Hana Saraswati Handoko, gadis berparas ayu dan sangat pintar. Salah satu mahasiswi lulusan terbaik di kampusnya. Dirinya memiliki kekasih bernama Alex Mahendra yang sudah memacari dirinya sejak mereka masuk bersama di awal kuliah.
Hana dan Alex sudah menjalin hubungan selama empat tahun lebih. Sejak mereka masuk kuliah, hingga akhirnya mereka lulus bersama dari universitas tempat meraka.
Banyak yang iri dengan hubungan Hana dan Alex. Secara, Alex adalah lelaki tampan dan tajir. Sedangkan Hana, hanya perempuan yang dianggap biasa oleh para mahasiswa di kampusnya. Bukan berarti Hana jelek. Hanya saja, Hana lebih nyaman berdandan apa adanya. Toh, selama ini Hana juga tidak pernah mempermasalahkan caranya berpakaian atau berpenampilan.
Tanpa terasa, ini masuk tahun ke 5 hubungan Hana dan juga Alex. Pak Handoko, Papanya Hana, selalu mendesak Alex untuk segera menikahi putrinya. Pekerjaan sudah mapan, mereka juga saling cinta, apa alasan untuk selalu menunda pernikahan ini. Pikirnya.
Akhirnya malam ini, Alex memenuhi permintaan Pak Handoko. Ia datang bersama kedua orang tuanya dengan tujuan melamar Hana.
Mimik bahagia terpancar di keluarga Handoko. Tanpa berpikir panjang, Pak Handoko, Hana dan keluarga besar lainnya langsung menerima lamaran Alex dan keluarganya.
Hari demi hari mulai berlalu. Hari ini tepat hari pernikahan Hana dan Alex digelar. Bukan pesta pernikahan mewah, hanya acara akad yang hanya dihadiri kerabat dan keluarga dekat saja. Semua ini atas permintaan dari Alex yang tidak mau mengekspos pernikahannya dengan Hana. Apalagi, karir Alex tengah berada di puncak popularitas sebagai pengusaha muda yang sukses. Baru saja dirinya dipercaya menjadi seorang CEO di perusahaan milik keluarganya, menggantikan posisi Papanya. Alex memilih untuk tidak meliput pernikahannya di beberapa media, itu semua karena Alex mulai merasa malu memiliki calon Istri berparas biasa.
Entah mengapa, Alex mulai sedikit bermasalah dengan cara dandan Hana. Beruntungnya, Hana tidak pernah keberatan dengan permintaan calon Suaminya. Hana bukan tipe cewek matre yang menikah dengan Alex karena dia anak orang kaya. Namun, sikap lembut Alex yang selalu memperlakukan dia seperti ratu, yang membuat Hana sangat mencintai kekasihnya itu.
Dibalik jendela kamarnya, Hana sudah mengenakan kebaya berwarna gold. Menatap langit di luar sambil melamun.
'Andai saja Mama ada di sini,' batin Hana yang kembali teringat dengan mendiang Mamanya yang sudah tenang dan damai di surga.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Hana segera menyeka air yang baru saja menetes dari ekor matanya.
"Na, ini Mama," ucap Nyonya Leni, Mama tiri Hana.
"Masuk, Mah," jawab Hana sambil mengusap air matanya.
Pintu terbuka. Nyonya Leni menatap kagum putri tirinya yang nampak berbeda dari biasanya.
Aura kecantikan Hana sangat terlihat. Ternyata wajah Hana tidak kalah dari Caca, putri kandung dengan Suaminya dulu.
"Ini kamu, Han?" tanya Nyonya Leni sambil melihat Hana dari ujung rambut hingga ujung kakinya.
"Ini ya aku dong, Mah. Masak Caca sih," cetus Hana sambil merangkul Mama tirinya itu yang sudah ia anggap seperti Mama kandungnya sendiri.
Nyonya Leni tertawa seraya mencubit lembut pipi Hana. "Kamu bisa saja, Sayang. Tapi, Mama benar-benar sangat takjub dengan kecantikan kamu loh, Nak. Biasanya kamu tampil apa adanya ,dan hari ini Mama sangat yakin, kalau Alex pasti terpesona melihat kamu nanti."
"Ish... Mama bisa saja," jawab Hana malu. Tidak pernah sebelumnya Nyonya Leni memuji dirinya berlebihan seperti ini. Ya, meskipun status Nyonya Leni hanyalah Mama tiri. Tapi, Nyonya Leni tidak pernah bersikap buruk pada dirinya. Hanya saja, kasih sayang Nyonya Leni memang lebih terlihat condong pada Caca.
