Meriana atau sering dipanggil Meri, gadis berprawakan kecil, tapi memiliki wajah yang cantik dan juga manis, hingga siapapun yang menatapnya tidak akan pernah bosan, apalagi dia memiliki sikap ceria dan begitu ramah dengan siapapun.
Diusianya yang baru menginjak dua puluh tahun, dia sudah menjadi seorang artis pendatang baru yang cukup terkenal, karena aktingnya yang begitu mumpuni dan juga kerja kerasnya selama ini, yang tidak pernah patah semangat mengikuti casting dari rumah produksi satu ke rumah produksi lainnya, yang sering mendapat penolakan.
Dan diusinya yang baru menginjak dua puluh tahun, dia sudah menyandang gelar sebagai seorang istri dari Vioza Waradhana, pria tampan dan juga mapan berusia tiga puluh tahun yang baru sehari menjadi suaminya.
Tentu saja pria yang baru sehari menjadi suaminya, bukanlah pria yang dia inginkan menjadi pemdamping hidupnya, bukan hanya karena usianya yang terpaut juah, Meri terpaksa menikah dengannya juga karena perjodohan yang dilakukan oleh sang ibu.
Meskipun awalnya Meri enggan menikah dengan pria yang sudah menyandang status sebagai sumianya tersebut, tapi akhirnya dia mau menerima perjodohan tersebut, demi baktinya pada sang ibu yang sangat dicintainya.
“Meri sayang,” panggil wanita paruh baya dengan pakaian syar’i yang menutupi seluruh tubuhnya, mendekati Meri yang sedang berada didapur untuk untuk menyiapkan makan malam pertama kalinya di rumah sang suami. Dan pekarjaan yang sedang Meri kerjakan sudah tidak asing lagi baginya, karena sebelum dia menjadi seorang artis terkenal, dia hanyalah orang biasa, dan Meri bisa melakukan pekerjaan rumah tangga dengan mahir.
“Iya Tante,” Meri menoleh kearah wanita paruh baya yang berada tepat disampingnya.
“Kok masih panggil tante, panggil mommy dong, sekarang kamu sudah menjadi anak mommy, sayang,” sambung wanita paruh baya tersebut yang tak lain dan tak bukan adalah mommy Berlian, mommy dari Oza, suami Meri. Tak lupa dia melempar senyum kearah Meri yang baru sehari menyandang status sebagai menantunya.
“Maaf, aku belum terbiasa Mom,”
“Tidak masalah, sayang. Oh ya sayang, biarkan mommy dan juga mbak yang memasak untuk makan malam. Sekarang, lebih baik kamu panggil suami kamu untuk makan malam bersama,”
“Mom, makanan belum siap, untuk apa memanggil dia,” tolak Meri, yang enggan untuk memanggil nama sang suami.
Mommy Berlian, langsung mengukir senyum mendengar apa yang baru saja Meri lontarkan. Dia paham betul, sang putra dan gadis yang sedang berada disampingnnya menikah karena perjodohan, tentu saja tidak mudah untuk menumbuhkan rasa cinta diantara keduanya.
“Oza suami kamu, biasanya jam segini dia sudah tidur sayang, kamu bangunkan saja dulu,” bohong mommy Berlian, semata-mata hanya ingin sang putra dan juga sang menantu bisa lebih dekat, saat dia tahu apa yang sedang sang putra lalukan di jam sekarang.
“Jam tujuh sudah tidur, yang benar saja. Seperti anak TK,” celetuk Meri yang kini langsung meninggalkan dapur, lalu menuju kamar dimana sang suami berada, dan kamar yang baru semalam ditempatinya.
Meri yang sudah masuk kedalam kamar, tatapannya langsung tertuju pada sang suami yang sedang melaksanakan Shalat, tidak jauh dari tempat tidur yang semalam menjadi tempatnya beristirahat, tentu saja hanya sendiri Meri tidur diatas temat tidur tersebut. Karena sang suami dia suruh untuk tidur di sofabad yang ada di dalam kamar tersebut yang begutu luas.
Ya, meskipun keduanya sudah menjadi sepasang suami istri, tapi engan untuk Meri berbagi tempat tidur, meskipun dia sekarang sudah tinggal di rumah sang suami.
“Percuma shalat, mainnya saja ke klub malam,” celetuk Meri pada sang suami yang baru saja menyelesaikan ibadahnya.
“Dari pada kamu, shalat tidak. Ke klub malam, iya,” balas Oza yang kini sedang melipat sajadah yang baru saja digunakannya.
“Dasar menyebalkan!”
Bersambung....................
Sudah siapa baca kisah mereka?
Pasti sudah kan ya?
Aku tahu kalian sedang menunggu kisah mereka, dan sekarang aku satukan mereka didalam sebuah cerita.
SELAMAT MEMBACA!!!
Karena pertemu awal Meri dan juga Oza yang sudah menjadi suami istri, di tempat yang mereka benci, yaitu di sebuah klub malam, membuat keduanya salah paham satu sama lain.
