NovelToon NovelToon

(Bukan) Perjaka Tua

Sanjaya Group

"Dito, lebih baik kita putus aja!" ucap gadis berusia 20 tahun yang bernama Nayla di belakang kampusnya.

"Kenapa Nay? Aku ada salah apa?" Dito tak mengerti dengan keputusan Nayla yang tiba-tiba ini. Mereka sudah berpacaram sejak awal masuk kuliah dan selama hampir dua tahun ini hubungan itu baik-baik saja. Tapi tiba-tiba saja Nayla meminta putus darinya. Ada apa dengan Nayla?

Nayla membalikkan badannya dan berjalan pelan. Ayolah, dia bukan gadis yang cengeng. Ini sudah menjadi keputusannya. "Karena aku udah bosan sama kamu." jawabnya, sambil berlalu meninggalkan Dito yang hanya berdiri mematung.

Ya, itu hanya sebuah alasan klasik untuk memutuskan hubungan. Nyatanya Nayla memutuskan Dito bukan karena itu. Justru masalah terbesar dalam hidupnya adalah kesenjangan sosial. Dia sadar diri, apakah pantas Dito seorang anak mentri bersanding dengan dirinya yang tidak mempunyai Ayah dan hanya bekerja freelance di teh racik untuk membiayai kuliahnya sendiri. Pertemuannya dengan keluarga Dito, benar-benar menyadarkannya akan hal itu. Saat orang tua Dito secara terang-terangan menyindir status sosial itu.

Nayla menghela napas panjang. "Biarlah, bumi gak akan berhenti berputar hanya karena aku kehilangan Dito. Lihat saja jika suatu saat nanti aku udah sukses!"

Meski demikian, Nayla tidak pernah menyerah. Dia memiliki semangat dan tekad yang kuat dalam hidupnya.

Beberapa saat kemudian ada sebuah panggilan masuk lewat whatsapp nya.

"Iya, hallo... Apa! Ibu masuk rumah sakit. Iya, aku akan segera ke sana..."

Setelah panggilan itu terputus, Nayla berjalan cepat menuju tempat parkir. Dia menaiki motor butut peninggalan dari Ayahnya 5 tahun yang lalu. Setelah menghidupkannya, dia segera melajukan motornya menuju rumah sakit.

"Semoga ibu tidak apa-apa."

Sudah beberapa hari ini ibunya memang mengeluh sakit di bagian perutnya. Setiap kali dia ingin mengajak ibunya periksa, ibunya selalu menolak.

Beberapa saat kemudian Nayla sampai di tempat parkir rumah sakit. Dia langsung menemui ibunya yang masih berada di IGD.

"Ibu." Nayla segera memeluk ibunya yang terbaring di atas brangkar. "Ibu sakit apa?"

Bu Lela tak menjawab pertanyaan putrinya. Justru Dokter yang berada di dekat Nayla yang menjawabnya. "Ada kista yang tumbuh di rahim, dan harus segera di operasi secepatnya."

Mendengar hal itu, Nayla membuka matanya lebar. "Operasi Dok?"

"Iya, karena kistanya sudah membesar."

Nayla menghela napas panjang. Tunggakan bpjs dari dua tahun terakhir ini saja belum dia bayar. Dia juga sudah banyak pinjaman dimana-mana. Gaji juga sudah dia ambil.

"Biar operasi ditunda saja Dok. Karena kami masih belum ada biaya," kata Bu Lela. Karena dia tahu apa yang dipikirkan putrinya saat ini. "Dan saya ingin berobat jalan saja, Dok."

"Ibu, Nayla pasti akan mencari uangnya."

Bu Lela menggelengkan kepalanya. "Ibu tidak apa-apa. Ibu bisa menahan sakit ini."

"Tapi kami tetap menyarankan untuk segera di operasi. Kalau bpjs ibu memang tidak aktif, coba minta bantuan ke perangkat desa agar bisa diganti dengan yang gratis." kata Dokter yang sangat mengerti dengan kondisi pasien.

"Iya, Dok. Terima kasih."

"Saya akan resepkan obat pereda nyeri. Nanti ditebus saja di apotik."

Setelah semua urusan di rumah sakit selesai, Nayla dan ibunya kembali pulang ke rumah.

Kali ini Nayla harus memikirkan cara bagaimana dia harus mendapat uang yang lebih banyak.

Sepertinya aku harus kerja sehari full dengan gaji minimal UMR.

