NovelToon NovelToon

LAILA UNTUK KANG ROHIM

EPISODE 1 AHMAD ROHIM

Di sebuah desa yang bernama Sumber Sari. Terdapat seorang lelaki yang menjadi idaman para gadis karena kesalehannya. Ia yang sudah sedari berusia 17 tahun tinggal di Sumber Sari mengikuti kakak tingkatnya. Dia dan kakak tingkatnya harus mengabdi disana selama beberapa tahun setelah dianggap lulus dari pondok pesantren yang berada di Pulau Jawa.

Namun karena kurangnya orang yang mengajar mengaji di daerah tersebut. Membuat seorang Pak Haji di desa tersebut meminta kepada pondok pesantren tempat kyai tersebut mondok, meminta pemuda itu untuk bisa menetap di desa Sumber Sari.

Ia diberikan tempat tinggal di belakang masjid yang ada di desa Sumber Sari.

Saat Pemuda itu telah berusia 26 tahun. Ia pun ingin menyempurnakan agamanya dengan menjalankan sunnah Nabi yaitu menikah. Seorang sahabat, beberapa sesepuh dan tokoh agama memberikan saran pada lelaki yang bernama Ahmad Rohim dan biasa dipanggil Kang Rohim di desa Sumber Sari itu, untuk melamar seorang gadis yang merupakan putri Sulung dari Abah Ucup. Kebetulan Abah Ucup juga mencari jodoh untuk anaknya.

Abah Ucup adalah tokoh sesepuh yang dipandang di desa sebelah atau desa Sumber Waras. Sebuah desa yang bersebelahan dengan desa Sumber Sari. Dimana penduduknya adalah mayoritas keturunan orang jawa. Kecamatan yang memiliki 6 desa tersebut diberi nama Kecamatan Tegal Rejo. Di desa Sumber Sari hanya ada satu masjid, dan masjid itu menjadi tempat Rohim menetap dan mengajar mengaji.

Ia yang tinggal di gubuk kecil di belakang masjid yang bernama Nurul Iman. Rohim ingin segera menikah karena usianya yang hampir menginjak 27 tahun. Rohim yang merasa tabungannya telah cukup, membuat Rohim memberanikan diri untuk melamar putri dari Abah Ucup.

Malam itu Rohim ditemani dua orang lelaki untuk bersilahturahmi ke kediaman Abah Ucup. Lelaki pertama bernama Kang Mukidi atau biasa di sapa Kang Kidi. Ia adalah sahabat Rohim. Selama Rohim menetap di Sumber Sari, Kidi adalah pemuda yang akan sering ke masjid sekedar untuk bermain game di komputer yang dimiliki oleh Kang Rohim. Di belakang masjid terdapat ruangan berukuran dua meter kali dua meter. Di sanalah Rohim meletakkan komputer, atau alat-alat sound sistem Masjid. Sehingga Mukidi jika ke masjid bukan shalat melainkan akan duduk di ruangan itu sampai berjam-jam lamanya. Namun hal itu lebih baik sebelum ia mengenal Rohim, Mukidi lebih sering duduk di tempat judi sambil minum-minum keras.

Rohim bukanlah Seorang yang memaksa orang lain untuk beribadah. Apalagi sampai menghina terlebih menjauhi orang yang belum menjalankan syariat. Ia lebih merangkul orang tersebut. Meraih hatinya baru ia memberikan bahwa seorang muslim itu harus menjalankan syariat agamanya.

Bagi Mukid di tahun 2000, sebuah komputer dengan permainan Onet sangat menarik. Bahkan komputer pada saat itu hanya ada di kantor-kantor pemerintahan. Dan orang-orang tertentu. Rohim membeli benda itu dengan tabungannya setahun. Ia hanya menggunakan benda itu untuk mengetik kitab agar mudah memberikan materi pada anak-anak TPQ dan ibu-ibu serta bapak-bapak jama'ah Nurul Iman.

