NovelToon NovelToon

My Possesive Badboy

I'm the winner

Brummm ... Brummm ...

Deruan mesin dari dua kuda besi terdengar begitu memekik ditelinga. Sorak sorai manusia yang berderet dipinggir arena menambah keriuhan digelapnya malam yang jauh dari pemukiman.

Dua kuda besi sudah siap diposisi, hingga ketika seorang wanita yang berdiri didepan kedua kendaraan tersebut menerbangkan kain ke udara. Kedua motor itu pun melesat bagai angin meninggalkan posisinya.

Seorang lelaki diatas salah satu kuda besi itu menyeringi kala dirinya melesat lebih jauh dari rivalnya. Hingga tak membutuhkan waktu lama, sorak sorai terdengar kembali dari orang-orang yang sudah menyambut kuda besi tersebut. Mereka berteriak histeris, terutama para gadis yang tak henti memanggil nama jagoan mereka.

"Shaka! Shaka!"

Brummm!

Ckitttt!!

Motor berwarna hitam itu pun berhenti diposisinya dan langsung disambut beberapa lelaki disana. Sorak sorai dan tepuk tangan kian bergemuruh.

Lelaki itu membuka helmnya, hingga nampaklah wajah tampan nan putih dari balik helm tersebut. Teriakan para gadis semakin riuh, kala melihat pesonanya.

Tak lama rivalnya pun datang dan berhenti tepat di sampingnya. Terlihat kilat amarah dari ujung mata lelaki tersebut.

"Apa lu masih meragukan gue?" tanyanya tersenyum miring. "Gue Shaka. I'm the winner!"

Lelaki yang menjadi rivalnya itu berdecih melihat kearoganan Shaka. Seolah tengah merutuki pemimpin dari geng motor yang begitu berpengaruh itu. Namun Shaka tak memedulikannya, ia lebih memilih menyambut ucapan selamat dari teman dan beberapa penggemarnya.

Arshaka Ravindra Pratama, lelaki tampan yang biasa disapa Shaka itu. Menjadi pemenang dari balapan liar yang digelar malam ini. Sudah hal biasa untuk Shaka memenangkan setiap pertandingan. Dengan langkah tegap lelaki yang memiliki mata elang itu mendekat pada rombongan para lelaki yang diketahui anggota gengnya.

Semua anggota menyambut seraya memberi selamat pada ketua geng mereka. Salah seorang dari mereka memberikan minuman berkaleng dan disambut lelaki bermulut tajam itu. Lalu Shaka membuka tutup kaleng itu dan mengangkat minuman tersebut keatas. Kemudian diikuti mereka juga.

"Black Wings!" ucap Shaka.

"The best, the winner!" balas mereka serentak.

Ia pun menegak minuman itu untuk merayakan kemenangannya kali ini. Semua anggota pun melakukan hal yang sama.

"Yakin lu gak mau ini?" tawar Edo, teman sekaligus wakil ketua dari geng tersebut.

Lelaki itu menawarkan sebotol minuman anggur berkualitas tinggi pada lelaki badboy yang justru kerap menolaknya. Ia hanya menggelengkan kepala seperti biasa.

"Minumlah sepuas kalian dan jangan buat keributan. Gue harus pulang!" titahnya.

"Ayolah Sha, kali ini aja. Lu mau minum sama kita. Hitung-hitung perayaan untuk kesekian kalinya lu jadi juara," bujuk Edo.

"Gue udah minum 'kan tadi?" selak Shaka.

"Ck! Gak asik lu," kesal Edo berdecak kesal.

Shaka terkekeh menanggapi, "Harusnya lu seneng. Jatah gue, bisa lu ambil," ledek Shaka menggelengkan kepala dan hanya dibalas cebikan bibir oleh Edo.

Seperti apapun ia merayu, Shaka tetap tak terbujuk untuk menegak minuman haram tersebut. Entah apa alasaannya, yang jelas hanya mereka yang akan berpesta tanpa sang ketua.

"Dah lah, gue pulang duluan. Awas ingat pesan gue!" pamit Shaka menepuk pundak Edo sebagai peringatan. Mereka pun mengiyakan pesan keramat dari sang ketua.