Akhirnya Nayla menulis status di whatsapp nya, jika dirinya sedang butuh lowongan kerja segera.

Beberapa saat kemudian, ada teman lama yang membalas story Nayla. Seketika dia tersenyum.

Setelah sampai di rumah buru-buru Nayla mempersiakan surat lamaran. Mumpung hari masih siang, dia akan segera melamar di perusahaan itu.

"Nay, mau kemana?" tanya Bu Lela yang sedang terbaring di tempat tidur.

"Nayla mau melamar pekerjaan, Bu. Doakan keterima ya, Bu." Nayla berpamitan dan mencium punggung tangan ibunya.

"Terus kuliah kamu?"

Nayla tersenyum tulus agar ibunya tidak khawatir. "Ibu tenang saja. Nanti Nayla pasti akan melanjutkan kuliah."

Setelah itu Nayla keluar dari rumahnya lalu menitip pesan pada tetangga yang terasa saudara itu.

"Mbak Tika, aku titip ibu sebentar ya. Aku mau melamar pekerjaan."

"Iya, Nay. Maaf ya, aku gak bisa bantu banyak. Semoga kamu cepat mendapat pekerjaan yang lebih baik."

"Iya, Mbak. Amin." Kemudian Nayla menaiki motor bututnya dan segera melaju menuju perusahaan yang dia lamar.

...***...

"Selamat, mulai besok kamu bisa langsung bekerja di sini."

Mendengar kalimat itu, senyum Nayla mengembang. Akhirnya dia mendapat pekerjaan dengan gaji UMR meskipun hanya menjadi cleaning service. Tak apalah, yang terpenting ada pemasukan rutin setiap bulannya.

Nayla kini berjalan menghampiri temannya yang sedang membersihkan lantai di lobi. "Echa, makasih ya. Mulai besok aku udah bisa kerja di sini."

"Selamat ya. Tapi gimana dengan kuliah kamu? Kamu sudah mau semester 4 kan? Harusnya kamu bisa jadi staff di kantor ini gak cleaning service kayak aku."

Nayla menghela napas panjang. Kali ini tidak ada pilihan lagi. Dia harus mendahulukan yang lebih penting. "Yang terpenting sekarang aku mendapatkan pekerjaan dulu. Ya udah, aku pulang dulu ya." Nayla memutar langkahnya akan berjalan menuju pintu keluar. Tapi di dekat pintu terlihat ramai orang. "Ada apa?" tanya Nayla. Dia urung untuk melangkah.

Echa justru tersenyum gembira. Ekspresinya seperti melihat artis papan atas. "Wah, itu pasti Pak Reka. Beliau baru pulang dari New York."

"Pak Reka?"

"Iya, CEO di perusahaan ini. Wajahnya tampan banget, udah gitu masih single lagi. Lee min ho sih kalah."

Nayla mengernyitkan dahinya. Bisa selebay itu hanya karena melihat seorang bos. Pasti dia juga sudah tua dan botak mikirin anak buahnya.

"Meskipun aku gak bisa memilikinya tapi paling tidak aku bisa mengaguminya."

Nayla semakin tertawa. "Lebay banget sih. Ya udah aku mau pulang dulu." Nayla mulai melangkahkan kakinya tapi dia juga penasaran dengan apa yang dikatakan Echa. Dia memperhatikan satu per satu lima orang yang berjas itu. Bodohnya dia tidak bertanya yang mana orangnya.

Saking fokusnya tanpa sengaja Nayla justru menyenggol bahu seseorang. Bukannya orang itu yang terjatuh tapi justru Nayla.

Nayla menundukkan pandangannya sambil menahan tubuhnya dengan tangan.

"Hei, kalau jalan itu pakai mata!" suara orang itu terdengar begitu tegas.

"Pak Reka!" tapi panggilan dari rekan kerjanya itu membuat Reka urung melihat wajah Nayla.

Nayla berdiri sendiri dan mengibaskan celananya.

Whats?? Apanya yang ngalahin Lee min ho. Bos arrogant gitu! Moga aja orang itu jarang ke tempat ini meski bos di sini.

Nayla berdengus kesal lalu dia keluar dari perusahaan itu. Dia berjalan menuju tempat parkir. Menatap bangunan yang kokoh dan menjulang tinggi.

Sanjaya Group.

Selamat datang Nayla di Sanjaya Group.

💞💞💞

.