Walau Mukidi pertama kali mengenal Rohim hanya karena senang tidak harus membeli rokok. Karena ketika bersama Rohim, Kidi tak pusing untuk merokok. Karena Rohim yang memang pencinta kopi dan rokok itu tak pernah pelit untuk urusan rokok. Ia akan meletakkan rokok dan koreknya sehingga siapapun yang berada di dekatnya bisa mengambil sebatang atau dua batang rokoknya.

Namun lama kelamaan ia yang merasa nyaman dengan Rohim, mereka pun bersahabat. Layaknya minyak wangi. Rohim memberikan dampak kepada Kidi yang hampir setiap malam ke tempatnya. Ia menjadi rajin shalat. Walau ia akan duduk berjam-jam di hadapan layar komputer Untuk bermain game Onet dan lainnya.

Lelaki kedua yang menemani Rohim yaitu Pak Toha sebagai Takhmir di masjid Nurul Iman, Ia juga yang dulu meminta pada Pondok Pesantren Rohim agar mengirimkan adik tingkat untuk mengabdikan ilmunya di desa tersebut.

Rohim bertubuh tak terlalu tinggi namun cukup manis dipandang, ia memiliki lesung pipi. Dan hal itu mampu membuat ia dikagumi banyak gadis di desa Sumber Sari dan juga desa tetangga. Selain berwajah manis, kepribadian dan sikapnya yang sopan membuat banyak para gadis menaruh hati padanya. Apalagi suaranya yang merdu ketika memimpin majelis shalawat dan Yasin di desa itu. Akan tetapi Jiwa santri dari Rohim masih melekat walau ia tak lagi tinggal di pondok pesantren.

Sehingga ia selalu menundukkan pandangannya ketika berpapasan dengan yang bukan mahram. Terlebih ia adalah lelaki yang irit berbicara pada orang yang baru ia kenal. Bahkan ia selalu menangkupkan tangannya saat akan akan berjabat tangan dengan selalu berwudhu ketika keluar rumah. Sehingga tak menyakiti hati orang yang mengajaknya bersalaman namun bukan mahram. Ia dengan niat dan penjelasan bahwa dia sedang dalam keadaan wudhu.

Sosok Rohim bukan hanya dikenal di desa Sumber Sari melainkan satu kecamatan Sumber Rezki. Karena sikap rendah hatinya, membuat banyak hati gadis merasa berharap di lamar guru ngaji yang selalu kemana-mana mengenakan motor bebek berwana hijau yang akan mengeluarkan suara khasnya.

Malam itu, Rohim dan Kidi beserta Pak Toha mengendarai dua buah motor yang khas dengan suara knalpotnya dan juga berasap. Ketiga lelaki itu menuju rumah Abah Ucup. Malam yang sedikit kelabu karena hujan rintik dan sesekali terdengar suara guruh. Karena Pak Toha yang sudah terlanjur berjanji pada Abah Ucup, maka mereka bertiga tak membatalkan rencana untuk datang dengan niat melamar putri sulung Abah Ucup. Abah Ucup yang baru pulang dari Jawa timur menghadiri acara wisudah putri bungsunya yang baru saja mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Agama.

Suara rintik hujan yang jatuh membasahi genteng di rumah Abah Ucup,hal itu membuat Pak Toha mengucapkan salam beberapakali. Hujan memang bertambah deras sejak mereka berangkat dari sumber sari. Tak lama pintu di buka oleh Bu Salamah. Istri dari Abah UCup. Mereka di persilahkan masuk ke dalam. Abah Ucup pun menyambut mereka.

Saat Bu Salamah menyerahkan minuman dan camilan, Rohim melirik berharap putri yang dari Abah Ucul itu muncul. Karena biasanya orang tua akan memperkenalkan anak mereka kepada yang akan berkunjung dengan memberikan kesempatan pada putrinya untuk mengeluarkan minuman untuk tamunya. Namun yang di harap Rohim tak terjadi. Bu Salamah justru yang keluar sendiri membawa nampan yang berisi empat cangkir kopi dan rengginang.

Bu Salamah dan putri Sulungnya belum tahu mengenai maksud kedatangan Pak Toha dan Rohim ke kediaman mereka. Abah Ucup pun tak tahu. Yang ia tahu takhmir masjid nurul iman itu ingin bertandang kerumahnya. Pak Toha pun menyatakan maksud dan tujuannya.

