Hermawan segera membuka pintu apartemennya saat mendengar suara bel berbunyi "Ada yang bisa saya bantu?" ucap Hermawan pada gadis muda yang berdiri di hadapannya.
Gadis itu mengenakan kaus berwarna putih berlengan panjang dan sebuah celana jens selutut berwarna hitam, lengkap dengan tas ransel kecil yang mengantung di punggungnya.
Gadis itu tersenyum lembut, membuat wajahnya terlihat cantik, bukan tapi sangat cantik. Dengan kulit putih, rambut kecoklatan sepunggung yang sengaja di gerai dan agak bergelombang dan terlihat sangat indah. Mata gadis itu berwarna coklat, hidung mancung, alis cukup tebal, pipinya sedikit berisi dan bibirnya yang merah, serta sedikit belah di bagian dagunya.
Laki-laki itu bisa tahu kalau gadis itu adalah anak yang terlahir dari keluarga campuran, tapi ia tidak tahu dari negara mana pastinya.
"Apa benar ini kediamam Hermawan?" tanya gadis itu, yang langsung di jawab anggukan Hermawan "Apa saya boleh masuk? Saya akan menyampaikan sesuatu yang penting." Ucap sang gadis sekali lagi kemudian menerobos masuk tanpa permisi.
Hermawan menatap gadis yang langsung duduk di ruang tamu apartemenya, gadis itu seperti seorang remaja, tepatnya mungkin baru lulus SMA?
"Maaf nona saya tidak mengenal anda, silakan sampaikan apa yang ingin anda sampaikan."
Hermawan berdiri tepat di hadapan gadis yang terlihat sedang menilai apartemenya, laki-laki itu tidak suka dengan tingkah gadis itu, masuk seenaknya dan kemudian menatap semua sudut apartemenya seakan apartemennya sangat buruk.
"Apartemenmu lumayan bagus." Ucap sang gadis sambil mengetukan jari telunjuk tepat di dagunya dan mengigit bibir bawahnya.
Laki-laki itu menaikan sebelah alisnya, 'Apa lumayan? apa maksud gadis ini?’ Hermawan
menatap tajam gadis itu. Memang apartemen itu kecil tapi Hermawan selalu menjaga dan merapikanya setiap minggu, bahkan teman-teman-nya memuji jika aparten itu rapi dan unik untuk takaran tempat tinggal seorang bujangan.
"Baiklah saya langsung saja, saya Dean D umur sembilan belas tahun, saya cerdas dan cantik, saya juga orang yang setia." gadis itu memperkenalkan dirinya sambil tersenyum lembut dan suara yang mantap. Hermawan mengangguk sembil menahan senyumnya karena gadis itu sangat percaya diri.
'Apa hubungannya denganku?' pikir Hermawan, mencoba bersikap biasa saja, walau sebenarnya dirinya ingin tertawa sekeras-kerasnya, gadis kecil itu sangat mengemaskan.
"Saya datang kesini untuk melamar anda Hermawan, untuk menjadi suami saya." gadis itu tersenyum setelah mengatakan hal itu, senyum yang sangat lembut.
Hening sesaat...
'Apa aku di lamar gadis ini?' Hermawan melongo sesaat kemudian tertawa lepas.
"Hahahah, anda salah orang nona, saya tidak mengenal anda, dan saya tidak tertarik pada anda." Jawab Hermawan sambil tertawa bahkan memenggangi perutnya yang mulai terasa sakit, beberapa cairan keristal mulai muncul di sudut mata Hermawan, laki-laki itu tertawa sambil mengelap air matanya.
Gadis itu menarik napas dalam sejenak, ia tidak perduli dengan tawaan Hermawan yang mengejeknya dan menganggap ia sedang bercanda. Ingin sekali dirinya menendang laki-laki ini, seumur hidup dirinya tidak pernah di tertawakan seperti ini. Dean mencobah menahan amarahnya, dia harus tenang, ya tetap tenang.
"Saya hanya butuh jawaban anda Hermawan, dan saya paling tidak suka di kecewakan." Jelas Dean menatap tajam laki-laki di hadapannya.