Mengingat lagi, Oza tidak pernah sekalipun berkunjung ke klub malam dan kebetulkan malam itu baru pertama kali dia berkunjung ke klub malam, itu pun karena menghadiri pesta ulang tahun rekan kerjanya yang diadakan di tempat tersebut.
Begitupun dengan Meri yang malam itu dia juga menghadiri pesta ulang tahun dan itu pertama kalinya Meri datang ke klub malam, dan pertemuan keduanya di klub malam waktu itu, membuat keduanya sama-sama saling perpikir negative. Oza menganggap Meri sebagai perempuan yang tidak benar, sebaliknya pun Meri yang menganggap Oza pria yang tidak benar juga.
“Aku masih muda, shalat nanti saja kalau sudah tua seperti kamu,” Meri yang tidak terima dengan apa yang tadi Oza katakan, kini menyindiri sang suami yang memang usianya sudah sangat matang.
“Iya, jika umur kamu panjang. Kalau tiba-tiba besok kamu mati gimana? Belum juga shalat sudah mati,”
“Tidak apa apa, nanti aku akan khusuk shalat dialam kubur,”
“Mana bisa begitu,”
“Bisalah,” sambung Meri yang tidak memiliki ilmu agama dengan mumpuni. “Ah sudahlah, aku tidak ingin bicara dengan pria seperti kamu,”
“Begini juga aku suami kamu, tahu,”
“Besok aku akan tukar tambah, sori lah ya, aku menikah dengan pria yang suka ke klub malam. Yang sudah pasti terongnya suka celup sana celup sini, seperti teh celup, ih najis!”
“Jaga bi….”
“Ah sudahlah, mommy menyuruh kamu makan malam,” sambung Meri memotong perkataan sang suami. Lalu dia membalik tubuhnya dan melangkahkan kakinya menuju pintu kamar tersebut. “Ya Tuhan, kabulkan doaku, buat dia cepat mati agat aku menjadi janda dan bisa menikah lagi dengan pria idaman aku,” ucap pelan Meri, tapi masih terdengar di telinga Oza yang kini hanya bisa menggelengkan kepalanya menatap punggung Meri yang sudah meninggalkan kamar.
“Mom, sepertinya mommy harus tahu wanita pilihan mommy ini,” ucap Oza yang kini juga keluar dari dalam kamar.
Makan malam petama dirumah sang suami dilalui Meri dengan menjawab pertanyaan sang mommy mertua yang memberondong pertanyaan untuknya, tentu saja Meri menjawabnya dengan lihai.
“Mer,” panggil mommy Berlian, saat sudah selesai makan malam.
“Iya Mom,” jawab Meri sambil menunjukkan senyum manis pada sang mommy mertua yang kebetulan duduk disisi lain meja makan dan berhadapan tepat dengannya.
“Kamu sangat cantik, tapi akan lebih cantik jika pakaian kamu tertutup, seperti mommy ini,” ujar Mommy Berlian.
“Aduh perutku sakit,” tiba-tiba Meri memegangi perutnya sambil mengaduh kesakitan, tentu saja membuat mommy Berlian langsung beranjak dari duduknya dan segera menuju kursi dimana Meri duduk.
“Sayang kamu kenapa?” tanya mommy Berlian yang terlihat begitu panik, dan ikut meraba perut sang menantu. Namun, membuat Meri kini beranjak dari duduknya.
“Sepertinya perut aku kram Mom, dan perlu berbaring, aku ke kamar dulu,”
“Mommy antar kamu, sayang. Biar mommy obati perut kamu,”
“Tidak perlu Mom, nanti juga sembuh sendiri,” tolak Meri yang langsung pergi meninggalkan ruang makan, sambil memegangi perut. Padahal dia tidak sakit perut, Meri hanya sedang berakting, karena tidak ingin menanggapi perkataan mommy Berlian yang menyuruhnya untuk perpakian tertutup. “Atur tuh putramu yang suka main ke klub malam, jangan menyuruh aku untuk berpakaian tertutup, meskipun aku tidak berpakaian tertutup tapi aku tidak pernah main ke klub malam, tidak seperti putramu, yang suka main ke klub malam dan celup sana celup sini, menjijikan sekali,” gerutu Meri, yang tidak tahu siapa suaminya yang sebenarnya.
“Oza sayang, Meri sudah menjadi istrimu, alangkah baiknya kamu menasihati dia, tentang bagaimana dia berpakaian yang benar,” ucap mommy Berlian pada sang putra setelah kepergian Meri.
“Iya Mom, nanti aku akan nasehati dia,” sambung Oza, sambil mengukir senyum kearah sang mommy. Dan dia langsung berpamitan untuk ke ruang kerjanya yang bersebelahan dengan kamar miliknya. “Mom, untuk apa aku menasihatinya, sampai berbusa aku menasihatinya juga hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri, mommy tidak tahu siapa menantu pilihan mommy itu, yang sudah sering keluar masuk ke klub malam, dan aku rasa dia sudah terbiasa dengan seekss bebas,” batin Oza sambil melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya.
Bersambung.................
