"Mbak aku es bobanya dua cup sedang ya. Topingnya pake coklat sama greentea. Satunya lagi rasa strawbery lava." Seorang gadis berseragam SMA berdiri di depan stand es boba di pinggir jalan.
"Oke. Tunggu sebentar ya." seorang gadis cantik degan celemek bergambar boba berwarna biru lengkap dengan topinya tersenyum ramah. Lalu mulai menyiapkan pesanan gadis SMA dengan cepat.
Penjual es Boba itu adalah Lissa Revana Ayudia. Seorang gadis cantik berusia dua puluh tahun yang berasal dari desa yang mendapatkan beasiswa yang saat ini berada di semester ke enam. Beasiswa tidak mencakup biaya hidupnya selama hidup di kota. Maka dari itu ia bekerja paruh waktu menjadi salah satu penjaga stand es Boba yang sedang menjamur di berbagai daerah.
Lissa hidup dengan sederhana. Dengan gaji yang pas-pasan, ia bahkan bisa mengirim sebagian uangnya ke desa. Membantu kedua orang tuanya mencukupi kebutuhan hidup keluarganya di desa.
Lissa dengan gesit melayani setiap pelanggan. Satu persatu dari mereka mendapatkan es Boba segar yang mereka inginkan. Selain untuk menghilangkan dahaga, Es Boba juga enak dan juga segar. Setiap pelanggan mendapatkan pesanan mereka dengan puas.
Sebagai pekerja di stand tersebut, Lissa juga ikut senang. Semakin banyak pelanggan. Semakin banyak komisi yang akan dia dapatkan. Apalagi saat ini ayahnya di desa baru saja memberitahukan bahwa ibunya masuk rumah sakit dan membutuhkan banyak biaya. Ia harus semangat bekerja.
"Huft akhirnya selesai juga." Lissa mengelap tangannya dengan tisu setelah ia memberikan satu Cup Boba pada pelanggan terakhir.
"Semangat Lissa. Ibu butuh biaya banyak. Aku harus segera mengumpulkan uang." Lissa mengepalkan tangannya erat. Memberi semangat pada dirinya sendiri.
Tiga hari yang lalu, saat ayahnya memberitahu bahwa ibunya masuk rumah sakit karena serangan jantung, ia sangat ingin pulang dan melihat kondisi ibunya dengan mata kepalanya sendiri. Tetapi setelah ia berpikir, ia memutuskan untuk tetap tinggal di kota.
Meskipun ia kembali ke desa, ia juga tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu ayahnya mengumpulkan uang. Paling banyak, ia hanya akan menambah beban.
Di kota, meskipun dia tidak bisa mengumpulkan uang yang cukup, ia masih bisa mengumpulkan sedikit uang untuk membantu ayahnya mencari uang.
"Lis, udah kamu catat hari ini?" Diva, rekan kerjanya yang berganti sift dengannya datang.
"Sudah mbak Diva. Aku balik ke kampus dulu. Ada kuliah sore ini." Lissa melepas celemek bergambar Boba berwarna biru dari tubuhnya. Mengembalikannya ke dalam loker yang ada di salah satu dinding stand.
"Iya. Hati-hati di jalan. Aku ambil alih dari sini." Diva mengacungkan jempolnya pada Lissa. Ia juga seorang mahasiswi, sama seperti Lissa.
Lissa naik sepeda dan pulang ke kamar kosnya untuk bersiap pergi ke kampus. Jarak antara kampus, tempat kerja dan kamar kosnya memang cukup dekat. Jadi dia bisa bolak balik ke sana dengan mudah.
Kriingg Kriingg....
Suara ponsel Lissa berbunyi. Lissa berhenti untuk mengangkatnya. Di layar, nomor ponsel adiknya memanggil.
Beberapa hari ini, setiap kali Lissa mendapatkan telepon dari keluarganya di desa, dia selalu tertekan dan khawatir.