"Saya menolak!" Jawab laki-laki itu tegas sambil menghentikan tawanya, pagi-pagi ia sudah mendapat lelucon yang sangat lucu dari gadis bernama Dean itu. "Jika tidak ada yang ingin anda bicarakan lagi silakan keluar!" Hermawan menunjuk ke arah pintu apartemennya.
Gadis itu terlihat tenang, ia masih tidak bergerak dari tempat duduknya. Dean bahkan melipat kedua tanganya di dada lalu menatap mata Hermawan lekat-lekat, seakan di sana terdapat teks yang terpampang jelas saat dirinya berbicara.
"Hermawan, umur tiga puluh tahun, lahir tanggal dua februari, kedua orang tua anda telah meninggal saat anda berumur sebelas tahun, hobi main basket, lari, karate dengan sabuk hitam, bekerja di perusahaan Demitri Compeni sejak sebelas tahun silam, sekarang menjabat sebagai kepala bagian, dengan sedikit prestasi dan masih menunggu cinta pertamanya gadis yang bernama Aulia yang sekarang juga bekerja di Demitri Compeni sejak dua tahun silam." Dean tersenyum sinis.
"Dasar bodoh." gumam gadis itu menyepelekan.
'Tunggu bagaimana gadis ini tahu? Semua yang di katakan gadis ini semuanya benar, bahkan untuk urusan cinta pertamaku.' Seingat Hermawan ia tidak pernah menceritakan urusan pribadinya pada siapapun. 'Tadi ia bilang prestasiku sedikit, apa gadis ini gila aku bahkan mendapatkan tiga puluh satu penghargaan atas semua kerja kerasku itu.' Hermawan merasa sangat kesal mendengarnya. Harga dirinya di jatuhkan begitu saja oleh gadis kecil yang tidak dia kenal, gadis kecil yang baru saja mengganggu hari liburnya dan gadis kecil yang baru saja melamarnya.
Sebelas tahun bukan waktu yang sebentar terlebih dirinya harus bekerja di sana sambil bersekolah, Ia ingat saat itu umurnya baru menginjak sembilan belas tahun.
Itu bermula saat dirinya melakukan magang dari sekolah sebagai syarat kelulusan. Perusaaan itu meminta Hermawan secara langsung untuk terus melanjutkan magangnya dan di catat sebagai staf tidak tetap disana, dengan gaji yang lumayan besar untuk takaran orang seperti dirinya. Ia harus bekerja seperti staf biasa walau tidak setiap hari kekantor karena harus bersekolah, tapi Hermawan di tuntuk untuk menyelesaikan tugasnya tepat waktu.
"Suka semua jenis makanan, mempunyai sifat pekerja keras, taat beragama, baik, sopan, dan penyayang? kita lihat nanti." Dean mengangkat bahunya acuh, lalu tersenyum lembut pada orang yang baru saja di permalukan. Bukan maksud Dean mempermalukan Hermawan, dia cuma menjabarkan apa yang ia tahu tentang laki-laki itu.
"Cepat keluar dari apartemenku sekarang!" teriak Hermawan sambil mengepal kedua tanganya, mukanya merah padam menahan amara pada gadis yang masih duduk tenang bahkan tersenyum seakan mengejeknya.
"Tidak mau!" Dean menjawab dengan tegas dengan wajah yang berubah datar.
Laki-laki itu menarik tangan Dean dengan kuat, berusaha menyeretnya ke pintu keluar. Dean masih terlalu lemah, tubuhnya tidak bisa mengimbangi sosok laki-laki itu yang kekar dan tinggi, gadis itu hanya setinggi bahu Hermawan.
Sial andai saja dirinya punya sedikit tenaga lebih, mungkin dirinya sudah memberi
pelajaran pada Hermawan yang bersikap kurang ajar padanya.
“Lepaskan!" Dean berteriak, sambil menarik tangannya dari laki-laki yang terus menyeretnya. Kaki Dean tidak bisa mengimbangi tubuhnya yang tiba-tiba tersungkur karena di tarik paksa, hingga tubuh gadis itu tepat menyentuh lantai apartemen yang berwarna putih.