“Jadi Begini Abah, saya dan Rohim juga Kidi, kemari ada maksud.”

“Lah saya juga penasaran apa tujuan Pak Toha sampai hujan-hujan masih harus kemari, nekat sekali sepertinya.” Jawab Abah Ucup.

Pak Toha tertawa, perutnya yang besar pun berguncang karena tawanya.

“Hahaha…. Yah mau ndak mau, hujan badai di tempuh ini Bah, Soalnya menyangkut isi hati anak muda yang ingin meminang anak gadis Abah.”

“Apa?” Jawab Abah Ucup Kaget.

Abah Ucup mengamati kedua lelaki yang ada di sisi Pak Toha.

"Lah kalau Rohim yang melamar anak saya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Lah kalau Si Mukidi itu. Di beri gratis pun aku tak mau. Lelaki itu bisa nya apa."

Abah Ucup mengamati Rohim dan Mukidi. Ia mengenal dua sosok pemuda itu. Dua pemuda dengan dua karakter yang berbeda. Jika Rohim bukan orang kaya. Tetapi ia orang berilmu. Walau ia bukan pejabat tetapi ia di hormati bukan hanya di desanya tetapi juga di desa tetangga. Namun Mukidi, lelaki yang hanya tinggal memiliki ibu, ia justru hanya makan, tidur dan bermain bola. Tak memiliki pekerjaan.

"Ehm.... ehm...."

Suara Abah Ucup melihat Mukidi yang akan mengambil satu rengginang terakhir. Sedangkan Rohim dari tadi hanya menikmati kopi yang di sajikan.

EPISODE DUA MELAMAR PUTRI ABAH UCUP

"Jadi begini, saya mohon maaf apabila kehadiran saya dan Rohim beserta Kidi mengganggu waktu istirahat Abah sekeluarga. Adapun kedatangan kami kemari yaitu ingin melamar anak gadis Abah.” Ucap Pak Toha.

Abah Ucup menoleh kearah Kidi dan Rohim.

“Tunggu, ini yang ingin menikah Mukidi apa Kang Rohim?”

Abah Ucup tak menyangka jika Pemuda yang ia sendiri kagumi melamar putri sulungnya. Banyak orang tua yang juga berharap anaK gadisnya menemukan jodoh seperti Rohim. Walau bukan orang kaya, bukan pula pejabat. Tetapi karisma Rohim yang baik di mata orang tua di desanya dan desa tetangga mampu membuat ia di kagumi banyak orang.

Abah Ucup membenarkan posisi duduknya. Ia menoleh ke arah Pak Toha. Lelaki yang diminta oleh Rohim menjadi wakil dari dirinya untuk melamar putri Abah Ucup. Karena sudah menjadi tradisi di desa itu. Jika hendak melamar, maka membawa satu perwakilan keluarga dan mengutarakan maksudnya. Jika lamaran di terima barulah prosesi resminya datang bersama keluarga besar.

“Rohim Bah, Dia beberapa waktu lalu menyatakan maksud hatinya ingin menikah dan minta pandangan saya kira-kira ada tidak gadis yang bisa ia lamar untuk menjadi istrinya. Lah kebetulan waktu itu Abah juga bilang sama saya kalau Putrinya Abah belum ada calonnya. Ya saya bilang sama Rohim buat coba kemari dulu. Minimal mereka ketemu dan kenalan dulu Bah. Kalau cocok ya Alhamdulilah. Rohim inginnya segera menikah jika diterima."

Jelas Pak Toha panjang lebar.

Abah Ucup terdiam sesaat, ia kaget karena Rohim yang dikenal pemuda yang alim datang kerumahnya dan ingin melamar putrinya. Ia yang bukan orang pandai dalam agama.

“Lah memangnya kamu sudah tahu anak Abah?”

“Dereng bah, nanging asring mireng naminipun."Jawab Rohim.

{Belum Bah, Tapi sering mendengar namanya.}

“Baik, Boleh ndak Abah dengar apa tujuan kamu mau menikah? Dan memilih anak Abah?” Tanya Abah Ucup lagi.

