Terlihat seorang gadis berpenampilan sederhana yang sedang berjalan sendirian di pinggir jalan. Dia adalah Nirmala Sari, gadis yang baru berusia sembilan belas tahun. Kebetulan dia habis pulang kerja.
Nirmala menatap kanan kirinya yang tampak sepi. Namun itu sudah biasa baginya. Tiba-tiba dia menghentikan langkahnya saat melihat seseorang dari jarak lima meter darinya, yang baru keluar dari mobil. Namun tiba-tiba orang itu terjatuh. Nirmala mendekat dan mencoba untuk menolongnya.
"Kak, apa kakak tidak apa-apa?" Nirmala membantu lelaki itu untuk berdiri.
Karena di kegelapan, Nirmala tidak melihat jelas wajah lelaki itu. Namun yang pasti lelaki itu masih muda.
Lelaki itu sedikit sempoyongan karena sedang mabuk. Saat melihat Nirmala, entah kenapa wajahnya terlihat seperti mantan kekasihnya yang baru saja mengkhianatinya. Mungkin saja itu hanya efek dia yang setengah sadar.
"Cantika, pasti kamu berubah pikiran kan. Kamu lebih memilih aku dari pada dia," lelaki yang bernama Alvin itu memeluk Nirmala.
"Maaf, Kak. Tolong lepaskan saya! Saya bukan Cantika yang kakak maksud," Nirmala mencoba melepaskan diri dari Alvin, namun susah karena Alvin memeluknya dengan begitu erat.
Alvin menatap sekitarnya yang ternyata tampak sepi. Lalu dia menarik Nirmala, dan membawanya ke sebuah bangunan kosong di dekat sana. Walaupun bangunan kosong, namun tampak bersih dan ada penerangannya. Sepertinya itu bangunan yang baru di beli seseorang.
Nirmala tampak ketakutan. Dia berusaha kabur dari sana. Namun Alvin terus memegang pergelangan tangannya dengan erat.
"Tolong, Kak! Tolong lepaskan saya!" Pintanya.
Percuma walaupun Nirmala terus meronta, Alvin tetap saja tidak melepaskannya.
"Kamu tidak bisa pergi begitu saja dari hidupku, Cantika." Alvin mendorong Nirmala dan memojokkannya ke tembok. Dia langsung menyambar bibirnya.
Nirmala masih diam, karena dia sama sekali belum pernah berci*uman.
"Buka mulutmu, Canti!" Pinta Alvin.
Nirmala masih diam, dia kembali memberontak agar lepas dari Alvin.
Melihat Nirmala yang masih bungkam, Alvin menggigit bibir bawahnya, sehingga Nirmala membuka mulutnya. Dengan cepat dia memasukkan lidahnya.
Nirmala benci kepada lelaki di hadapannya karena sudah melecehkannya. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa karena tenaganya kalah kuat jika di bandingkan dengan Alvin.
"Jangan!" Nirmala menghalangi tangan Alvin yang hendak memegang dadanya.
"Menurutlah, sayang. Nanti juga kamu ketagihan," Alvin menyingkirkan tangan Nirmala yang menghalanginya.
Nirmala hanya bisa menangis saja. Apalagi sekarang lelaki yang tak di kenalnya itu sudah melucuti pakaiannya. Hanya tinggal kain segitiga berwarna merah yang menutupi bagian berharganya.
"Jangan lakukan itu!" Nirmala melihat Alvin yang sedang melepaskan sabuknya. Kini Alvin sudah membuka resleting celananya.
Nirmala sedikit berteriak, saat Alvin menurunkan segitiga penghalang itu.
"Hiks ... hiks ... " Nirmala menangis, dia benci dengan dirinya sendiri.
Alvin melihat ada sofa panjang di ruangan itu. Dia mengarahkan Nirmala untuk berbaring disana.
Beberapa saat kemudian terdengar Nirmala yang menjerit kesakitan, karena Alvin sudah berhasil melakukan penyatuan.
"Awww sakit ... lepaskan!" Percuma Nirmala meronta, karena Alvin tidak akan melepaskannya.
Alvin tampak diam merasakan denyutan nikmat di dalam sana. Dia merasa beruntung karena ini pertama kalinya dia melakukannya dengan Cantika. Namun pemikirannya salah, yang saat ini dia nodai itu bukan Cantika, melainkan Nirmala.