"Pandu, bagaimana kabar ibu?" Lissa mengangkat telepon setelah ia menghirup napas untuk menyiapkan dirinya menerima kabar apapun. Pandu. Adik Lissa yang saat ini masih duduk di bangku SMA kelas dua belas.
"Kak, kata dokter jantung ibu bocor. Dan harus segera dioperasi." Suara Pandu seperti petir yang menyambar di siang hari. Menyambar tubuh Lissa menjadi kaku.
"Kak... kakak masih di sana?" Pandu bertanya setelah dia tidak mendengar suara kakaknya.
"Iya Ndu. Kakak mendengarmu." ujar lissa lesu.
"Kak, biaya operasi ibu sangat banyak. Ayah berencana mau jual sawah kita."
"Jangan. Untuk biaya operasi ibu, aku yang akan memikirkannya. Jangan jual sawah itu. Keluarga kita bergantung dari hasil sawah selama ini. Jika sawah itu dijual, keluarga kita juga tidak akan bisa berbuat apa-apa nanti."
"Aku juga berpikir begitu kak. Tapi biaya operasi ibu sangat besar kak. Bahkan mungkin meskipun dengan menjual sawah saja tidak akan cukup. Bagaimana kakak bisa mendapatkannya?"
"Kamu tenang saja. Tugasmu di sana adalah menjaga ayah dan ibu. Tolong katakan pada ayah untuk tidak banyak berpikir. Aku akan mengurusnya."
"Baik kak. Aku akan melakukan apa yang kakak lakukan."
"Ya sudah. Aku pergi ke kampus dulu. Ada kelas sore ini."
"Iya kak."
Lissa tidak bisa lagi menahan air matanya yang langsung jatuh dengan derasnya tepat setelah ia menutup telepon. Ia hanya penjaga stand Boba paruh waktu. Bagaimana dia bisa mendapatkan uang untuk operasi ibunya dalam waktu singkat? Dia juga tidak memiliki teman dekat yang kaya yang bisa meminjaminya uang. mungkin ia akan meminjam uang dari Bos Owner boba dimana dia bekerja.
Di salah satu ruang CEO di lantai teratas gedung perkantoran PT. AB Mandiri, sepasang kekasih sedang bermesraan melepas rindu. Rafael mengecup dahi Steffi dengan lembut setelah mereka berciuman lama. Ia sangat merindukan kekasihnya yang sudah hampir satu bulan tidak ia temui.
"Aku sangat merindukanmu." Rafael menarik tubuh Steffi ke dalam pelukannya.
"Aku juga rindu tahu. Kenapa kamu tidak jadi menyusulku kemarin?" Steffi mengerucutkan bibirnya. Hampir satu bulan dia mengikuti kontes model di luar negeri. Dan dua hari yang lalu ia meminta Rafael untuk menyusulnya dan berlibur bersamanya. Namun ternyata Rafael tidak dapat pergi karena pekerjaan penting yang tidak bisa dia selesaikan. Steffi pun akhirnya berlibur bersama asistennya.
"Maaf. Kemarin ada klien dari Jerman yang tiba-tiba datang. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Kesepakatan bisnis ini bernilai puluhan Miliyar. Aku janji akan menggantinya lain kali. Oke? Jangan marah lagi ya?" Rafael sangat mencintai Steffi. Dia tidak akan tahan jika Steffi marah dan mengabaikannya.
"Janji ya?" Mata Steffi bersinar. Dia tahu bahwa Rafael sangat mencintainya dari kubur hatinya. Apapun yang ia minta akan diberikan. Bahkan, jika dia mau, Rafael akan mampu menjadikannya model internasional yang menjadi mimpinya. Tetapi egonya tidak mengizinkannya dan menolak segala bantuan dari Rafael. Dia ingin membuktikan dirinya sendiri. Sebagai pacar, Rafael mendukung Steffi mengejar mimpinya.