Masih dengan menunduk Rohim menjawab pertanyaan Abah Ucup. Suara nya terdengar jelas. Abah Ucup dapat melihat jelas wajah teduh guru ngaji itu.

“Pertami kulo kajeng nglampahaken syariat Allah ing pundi salah setunggalipun inggih punika omah-omah. Ing pundi omah-omah gadhah tujuwan kangge ibadah ittiba’ rosul njagi kehormatan utawi kemuliyaan manungsa saha njagi kelestantunan lebet omah-omah. Lan kulo ngajeng-ajeng saged nebihi dhiri kula saking zina, amargi umur ingkang sampun umur, kul0 kuwatos tergoda zina minimal zina manah amargi ngaosi estri ingkang mboten halal kulo bayangkan lan pandang, kula dereng ngertos ingkang pundi putri abah. Nanging ingkang kula ngertos sampun pinten tiyang nyaranaken kula kangge mriki." Jawab Rohim mantap.

{Pertama saya ingin menjalankan syariat Allah dimana salah satunya yaitu nikah. Dimana menikah bertujuan untuk ibadah ittiba’ rosul menjaga kehormatan atau kemuliyaan manusia serta menjaga kelestarian dalam berumah tangga. Dan saya berharap bisa menjauhi diri saya dari zina, karena usia yang telah dewasa, saya khawatir tergoda zina minimal zina hati karena mengagumi perempuan yang tak halal saya bayangkan dan pandang, Saya belum tahu yang mana putri Abah. Tapi yang saya tahu sudah berapa orang menyarankan saya untuk kemari.}

Abah Ucup dan Pak Toha terlihat manggut-manggut. Sedangkan Kidi hanya diam namun daritadi ia ingin mengambil rengginang yang ada di piring. Tetapi rasa malu menahannya. Abah Ucup mendengar Rohim berbicara menggunakan bahasa Jawa halus, ia pun semakin kagum dengan lelaki yang terkenal dengan pandainya ia menundukkan pandangannya juga keistikomahannya dalam mengajar anak-anak yang dimana tidak ada bayaran yang cukup menggoda, bahkan ada beberapa warga yang tak pernah memberikan Rohim apa-apa selama anak mereka belajar mengaji dengan Rohim.

Mukidi pun tak lepas dari rasa kagum, kagum pada temannya yang begitu menjaga pandangannya itu. Karena selama mereka berteman, hampir tak pernah ia melihat Rohim menatap atau memandang perempuan. Berbeda dengan dirinya yang akan begitu terpesona jika ada gadis yang cantik berada di dekatnya. Bahkan Mukidi tak segan-segan mendekati gadis itu.

Abah Ucup yang mendengar penuturan Rohim mengusap-usap dagunya yang tak memiliki janggut. Ia memikirkan sesuatu, lalu ia mempersilahkan tamunya untuk menikmati hidangan yang telah di sediakan oleh istrinya beberapa saat yang lalu. Mukidi pun tersenyum lebar, ia lebih dulu mengambil rengginang yang dari tadi diliriknya.

Abah Ucup mengamati Rohim, menurutnya pribadi Rohim yang santai dan juga humoris namun juga orang yang serius apalagi saat bicara perihal dakwah. Bagi Abah Ucup, Rohim tak hanya fasih teori seputar hukum-hukum agama melainkan juga aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari sang pemuda. Bukan hanya teori tetapi ia praktekkan dalam hidupnya.

Ia memang pemuda yang alim tapi tak memandang rendah orang yang belum menjalankan syariat agamanya. Apalagi dengan orang yang lebih tua usianya. Setelah Pak Toha beserta Rohim dan Kidi menikmati hidangan itu, Abah Ucup memberikan jawaban atas pertanyaan Pak Toha.

“Jadi bagaimana Bah, Apakah diterima ini lamaran Rohim atau mau dikenalkan dulu anaknya?” Tanya Pak Toha.

“Sebentar, tunggu.” Ucap Abahk Ucup berdiri dari tempat duduknya.

Abah Ucup berjalan ke arah bingkai foto. Ia menurunkan bingkai foto itu. Lalu ia letakan bingkai foto itu di atas meja dalam keadaan tertutup.