"Aku tidak tahu kalau kamu akan senikmat ini, Canti." Alvin mulai menggerakkan tubuhnya, dan itu membuat Nirmala kesakitan.
Nirmala meremas pinggiran sofa menahan nyeri yang dia rasakan di bagian bawahnya.
Alvin memejamkan matanya sambil terus mend*esah nikmat. Dia tidak memedulikan wanita di bawahnya yang terlihat kesakitan. Lama-kelamaan dia memacu tubuhnya dengan cepat.
"Arrghhhhh emmm ..... " Alvin merasakan nikmat yang luar biasa. Tanpa dia sadari, dia sudah menyemburkan benihnya ke dalam.
Alvin langsung beranjak dari tubuh Nirmala.
"Untuk malam ini cukup sampai disini. Aku kasihan melihatmu kesakitan, Canti." Alvin mengecup singkat bibir Nirmala.
"Aku bukan Cantika. Sadarlah!" ucap Nirmala.
"No, kamu ini Cantika."
Alvin mulai mengenakan pakaiannya kembali. Dia melirik Nirmala yang masih menangis sesegukan.
"Jangan menangis! Aku akan menikahimu, Canti. Kamu tenang saja."
'Tapi nyatanya aku bukan Cantika, lalu bagaimana dengan masa depanku,' batin Nirmala di sela-sela isak tangisnya.
Nirmala mulai mengenakan pakaiannya kembali. Dia sedikit meringis saat mengangkat kakinya.
Alvin melihat Nirmala yang sudah rapi memakai pakaiannya.
''Ayo kita pulang! Biar aku antar kamu,'' tawarnya.
Sejenak Nirmala berpikir, dia mencari alasan agar bisa menolak ajakan Alvin.
''Aku pulang sama sopir saja. Kebetulan tadi sedang di bengkel. Nanti biar aku menghubunginya,'' ucap Nirmala.
''Baiklah, terima kasih.'' Alvin mengecup sekilas bibir Nirmala yang dia kira Cantika. Lalu Alvin langsung pergi keluar dari bangunan itu.
Nirmala hanya menatap nanar kepergian Alvin. Bukan hanya fisiknya saja yang sakit, namun perasaannya tak menentu. Setelah ini entah masih ada orang yang masih mau dengannya atau tidak. Namun yang pasti, tidak ada lelaki yang mau dengan gadis namun bukan perawan. Pasti semuanya juga menginginkan gadis yang masih suci untuk di nikahi.
Nirmala mencoba menelepon Doni yang merupakan rekan kerjanya, sekaligus lelaki yang diam-diam mencintainya. Setelah menghubungi Doni, Nirmala keluar dari bangunan itu. Dia menunggu Doni di luar.
Dua puluh menit kemudian, yang di tunggu-tunggu akhirnya datang juga.
''Mala, tadi aku menawari untuk mengantar pulang tapi kamu tidak mau. Sekarang kamu malah memintaku datang,'' ucap Doni yang sedang duduk di motor maticnya.
''Maaf, Don.''
Doni menatap Nirmala yang tampak kesusahan saat jalan.
''Kamu kenapa, Mala?''
''Tadi aku terjatuh. Oh iya aku naik motornya hadap ke samping tidak apa-apa kan?''
''Iya tidak apa-apa,'' jawabnya.
''Terima kasih ya. Kamu memang sahabat yang baik.''
''Sama-sama,'' jawabnya.
Nirmala memang hanya menganggap Doni sebagai sahabat. Dia sama sekali tidak tahu jika diam-diam Doni menaruh hati kepadanya.
Untung saja jalanan tidak macet, jadi mereka cepat sampai di kontrakan yang di tinggali oleh Nirmala.
''Terima kasih ya, Don. Maaf merepotkan,'' ucap Nirmala saat baru turun dari motor.
''Aku sama sekali tidak merasa di repotkan. Aku pulang dulu ya. Kamu langsung istirahat saja. Kalau besok masih sakit, lebih baik izin saja. Nanti aku yang bilangin sama atasan.''
''Iya, sepertinya aku memang tidak berangkat dulu.''
Hanya sebentar mereka mengobrol. Kini Doni sudah pulang. Nirmala juga langsung masuk ke kontrakan.