"Iya. Aku janji." Rafael menundukkan kepalanya. Menatap Steffi dengan lembut. Sangat berbeda dengan caranya menatap orang lain. Bahkan pada kakeknya sendiri.
"Kamu memang yang terbaik. Aku mencintaimu. Emmuach." Steffi sangat bahagia. Dia mengecup bibir Rafael dengan ringan.
"Sayang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan padamu." Rafael tiba-tiba menjadi serius. Mengajak Steffi duduk di sofa di dalam ruangan.
"Ada apa? Tolong jangan membuatku takut." Tanya Steffi dengan khawatir.
"Ini mengenai kakek. Dia sudah sering menanyakanmu."
"Aku akan datang mengunjungi kakek besok."
"Tidak semudah itu. kali ini tidak sama."
Steffi mengernyitkan alisnya bingung. Ia memang merasa bahwa kakek Rafael tidak begitu menyukainya. Tetapi selama ini pria tua itu selalu diam melihat hubungannya dengan cucunya. Mereka juga tidak bisa dikatakan dekat sama sekali, kenapa tiba-tiba ingin bertemu?
"Kakek akan segera mewariskan perusahaan ini padaku."
"Itu bagus dong." Mata Steffi semakin bersinar.
"Ya. Tapi untuk itu syaratnya aku harus menikah." Mata bersinar Steffi meredup. Dia langsung diam seribu bahasa. Melihat reaksinya yang enggan, Rafael sudah biasa. Tidak sekali dua kali ia mengajak Steffi menikah. Tetapi kekasihnya itu selalu menolak dengan alasan belum siap karena Dia masih ingin mencapai cita-citanya.
Rafael menghela napas berat. Ia saat ini berada di tengah-tengah. Tapi yang harus dia lakukan sekarang adalah dia harus meyakinkan Steffi untuk bersedia menikah dengannya. Kalau dia tidak menikah bulan ini, kakeknya akan memberikan perusahaan pada yayasan sosial. Dia tidak mau hal itu terjadi.
Dengan tangan yang memegang tangan Steffi dengan lembut, Rafael mencoba untuk meminta pengertian Steffi atas kondisinya yang berat.
"Aku tahu kamu masih belum siap menikah. Aku hargai itu. Tapi sayang, kali ini aku mohon kamu untuk bersedia. Jika aku tidak menikah bulan ini, perusahaan ini tidak akan ada lagi di tanganku. Apa kamu mau hal ini?"
"Tidak. Aku tahu betapa berharganya perusahaan ini untukmu."
"Maka dari itu, aku harap kamu bersedia ya? Jika kamu takut status pernikahan akan menghambat karirmu, kita bisa merahasiakan. Ya sayang. Tolong mengertilah kali ini." Rafael memandang Steffi dengan penuh harap.
"Yang penting menikah kan?" Tiba-tiba ide muncul di kepala Steffi. Matanya yang redup kembali bersinar.
"Ya." Rafael mengangguk dengan bahagia. Ia mengira bahwa Steffi akan bersedia. Dia tidak menyangka jika kata-kata selanjutnya akan merobek hatinya.
"Karena hanya menikah, tidak peduli dengan siapa kamu menikah itu masalah mudah. Kita bisa menemukan gadis lain yang bisa kita bayar untuk menjadi istri kontrak sementara untuk mengamankan posisimu. Setelah aku kembali nanti, aku akan mengambil kembali tempatnya."
"Sayang, apa kamu katakan? Apa kamu mau aku menikahi orang lain? Aku hanya mencintaimu. Itu tidak akan."
"Sudahlah. Aku lelah. Kamu pikirkan saja cara yang aku katakan tadi. Aku pulang dulu." Steffi sangat kesal. Dia benar-benar tidak bisa menikah saat ini. Dia buru-buru mengambil tasnya dan keluar dari ruangan Rafael tanpa berbalik untuk melihat wajah kecewa Rafael atas sikapnya.
...~♡♡♡~...
...~☆Kupilih Penggantimu_1☆~...