Jangan lupa jadikan favorit ya...

.

Novel ini ikut event 100% kekasih ideal ya. Mohon dukungannya..

Sangat Mirip

Pagi itu, Nayla sangat bersemangat berangkat bekerja. Dia berdo'a, semoga hari pertamanya bekerja diberi kelancaran dan berjalan mulus. Setelah sampai di tempat kerjanya, Nayla bersiap untuk kerja dengan komando dari kepala cleaning service.

"Kamu bersihkam ruangan Pak Direktur!" perintahnya pada Nayla.

Nayla melebarkan matanya. "Hmm, tapi Mbak saya kan masih baru. Nanti kalau saya..."

"Justru ini untuk mengetes kamu di masa training." Potong kepala cleaning service itu yang bernama Vita. "Cepat kerjakan!"

Nayla menganggukkan kepalanya. Dia mengambil peralatan bersih-bersih dan segera berjalan menuju ruang direktur yang berada di lantai lima. Hari masih pagi, para staff dan tentu direktur utama di perusahaan itu belum datang.

Dengan hati yang berdebar seperti akan melakukan ujian, Nayla masuk ke dalam ruangan itu. Ruangan yang cukup luas dan rapi. Dia edarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu, tak lupa juga dia coba kursi kebesaran milik direktur.

"Nyaman sekali kursi ini. Andai aku jadi direktur pasti tinggal aku suruh-suruh aja anak buahku." Nayla tertawa kecil.

Puas berkhayal, Nayla kembali membersihkan ruangan itu. Tanpa sengaja dia menemukan sebuah bingkai foto di dekat pesawat telepon. Foto itu sangat menarik perhatian Nayla. Dia mengambil foto itu dan mengamatinya.

"Katanya Pak Reka masih single tapi sepertinya ini foto prewed." Nayla masih saja mengamati foto itu. "Tapi wajah ini..."

"Apa yang kamu lakukan!"

Suara keras itu seketika membuat Nayla terkejut dan dia menjatuhkan bingkai foto itu hingga kacanya pecah.

Pandangan mata Reka kini menatap tajam pada bingkai foto yang telah pecah itu. Dia berjalan cepat dan mengambil fotonya. "Siapa yang suruh kamu pegang barang-barang saya!" suara keras Reka sangat menandakan jika dia sedang marah.

"Maaf, Pak. Saya tidak sengaja." Nayla memutar tubuhnya sambil menundukkan pandangannya di depan Reka.

"Kamu..." Kalimat Reka berhenti saat melihat wajah itu. Wajah yang sangat tidak asing baginya. Wajah yang sangat dia rindukan yang hanya menghiasi hari-harinya lewat bayangannya saja. Mata dengan kilat amarah itu kian meneduh bahkan berkaca.

"Azkia." Seketika Reka memeluk tubuh Nayla. "Aku kangen sekali sama kamu."

Nayla bingung dengan pelukan Reka yang tiba-tiba itu. "Hmm, maaf Pak." Nayla mendorong dada bidang Reka. "Saya bukan Azkia."

Tersadar, seketika Reka melepas pelukannya. Azkia sudah meninggal, mana mungkin sekarang berdiri di depannya. Reka kembali mengamati wajah itu, dia pegang pipi tirus Nayla dan mengusapnya lembut.

"Wajah ini..."

Nayla menyingkirkan tangan Reka dari wajahnya. "Maaf Pak, saya akan membersihkan pecahan ini." Nayla mengambil sapu dan membersihkan serpihan kaca itu.

Reka kini duduk sambil terus mengamati gerak-gerik Nayla. "Siapa nama kamu?" tanya Reka.

"Nayla, Pak." jawab Nayla. Dia masih saja tidak berani menatap mata Reka yang tajam dan seolah ingin menusuknya.

"Nayla. Cleaning service baru di sini?" tanya Reka lagi.

Nayla menganggukkan kepalanya.

"Lain kali kalau membersihkan ruangan saya, jangan sentuh barang apapun kecuali ada yang kotor."

Nayla mengangguk paham. "Iya Pak. Saya permisi dulu." setelah selesai dengan pekerjaannya, Nayla keluar dari ruangan direktur.

Reka menghela napas panjang. Wajah itu benar-benar sangat mirip dengan Azkia. Bagaimana bisa ada dua orang dengan wajah yang hampir sama. Apa jangan-jangan mereka kembar?