Peringatan itu, bukan berarti mereka tak pernah melakukan aksi anarkis. Justru mereka sering sekali melalukan hal itu. Namun, pantang bagi mereka ribut tanpa pengawasan Shaka. Siapapun yang membuat keributan tanpa sepengetahuan sang ketua, mereka akan didepak dari geng tanpa ampun.

Setelah berpamitan, Shaka pun melesat meninggalkan tempat tersebut. Bukan rumah tujuannya, ia justru berhenti disebuah jalan didepan rumah seseorang. Kemudian ia memperhatikan jendela kamar dilantai dua yang masih menyala. Lelaki tampan itu melirik sekilas jam dipergelangan tangan yang menunjukan pukul satu lewat tiga puluh menit.

"Apa dia belum tidur?" gumamnya bermonolog sendiri.

Shaka mengambil layar pipih dari saku jaket yang dikenakan, membuka laman hijau dan hendak menekan nomor yang baru ia buka blokirannya itu. Namun pergerakan jempol itu terhenti oleh ego yang selalu bertentangan dengan hatinya.

Ia beredecak kesal, hingga mengurungkan niatnya dan kembali memasukan benda itu kedalam saku. Lelaki tampan itu kembali memperhatikan jendela tersebut.

'Kenapa harus kek gini? Kenapa harus sesulit ini?' batinnya.

Tak berselang lama lampu itupun terlihat padam. Menandakan sang pemilik kamar hendak tertidur. Shaka menarik satu sudut bibirnya dan kembali menyalakan mesin motor untuk meninggalkan tempat tersebut.

Tanpa Shaka ketahui, si pemilik kamar juga tengah memperhatikannya dari balik gordyn. Seorang gadis tersenyum melihat Shaka yang berlalu dari depan rumahnya.

"Aku gak peduli dengan sikapmu. Karena kau selalu menunjukan, bahwa hatimu masih untukku," gumamnya.

**

Brumm!

Ckitt!!

Motor berhenti dipekarangan rumah. Shaka turun dari benda tersebut, menenteng helm yang baru saja dibukanya.

"Lu baik-baik disini. Gue pulang dulu!" Shaka mengelus kuda besi kesayangannya itu dan meninggalkan si hitam yang kini terparkir bukan dipekarangan rumahnya.

Lelaki tampan itu berjalan melewati dua rumah untuk sampai didepan rumahnya. Pelan-pelan ia membuka kunci pagar tinggi itu, hingga ia dapat memasukinya. Lalu ia mengendap-endap seperti maling memasuki rumah dari pintu samping.

'Aman!' gumamnya dalam hati kala melihat keadaan gelap dan sepi.

Namun nasib beruntung sedang tidak berpihak padanya baru saja ia menaiki satu anak tangga, tiba-tiba saja lampu menyala. Sontak saja hal itu membuat Shaka terlonjak kaget. Ia sampai menelan saliva kuat-kuat kala merasakan hawa mencekam dari balik punggungnya.

'Mampus!' batinnya.

Dengan pasrah ia berbalik kebelakang dengan perlahan. Pemandangan pertama yang ia lihat seorang gadis dengan rambut berantakan berlalu menuju dapur. Sepertinya gadis yang diketahui adiknya itu tak menyadari keberadaan Shaka. Hingga lelaki itu bisa bernapas lega.

'Huhh~ syukurlah! Gue kira mama,' gumamnya seraya mengusap dada.

Ia berbalik dan hendak kembali menaiki anak tangga. Baru saja dua anak tangga ia berjalan, suara sang adik membuat ia terlonjak kembali.

"Aka baru pulang? Dari mana jam segini? Terus masuk lewat mana?" cerocos gadis itu.

Shaka segera bejalan menghampiri dan membekap bibir rombeng sang adik. "Suuut!! bisa diem gak sih?" peringatnya.

Sena mencoba memberontak, seraya menggigit tangan sang kakak untuk melepaskan bekapan itu. Hingga Shaka meringis kesakitan.

"Ssstt dasar kanibal," umpatnya.

"Isshh aka ngeselin banget sih, aku bilangin mama nih, Mm-" belum sempat Sena berteriak memanggil sang mama, Shaka kembali membekapnya. Bahkan kali ini Shaka juga mengunci pergerakan tubuh sang adik agar tak memberontak.