Hermawan bahkan masih menyeretnya tanpa menyadari posisi Dean. Hingga gadis itu berteriak, barulah Hermawan menyadari jika gadis itu sudah dalam posisi yang mengenaskan, dengan cepat Hermawan melepaskan tanganya.
"Aduh sakit." gadis itu melihat pergelangan tanganya yang tampak memerah karena tarikan laki-laki itu dan lututnya juga tampak memerah karena benturan saat ia terjatuh tadi.
"Astaga, maafkan aku." bisik Hermawan. Laki-laki itu merasa bersalah ia bisa melihat wajah Dean yang menahan sakit. Hermawan bersumpah tadi niat awalnya hanya ingin mengusir gadis kecil yang mengganggunya bukan menyakitinya, ia kemudian ikut berjongkok di hadapan Dean berniat membantunya berdiri.
"Kamu harus menikahiku jika ingin minta maaf." jawab Dean dengan sinis sambil mengusap lututnya yang terasa sakit, bahkan sangat sakit. Matanya hampir menangis karena menahan rasa sakit itu.
"Aku bilang keluar sekarang!" Hermawan kembali tersulut emosinya. Baru saja ia ingin bersikap baik, tapi gadis ini kembali membuatnya marah karena perkataan konyol yang memaksanya menikahinya.
Dean tidak mengindahkan apa yang di ucapkan Hermawan, gadis itu menatap wajah Hermawan selama tiga detik lalu tersenyum sinis.
"Apa yang kamu lakukan?" Hermawan tampak tidak percaya atas tindakan Dean, ia merobek kaosnya di bagian dadanya hingga memperlihatkan bagian terlarang walau tertutup bra berwarnah hitam, kemudian ia juga merobek bagian lengan bajunya. Hermawan segera memberhentikan tindakan gadis itu dengan cara memegangi tanganya.
Dean memberhentikan tindakanya sambil tersenyum puas atas tindakanya, seakan ia baru saja menang lotre dengan jumlah sangat besar, lalu berkata...
"Kamu akan menikah denganku!" Dean kemudian berlari keluar apartemen dengan keadaan kacau bahkan ia berjalan dengan sedikit pincang.
Hermawan tercengang atas kejadian yang baru ia alami tadi, bahkan gadis kecil itu mengancamnya, membuat dirinya sedikit bergidik ngeri. Hermawan yakin gadis itu gila. Lagi pula bagaimana mungkin dia menikahi gadis di bawah umur?
'Apa yang di rencanakan gadis itu tiba-tiba datang melamar?' Hermawan masih berpikir keras dalam diamnya. Entah ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi padanya, cepat-cepat Hermawan mengelengkan kepalanya berharap itu perasaanya salah.
"Aku tidak akan membiarkan gadis itu mengganggu hidupku, cukup hari ini ia datang menganggu istirahatku."
****
Sudah satu jam sejak kejadian aneh itu terjadi, Hermawan kembali menikmai sarapan-nya seperti biasa.
Aroma kopi sangat harum memenuhi dapur kecil itu membuat Hermawan tersenyum menghirup aroma khas itu, baginya secangkir kopi hitam dengan roti selai coklat, cukup untuk menganjal perut di pagi hari. Tenaganya sudah terkuras karena harus berdebat dengan gadis gila tadi, dia butuh tenaga sekarang. Bahkan Hermawan sudah menghabiskan roti ke duanya, ia mengunyahnya dengan sangat lahap.
Hingga suara ketukan terdengar lagi di pintu apartemenya, Hermawan segera memberhintikan ritual paginya. Ia berharap bukan gadis gila tadi yang datang untuk menganggu hidupnya.
”Mengapa banyak sekali orang yang mengangguku di hari libur?” Hermawan meletakan cangkir kopinya lalu berjalan menuju pintu apartemenya dengan malas. Laki-laki itu terdiam melihat sosok yang ia tahu jika berurusan dengan pihak mereka itu akan menjadi masalah besar.
Dua orang laki-laki berdiri disana dengan seragam coklat lengkap dengan pistol di pinggang mereka.
"Maaf ini benar kediaman bapak Hermawan?" tanya seorang laki-laki dengan seragam polisi lengkap. Hermawan terdiam sambil mengagguk lemah.