Rafael keluar dari kantornya sesaat setelah Steffi keluar dengan marah. Sebagai laki-laki, mendapatkan penolakan dari Steffi lagi dan lagi membuatnya sangat marah. Apalagi selama ini dia sudah sering menoleransi sifat keras kepala Steffi. Dia sudah sering mengalah. Namun apa daya, dia terlalu mencintai kekasihnya ini dan tidak tega untuk memarahinya atau pun mengabaikannya.
Tapi saat ini ia menghadapi keadaan yang serius. Dia hanya ingin Steffi untuk setuju dan mengisi tempat kosong sebagai istrinya. Ia masih akan memberi kebebasan baginya untuk mengejar mimpi. Tapi apa? Steffi masih menolaknya dengan alasan yang sama.
Sejak mereka berpacaran tiga tahun lalu, Rafael sudah mengetahui jika Steffi sangat ingin menjadi model. Itulah mengapa setelah mereka resmi berpacaran Rafael mencoba yang terbaik untuk membukakan jalan bagi Steffi untuk dapat melangkah di dunia Model.
Rafael memperkenalkan Steffi pada beberapa produser dan juga membantunya masuk ke dalam agensi model terkemuka. Rafael juga telah memberikan manajer terbaik untuknya agar mendapatkan sumber daya yang membawanya sampai ke tingkat saat ini. Model kelas A.
Sebenarnya, Steffi bisa melangkah di dunia model dengan lancar juga berkat bantuan Rafael. Sejak awal debutnya, semua orang sudah mengenalnya sebagai kekasih Rafael dan memperlakukannya dengan sangat baik. Jika tidak, dengan sifat manja Steffi, gadis cantik itu sudah akan keluar dari dunia model sejak lama akibat tidak tahan dengan bullyan.
Mengingat hal ini, Rafael merasa bahwa keputusannya mendukung Steffi menginjakkan kaki di dunia model adalah pilihan yang salah. Jika sejak awal dia tidak memperkenalkan orang-orang itu padanya, Steffinya yang dulu tidak akan pernah seperti ini. Steffinya hanya akan menjadikan dirinya sebagai dunianya. Sama seperti saat masa-masa awal mereka pacaran yang manis dan penuh cinta.
Bugh!
Rafael memukul kemudi di depannya dengan keras. Lalu ia menepikan mobilnya. Ia perlu mengistirahatkan jiwa dan raganya yang lelah.
Saat ini siang hari dan sudah masuk waktu istirahat. Di sepanjang jalan banyak orang yang juga sedang beristirahat dan mencari makan siang. Rafael melihat sekitar dan baru menyadari bahwa ia mengemudi cukup jauh dari kantornya secara tidak sengaja.
Tapi lingkungan sekitar sepertinya dia cukup merasa familiar. Ya. Rafael baru menyadari bahwa saat ini dia berada di depan salah satu kantor cabang dimana dia pernah magang sambil kuliah. Memulai semuanya dari nol. Saat itu jugalah Dia dan Steffi saling mengenal dan akhirnya berpacaran.
"Ternyata kamu sudah berubah sebanyak itu Steffi." Gumam Rafael memejamkan matanya. Ia membuka jendela mobil untuk menghirup udara segar.
Setelah ia membuka jendela, suara di luar menerobos masuk. Di luar ternyata sangat ramai. Suara itu datang dari salah satu stand minuman di pinggir jalan yang tidak jauh dari dia memarkirkan mobilnya.
Setelah melihat orang yang meminum es di depannya, entah kenapa ia juga merasa haus dan ingin membeli atu untuk dirinya sendiri. Padahal dia tidak pernah membeli makanan atau minuman di pinggir jalan sebelumnya.
Rafael bersandar di bodi mobil stabil menunggu stand itu sepi. Dia tidak suka berdesakan. Apalagi dengan banyak orang. Namun saat antrian itu sepi, ia diam di tempatnya seperti baru melihat hantu.