"Suuutt!" peringatnya lagi, "rombeng banget sih."

"Mmmm!" Sena terdengar menggerutu, namun tentu tak jelas karena tertutup telapak tangan sang kakak.

"Diem gak?" ancamnya, namun adiknya itu tetap keras kepala, hingga Shaka mendesis frustasi.

"Oke, oke diem dulu! Kita bikin kesepakatan," final Shaka yang akhirnya membuat Sena diam.

"Oke, kamu boleh minta apa aja! Asal mulutmu itu gak ember, gimana?" tawar Shaka.

Sena nampak diam sebentar, lalu ia pun mengangguk sebagai jawaban. Shaka pun menghembuskan napas lega, seraya melepaskan bekapan itu.

"Gitu dong! Adek pintar," pujinya seraya mengusek rambut Sena dengan senyum menjengkelkan dan dibalas senyum sama oleh gadis cantik itu.

"Janji, apapun ya?" tanya Sena memastikan dan diiyakan sang kakak disertai anggukan.

Kemudian Sena mengadahkan tangan seolah meminta sesuatu. Tentu saja hal itu membuat Shaka menaikan sebelah alisnya heran. Hingga saat Sena mengucapkan kalimatnya, sungguh Shaka sangat menyesali memiliki adek lucknut sepertinya.

"Credit card seminggu!"

\*\*\*\*\*\*

Haii gaiss.. Aka Sha launching yaa😘😘 yuk tinggalkan jejak pertama kalian!! masukan fav❤ kasih vote sama hadiah kalian... Terus-terus tinggalkan like👍 selesai baca.. Ramaikan juga kolom komentarnyaa yaa😙

Aka Sha, ketua geng sholeh yang takut minuman haram😂

Terlihat badgirl

Mentari terlihat semakin meninggi. Seorang gadis dengan cepat menyelesaikan aktifitasnya. Setelah menyapukan lipstik dibagian terakhir, gadis itu mengambil tas gendong yang dikaitkan ditempatnya.

Tap! Tap! Tap!

Gadis itu menuruni anak tangga dengan cepat menuju kearah dapur untuk sarapan sebelum berangkat kekampus.

"Pagi, Ma!" sapanya seraya mendaratkan bokong dikursi didepan meja makan.

"Pagi, Jin!" sapa balik sang mama. "Apa siang ini kamu ada waktu?" tanyanya.

Gadis itu mengerenyitkan dahi seolah berpikir. "Hemm gak ada. Kenapa?" tanyanya.

"Onty Rilla, nyuruh bagiin baju seragaman. Kalo kamu gak keberatan tolong bantuin mama," jelas sang mama dan hanya diangguki gadis yang tengah memakan sarapannya itu.

"Ishh kau ini," sang mama hanya menggelengkan kepala kala tak ada jawabn apapun dari sang putri yang irit bicara itu.

Jingga Aurilia, gadis dingin yang begitu irit bicara. Jinjin begitulah panggilan yang disematkan orang-orang terdekatnya. Gadis cantik yang memiliki body semapai itu sudah siap untuk berangkat ke kampus. Setelah berpamitan pada sang mama, kini Jingga sudah menaiki kuda besi merahnya dan melesat meninggalkan pekarangan rumah.

Jika gadis lain memilih terlihat girly dan lebih suka menaiki mobil, berbeda dengan gadis ini. Ia lebih terlihat badgirl dan ditakuti kaumnya. Namun semua itu hanya penampilannya saja. Jingga tetaplah seorang gadis yang memiliki hati lembut. Ia hanya menutup diri agar tak dipandang lemah oleh siapapun.

**

Sementara itu Shaka memasuki bengkel yang tak jauh dari rumahnya. Menjemput si black kesayangannya yang semalam ia telantarkan disana.

"Isiin bensin!" titah Shaka.

"Gue kira ini motor gak bertuan, untung aja belum gue gadai in," ledek sang montir yang sudah siap dengan aktifitasnya.

"Ck! Sialan lu," umpat Shaka menendang tulang kering temannya itu, dan disambut gelak tawa olehnya. "Tuh mulut gak usah kek benc*ng! Gak usah banyak ngoceh, buruan isi! Keburu siang gue," omelnya.