Pada dinding bagunan terdapat gambar prisai, dengan tiang obor dan pancaran obor, di luarnya terdapat tangkai padi dan kapas di antaranya terdapat tulisan Rastra Sewakottama disertai tiga bintang diatasnya, gambar itu sangat besar sehingga bisa di lihat dari jarak lima puluh meter jauhnya.
Bangunan itu di dominasin dengan warna crem dan coklat, pada salah satu dinding dalam ruangan itu terdapat gambar presiden dan wakilnya, terdapat juga sebuah meja dan komputer, serta beberapa kursi dalam ruangan itu, ada juga lemari yang tampak di penuhi berkas-berkas dan beberapa piala. Sebenarnya ruangan itu sangat nyaman, lengkap dengan pendingin ruangan, tapi tetap saja bagi sebagian besar orang ruangan itu sangat mengerikan.
***
Kantor polisi tampak ramai Hermawan duduk dengan kedua tangan terborgol.
“Pak saya tidak malakukan apa-apa.” Hermawan membelah diri.
“Bohong pak! Dia memaksa dan menyeret saya.” Dean yang duduk tidak jauh dari Hermawan.
“Tenangkan dirimu nak,” ucap laki-laki paru baya di sampingnya sambil mengelus rambut Dean, gadis itu menunduk tampak prustasi penampilannya masih kacau sama seperti saat ia pergi meninggalkan apartemen tadi, hanya saja sekarang bagian depan tubuhnya di tutupi jas yang Hermawan yakin adalah milik laki-laki paru baya itu.
Hermawan juga bisa melihat kaki wanita itu sudah di pasang gips berwarna merah mudah.
“Pak, saya saja tidak mengenalnya, gadis itu tiba-tiba datang dan melamar saya dan saya menolak!” Hermawan menjelaskan dengan jujur, tidak ada waktu untuk berbohong, karena ini kantor Polisi, ia tidak mau di penjara atas keterangan palsu, sudah cukup dia di bawah ke tempat ini dengan alasan yang tidak dimengerti Hermawan.
“Anda menolaknya bukan berarti anda bisa bertindak kasar dan seenaknya pada klien saya.” potong laki-laki paru baya yang tadi menenangkan Dean, tanganya dari tadi tidak henti mengelus punggung gadis itu dengan lembut.
“Tenang semuanya, ini bisa di selesaikan dengan cara baik-baik.” salah seorang polisi menenangkan, ia sedang menyelidiki kasus yang baru saja di laporkan korban dan pengacaranya.
“Cara baik-baik? bahkan hasil visum menjunjukan bahwa itu tindak kekerasan. Klien saya mengalami cedera di pergelangan tangannya dan lututnya, belum lagi trauma psikis yang akan di tanggung klien saya seumur hidupnya.” laki-laki paru baya itu menatap tajam ke arah Hermawan. Ia tetap pada pendirianya, ia sangat marah mengetahui klienya mengalami tindak kekerasa.
Hermawan menarik napas dalam berpikir sejenak ‘Baiklah aku akan ikut permainan kalian,’ “Apa yang anda inginkan?”suara itu terdengar datar.
“Saya akan menuntut anda dengan tuduhan tindak kekerasan dan pencobaan pelecehan seksual, dan saya pastikan anda akan di hukum seberat-beratnya. Saya pastikan semua karir anda akan berakhir disini!” jawab laki-laki paru baya itu dengan tegas.
Hermawan tercengang mendengar itu semua, pikiranya mulai di penuhi dengan bayangan yang tidak-tidak ‘Berakhir semua?’
“Ini bisa di selesaikan dengan cara baik-baik paman.” Dean membuka suara, setelah tadi hanya diam melihat perdebatan Paman dan Hermawan, laki-laki yang menyakitinya dan menolaknya. Dean tersenyum lembut pada Hermawan yang sedari tadi menatapnya tajam, bencin dan marah.
‘Kenapa gadis ini sekarang malah membela ku? bukankah tadi ia yang laporkan kejadian ini dengan keterangan palsu.’ pikir Hermawan yang terus menatap tajam ke arah Dean, bahkan sekarang dia ingin memakan gadis itu hidup-hidup, andai saja di sini tidak ada orang pastilah Hermawan sudah melakukanya.