Di dalam stand. Lissa baru saja melapangkan topi yangsejak tadi menutup sebagian besar tubuhnya dan hanya memperlihatkan dagunya saat dia sibuk menyiapkan pesanan para pelanggan. Setelah dia menyeka keringat di pelipisnya, ia memakai kembali topi itu di kepalanya.
Meskipun itu waktu yang singkat, Rafael sudah melihat semuanya. Wajah itu. Wajah yang mirip dengan Steffi. Sangat mirip. Lalu tiba-tiba ia memiliki ide gila. Dia akan membawa gadis asing ini pada Steffi dan menggunakannya untuk mengancam kekasihnya itu jika dia masih tidak ingin menikah dengannya, dia akan menikahi gadis asing ini. Lagipula gadis ini juga tidak kalah cantik dengan Steffi. Apalagi jika dia didandani sedikit saja. Dia bahkan mungkin akan lebih cantik dari Steffi. Dengan begitu Steffi pasti akan takut dan setuju menikah dengannya.
Ya. Ini ide yang baik.
Mengambil ponselnya, dia memotret Lissa beserta dengan stand tempatnya dan mengirimkannya pada Petra. Meminta sekretarisnya itu untuk memeriksa identitas Lissa.
Petra yang baru saja kembali dari makan siang dan sedang di dslam lift unruk naik ke atas mendapatkan pesan dari Rafael. Ia kemudian membuka foto yang dikirim dan matanya terbuka lebar.
Bukankah gadis di foto adalah Steffi? Kekasih bosnya? Bedanya adalah gadis di dalam foto sepertinya tidak merias wajahnya sehingga tampak polos.
"Siapa ini? Apa maksud pak Bos mengirim foto ini?" Gumam Petra dalam hati sambil menggaruk digunakan dengan bingung.
"Eh. Pak Bos ingin aku mencari tahu identitasnya. Dan harus aku dapatkan malam ini juga?" Petra membaca dalam hati. "Apa!? Malam ini?!" Teriak Petra mengagetkan beberapa staf yang berada di dalam lift yang sama dengannya. Ia pun segera menengok ke kiri dan ke kanan dan berdehem menghilangkan rasa canggungnya.
Petra bekerja dengan sangat cepat dan efisien. Tepat sebelum waktu pulang bekerja, setumpuk berkas informasi tentang Lissa sudah tersedia di atas meja Rafael.
"Kerja bagus. Bulan ini dapatkan bonus dobel." Kata Rafael sambil membuka informasi di tangannya.
"Terima kasih bos. Kalau begitu saya akan keluar."
"Mm." Rafael tidak melihat sama sekali matanya fokus menatap berkas yang dibacanya. Memahami setiap informasi yang lengkap yang didapat oleh Petra entah darimana dan bagaimana.
"Namanya Lissa Revana Ayudia. Aku akan mengingatnya." Rafael mengangguk saat membaca nama lengkap Lissa. Beberapa foto Lissa juga tersedia didalam sam berkas. Rafael mengambilnya dan melihat satu persatu.
Semua foto sepertinya diambil tanpa sepengetahuan pemiliknya. Melihat dari setiap foto yang diambil, kebiasaan hidup Lissa cukup monoton dan seperti tidak memperhatikan keadaan sekitarnya karena dia lebih fokus pada hidupnya sendiri. Sepertinya yang ada di dalam hidup Lissa hanya kuliah dan kerja. Ini bagus. Dia polos dan tidak memiliki kekasih bahkan pujaan hati.
Rafael mengangguk dengan puas. Kehidupan Lissa bersih sampai saat ini. Dia mulai membuka berkas kedua. Yang berupa informasi mengenai keluarganya. Sama seperti informasi diri Lissa, di dalam berkas mengenai keluarganya juga ada beberapa foto. Foto ayahnya yang berkerja di sawah. Foto adik laki-lakinya yang memakai seragam putih abu-abu. Selain itu ada beberapa foto mereka yang bersama Lissa. Rafael tersenyum penuh arti melihat kedekatan keluarga itu.