Akhirnya Jaki, si montir tersebut mengisi bahan bakar pada motor hitam itu. Selain bengkel, disana juga tersedia pom mini. Hingga Shaka dengan mudah mengisi bahan bakar disana tanpa harus mengantri di pom.

"Lha, duitnya mana woy?" teriaknya, ketika Shaka mengeluarkan benda kesayangannya itu.

"Hari ini gue lagi miskin. Gue bayar minggu depan," celetuk Shaka sebelum akhirnya melesat meninggalkan tempat tersebut.

"Ebuset, sultan bisa kere juga ya?" kekeh Jaki menggelengkan kepala.

Seperti biasa kuda besi itu melesat seperti angin. Banyak kendaraan yang mengumpat dengan kelakuan lelaki tampan itu. Namun itu hanya bagai angin lalu untuknya.

Hingga tak membutuhkan waktu lama, kuda besi itu sampai diparkiran kampus. Tepat saat itu, Jingga juga sampai disana. Kedua manusia itu turun dari motor mereka masing-masing setelah melepas helm mereka.

Tampak Shaka tengah menatap tajam gadis yang menjadi mantannya itu. Jingga balik menatap lelaki itu namun dengan cepat Shaka mutuskan tatapannya.

"Sensen gak bareng?" tanya Jingga dan hanya dibalas gedikan bahu oleh lelaki itu.

Jingga menghembuskan napas pelan, mendapati sikap Shaka yang masih saja sama. Namun ia berusaha sebiasa mungkin, setiap kali bertemu. Bahkan pembuktian jika ia tak salah seolah tak dihiraukan lelaki yang keras kepala itu.

Kesalah pahaman yang berujung perpisahan, membuat sikap Shaka berubah seratus delapan puluh derajat pada sang gadis. Jingga yang bersikap lebih dewasa tak pernah menghiraukan sikap Shaka yang menurutnya kekanak-kanakan.

Tanpa kata lagi, gadis itu berlalu begitu saja dari parkiran. Namun hal itu justru membuat lelaki tampan itu kesal. Hingga ia berdecak karena hatinya yang tak pernah sejalan dengan keadaan.

"Astaga, kenapa gue sangat kesal. Kenapa dia selalu mengabaikan gue?" tanyanya bermonolog sendiri.

Ditengah gerutuannya, seseorang menepuk pundaknya hingga ia pun terlonjak. "Set*n! Lu ngagetin gue," kesalnya pada sang sahabat.

Deril, sahabat yang paling dekat dengan Shaka sedari kecil. Lelaki tampan yang memiliki tinggi badan sama dengannya itu tergelak. Baginya menggoda sahabat pemarahnya itu adalah hal yang paling menyenangkan. Meski ia harus mendapat umpatan dan kata-kata kasar dari Shaka, namun hal itu sudah biasa bagi lelaki kalem itu.

"Lagian lu ngapain? Ngedumel sendiri disini? Udah kek OODGJ tau gak," ledek Deril.

"Ck! Sahabat lucknut emang lu," umpat balik Shaka dengan wajah kesalnya, yang justru membuat Deril semakin tergelak.

"Kenapa? Dikacangin lagi?" tanya Deril serius, seraya menepuk bahu Shaka.

"Tau ah," balas Shak mengedikan bahunya. Kini kedua sahabat itu tengah berjalan menyusuri koridor untuk sampai dikelas mereka.

"Menurut gue ya, Sha. Lu harusnya gak usah bohongi hati lu terus. Jinjin tuh gak salah, gue yakin hatinya juga masih buat lu," Untuk kesekian kalinya Deril memberikan saran pada sahabatnya itu, namun hal itu tak pernah didengar oleh Shaka yang terlampau keras kepala.

"Lu tau gak, si Radit lagi gencar buat deketin Jinjin lagi. Apa lu mau mereka bersama kembali?" tanya Deril memanasi.

Sontak saja pertanyaan Deril membuat Shaka menghentikan langkahnya. "Lu yakin?" tanyanya memstikan.

"Emang lu gak tau? Kemarin di kantin anak-anak pada gempar dengan gosip itu," lanjut Deril meyakinkan. Ngebul-ngebul dah! Pikirnya.