“Benar apa yang nona Dean ucapkan, kita bisa menyelasaikan semua ini dengan cara kekeluargaan.”
Ucap seorang polisi dengan bintang pangkat tiga di kedua bahunya, laki-laki itu hampir seumuran dengan Paman Dean. Selain itu, sosok polisi tersebut tegas dan sangat mengayomi, Dean bisa merasakan itu dari nada bicaranya, raut wajah serta sikap yang di tunjukannya dari tadi, laki-laki itu tidak langsung memihak salah satu diantara mereka, tapi dia lebih memilih memperlajari masalah tersebut, baru mengambil keputusan.
“Baiklah saya minta maaf.” ucap Hermawan tampak tidak tulus.
Dean menatap laki-laki itu dengan datar lalu tersenyum lembut, mendadak Hermawan merasakan hal yang aneh, jantungnya serasa tersengat listrik dengan cepat ia memalingkan mukanya.
“Saya akan memaafkan anda, asal anda menikahi saya, saya yakin tidak akan ada laki-laki yang akan menikahi saya setelah tahu kejadian ini.” Dean kemudian menangis sambil merengek, pengacaranya segera menenangkan Dean sambil memeluknya dengan sayang. Polisi tadi bahkan menarik napas dalam melihat Dean yang menangis.
‘Akting yang bagus!’ gumam Hermawan dalam hati, tapi itu tidak akan mempan untuk Hermawan, “Saya tidak akan menikahi anda, lebih baik saya di penjara!” Hermawan tegas dengan keputusanya.
“Baiklah jika itu keputusan anda, kemungkinan anda akan di penjara paling ringan lima tahun dan mungkin akan mencapai lima belas tahun penjara, bila terbukti anda melakukan pelecehan seksual pada nona Dean. Kami akan menyiapakan pengacara untuk anda, karena anda di tuntut dengan pasal berlapis tindakan kekerasan dan pelecehan seksual.” Jawab sang polisi menjelaskan sanksi yang akan di dapat Hermawan menurut pasal yang berlaku di negara ini.
Hermawan menelan ludahnya dengan susah paya tenggorokanya terasa tercekik. ‘Mimpi apa semalam, mengapa ini semua terjadi, gadis ini benar-benar gila, jika aku di penjara bagaimana Aulia nanti?’
Tepat jam delapan pagi, Hermawan sudah memakai pakaian rapi yang telah di sediakan pengacara Dean. Sebuah pakaian pengantin lengkap dengan peci yang senada yang berwarna putih berbahan dasar sutra dengan motif bordiran yang indah.
Hermawan yakin itu sangat mahal, tapi itu semua tidak menghilangkan semua rasa cemas dan pegal di seluruh badanya, karena tidur di kursi yang ada di kantor polisi semalaman.
Laki-laki itu masih ragu akan keputusannya, tiba-tiba datang seorang polisi memanggilnya dan mengajaknya ke sebuah ruangan. Sudah ada seorang penghulu di sana dan empat orang saksi termasuk sang pengacara dan kepala kepolisian yang kemarin menengahi kasus mereka.
Hermawan duduk di kursi yang telah di sediakan, pikiranya masih berkecambuk. ‘Aku harus membatalkan ini, aku tidak bisa menikahi gadsi itu, aku tidak
mencintainya.
“Pak saya tidak bisa meni-” ucapan Hemawan terhenti saat mendengar suara pintu tebuka. Ia menoleh dan mengangah tidak percaya atas apa yang ia lihat.
Dean masuk di temani wanita paru baya di sampingnya, gadis itu mengenakan kebayak pengantin berwarna putih, wajahnya terlihat cantik dan anggun, ia tersenyum lembut sambil berjalan mendekati Hermawan, langkah gadis itu sudah tidak terlihat pincang lagi, dengan anggung Dean duduk di samping Hermawan.