"Kebetulan sekali. Sekarang aku yakin dia akan bersedia bekerja sama denganku." Rafael mengambil foto ibu Lissa yang diambil di rumah sakit. Wanita paruh baya itu terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan selang infus yang terpasang di tangannya. Rafael tersenyum puas. Dia yakin rencananya akan berhasil.
~♡♡♡~
~☆Kupilih Penggantimu_2☆~
Sebelum lanjut alangkah baiknya tekan tombol like terlebih dahulu. Terima Kasih
Keesokan harinya, Rafael datang ke tempat stand Boba Lissa bersama dengan Petra. Di kantor Rafael telah memberitahu rencananya pada Petra. Meminta oalah sekretarisnya untuk membantunya. Petra mengikuti Rafael dengan ketidakberdayaan. Lagipula dia mengetahui sifat Steffi yang keras kepala. Tanpa sadar dia telah memprediksi jawab Steffi pada akhirnya dan pak Bosnya akan diabaikan.
"Hem.. apapun y terjadi nanti semoga pak Bos bahagia. Karena hanya dengan begitu keadaan di kantor juga akan hangat." Batin Petra. Menurut pengalamannya, jika Rafael sedang dalam kondisi hati yang buruk, suasana kantor juga akan terpengaruh. Selain itu, pekerjaannya yang seharusnya biasa-biasa saja akan menjadi super sibuk karena Rafael terkadang meninggalkan pekerjaannya yang penting untuk dikerjakan olehnya.
Petra menghentikan mobilnya tepat di samping stand boba Lissa. Seperti yang diperintahkan oleh Rafael padanya. Rafael turun dengan normal.
Saat itu belum waktunya istirahat siang. Jadi stand cukup sepi. Hanya ada beberapa pelanggan yang mengantri. Rafael memberi isyarat pada Petra.
"Permisi nona." Petra berdiri di dewan stand boba. Saat itu memang tidak ada pelanggan.
"Ya. Ada apa ya?" Lissa mengangkat wajahnya. Membuat Petra terdiam sesaat sebelum mendapatkan kembali ketenangannya. Gadis yang ditemukan bosnya memang sangat mirip dengan Steffi.
"Bos saya mau bertemu dan berbicara sebentar dengan anda. Apakah nona ada waktu?" Saat Petra bertanya, ia menunjuk Rafael yang berdiri di samping mobil. Lissa mengikuti arah yang ditunjuk Petra dan bertemu dengan mata Rafael yang dingin.
"Maaf. Tapi saya tidak mengenal bos anda. Apa mungkin salah orang?" Lissa unggul dalam mengenali seseorang. Setiap wajah pelanggan yang bahkan hanya satu kali membeli di tempatnya dapat dia ingat jika mereka bertemu kembali. Apalagi pria yang tampan dengan tatapan sedingin es ini tidak mudah dilupakan. Jadi Lissa yakin dia tidak mengenalnya.
Rafael yang melihat dari jauh menjadi tidak sabar setelah lama menunggu. Apalagi setelah bertemu pandang dengan Lissa beberapa saat yang lalu. Ia mulai tidak sabar dan berjalan mendekat dan mendapati bahwa undangan Petra sebenarnya ditolak.
"Nona Lissa, saya Rafael. Bisa berbicara sebentar berdua saja?" Lissa erkejut pria tampan itu mengetahui namanya. Lissa melihat tangan yang tergantung di udara dan mau tidak mau menjabat tangan besar yang kokoh itu untuk menghormati.
"Ada apa ya? Sepertinya kita tidak saling kenal deh. Tapi darimana anda tahu nama saya?"
"Kota memang tidak mengenal pada awalnya. Tapi mulainskearnag kita akan mengenal. Saya ingin bicara penting dengan anda. Apa bisa anda ikut saya sebentar?"