Shaka mengepalkan kedua tangan dengan gigi menggeretak mendengar itu. Hatinya memanas dengan darah yang mendidih. "Brengs*k! Awas aja kalo dia berani deketin Jinjin lagi. Gue habisi dia," ucapnya menggebu dengan kilat amarah dimata elang itu.

Deril tersenyum miring seraya menepuk-nepuk pundak Shaka. 'Membuat berita hoak demi sahabat gak apa-apa kali ya?' batinnya bertanya.

Ia hanya tak habis pikir dengan sahabatnya itu. Ego yang kokoh membentengi diri, membuat Shaka tak pernah jujur akan hatinya. Ingin sekali Deril menendang ego tersebut, namun keras kepalanya membuat ego itu semakin membatu.

**

"Udah jangan nangis terus, cantiknya ikut luntur!" kekeh Jingga menenangkan sahabatnya itu.

"Terus aku harus gimana?" erang Sena frustasi.

"Entah ..." balas Jingga sekenanya.

"Isshh Jinjin," rengek gadis manja itu. Jingga tertawa kecil menanggapi.

"Terima aja, mau gimana lagi? Mungkin kak Deril memang jodohmu," celetuk Jingga.

"Isshh tapi ...."

"De!" Panggilan seseorang sukses mengalihkan perhatian mereka.

"Kak Deril," sapa balik Sena.

"Yuk! Pulang sekarang," ajaknya.

Terdengar hembusan napas panjang dari gadis itu, Jingga menepuk pundak sahabatnya itu seraya mengepalkan tangan memberi kode semangat. Namun wajah Sena masih saja masam. Akhirnya dengan langkah gontai gadis itu berjalan mengikuti Deril.

Sepeninggal kedua manusia itu, Jingga berlalu menuju parkiran. Baru saja langkahnya sampai disamping kuda besinya, tiba-tiba tangannya dicekal seseorang.

"Jin!" sapanya, sontak saja gadis itu menoleh. Ia memutar bola mata malas seraya menghempas kasar tangan lelaki yang dengam berani mencekalnya itu.

"Ayolah Jin, kamu gak bisa kek gini terus. Lupain si brengs*k itu dan kembali padaku!" ucapnya.

Jingga tersenyum remeh. Kemudian menatap tajam lelaki itu, hingga aura dingin dari dirinya keluar. "Brengs*k? Siapa yang kau sebut brengs*k?" tanyanya pelan namun penuh penekanan.

"Bukankah julukan itu lebih patut untukmu, Radit?"

\*\*\*\*\*\*

Jangan bingung ya, disini mak othor flash back sedikit ke belakang. Jadi ini waktunya sama kek bab awal Abi-Sensen.. Nanti bertahap kita maju oke! Terus-terus jejaknya jangan lupa yaa😘

Jinjin si Badgirl irit bicara, yang hatinya lembut kek sutera😂

Putus?

Flash back~

Brakkk!!!

Tubuh seorang gadis terhempas pada sebuah ranjang king size disebuah kamar. Seorang lelaki menatap tajam gadis itu seraya mengukungnya.

"Berani sekali kamu khianati aku, hah?" tanyanya pelan, namun penuh penekanan.

Gadis itu hanya menatap mata lelaki yang diketahui kekasihnya itu dengan tatapan sulit diartikan.

"Jawab aku, Jinjin!" bentak lelaki itu.

"Apa kamu percaya begitu saja?" tanya Jingga menatap kekasihnya itu tanpa gentar.

"Aku bukan orang buta, yang gak mempercayai apa yang aku lihat," balasnya.

"Tanpa mau percaya hatiku?" tanya Jingga lagi memastikan.

Lelaki itu tersenyum sinis, "cih! Hati? Kau yakin memiliki hati?" tanyanya.

"Menurutmu?" tanya Jingga dengan nada sama.

"Kamu pikir aku bodoh?" tanyanya tertawa sumbang. "Sudah jelas kamu tak mengelak saat disentuhan cowok itu," tegas lelaki itu dengan bentakan.