"Ayo, sayang kita keluar. Calon Suami kamu pasti sudah menunggu," ajak Nyonya Leni.
"Iya, Mah."
Belum sempat Hana dan Nyonya Leni melangkah, suara ketukan pintu kembali terdengar.
"Siapa?" seru Nyonya Leni
"Aku, Mah," jawab Caca, Adik tiri Hana yang cantik dan idola para kaum adam yang melihatnya. Sekilas, Caca memang terlihat lebih cantik dari Hana. Itu semua karena Chika selalu memakai skin care dan modis.
"Eh kamu, Sayang. Ada apa datang ke mari?" tanya Nyonya Leni kembali.
"Itu loh, Mah. Tadi, Caca disuruh Papa buat memanggil Kak Hana dan menyuruhnya buat cepat turun ke bawah," ujar Caca sembari menatap Hana dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Oh iya, Dek. Makasih ya," jawab Hana seraya menyunggingkan senyum manisnya.
"Sama-sama, Mbak."
Kini, Hana berjalan menuruni anak tangga diapit oleh Mama dan Adik tirinya. Tidak sedikit orang yang merasa kagum dengan kecantikan Hana.
Kakak beradik tak sedarah itu sudah berhasil membuat banyak pasang mata di sana tidak bisa berkedip melihat pesona keduanya.
Sekarang, Caca dan Nyonya Leni sudah mengantar Nayra ke kursi, di mana sudah ada Alex, Pak Handoko, Pak penghulu dan juga dia orang yang akan menjadi saksi pernikahan mereka.
"Apa kita bisa mulai akad nikahnya sekarang?" tanya Pak penghulu.
"Bisa, Pak," jawab Alex dengan suara yang lantang.
Tangan Pak Handoko mulai menjabat tangan Alex. Tidak tampak ketegangan di wajahnya. Malah Alex terlihat santai. Berbeda dengan Hana yang detak jantungnya dari tadi terus berdegup sangat kencang. Dengan kedua telapak tangan yang mulai berkeringat, dan bibir yang tak berhenti mengucap doa agar sang calon Suaminya tak salah berucap saat ijab qobul nanti.
"Alex Kurniawan Bin Fajar Permana. Saya nikahkan engkau dengan Putri kandung saya, Hana Saraswati binti Handoko Saputra, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas seberat 25 gram dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Hana Saraswati binti Handoko Saputra dengan mas kawin tersebut di bayar tunai," ucap Alan dengan suara yang lantang dan tanpa terkendala.
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"Sah."
Suara riuh terdengar memenuhi isi ruangan.
Setelah memanjatkan doa. Alex mengecup kening Hana, yang di balas oleh sikap Hana dengan sebuah kecupan di punggung tangan Alan.
Selepas itu, baik Hana dan Alex langsung duduk bersimpuh, di kaki kedua orang tua mereka untuk meminta restu.
Dari kursi seberang, Caca memandangi rona kebahagian di wajah Hana dan Alex. Bibirnya menyeringai, namun ada rasa cemburu karena melihat Kakaknya menikah dengan seorang pria yang sempurna di mata kaum hawa.
Entah karena merasa iri atau memang lelah berada di sana, Caca beranjak dari kursinya dan melangkah pergi. Hana dan Alex menoleh, memandang bingung kepergian Caca.
"Adikmu mau ke mana?" Alex berbisik sekilas ke telinga Hana, sambil memandangi punggung Caca yang mulai pergi menjauh.
"Nggak tahu, Mas. Mungkin pergi ke toilet," lirih Hana.
Alex mengangguk lalu membantu Hana bangkit berdiri. Keduanya lalu melakukan sesi foto sambil memperlihatkan cincin yang melingkar pada jari manis mereka masing-masing.
Beberapa saat berlalu. Acara pernikahan telah selesai dan para tamu telah pulang dari kediaman Pak Handoko.
Keluarga besar Alex dan Hana pun pergi ke sebuah restoran untuk makan bersama, merayakan pesta pernikahan putra-putri mereka.
"Pah, Mah, Caca gak ikut?" Hana celingak-celinguk mencari keberadaan Adik tirinya yang tidak berada dalam kumpulan keluarga besar mereka.