“Menawi kulo nampi lamaran sampeyan nanging sanes kangge lare pertami kulo . Ananging lare kaping kalih kula . sampeyan angsal sumerep fotonipun. Puniku foto wisudahipun seminggu ingkang rumiyin. Midherek kula, putri bungsu kula langkung cocok kangge nak Rohim." Jawab Abah Ucup yang menggunakan Jawa alus karena malu sedari tadi Rohim menggunakan bahasa yang sedikit sekali anak muda bisa menggunakan bahasa ini.

{Kalau aku menerima lamaran mu tapi bukan untuk anak pertama ku. Melainkan anak kedua ku. Kamu boleh melihat fotonya. Itu foto wisudah nya seminggu yang lalu. Menurut saya, putri bungsu saya lebih cocok untuk nak Rohim.” Ungkap Abah Ucup pada Rohim.}

Rohim makin tertunduk. Ia tak berani membuka bingkai foto itu. Mendengar kata wisudah membuat hati Rohim menciut. Ia yang hanya alumni pondok pesantren. Ia hanya memiliki ijazah SD. Hal itu karena sedari kecil ia di pondok salafiyah yang belum memiliki keabsahan surat menyurat sehingga ijazahnya belum diakui pemerintah.

Pak Toha melihat Rohim hanya menunduk diam, ia tahu apa yang dipikirkan oleh adik tingkatnya itu.

“Ayo Kang, dibuka saja. Ya siapa tahu cocok.” bisik Pak Toha.

Rohim masih menunduk, namun sepintas ia melirik bingkai foto yang tergeletak di atas meja.

“Kados puniki mawon bah, kula mangke tilaraken foto kula. Lan tulung jlentrehaken ing putri bungsu abah menawi kula namung lulusan SD. Mila menawi piyambakipun nampi lamaran kulo. Kulo ajeng saenggalipun nglamar piyambakipun kalih resmi." Jawab Rohim.

{Begini saja Bah, Saya nanti tinggalkan foto saya. Dan tolong jelaskan pada putri bungsu Abah kalau saya hanya lulusan SD. Maka kalau dia menerima lamaran saya. Saya akan secepatnya melamar dia secara resmi.}

Abah Ucup kaget karena ia heran, bagaimana Rohim tak ingin melihat wajah putrinya. Abah Ucup hanya khawatir jika Rohim akan kecewa, Karena putri pertamanya lebih cantik dari putri keduanya. Sebab biasanya lelaki akan mencari istri yang cantik parasnya.

“Lah kok begitu? Nanti kamu menyesal kalau dia tidak secantik putri sulung ku?” Tanya Abah Ucup penasaran.

Rohim menjawab rasa penasaran Abah Ucup dengan sebuah pertanyaan balik.

“Pangapunten abah, nanging abah nggih kenging punapa menjodohkan kula kalih putri bungsu abah sanes kalih putri pertami abah. Dene midherek pak Toha, Abah saweg madosi jodho kangge putri pembajeng abah."

{Maaf Abah, tapi abah pun kenapa menjodohkan saya dengan putri bungsu Abah bukan dengan Putri pertama Abah. Sedangkan menurut Pak Toha, Abah sedang mencari jodoh untuk putri sulung Abah.}

Abah Ucup menyeruput kopinya lalu menjawab pertanyaan Rohim.

“Slruuup… cep.cep…” (suara Abah Ucup meyeruput kopinya)

“Berdasarkan dengan niat dan tujuan mu menikah maka aku rasa kamu lebih cocok untuk Putri bungsuku. Cara kalian memandang hidup punya kesamaan. Aku Orang tua dari kedua putriku. Maka aku lebih tahu karakter kedua putri ku itu. Dan aku pastikan putri bungsuku lebih cocok untuk mu. Niat beribadah dalam bingkai rumah tangga."