Reka segera menghubungi Bu Ami, selaku kepala HRD. "Bu Ami, tolong bawa CV milik Nayla ke tempat saya... Iya Nayla cleaning service baru."

Setelah meletakkan gagang teleponnya, Reka kembali memikirkan wajah Nayla. "Azkia, apa kamu kembali..."

Reka kembali mengingat semua kenangannya bersama Azkia. Begitu sulit melupakannya. Dia bertemu Azkia saat usianya baru menginjak remaja, saat dia memakai seragam biru putih. Awalnya mereka hanya dekat dan berteman. Sampai saat SMA, rasa itu berubah menjadi cinta. Semua terasa mulus, hingga status mereka berubah menjadi pacar. Setelah lulus SMA, mereka berkomitmen untuk menikah setelah lulus kuliah.

Selama kuliah, mereka menjalani hubungan jarak jauh. Reka di Amerika sedangkan Azkia di Jakarta. Dan penantian itu tak sia-sia. Setelah lulus kuliah, Reka langsung melamar Azkia dan menentukan tanggal pernikahan mereka.

Mereka sudah melakukan foto preweding dan menyebar undangan, tapi tak disangka sesuatu yang buruk itu terjadi. Azkia mengalami kecelakaan saat dia mengendarai sepeda motornya sendiri.

Reka sangat sedih, semua kebahagiaan yang sudah berada di depan mata seketika hancur. Bahkan sampai 8 tahun berlalu dia masih belum bisa melupakan Azkia.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Reka. "Iya, masuk."

"Ini CV nya Pak." Bu Ami memberikan amplop kertas itu kepada Reka.

"Iya, terima kasih."

Bu Ami mengangukkan kepalanya lalu keluar dari ruangan Reka.

Reka memutar benang merah yang melingkar itu lalu dia buka amplop itu.

Dia menghela napas panjang lagi saat melihat sebuah foto yang berlatar biru itu benar-benar mirip dengan Azkia. Dia lihat lagi biodata Nayla.

"Masih umur 20 tahun? Masih muda sekali. Kalau mereka memang gak kembar, kenapa wajahnya bisa mirip sekali." Reka kembali melihat alamat dan nama orang tuanya. "Saudara juga bukan, benar-benar suatu kebetulan."

Reka kembali menarik napas dalam lalu dia sandarkan punggungnya di kursi kebesarannya.

...***...

Nayla mengembalikan peralatan bersih-bersih itu sambil terus mendumel. "Berani banget tiba-tiba main peluk. Dasar mesum!"

"Siapa yang mesum, Nay?" tanya Echa yang tanpa sengaja mendengar perkataan Nayla.

"Eh, bukan." Nayla membalikkan badannya lalu dia mengambil air putih. "Cha, kata kamu Pak Reka itu masih single. Tapi aku tadi tanpa sengaja lihat foto prewed nya."

"Ssttt," Echa mendekati Nayla. "Jangan keras-keras kalau tanya soal itu. Pak Reka itu udah nyaris jadi perjaka tua."

"Maksudnya?"

"Jadi dulu sebelum menikah calon istri Pak Reka itu mengalami kecelakaan dan meninggal. Jadi sampai sekarang Pak Reka udah kepala tiga dia masih saja single soalnya masih trauma."

Nayla menggigit bibir bawahnya. Kasihan juga dengan bos arrogant itu.

"Banyak wanita yang mengejar-ngejar Pak Reka tapi selalu ditolak. Meskipun aku selisih 10 tahun, tapi kalau Pak Reka pilih aku sih, aku mau banget." kata Echa sambil tersenyum membayangkan jika suatu saat nanti dia akan bersama Reka.

Nayla mencubit lengan Echa. "Dasar halu. Gak mungkin Pak Reka bisa ngelirik cleaning service kayak kita."

"Namanya berharap kan boleh aja."

"Kalian berdua ngobrol aja!" ucapan Vita, si kepala cleaning service itu membuat Nayla dan Echa tersentak kaget.

"Nayla kamu dipanggil ke ruangan Pak Reka." kata Vita lagi.

"Aku?" tanya Nayla. Buat apalagi bos itu memanggilnya.

"Iya, mungkin kerja kamu gak beres dan akan langsung di pecat."

Nayla menggaruk tengkuk lehernya yang sebenarnya tidak gatal. Benarkah Reka akan memecatnya setelah dia memecahkan bingkai itu?