"Caca? Dia gak bisa ikut," jawab Nyonya Leni.
"Kenapa, Mah?" sahut Alex spontan.
Hana seketika menoleh ke samping, menatap Alex cemburu.
"Kamu kok melihatku seperti itu? Apa pertanyaanku barusan salah?" bisik Alex.
Mimik wajah Hana sekejap berubah. Ia justru tertawa seraya melingkarkan tangannya ke lengan sang Suami.
"Ya enggaklah, Mas. Aku justru senang kalau kamu juga memperhatikan Caca. Aku bahagia bisa menikah dengan kamu yang gak hanya menyayangi aku, tapi juga keluargaku. I love you, Mas."
"I love you too, Istriku," jawab Alex mencubit dagu Nayra dan mengecup pipinya tanpa malu di depan kedua orang tua mereka.
Sontak, sikap Alex yang mesra terhadap Hana malah menjadi bahan candaan keluarga keduanya. Alex dikira sudah tidak sabar untuk mengunboxing Hana.
"Sabar ya, Nak. Kita rayakan pesta pernikahan kalian dulu," goda Pak Handoko yang membuat semua keluarga mereka tertawa.
Wajah Hana memerah, saat mendengar candaan keluarganya dan keluarga sang mertua.
"Kamu udah gak sabar ya?" ucap Alex yang hanya dibalas seringai lebar dari Istrinya.
Waktu semakin petang. Kedua keluarga yang kini sudah berbesanan itu pun pulang ke rumah masing-masing.
Hana dan Alex pulang bersama Pak Handoko dan Nyonya Leni. Setibanya di rumah, Pak Handoko menyuruh Hana untuk mengajak Suaminya ke kamar mereka. Hari ini pasti semua merasakan lelah yang luar biasa. Lagi pula hari sudah malam, Pak Handoko juga sudah tahu apa yang akan dilakukan pasangan setelah menikah.
"Hana, Alex, Papa sama Mama masuk ke kamar dulu ya. Jangan lupa segera buatkan kami cucu," goda Pak Handoko tersenyum jahil.
"Papa...!!" Wajah Hana lagi-lagi memerah karena godaan dari Papanya.
"Betul kata Papa, Nak. Kalian berdua gak usah menunda kehamilan. Bagaimana pun kami semua yang di sini, segera ingin mendengar suara tangisan bayi di rumah," imbuh Nyonya Leni.
"Iya, Pah, Mah. Doakan yang terbaik saja," jawab Alex yang sudah malas mendengarkan celotehan kedua mertuanya dan ingin segera masuk ke dalam kamar untuk beristirahat.
Bagi Alex, masih ada urusan yang lebih penting dari pada meladeni ucapan kedua orang paruh baya di hadapannya.
"Ayo sayang, kita ke kamar," ajak Alex seraya menggandeng tangan Nayra.
Lagi dan lagi, wajah Nayra kembali memerah. Pikirannya sudah berkelana, membayangkan malam panjang dan panas di kamar mereka nanti. Hana yakin, jika Suaminya sudah tidak sabar meminta haknya. Begitu juga dirinya. Apalagi, selama berpacaran, Hana begitu menjaga diri. Dia melarang Alex untuk mengecup bibirnya apalagi berbuat hal yang melebihi batas, sebelum mereka benar-benar halal.
Pak Handoko dan Nyonya Leni pun bergegas masuk ke dalam kamar mereka. Selain ingin segera mengganti pakaian, keduanya juga tidak mau mengganggu malam pertama Putri dan menantunya tersebut.
Selepas kepergian Mama dan Papanya, Hana dan Alex pun segera masuk ke dalam kamar.
Pintu sudah terbuka. Hana duduk di depan meja rias kamarnya. Melepas segala aksesoris yang menempel di kepalanya.
"Mas," panggil Hana dengan nada yang manja.
"Iya, Sayang. Ada apa?" tanya Alan sambil menatap wajah Istrinya dari pantulan cermin.
"Bisa tolong bantu aku melepas sanggul ini?"
"Tentu bisa dong, sayang."
Alex beranjak dari ranjang dan segera menghampiri Istrinya. Dengan rasa penuh perhatian, Alex mulai melucuti satu per satu aksesoris yang ada di rambut Istrinya.
Hana memandangi wajah Suaminya yang tampak telaten mencopot semua benda di kepalanya. Ia merasa beruntung, bisa menikah dengan pria tampan dan mapan seperti Alex.