"Mmm... maaf. Saya tidak bisa. Saya di sini bekerja. Dan tidak bisa pergi begitu saja. Saya mohon maaf sekali lagi."
"Bukankah ini hanya menjual minuman. Ini masalah gampang. Begini saja. Saya akan membeli semua yang dijual hari ini. Berapa total semuanya?"
"Sebentar. Tidak bisa seperti itu. Ini tidak sekadar masalah uang."
"Lalu?"
"Jika anda memberi uang, anda juga akan mendapatkan barang. Jika tidak, siapa yang akan menghabiskan semuanya nanti. Anda dan dia pasti tidak bisa."
"Aku mengerti. Biarkan Petra yang mengurus sisanya. Petra!" Rafael memanggil Petra dengan tegas.
"Siap pak Bos. Nona Lissa hanya perlu memberi tahu saya bagaimana caranya. Dan semua yang ada di sini akan habis saat Nona kembali nanti."
"Ini...."
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa." Lissa membuka pintu stand dan mengizinkan Petra masuk. Mengajari cara membuat berbagai varian rasa Boba yang paling banyak digemari dan umum.
Lissa akhirnya masuk ke dalam mobil Rafael dan dibawa pergi ke sebuah Cafe tidak jauh dari sana. Cafe tersebut dulunya adalah Cafe favorit Rafael dan Stefii.
"Saya tidak akan berlama-lama. Saya akan langsung katakan apa yang ingin saya katakan." Rafael berbicara setelah pesanan mereka datang.
Di depannya, Lissa mencengkeram gelas jusnya saat ia mendengar dan melihat Rafael yang serius. Tanpa sadar ia merasa ada sesuatu yang aneh terjadi. Lalu detik berikutnya dia membuka matanya lebar karena Rafael menyebutkan informasi mengenai dirinya yang lengkap yang bahkan hampir tidak ada orang yang mengetahui selengkap itu. Bahkan informasi mengenai keluarganya di desa juga disebutkan secara lengkap oleh Rafael.
"Siapa sebenarnya anda? Kenapa anda mengetahui semuanya mengenai saya?" Mengetahui informasi mengenai seseorang secara lengkap tidaklah mudah. Membutuhkan kekuatan besar untuk melakukan hal itu bahkan untuk menyelidiki orang biasa sepertinya.
"Seperti ini. Aku adalah pewaris PT. AB Mandiri. Aku yakin kamu pasti pernah mendengarnya." Lissa menganggukkan kepalanya. Siapa yang tidak mengetahui bahwa PT. AB. Mandiri adalah sebuah perusahaan terbesar di kota F?
"Kakek memberi syarat jika aku ingin mewarisi perusahaan untukku menikah. Tetapi kekasihku menolak. Dan secara kebetulan wajah kalian hampir sama. Kalian mirip." Jantung Lissa berdetak kencang. Dia bisanya membaca novel online jika dia memiliki waktu luang. Jadi dia pernah membaca mengenai pengantin pengganti, kekasih pengganti, atau nikah kontrak yang sedang viral di dalam novel. Pegangan tangannya pada gelas jus semakin mengencang.
"Aku ingin membuat kesepakatan denganmu." Rafael melihat Lissa yang tegang.
"Kesepakatan apa?"
"Aku ingin kamu menjadi istri sementara untukku. Sampai kekasihku datang dan menikah denganku." Mendengar kesepakatan yang ditawarkan Rafael membuat mata Lissa melotot. Tidak pernah terpikir dalam imajinasi teriaknya dia akan mengalami hal seperti ini.
"Tapi tentu saja itu opsi terakhir jika kekasihku masih menolak untuk menikah." Ekspresi Lissa sedikit santai.
"Opsi pertama, aku akan membawamu menemui kekasihku. Dan menggunakanmu untuk mengancamnya agar dia mau menikah denganku. Jika dia masih tidak mau. Aku harap kesediaan kamu untuk menikah denganku untuk sementara. Seperti semacam nikah kontrak." Melihat Lissa diam, Rafael melanjutkan lagi.