Rohim pun dipaksa oleh Abah Ucup untuk membuka foto yang ada diatas meja tersebut. Dengan menyebut basmalah di dalam hatinya Rohim membalik bingkai foto tersebut. Ia baru hendak membuka foto itu, lalu dengan cepat membalikkan lagi foto tersebut. Satu penjelasan bahwa ia dan putri bungsu Abah Ucup ada kesamaan dalam memandang apa arti menikah maka Rohim pun memilih apa yang disarankan yang memiliki anak gadis itu.

Masih dengan menunduk karena malu, Rohim melamar Laila untuk dirinya. Ia membisikkan sesuatu kepada Pak Toha.

Pak Toha kembali menyampaikan apa yang menjadi hajat Rohim pada Abah Ucup.

“Bismilahhirommannirrohim. Alhamdulilah, Rohim berniat melamar putri bungsu Abah."

“Alhamdulilah, Saya akan memberikan jawabannya satu bulan lagi. Saya akan segera menghubungi putri saya yang sekarang masih di pondok pesantren. Kemarin setelah wisudah dia itu di tahan sama Kyai dan Bu Nyai nya. Saya khawatir nanti malah menikah sama orang jauh. Repot, saya cuma punya dua anak."

Saat Abah Ucup mengatakan hal itu. Putri sulungnya yang dari tadi berbunga-bunga karena mendengar ia di lamar Rohim. Seketika ia merasa sedih dan marah kepada Abah Ucup. Hatinya hancur. Ia sakit hati, karena Ia yang sebenarnya telah lama menaruh hati pada guru ngaji desa Sumber Sari itu. Tetapi cintanya belum sempat berkembang.

Abah Ucup malah meminta sang idola hati untuk menikah dengan adik kandungnya. Kembali ia merasa di nomor duakan oleh Abah Ucup. Ia yang dulu ingin kerja ke kota tak di izinkan sedangkan adiknya mondok hingga baru saja menyandang gelar sarjana agama itu selalu di turuti kemauannya.

“Hiks, tega Abah… Hiks, hiks… Awas kamu Laila!"

EPISODE 3 KEMARAHAN WAROH

Kobaran Api terlihat dari arah dapur di kediaman Abah Ucup. Istri Abah Ucup terbangun karena mendengar suara benda yang jatuh dari arah dapur. Ia keluar dari kamar dengan tergopoh-gopoh, karena mencium bau angit. Saat tiba di ambang pintu dapur, perempuan berusia 45 tahun itu dikagetkan dengan asap yang mengepul dari arah luar dapur. Ia cepat berlari karena melihat pintu yang terbuka.

“Astaghfirullah… Ono opo iki?”

[Astaghfirullah... Ada apa Ini?]

Saat tiba di luar, ia kaget melihat Putri Sulungnya sedang membakar baju-baju adiknya. Bahkan kedua mata Istri Abah Ucup itu semakin membesar melihat ada separuh ijazah dan akte ikut terbakar. Istri Abah Ucup itu menjerit histeris.

"Ono Opo Toh Roh... OPO seng mbok bakar iki... Ya Allah Gustiii.... Tolong... Bah.. Abah.... Tangio Bah...."

[Ada apa sih Roh... Apa yang kamu bakar ini.... Ya Allah Tuhan.., Tolong.... Bah.... Abah... Bangun Bah.,.]

Bu Salamah terlihat berlari ke arah sumur. Ia mengambil seember air lalu menyiramkan air tersebut ke arah api yang berkobar melahap baju dan tumpukan kertas.

Waroh dengan berlinang air mata masih terus menambah kayu bakar kedalam kobaran api itu. Abah Ucup yang mendengar ada keributan di arah dapur pun terbangun. Ia terkejut ketika berada di halaman belakang rumah. Karena melihat istrinya sedang berusaha memadamkan api.

"Ada apa Bu?"

"Ndak tahu Pak. Ini Waroh bakar apa."

Abah Ucup terlihat menaikan sarungnya. Ia pun berlari ke arah Sumur dan menghidupkan mesin air. Lalu ia menarik selang yang biasa ia gunakan untuk menyiram bibit buah pinangnya.

Saat api mulai padam. Abah Ucup mendekati tumpukan kertas dan baju yang sudah terbakar hampir separuh. Kedua bola mata Abah Ucup terlihat membesar.