Kini semua pernak-pernik di kepala Hana sudah terlepas. Alex membungkuk, lalu membalikkan tubuh sang Istri sambil meraba-raba wajah Hana.
Jantung Hana mulai tidak aman. Apalagi, kini bibir Alex dengan lembut mengecup bibirnya dan sedikit memberikan sentuhan di sekitar leher Hana. Akhirnya, setelah sekian lama menahan diri, Hana bisa merasakan nikmatnya ciuman pertama.
"Cepat mandi, sayang. Aku sudah tidak sabar," bisik Alex hingga membuat Hana tidak bisa berucap karena malu.
Hana hanya tersenyum tipis. Sebelum pergi, tanpa rasa malu ia mengecup balik bibir Alex yang kini sudah sah menjadi Suaminya.
"Tunggu aku ya, Mas," jawabnya menggoda.
"Pasti, Sayang."
Hana kini sudah masuk ke dalam kamar mandi. Sambil menunggu Istrinya, Alex pun berjalan-jalan sekitar rumah.
30 menit kemudian...
Hana keluar dari kamar mandi. Namun, pria yang dia cari tak berada di sana.
Selesai mengganti pakaian dan memakai lotion serta parfum, Hana memutuskan untuk ikut keluar dari kamar dan mencari Suaminya yang dia tunggu tak jua kembali.
Saat Hana melewati kamar Caca, sangat terdengar jelas suara erotis keluar dari mulut Caca. Hana berhenti sejenak dan menempelkan telinganya di depan pintu kamar sang Adik.
Tubuhnya menggeliat kegelian. Namun, baru beberapa saat berdiri di sana, Hana teringat ada hal yang lebih penting dari pada menguping Adik tirinya yang mungkin saja sedang nonton video panas, atau mungkin sedang berteleponan dengan kekasihnya.
Baru saja Hana hendak melangkah pergi dari depan kamar Caca, Adiknya itu kembali mengeluarkan suara indahnya. Bahkan, terdengar jelas jika Caca menyebut nama seseorang yang sangat familiar di telinganya.
Hana menelan salivanya berat. Tangannya mulai gemetaran. Sekujur tubuhnya melemas. Kaki yang ia gunakan untuk melangkah, rasanya tidak sanggup untuk ia gerakan. Tapi, Hana masih mencoba berpikir positif. Menepis segala pikiran buruk yang sempat terlintas dalam benaknya.
Penasaran dan ingin memastikan apa yang dilakukan oleh sang Adik, Hana memberanikan dirinya untuk membuka sedikit pintu kamar Caca. Kebetulan, pintu kamar Adiknya tidak di kunci, jadi Hana bisa memastikan apa yang sedang dilakukan Caca di dalam kamar.
Hana berjalan mengendap-endap seperti maling untuk melihat kegiatan apa yang dilakukan oleh Caca. Ia langsung menutup mulutnya yang bergetar. Tangisnya juga tidak mau berhenti mengalir dari matanya. Harusnya malam ini, adalah malam panjang untuk dia dan Alex. Bukan malah malam panjang untuk Alex dan Caca. Di mana dia malah dijadikan sebagai penontonnya.
"MAS ALEX..!! CACA..!! APA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN?!" teriak Hana sambil melangkah lebar pergi dari kamar yang menurutnya sangat kotor dan menjijikkan itu.
Hana tidak menyangka dengan apa yang barusan dia lihat. Pengkhianatan yang begitu menyayat hatinya dan sangat-sangat tidak pernah ia duga.
'Kalian tega sama aku,' batin Hana dalam tangisnya.
Caca dan Alex langsung menoleh ke sumber suara yang memanggil nama mereka. Keduanya terhentak. Caca bergegas menutup tubuh polosnya dengan selimut, begitu juga dengan Alex yang bergegas memakai pakaiannya, kemudian mengejar Istrinya yang sudah meninggalkan tempat tersebut.
"Mas..., Gimana ini? Bahaya kalau Mbak Hana mengadu sama Mama dan Papa," ucap Caca panik.
"Kamu tenang aja ya, sayang. Biar Mas yang selesaikan ini semua! Cepat kamu pakai pakaian kamu, sebelum Mama dan Papa melihat kamu dalam keadaan begini!" titah Alex.
"Iya, Mas."