Oza yang sudah duduk dikursi kerjanya, tidak fokus pada pekerjaannya, saat dia mengingat lagi, kenapa dia harus menerima perjodohan yang dilakukan oleh sang mommy. Dia adalah anak yang sangat penurut dan juga berbakti pada orang tuanya, tentu saja dia tidak akan menolak saat sang mommy menjodohkannya dengan seorang wanita. Meskipun dia merasa tidak bahagia dengan keputusan yang dia ambil.
Hembusan nafas kasar keluar dari bibir pria yang memiliki tubuh proposional, dan juga ketampanan diatas rata rata. Saat Oza sedang memikirkan mau dibawa ke mana pernikahan yang baru sehari dia jalani. Dia sangat tahu pernikahan itu sakral, dan tidak untuk dimainkan, tapi bagaimana bisa Oza harus berdampingan dengan wanita yang tidak baik, itu yang dipikirkan oleh Oza, ketika mengingat pertemuannya dengan Meri di tempat yang dianggapnya tidaklah baik.
“Apa yang harus aku lakukan dengan pernikahan ini ya Tuhan,” ucap Oza yang kini meraup wajahnya kasar. Setelahnya kini dia beranjak dari duduknya, saat mengingat lagi besok dia akan menghadiri sebuah acara penting. Dan tidak ada libur kerja meskipun baru saja melangsungkan pernikahan, karena memang acara pernikahannya diadakan dengan tertutup, dan hanya dihadiri oleh sanak keluarga, dan itu atas permintaan Meri yang sekarang sudah menyandang status sebagai istri sahnya di mata hukum dan juga agama.
“Sayang, kenapa belum tidur?” tanya mommy Berlian saat baru saja mengambil air minum, dan melihat sang putra baru turun dari lantai dua.
“Ini baru mau tidur, Mom,”
Tentu saja ucapan Oza membuat sang mommy langsung menautkan keningnya. “Kamar kamu ada di atas sayang, terus kamu mau tidur dimana?” tanya mommy Berlian penuh selidik.
Menyadari jika tadi ucapannya salah mebuat Oza, kini memutar otak untuk mencari ide, agar sang mommy tidak curiga jika dia berniat untuk tidur di kamar tamu.
“Iya Mom. Kamar aku ada diatas, dan aku kebawah berniat untuk mengambil air minum, seperti Mommy,” bohong Oza dengan melempar senyum kearah sang mommy.
“Mommy tahu kamu dan Meri menikah karena perjodohan, sayang,” ujar mommy Berlian yang tahu persis jika sang putra sedang mengatakan kebohongan, dan dia tahu persis Oza akan tidur di kamar tamu. “Dan mommy sangat tahu jika kamu belum memiliki perasan padanya, tapi jika kamu menghindar seperti ini, bagaimana kamu akan memiliki perasaan pada istri kamu itu. Kamu tahu, rasa cinta tumbuh karena kita sudah terbiasa dekat dengan seseorang, dan mommy yakin, rasa cinta kamu akan tumbuh untuk Meri dengan berjalannya waktu, sayang,” ujar mommy Berlian panjang lebar.
Membuat Oza hanya diam dan tidak menanggapi apa yang baru sang mommy katakan. “Tadi Meri sudah mengambil air minum, dan kamu jangan alasan lagi. Cepat kembali ke kamar kamu,” mommy Berlian Kini mendorong bahu sang putra untuk kembali ke kamarnya. “Jika kamu seperti ini, kapan kamu akan memberi cucu pada mommy seperti kedua kakak kamu,”
“Mom, jangan…”
“Mommy tidak mau mendengar alasan apapun. Sekarang cepat kembali ke kamar kamu!” perintah Mommy Berlian memotong perkataan sang putra.
Dan Oza kini tidak lagi mengatakan apapun, dan tidak bisa berbuat apa apa, saat sang mommy terus menarik tangannya hingga ke depan pintu kamarnya dimana Meri sudah berada didalam.
Oza pun segera masuk ke dalam kamarnya, setelah sang mommy mendorong tubuhnya untuk masuk ke dalam kamar. Dan setelah berada didalam kamar, kedua bola matanya langsung tertuju pada tempat tidur dimana Meri belum tidur, dan dia sedang berbincang dengan seseorang lewat sambungan ponselnya.
Dan saat Meri menyadari keberadaan Oza, dia dengan segera menutup sambungan ponselnya. Dengan tatapan matanya tertuju pada Oza, yang kini berjalan mendekati tempat tidur dimana dia berada.
“Hey, kamu mau ke mana?”
“Tidur,” jawab Oza yang kini sudah duduk dipinggiran tempat tidur.
“Tidak bisa,”
“Kenapa tidak bisa, ini kamarku, dan ini tempat tidurku,” sambung Oza yang langsung menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur tersebut.
“Aku tidak ingin tidur satu tempat tidur denganmu,”
“Sama,”
“Ya sudah, kamu tidur di sofa seperti tadi malam,” pinta Meri.
“Kenapa tidak kamu saja yang tidur di sofa,
sana!”
Bersambung.....................
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!