan," jelas Ilham.
Bunga mengangguk, mencoba memahami pekerjaan suaminya.
Kemudian mereka pun turun ke bawah untuk makan malam.
Tempat jam 04.00 pagi, Bunga bangun dan membersihkan diri, dia selalu melakukan itu sebelum salat subuh. Setelah menunaikan kewajibannya sebagai Muslim, Bunga pun membawa keranjang pakaian kotor dari kamarnya menuju ruang pencucian.
Bunga mengambil baju kotor satu persatu dari keranjang, lalu memasukkannya ke dalam mesin cuci. Namun saat dia mengambil kemeja milik ilham, kemudian Bunga merogoh saku kemeja itu, dan tangannya menemukan sebuah surat pembelian tas seorang wanita dan harganya mencapai 4 juta.
"Ini surat pembelian seharga 4 juta? Mas Ilham beliin tas siapa? Padahal dia nggak ada ngasih tas ke aku?" Bunga berucap dengan wajah bingung sambil melihat kertas yang ada di tangannya.
Setelah memasukkan semua cucian ke dalam mesin cuci, Bunga pun beralih ke dapur untuk membuatkan kopi suaminya. Sedangkan kertas nota tas yang Ilham beli, dikantongi oleh Bunga dan dia akan menanyakannya setelah membuatkan kopi untuk Ilham.
"Bi... Bibi bikin sarapan dulu ya! Aku mau ke kamar dulu," ucap Bunga pada Bi Marti dan langsung dijawab anggukan oleh asisten rumah tangganya itu.
Saat Bunga masuk ke dalam kamar, dia tidak melihat Ilham berada di ranjang. Bunga yakin jika Ilham sedang bersiap-siap, kemudian dia duduk di tepi ranjang menunggu suaminya sambil memegang nota belanja yang Bunga dapat dari saku kemeja Ilham.
Ilham keluar dengan pakaian yang sudah rapi, kemudian Bunga menghampiri Ilham dan memakaikan dasi suaminya. "Mas, apa aku boleh bertanya sesuatu?" Tanya Bunga sambil mengancingkan kemeja Ilham, lalu memasangkan dasinya.
"Apa itu Sayang?" Jawab Ilham sambil melingkarkan tangannya di pinggang ramping Bunga.
Selesai memakaikan suaminya dasi, Bunga merogoh saku bajunya kemudian mengambil nota yang tadi dia temukan di kemeja Ilham.
"Ini apa Mas? Kamu beli tas buat siapa? Kok harganya sampai 4 juta kayak gini?" Tanya Bunga memberondong Ilham dengan pertanyaan, sambil mengangkat kertas itu berada di hadapan wajah Ilham.
Gluk
Ilham meneguk ludahnya dengan kasar, wajahnya seketika menjadi tegang dan gugup. "Kamu dapat dari mana itu?" Tanya Ilham dengan wajah yang begitu tegang.
"Aku dapat dari kemeja kamu Mas! Yang aku tanyakan, kamu beliin tas siapa? Kenapa harganya begitu mahal? Perasaan ultah aku masih 2 bulan lagi deh Mas?" Heran Bunga sambil menatap Ilham dengan tatapan menyipit dan penuh curiga.
Wajah Ilham terlihat begitu gugup, dia tidak bisa menjawab pertanyaan Bunga, wajahnya benar-benar sangat ketara tegang, dan itu membuat membuat Bunga sangat curiga.
"Kenapa wajah kamu tegang seperti itu Mas? Terus, kenapa kamu terlihat sangat gugup? Apa ada yang kamu sembunyikan dari aku?" Tanya Bunga dengan tatapan mengintimidasi ke arah Ilham.
"N-ggak ada Sa-yang! Ini tuh aku beliin tas buat temen aku. Iya, temen aku." Ilham mengucap ulang perkataannya, dan itu semakin membuat Bunga menjadi curiga
"Teman? Yakin! Kamu nggak lagi main serong kan di belakang aku? Kamu nggak lagi selingkuh kan Mas?" Tuduh Bunga langsung to the point.
Ilham menatap Bunga dengan tatapan tajam, kemudian dia mengambil kertas yang ada di tangan Bunga, lalu melemparnya ke sembarang arah.
"Kamu ini apa-apaan sih, main nuduh suami selingkuh! Aku tuh beliin tas buat temen aku yang lagi ulang tahun. Memangnya salah kalau aku beliin tas buat dia?" Geram Ilham sambil berjalan menuju pintu, menghindari pertanyaan istrinya.
Bunga yang melihat itu tentu saja tidak percaya. Dia kemudian menarik lengan Ilham, agar menghadap ke arahnya. "Kamu jangan bohong ya Mas! Kalau kamu sampai punya selingkuhan, aku nggak akan pernah maafin kamu," ujar Bunga dengan sorot mata yang begitu tajam, menatap kedua mata milik Ilham.
"Udah ah, pagi-pagi bikin debat aja. Itu buat temen aku. Nggak ada! Aku nggak pernah selingkuh. Udah, aku mau pergi dulu," ujar Ilham sambil keluar dari kamar.
Bunga mengikuti langkah suaminya kemeja makan, tapi Bunga merasa heran kenapa Ilham tidak meminum kopi buatan dia dan duduk sarapan. "Loh Mas, kamu nggak sarapan dulu?" Tanya Bunga dengan wajah bingung.
"Enggak! Mood ku sudah hilang," ketus Ilham sambil berlalu keluar dari rumah Bunga yang melihat itu hanya diam saja, dia merasa heran dengan perilaku Ilham.
'Mas Ilham kenapa ya? Kenapa dia harus tegang dan gugup, jika memang dia tidak bermain serong di belakang? Atau ini hanya pikiranku saja! Semoga saja, Mas Ilham memang tidak bermain dengan wanita lain di belakangku. Karena jika itu terjadi, maka aku akan sangat hancur,' batin Bunga sambil menatap kepergian suaminya.
Entah kenapa setelah melihat nota tadi, Bunga merasa ada yang janggal dengan sikap Ilham yang seketika menjadi gugup dan tegang. Tetapi dia tidak ingin berburuk sangka kepada Ilham, Bunga pun mencoba untuk berpositif thinking, dia merasa mungkin Itu hanya pikiran negatifnya saja.
"Sepertinya hanya pikiranku saja! Aku berharap, Mas Ilham akan tetap setia kepadaku," gumam Bunga sambil duduk di meja makan, dan meminum teh yang sudah disiapkan oleh bi Marti.
Bersambung. . ........
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!