Sepanjang perjalanan ke kamar, kedua kaki Hana terus gemetaran. Hatinya begitu terluka, menyaksikan pengkhianatan yang sudah dilakukan oleh Alex dan Caca terhadap dirinya.
Sesampainya di kamar, Hana terus menangis. Seluruh barang yang ada di atas meja riasnya, ia buang ke lantai.
Bruak...
"Kenapa kamu tega melakukan ini sama aku, Mas? Kenapa kamu malah melakukan hubungan itu bersama Caca, Adikku? Kenapa, Mas?" teriak Hana dalam tangisnya.
Hana terus menangis. Ditambah lagi, bayangan kegiatan yang dilakukan oleh Caca dan Alex terus terngiang-ngiang di dalam benaknya.
Beberapa saat, suara derap langkah kaki yang terdengar sangat jelas berlari menuju kamar Hana. Alex kini sudah berdiri di depan kamar, menatap Istrinya yang tampak kacau sambil menjambak rambutnya sendiri dengan keadaan kamar yang sudah berantakan.
Banyak juga serpihan kaca parfum yang berserakan di lantai. Alex melangkah masuk dan mulai mendekat Hana. Tangannya memegang pundak Hana, berusaha untuk memberi penjelasan pada sang Istri.
"Sayang.., tolong dengarkan aku. Ini semua.. "
"Don't touch me!" Hana menghempaskan tangan Suaminya dengan kasar sambil menggertakkan sederet giginya.
"Maafin aku, Sayang. Aku khilaf," bujuk Alex.
Hana berdiri. Ia menatap Suaminya sinis. "Khilaf kamu bilang? Binatang kamu, Mas! Kamu itu benar-benar laki-laki terbrengsek yang pernah aku kenal. Kamu tahu siapa Caca? Dia Adikku, Mas. Dan apa yang barusan kalian lakukan? Di mana hati kamu, Mas? Aku benci sama kamu!! Aku benci sama Caca! Aku benci kalian berdua!!" Hana terus melontarkan kalimat makian dengan kedua tangan yang terus memukuli dada Suaminya.
Kesal, Alex yang semula bersikap lembut mulai tersulut emosi. Pria itu dengan kasarnya mendorong tubuh Hana, hingga tubuh Istrinya tersebut terpental ke atas ranjang.
Mata Alex sudah memerah. Kedua tangannya mulai mengepal. Alex perlahan melangkah, menghampiri tubuh Istrinya yang terbaring di atas ranjang. Tangan kanan Alex menjambak rambut Hana. Sedangkan, tangan kirinya mencengkram dagu Istrinya dengan wajah mereka yang kini hanya berjarak beberapa centi.
"Tadi kamu bilang apa? Cepat bilang sekali lagi!" bentak Alex.
"Mas .. lepas! Sakit, Mas. Tolong lepaskan tangan kamu!" rengek Hana dengan buliran bening yang mengalir deras dari kedua kelopak matanya.
Alex malah tertawa sambil menatap tajam kedua mata Isterinya. "Sakit ya? Salah sendiri kamu sudah memancing amarahku! Gimana sakit gak, Istriku?" Alex semakin tersenyum licik dan tidak berhenti menyiksa Hana sekaligus memberikan pelajaran untuk Istrinya itu.
Alex yang dianggap laki-laki yang selalu bisa membuat Hana nyaman, kini berubah menjadi seorang manusia tak berhati yang tiada ampun.
"Mas, aku mohon lepasin tangan kamu. Ini beneran sakit, Mas. Aku mohon." Suara Hana semakin lirih. cekikan dari cengkraman Suaminya seakan sudah bersiap mengirim dirinya ke liang lahat.
"Baiklah aku akan melepaskan kamu! Tapi, setelah ini kamu harus bersimpuh di kakiku dan meminta maaf sama aku dan Caca!" Alex akhirnya melepaskan cengkraman di dagu dan leher Hana sambil mendorong lalu menyeret tubuhnya dan menghempaskannya di atas lantai.
Mata Hana membulat. Apa dia tidak salah dengar? Di sini siapa yang salah? Bukankah dia yang sudah menjadi korbannya? Kenapa harus dia yang meminta maaf?
Hana mendongakkan kepalanya, lalu melempar tatapan sayu ke arah Suaminya. Satu per satu bulir-bulir bening dari kedua matanya kembali berjatuhan. Hana merasa sangat menyesal, karena dia sudah menikah dengan Alex. Sikap Suaminya sungguh sangat berbeda. Di mana Alex kekasihnya dulu? Yang hangat, lembut dan penuh kasih sayang.