Hermawan membeku melihat itu, seumur hidup ia tidak pernah melihat gadis secantik itu, bahkan saat gadis kecil itu tersenyum dan menatap matanya hingga pandangan mereka terkunci beberapa saat. Dean terlihat bak malaikat yang sengaja di kirimkan Tuhan untuknya. ‘Ini bukan musibah.’ batin Hermawan.
“Maaf nak Hermawan tadi ingin bicara apa?” sang penghulu bertanya, membuyarkan semua pemikiran Hermawan tentang Dean.
“Tidak ada pak, mulai saja acaranya sekarang.” ucap Hermawan cepat, mengapa sekarang Hermawan yang memintah pernikahan ini di percepat?
“Saya nikahkan engkau Hermawan dengan ananda Dean D binti Ahmad Edmond dengan maskawin seperangkat alat sholat di bayar tunai.” Ucap sang penghulu.
“Saya terimah nikahnya Dean D binti Ahmad Edmond dengan maskawin tersebut tunai.” Dengan satu kali tarikan napas Hermawa menjawab dengan tegas dan lantang. Padahal Hermawan belum belajar sama sekali untuk mengucapkan ijab itu. Serempak semua saksi mengatakan sah.
Hermawan bahkan bernapas legah setelah mengucapkan ijabnya, lalu kembali memandang Dean yang menunduk sambil menyembunyikan senyumnya, dengan kedua pipi yang meronah merah.
Dalam hati Hermawan mengutuk dirinya sendiri bagaimana mungkin dirinya mengucapkan ijab dengan semangat dan lancar padahal dia sangat membenci gadis kecil yang menjebaknya, memaksanya menikahinya, seharusnya Hermawan tidak jatuh pada pesona Dean, seharusnya dia menolak mentah-mentah pernikahn itu, seharusnya?
****
Hermawan membawa Dean ke apartemanya bersama pengacara paru baya yang diketahui bernama Zulfar, ternyata adalah Paman Dean, Hermawan mengetahui itu karena mendengar gadis kecil itu selalu memangil Zulfar dengan sebutan Paman, bahkan mereka terlihat sangat akrab.
“Silakan masuk,” Ucap Hermawan malas.
Zulfar membawa sebuah koper berukuran sedang berwarnah merah muda ia juga membatu Dean berjalan di sampingya dengan memegangi bahu Dean.
Hermawan meletakan tiga buah minuman di atas meja, Zulfar dengan cepat menyambar minuman itu ia benar-benar merasa haus, tidak biasa dengan suhu apartemen yang sedikit panas, Dean masih diam sambil tersenyum tiada henti.
“Hermawan kamu harus menjaga Dean dengan baik, dia sudah saya anggap sendiri. Kalau kamu menyakitinya saya pastikan kamu akan menyesal seumur hidup kamu!” Zulfar mengancam setelah menghabiskan air minumnya.
“Dean istri saya sekarang, jadi tersera saya mau apakan dia.” Jawab Hermawan sinis sambil membuang muka malas melihat wajah wanita yang terus tersenyum padanya seakan tidak memiliki dosa apapun.
“Jika kamu membuatnya menangis kamu akan menyesal, karena dia lebih berharga dari apa yang kamu miliki sekarang ini, bahkan nyawamu tidak bisa mengantikan air matanya!” Suara yang tegas dan penuh penekanan.
Hermawan tidak bergidik mendengarnya, bahkan berdecak kesal setelah mendengar apa yang Zulfar ucapkan.
“Kalau dia penting menurut anda, mengapa tidak anda saja yang tidak menikahinya?”
Sebuah tonjokan mendarat tepat di sudut pipih Hermawan hingga membuatnya terjatuh dari sofa tempat duduknya.
“Sudah cukup hentikan pamam!” teriak Dean, gadis itu segera membantu Hermawan berdiri, terlihat jelas raut wajah khawatir “Kamu tidak apa-apa?”
Dean mengusap ujung bibir Hermawan yang mengeluarkan cairan merah di sana, Dean tidak menyangka pamanya akan memukul laki-laki yang berstatus sebagai suaminya.
Hermawan menepis tangan Dean, lalu masuk ke kamarnya dengan membanting pintu cukup keras, menahan dengan sekuat tenaga perasaan kesal dan nyeri pada sudut bibirnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!