Ia melihat sebuah foto di ijazah SMA yang tinggal separuh. Ia ambil potongan ijazah yang telah terbakar itu. Foto anak bungsunya tertempel di lembaran kertas ijazah yang telah hangus separuh itu. Dada Abah Ucup terlihat Naik turun, napasnya memburu. Ia menatap tajam putri sulungnya.

Waroh yang masih berlinang air mata masih menatap tumpukan baju dan ijazah yang baru saja ia bakar. Abah Ucup yang reflek meraih kayu yang ada di sisi kanannya. Ia begitu marah pada Waroh. Putri sulung nya yang memiliki sifat dan watak yang keras kepala. Apa-apa mau nya menang sendiri.

"Waroh! Edan koe! Anak kurang ajar!"

[Waroh! Gila kamu! Anak kurang Ajar]

"Buuugh.... Buuugh.... Buuugh..."

"Uwes... Pak. Uwes... Mesake.... Uwes toh Pak!"

[Sudah.... Pak. Sudah... Kasihan... Sudah Pak!"

Suara Bu Salamah menjerit histeris. Ia tak tega putri sulungnya itu di pukul berkali-kali menggunakan kayu. Abah Ucup belum puas, ia menarik lengan anaknya ke arah sumur. Tiba di pinggir sumur ia Siram gadis itu dengan air.i

"Sini. sini. biar waras pikiran mu itu! Kamu itu dari dulu keras kepala. Kurang ajar. kamu itu dari dulu selalu menyusahkan orang tua! kapan kamu nyenangin orang tua Hah!?"

Waroh yang sudah merasa sakit hati. Ia tak ingin diam. Dengan rambut dan tubuh yang basah karena siraman air dari selang. Ia berdiri, ia menatap tajam lelaki yang biasa ia panggil Abah itu.

"Bu nu h saja Bah! Bu nu h saja sekalian! Biar Abah senang karena cuma punya anak Laila!"

Waroh memukuli dadanya dengan satu tangannya. Emosi orang tua mana yang tak kian naik ketika marah sang anak menjawab dengan lantang. Baru Abah Ucup ingin mendaratkan tamparan ke wajah Waroh. Bu Salamah menarik tangan suaminya.

"Sudah Bah. Sudah. Malu di dengar tetangga. Ini tengah Malam!"

"Terus. Terus. Belani wae terus anak mu! Inilah hasil didikan mu itu! Selalu di manja! di bela! jadi begini hasilnya! Aku enakan pelihara sapi! kambing! Bikin pusing bisa di jual! lah begini siapa yang mau!"

Baru Abah Ucup mau berbalik, emosinya kembali tersulut karena kalimat Waroh yang kembali menyalahkan dirinya.

"Lah semalam ada orang yang mau sama aku. Bapak malah menjodohkan dia sama Laila! Bapak itu selalu pilih kasih sama Laila. Apa-apa dari dulu Laila!"

"O.... Anak kurang ajar! Otak mu itu dipakek klo ngomong! Yo wajar klo kamu sama Rohim itu Ndak pantas. Kelakuan mu itu! Apa ya pantas Rohim yang guru ngaji, dihormati banyak orang nanti punya istri kayak kamu itu? terus apa kamu kuat jadi istri Rohim? Kamu itu cuma lihat wajahnya saja, lihat dia dikagumi banyak orang! Itu tok Ndak cukup modal nikah!"

"Ojo di banding-banding ke. Aku Karo Laila Bah!"

"Sini-sini mulut mu itu biar tak krawuuusss!"

Tangan Abah sudah mau menarik mulut anaknya. Sang istri kembali menghalangi. Hal yang sedari kecil terjadi setiap Abah Ucup memarahi Waroh karena ia berbuat salah. Bu Salamah akan membela anaknya seketika dihadapan sang anak. Maka tanpa disadari figur seorang Bapak yang harus disegani dan di hormati malah tak ada apa-apanya bagi Waroh.