"Seperti ini 'kan?" tanyanya. Lelaki itu memperaktikan apa yang ia lihat divideo tersebut, sepasang manusia yang ia yakini sang kekasih bersama lelaki lain tengah berc*mbu. Meski wajah sang gadis tak nampak dan hanya terlihat dari belakang, namun itu persis seperti Jingga.

Ia menenggelamkan wajah pada ceruk Jingga, mulai menjelajah ceruk putih itu dengan tangan bergerak liar membuka kancing baju yang dikenakan Jingga. Sekuat mungkin gadis itu berusaha memberontak.

"Apa yang kamu lakuin, lepasin aku Sha!" teriak gadis itu shok. "Shaka! Kamu keterlaluan lepasin aku!" lanjutnya seraya tak henti memberontak.

Sekuat mungkin Jingga mendorong keras tubuh Shaka, hingga tubuh tegap itu terjengkang. Dan Jingga pun ikut bangkit dengan kancing depan sudah terbuka lebar, hingga menampakan dua buahnya yang hampir saja menyembul. Segera ia menutup dadanya, merapatkan kedua kain dengan kancing yang sudah terlepas itu. Dengan napas memburu, Jingga menatap tajam Shaka yang juga tengah menatapnya.

Shaka tersenyum sinis. "Bahkan kamu gak mau aku sentuh, sedangkan dia?" tanyanya.

Jingga menggelengkan kepala. Menampik keras apa yang dituduhkan Shaka, dengan beberapa tetes bulir yang jatuh dari ujung matanya.

"Mau mengelak seperti apalagi, hah?" teriak Shaka dengan amarah membuncak. Tangannya dengan kasar menarik dagu gadis itu.

Ia menghempaskan dagu kekasihnya itu dan berdiri dengan kedua tangannya mengepal kuat diringi gertakan gigi dari lelaki jangkung yang mengusap kasar wajahnya itu.

"Aaahhh!!!"

Bughhh!!!!

Shaka mengerang seraya memukul tembok dihadapannya. Meluapkan amarahnya yang tak dapat ia kendalikan.

"Menjijikan!" ucapnya melirik gadis itu dari samping. Jingga hanya mampu memejamkan mata, mendengar kata yang begitu tajam menusuk dihatinya.

"Mulai hari ini gak ada kata kita lagi," ucapnya hingga Jingga mendongak kaget. "Kita, putus!" tegasnya yang kemudian berlenggang meninggalkan tempat itu seraya membanting pintu tersebut dengan keras.

Jingga terpaku menatap kepergian Shaka. Air matanya luruh begitu saja. 'Putus?' berulang kali Jingga menanyakan itu pada hatinya.

Hal yang tak pernah ia duga sebelumnya. Satu kata yang bagai mustahil mereka ucapkan. Bahkan ia tak menyangka, Shaka memutuskan hubungan karena hal yang sama sekali tak ia lakukan.

Ia hendak berlari untuk mengejar kekasihnya itu. Namun naas, kakinya tetsandung pada sprei hingga membuat ia terjatuh dilantai diringi tangis yang menyesakan.

"Aku gak lakuin itu, aku gak lakuin itu," ucapnya disela isak tangis. "Kenapa kamu gak percaya sama aku Sha, kenapa ...?" Tangisnya tumpah seiring dengan dada yang kian sesak.

Flash back off~

**

Tak!

Suara petikan jempol dan jari tengah menyadarkan Jingga dari lamunannya. Tepatnya sebuah memori yang terputar kembali dikepalanya beberapa bulan kebelakang. Seorang lelaki mendudukkan diri disamping gadis tersebut.

"Lha, malah ngelamun. Lu kenapa?" tanya Rizky. Lelaki yang kini duduk disampingnya.

Jingga menarik satu sudut bibirnya. Kejadian itu tak pernah ia lupakan sama sekali. Kenangan yang sangat ingin ia perbaiki hingga sekarang. Namun sepertinya tak ada celah untuk ia membeberkan fakta dan membela diri. Sekuat apapun ia mencoba, semuanya terasa percuma. Saat hati yang ia perjuangkan terasa berubah, dan tak mau menoleh lagi padanya.

"Ada apa? Apa ada masalah? Cerita dong sama gue!" tanya Rizky yang sedikit khawatir seraya menepuk pundak sahabatnya itu.