"Tentu saja kamu tidak melakukannya dengan percuma. Bukankah ibumu di kampung sedang membutuhkan biaya besar untuk operasi segera? Melihat kondisi laporan kesehatannya, jika dia tidak segera dioperasi, nyawanya mungkin tidak akan tertolong."
"Kamu...."
"Ya. Aku akan membayar semua biaya pengobatan ibumu sampai sembuh total. Selain itu, aku juga akan memberikan modal pada keluargamu untuk membuka usaha. Ayahmu sudah tua dan tidak pantas baginya untuk terus bekerja di sawah. Itu yang aku berikan jika Steffi mau menikah. Tetapi jika Steffi masih menolak dan kamu harus menikah denganku, tentu saja yang aku berikan juga akan lebih banyak." Rafael menyerahkan map berisi isi perjanjian. Yang satu adalah jika Steffi bersedia menikah dan yang satu lagi adalah jika dia harus menjalani pernikahan kontrak dengan Rafael. Membacanya dengan serius dan akhirnya ia memutuskan untuk setuju.
***
Lissa dan Rafael duduk di sebuah Cafe lain yang lebih besar di pusat kota F. Mereka sedang menunggu Steffi datang. Keduanya duduk diam dan tidak berbicara satu dengan lainnya.
Tak menunggu lama, pintu Cafe terbuka dan seorang gadis cantik dengan pakaian modus dana seorang asisten kecil di belakangnya berjalan masuk dan mendekat.
Steffi melihat gadis yang duduk di seberang meja Rafael. Dan menaikkan alisnya. Menurut pakaian yang digunakan, gadis ini tidak seperti teman ataupun rekan bisnis Rafael. Kenapa kekasihnya membawanya bertemu dengannya?
"Sayang." Steffi menghambur ke dalam pelukan Rafael. Rafael membalas pelukan dengan hangat dan membawanya duduk di sampingnya. Asistennya mencari tempat duduk tidak jauh dari mereka.
"Gadis ini cantik sekali. Mana mungkin dia mirip denganku. Pasti tuan Rafael hanya mencari alasan saja. Hanya gadis cantik yang pantas untuk pria tampan. Bukan seperti aku yang upik abu ini. Hiks hiks." Lissa menangis untuk dirinya sendiri di dalam hati.
Lissa berharap bahwa gadis cantik yang ada di samping Rafael bersedia menikah. Keduanya pasangan yang sangat serasi. Apabila dia tiba-tiba harus menjadi orang ketiga diantara mereka, dia akan merasa bersalah karena telah merusak pemandangan yang begitu indah.
Namun kenyataannya lain. Steffi ternyata masih tidak setuju dan bahkan setuju saat Rafael berkata akan menikahi Lissa.
"Itu bagus. Aku telah menerima undangan untuk ikut beberapa event di luar negeri. Jadi aku juga memang tidak bisa. Malam ini juga aku akan berangkat."
"Steffi, tidakkah kamu akan menyesal?" Rafael masih mencoba membujuk.
"Tidak. Cita-citaku sudah hampir satu langkah dariku sayang. Kamu kan tahu menjadi model kelas dunia adalah impianku sejak lama. Kamu juga sudah berjanji untuk mendukungku. Apa kamu sudah tidak mencintai aku lagi?"
"Huh.... baiklah kalau begitu. Semoga kamu berhasil dan mendapatkan apa yang kamu inginkan." Ucap Rafael dengan suara rendah yang tertahan. Dia jelas marah. Dan Steffi juga tidak bodoh untuk tidak melihatnya. Jadi dia langsung pergi setelah berpamitan. Meninggalkan Rafael dan Lissa yang canggung.
"Kamu harus menikah denganku."
...~♡♡♡~...
...~☆Kupilih Penggantimu_3☆~...
Sebelum lanjut alangkah baiknya tekan tombol like terlebih dahulu. Terima Kasih
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!