Terlebih sedari kecil Waroh sebenarnya bisa menjadi anak yang baik. Namun karena sang ayah yang selalu membandingkan dia dengan adiknya yang hanya selisih Empat tahun. Maka perasan benci pada Laila pun tumbuh dari sejak ia masih kecil. Belum lagi Abah yang diwaktu kedua putrinya masih kecil jarang berada dirumah karena masih berprofesi sebagai sopir truk. Yang kalau pulang kerumah akan memarahi anak-anaknya dengan kata-kata kasar.

Waroh bahkan sering sekali di bentak, di marah, dicubit oleh ayahnya karena sering membuat adiknya menangis. Hal yang kadang dilakukan Waroh karena wujud interaksi ia dan adiknya. Karena akan senang ketika menggoda sang adik namun adiknya akan menangis. Namun orang tuanya menganggap dia anak nakal. Hingga kata nakal akan Waroh dengar untuk dirinya setiap Abah nya dirumah. Maka sejak sekolah pun sang anak mulai menjadi anak nakal. Karena ucapan demi ucapan nakal yang disematkan untuk dirinya. Memori nya merekam apa yang dikatakan Abahnya. Maka tanpa ia sadari otak dan hatinya tertanam jika ia anak nakal, keras kepala dan tidak sabaran.

Belum lagi, saat masih baru menikah dan hingga Waroh berusia hampir 4 tahun. Keluarga Abah Ucup gersang akan kegiatan Agama. Abah Ucup tak mengenal shalat lima waktu. Waroh juga tak tersentuh doa-doa sedari diproses hingga menjadi manusia, sampai ia memiliki adik yang bernama Laila Muzayyanah. Abah dan Bu Salamah baru mengenal shalat lima waktu dan kegiatan keagamaan.

Abah Ucup akhirnya masuk kedalam rumah dengan membawa serpihan ijazah dan sertifikat serta akte kelahiran Laila kedalam rumah. Bu Salamah membimbing Waroh kedalam rumah. Ia tuntun anaknya ke dalam kamar. Tiba di kamar Waroh. Sang anak berkeluh-kesah pada Ibunya.

"Bu. Pokoknya aku mau Kang Rohim nikahnya sama aku. Aku sudah lama sukanya sama kang Rohim."

"Lah Ibu Ndak berani Roh kalau sudah berurusan dengan Abah mu. Kamu tahu sendiri toh itu gimana Abah mu."

Bu Salamah beringsut dari kasur dan keluar meninggalkan Putri Sulungnya seorang diri. Tiba di ruangan dapur yang biasa digunakan untuk makan. Bu Salamah ikut duduk menatap potongan Ijazah yang terbakar.

Abah Ucup meneteskan air mata saat mengusap ijazah dan satu sertifikat sebagai peringkat satu nilai Ujian nasional tingkat SMP se kabupaten Dono Wijoyo. Hal yang membanggakan bagi Abah Ucup kala itu. Hingga putri bungsunya ditawari beasiswa mondok di salah satu pesantren terbesar dan terkenal di Pulau Jawa. Lalu ketika akan masuk kuliah pun. Sang anak juga kembali mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan ke S1 karena bisa menghapal Al-Qur'an.

Bahkan ia menjadi santri ndalem hingga ia duduk di bangku kuliah. Santri ndalem adalah seseorang yang menempuh pendidikan di suatu pesantren sekaligus mengabdikan dirinya membantu Kyai mengerjakan pekerjaan sehari-hari.

Ketika kuliah, Laila mondok di Pesantren salaf, Yaitu pesantren yang masih melestarikan nilai- nilai pengajaran tradisional dan menekankan pada pengajaran kitab kuning. Ia diajak oleh anak Kyai yang sewaktu ia Mondok saat SMA. Maka ketika ia telah menyelesaikan kuliahnya. Ia tak diizinkan pulang oleh Buk Nyai dan Pak Kyai.

Abah Ucup tak tertidur hingga pagi. Ia menatapi Ijazah-ijazah yang terbakar hampir 70 % itu. Saat pagi tiba, Kembali Abah Ucup di kagetkan oleh teriakan Bu Salamah dari arah kamar Waroh.

"Abaaaaaahhh.,.. Waroh Bah.... Bah... Sini Bah. Cepat Bah. Waroh Bah..... Hiks..."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!