Bukan menjawab, Jingga justru menyenderkan kepala dibahu lelaki yang selalu setia dalam keadaan apapun itu, seraya memejamkan mata.

"Biarkan kuterlelap, lima menit," ucapnya.

Rizky menghembuskan napas pelan. Ia mengerti, pastilah ini berkaitan dengan Shaka. Hanya masalah itulah, yang membuat gadis itu terlihat rapuh. Rizky hanya membiarkan itu dan tak mengusiknya.

Tanpa lelaki itu sadari, seseorang tengah memperhatikan mereka. Dari ujung jalan yang tak jauh dari tempat kedua sahabat itu duduki. Shaka tampak menatap tajam keduanya. Entah apa yang ada dipikiran lelaki tampan yang menduduki kuda besi kesayangannya itu. Ia pun kembali fokus kedepan dan berlalu, melesat meninggalkan posisinya.

Sementara itu, tiba-tiba saja bunyi dering panggilan terdengar dari ponsel Rizky. Sontak saja hal itu membuat Jingga terbangun. Lelaki itu meraih benda itu dari dalam saku celananya. Lalu mengerenyit dahi kala seseorang yang ia cari baru menghubunginya. Segera ia membawa benda itu kedepan telinganya.

"Woy, lu nyangkut dimana? Ngeselin lu, gue sibuk nyariin lu, set*n," kasal Rizky pada seseorang disebrang sambungan telepon itu.

Hingga saat terdengar suara dari sebrang yang ternyata bukan si empunya yang berbicara. Ia pun membolakan mata, merasa shok sekaligus malu.

"Ah, iya. Baiklah!"

Sambungan ponsel pun terputus. Lelaki tampan itu mendumel kesal pada layar pipih tersebut.

"Ada apa?" tanya Jingga.

"Si Abi, ngeselin banget ini anak. Dari pagi gue cari, malah nyangkut diclub," gerutu Rizky. "Mana mabuk berat lagi. Kalo onty Sa tau, bahaya!" lanjutnya.

"Pasti karena tadi," balas Jingga.

"Emang bener tuh anak bawa Sensen ke gudang?" tanya Rizky dan diangguki Jingga.

"Ck! Cari masalah aja nih anak," Rizky berdecak kesal seraya bangkit dari duduknya.

"Jemput dia?" tanya Jingga dan diangguki Rkzky dengan wajah masam.

"Doain gue, moga papih kagak tau gue masuk tempat itu. Bisa-bisa isi atm gue disunat lagi, rugi dong gue," cerocos lelaki tampan itu. Jingga hanya terkekeh menanggapi.

"Udah buruan lu juga pulang! Bentar lagi gelap, itu juga kek nya mau hujan. Kalo ada apa-apa hubungi gue," titah Rizky memberi pesan dan hanya diangguki Jingga.

Setelah kepergian sahabatnya itu, akhirnya Jingga pun siap memacu si merah, kuda besi kesayangannya dengan hati yang masih tak menentu, kala teringat kembali memori yang tersimpan apik dihatinya itu. Sungguh sulit sekali membuat orang percaya padanya.

"Haruskah aku menyerah?" tanyanya bermonolog sendiri. Hingga motor gede itupun sampai di depan ruamhnya. Tepat hujan bener-benar turun.

**

Malam semakin larut, hujan pun kian lebat. Shaka menghentikan kijang besinya sebelum tiba dipekarangan rumah, kala mendengar notif chat dari layar pipihnya. Melihat Abi yang sudah sampai didepan rumah, membuat lelaki tampan itu menghembuskan napas panjang.

"Dahlah, setidaknya dia aman!" ucapnya lega.

Ia pun melihat notif tersebut. Hingga ia menatap tajam layar itu dengan gigi menggeretak kala melihat foto gadis dengan rivalnya didalam sana, dengan sebuah pesan.

[Gue tantang lu besok malam. Siapa yang kalah? Dia yang harus merelakan.]

"Brengs*k! Awas aja lu, Radit."

\*\*\*\*\*\*

Jangan lupa jejaknya. Maaf yaa hari ini satu bab dulu. Besok lanjut insyaAlloh crazy up😘 eh jangn lupa besok senin, kasih vote nya yaa!!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!