Jadilah Pengganti

Nayla mengetuk pintu itu dengan tangan yang bergetar. Padahal sebelumnya dia tidak pernah merasa takut menghadapi apapun.

Setelah ada suara Reka yang mempersilakan masuk, dia masuk ke dalam ruangan Reka. Terlihat Reka sedang duduk santai di kursi kebesarannya. Mereka saling beradu tatap beberapa saat.

Ya, Nayla akui wajah Reka sangat tampan. Dengan umur yang telah matang tapi dia terlihat lebih muda.

"Ada apa Bapak memanggil saya?" tanya Nayla dengan kaku dan sangat formal.

"Duduk dulu." Reka mempersilakan Nayla duduk di kursi yang berada di depan mejanya.

Nayla duduk secara perlahan. Apa yang sebenarnya Reka ingin bicarakan padanya? Benarkah dia akan memecatnya sekarang.

"Apa kamu sudah menikah?" tanya Reka diluar dugaan Nayla.

Nayla terdiam beberapa saat. Tapi sedetik kemudian dia melihat CV nya yang berada di atas meja Reka. "Bukankah di surat lamaran saya sudah jelas."

"Saya hanya ingin memastikan. Mungkin saja KTP dan KK belum kamu perbarui."

Nayla mengernyitkan dahinya. Apa maskud dari perkataan Reka? "Maaf, saya baru tahu kalau aturan di perusahaan ini karyawan nya harus masih single." seperti itulah dugaan Nayla saat Reka ingin memastikan statusnya.

"Bukan, bukan itu maksud saya." Kemudian Reka tidak melanjutkan perkataannya. Dia justru menatap Nayla semakin intens.

Nayla merasa takut dengan tatapan Reka yang aneh itu. Apa jangan-jangan bos mesum itu menginginkan sesuatu dari tubuhnya. Dada Nayla semakin berdebar hebat. Tangannya berkeringat. Meskipun dia sangat membutuhkan uang tapi dia tidak sudi melakukan dosa besar itu.

"Maaf Pak. Kalau memang tidak ada yang dibahas lagi, Saya mau kembali bekerja. Nanti Mbak Vita bisa marah sama saya." kata Nayla pada akhirnya karena Reka sedari tadi hanya terdiam saja.

Reka menghela napas panjang lalu dia berdiri dan berjalan mendekati Nayla. "Saya ingin menawarkan sebuah bisnis buat kamu."

"Bisnis?"

"Iya. Saya ingin menikahi kamu dan sebagai gantinya kamu akan mendapatkan bayaran yang besar dari saya."

Nayla melebarkan matanya. Dia sangat terkejut dengan keinginan bosnya itu. Akhirnya dia berdiri dan menatap tajam Reka. "Memang Bapak pikir saya wanita murahan yang bisa Bapak beli begitu saja."

"Saya bisa jelaskan maksud dari keinginan itu."

"Apa?"

"Karena kamu sangat mirip dengan calon istri saya."

Nayla tertawa sumbang. Reka seorang bos yang disegani tapi Nayla tidak habis pikir dengan jalan pikiran Reka. Bisa-bisanya Reka menjadikannya pengganti. "Jadi, Pak Reka ingin saya jadi pengganti calon istri Pak Reka?!"

"Iya."

"Pak, saya tahu meskipun wajah saya mirip. Tapi Pak Reka harus tahu, jiwa dan raga saya berbeda dengan calon istri Pak Reka. Saya gak mau kalau..." belum juga Nayla melanjutkan perkatannya ada seseorang yang membuka pintu.

Seketika Reka menarik Nayla agar bersembunyi di bawah mejanya dan dia kembali duduk di kursi kebesarannya.

"Mama, tumben ke sini?" tanya Reka pada Mamanya. Meski demikian dia sebenarnya bisa menebak apa yang akan dibicarakan Mamanya kali ini.

"Reka, Mama cuma mah memastikan, nanti malam jadi kan kamu ikut makan malam."

Reka mengerti keinginan mamanya untuk mengajakya makan malam itu, pasti dia akan dikenalkan dengan salah satu anak dari teman Papanya.

Reka menggelengkan kepalanya. "Nanti malam aku ada acara, Ma."