Pacaran selama hampir 5 tahun, ternyata bukan jaminan jika pernikahannya akan bahagia. Bahkan, belum berganti hari, Hana harus menerima kenyataan perselingkuhan antara Suami dan Adik tirinya.
"Mas," panggil Hana lirih. Berharap Alex akan berubah pikiran dan tidak meminta hal ini pada dirinya.
"CEPAT, HAN!! AYO, LAKUKAN!" gertak Alex.
Hana mendongakkan kepalanya, menatap Alex sayu. Hal kotor yang terlihat oleh kedua matanya saja masih begitu sangat menyakitinya. Tapi, sekarang Alex malah meminta hal yang semakin membuat hatinya terluka.
Hana mengesot, mendekat ke arah kedua kaki Alex. Namun..
"HANA, BERDIRI KAMU DARI SANA!!" Malaikat penyelamat Hana sudah datang. Suara pertengkaran Hana dan Alex berhasil membangunkan tidur Pak Handoko dan Nyonya Leni.
Merasa ada yang tidak beres, keduanya bergegas menuju kamar pengantin Putrinya. Tapi, pertunjukan menohok terlihat dari mata kepala mereka. Keduanya melihat Hana sedang duduk di lantai dengan tangan Alex yang masih menjambak rambut Hana.
Pak Handoko pun meradang. Melihat kondisi Putrinya yang memprihatinkan. Seumur hidupnya sebagai Papa kandung Hana, tidak pernah sedikit pun lisan Pak Handoko yang menyakiti hati Hana. Apalagi, menyiksanya seperti apa yang Alex lakukan sekarang. Pak Handoko seakan sudah gagal memilihkan Suami untuk Hana.
"PAPA!!" Hana segera bangkit lalu memeluk tubuh Papanya. Matanya juga sudah membengkak. Garis merah terlihat melingkar di leher Putrinya. Kejadian apa yang baru saja dialami Hana? Hatinya semakin panas melihat kondisi Putrinya saat ini.
"Sini, Nak. Sama Papa," ucap Pak Handoko dengan mata berkaca-kaca. Tangannya kini terbuka lebar, menyambut pelukan dari Hana yang berlari ke arahnya.
Alex hanya bisa diam dan menunduk. Bukannya tidak berani melawan Papa mertuanya. Akan tetapi, jika dia memberontak, hubungannya dengan Caca pun jelas akan ditentang, jika dirinya memang sudah mengakhiri pernikahan singkatnya dengan Hana.
Sakit hati akan sikap Alex pada Hana, Pak Handoko memberikan Hana pada Nyonya Leni. Pria paruh baya itu mulai melangkah dan berjalan menghampiri menantunya yang tidak tahu diri tersebut.
Satu tangannya mulai terangkat. Mungkin sudah bersiap melempar bom molotov ke wajah sang menantu.
"ALEX!! KAMU...!! Alex sudah menunduk bersiap menerima pukulan dari Papa mertuanya. Tapi, kenapa pukulan itu tak kunjung mengenai pipinya.
Pak Handoko yang sudah memegang sebelah dada kanannya, langsung jatuh ke atas lantai.
Tubuh Pak Handoko kini tersungkur di atas lantai. Kedua matanya sudah tertutup.
Sontak, Hana dan Nyonya Leni langsung berlari menuju tubuh Pak Handoko yang sudah tergolek lemah di hadapan mereka.
"PAPA!!" seru Hana dan Nyonya Leni bersamaan.
Alex yang semula menunduk dengan kedua mata yang terpejam, mulai memberanikan diri untuk membuka matanya. Ia terkejut melihat keadaan Papa mertuanya yang terbaring lemah tepat di depan kakinya.
"Mas... Tolong Papa, Mas! Tolong panggilkan ambulans," pinta Hana sambil menangis sesenggukan. Namun, Alex masih saja diam. Kenapa masalahnya jadi serumit ini? pikirnya.
"MAS, CEPAT!!" teriak Hana kembali.
"Alex.., Tolong bantu Papa, Nak. Tolong kamu telpon ambulans sekarang," imbuh Nyonya Leni yang kali ini langsung direspon oleh Alex.
"Baik, Mah. Aku akan telpon ambulans sekarang," jawab Alex sambil berlalu mengambil ponselnya di atas meja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!