"Reka, Mama tahu kamu selalu menolak tiap kali Mama kenalkan pada gadis-gadis itu. Reka Mama cuma ingin bahagia. Sudah saatnya kamu melupakan masa lalu. Semua adik-adik kamu sudah menikah. Kamu sudah punya segalanya, hidup kamu gak akan sempurna kalau tanpa pasangan. Memang kamu mau jadi perjaka tua." tawa kecil terdengar diujung nasihat Mamanya itu.

"Mama, aku sudah menemukan pilihan sendiri calon istri aku." kata Reka begitu yakin.

Sedangkan di bawah meja, Nayla yang mendengar hal itu ingin sekali memukul Reka yang mengambil keputusan sendiri tanpa persetujuan darinya.

"Serius? Kalau begitu besok kamu kenalkan sama Mama. Ya udah, Mama buru-buru mau ke kantor Raffa dulu." Mamanya berdiri dan melangkah menuju pintu. "Beneran Mama tunggu loh." ingatnya lagi pada Reka agar tidak lupa.

"Iya Ma." Reka menghela napas panjang lalu bersandar pada kursinya.

Setelah aman, Nayla keluar dari kolong meja yang membuat Reka terkejut. "Astaga, lupa kalau kamu ada di bawah meja."

Dasar udah tua, pikun!

Nayla >berjalan menuju pintu tapi lagi-lagi dicegah oleh Reka. Dia menahan tangannya. "Bagaimana dengan tawaran aku? Mau gak mau kamu harus mau!"

Nayla menatap tajam Reka. "Kalau aku minta bayaran sampai 100 juta dalam sebulan, apa Pak Reka bisa membayarnya."

Reka tersenyum miring. Dia semakin mendekatkan dirinya meski Nayla semakin mundur hingga punggung Nayla menyentuh pintu yang tertutup itu.

"Kalau kamu mau bayaran 100 juta per bulan itu berarti jiwa dan raga kamu juga milik aku." Reka menyentuh lembut pipi Nayla dengan jemarinya.

Nayla mendorong tubuh Reka dengan sekuat tenaganya. "Jangan harap!"

Reka mengambil kartu namanya dan dia berikan pada Nayla. "Hubungi nomor WA aku langsung, kalau kamu berubah pikiran."

Nayla menerima kertas kecil itu lalu dia membalikkan badannya dan segera keluar dari ruangan Reka.

"Bos gila!" gerutu Nayla. Sampai kapanpun dia tidak akan melupakan pengalaman pertamanya bekerja hari itu.

...***...

Di hari yang sudah mulai gelap, Nayla menghentikan motornya di depan rumahnya. Rumahnya nampak gelap, belum ada nyala lampu sama sekali.

Nayla masuk ke dalam rumah yang memang tak terkunci itu. Dia hidupkan lampu dan segera berjalan menuju kamar ibunya.

"Ibu." seketika Nayla menghampiri ibunya yang sedang meringkuk di atas tempat tidur. "Ibu kenapa? Sakit lagi? Minum dulu." Nayla mengambil air hangat lalu membantu ibunya duduk dan mendekatkan gelas ke bibir ibunya agar bisa minum dengan mudah.

Nayla semakin kasihan melihat kondisi ibunya. Bagaimana pun juga dia harus segera mendapatkan uang untuk biaya operasi ibunya.

"Ibu kita ke rumah sakit saja ya."

Bu Lela hanya menggelengkan kepalanya. "Ibu gak papa. Bagaimana kerja kamu hari ini?" tanya Bu Lela. Dia mengalihkan pembicaraan putrinya.

"Lancar, Bu." kata Nayla sambil tersenyum. "Ibu tenang ya. Nayla pasti akan segera mendapatkan uang untuk biaya operasi ibu." Nayla memeluk ibunya sambil mengusap punggungnya.

"Kamu juga tetap harus jaga diri. Jangan terus memikirkan ibu."

Nayla melepaskan pelukannya dan menatap ibunya nanar. "Nayla pasti akan lakukan apa saja demi ibu. Karena Nayla sayang sekali sama ibu." kemudian Nayla berdiri. "Nayla mandi dulu ya bu." Dia beranjak dari kamar ibunya menuju kamarnya.

Satu kertas kecil yang bertuliskan Reka Sanjaya yang lengkap dengan alamat dan nomor ponselnya itu kini dia tatap.

Satu helaan panjang membulatkan tekadnya. Dia salin nomor itu ke ponselnya dan segera menghubungi Reka.

"Hallo, Pak Reka saya ingin bertemu..."

💞💞💞

.

Jangan lupa like dan komen...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!