Nenek Sukma menyambut kedatangan cucunya yang baru pulang. Namun sedikit heran saat melihat cucunya yang tampak kesusahan saat jalan.
''Mala, kamu kenapa, Nak?'' tanya Nenek Sukma.
''Aku tadi terjatuh, Nak.'' jawabnya.
Nirmala terpaksa berbohong. Tidak mungkin jika dia mengatakan yang sebenarnya. Bisa-bisa Neneknya akan sedih.
''Apa mau Nenek pijat?"
''Tidak usah, Nek. Nanti juga sembuh sendiri kok.''
''Baiklah. Kamu mandi dulu sana! Nanti baru makan, Tadi Nenek masak sayur kangkung loh.''
''Iya, Nek.'' jawabnya.
Nirmala melangkah pergi menuju ke kamarnya.
Dua hari telah berlalu semenjak kejadian itu. Kini Nirmala kembali bekerja seperti biasanya. Nirmala yang baru sampai di kantor, dia mendengar ada bisik-bisik dari rekan kerjanya. Doni juga ada bersama mereka.
''Ada apa ini? Kenapa berkumpul disini?'' tanya Nirmala.
''Eh Nirmala, kamu sudah sembuh?'' tanya Doni.
''Sudah nih. Oh iya kalian lagi bahas apa?''
''Hari ini atasan kita yang baru akan datang ke kantor. Pak Sanjaya kan mau pensiun,'' ucap Doni.
''Benarkah? Kok aku tidak tahu berita ini?''
''Kamu kan kemarin dua hari tidak berangkat. Jelas saja kamu tidak tahu.''
''Hehe iya sih. Ayo kita mulai kerja, nanti keburu para karyawan datang loh,'' ucap Nirmala
Mereka yang sedang berdiri di depan kantor, segera masuk dan pergi menuju ke ruang OB yang ada di lantai satu. Setelah menaruh tas ke loker penyimpanan, mereka segera mengambil alat kebersihan di gudang.
''Kak, siapa yang nanti piket malam?'' Nirmala bertanya kepada seniornya.
''Sekarang gilirannya Doni sama kamu. Tapi kalau kamu masih sakit, nanti biar di ganti saja,'' jawabnya.
''Tidak usah, Kak. Aku tidak apa-apa kok. Tidak enak sama yang lain kalau aku tidak piket malam.''
''Nanti biar aku yang antar kamu pulang, Mala.'' sahut Doni yang tiba-tiba muncul di dekat mereka.
''Iya, Kak Doni. Terima kasih ya,'' ucap Nirmala.
''Sama-sama cantik. Kamu tidak menolak lagi kan?''
''Tidak, Kak.''
''Sudah mengobrolnya! Ayo kita kerja,'' ajak Desi yang merupakan senior mereka.
Mereka segera pergi untuk mengerjakan pekerjaan masing-masing. Kebetulan sudah ada jadwalnya, jadi tidak berebut saat bekerja.
Tiga puluh menit kemudian, satu persatu karyawan mulai berdatangan. Nirmala yang sedang mengelap kaca di depan, sesekali dia tersenyum saat melihat karyawan yang lewat.
Tiba-tiba terlihat atasan mereka mengumpulkan karyawan yang baru datang. Lelaki muda yang bernama Rendi itu bertepuk tangan tiga kali.
Prok prok prok
''Kumpul-kumpul!'' ucapnya dengan suara yang sedikit keras. Beberapa karyawan menghampirinya.
''Ada apa, Pak?'' tanya salah satu karyawan.
''Minta yang lainnya untuk segera bersiap. Pak Alvin yang merupakan anak dari Pak Sanjaya akan datang. Kita harus menyambutnya, karena Pak Alvin itu atasan baru kita,'' ucapnya.
''Baik, Pak.'' ucap salah satu dari mereka. Mereka langsung memanggil beberapa perwakilan karyawan dari beberapa bagian, dan kepala divisi untuk segera berkumpul di depan.
Kini mereka sudah berbaris rapi di depan pintu masuk.
Terlihat Alvin yang datang bersama ayahnya. Semua karyawan sedikit membungkukkan badannya menyambut kedatangan atasannya itu.
"Selamat datang, Pak." ucap mereka serempak.
"Terima kasih sambutannya." ucap Pak Sanjaya.
Mereka kembali menegakkan tubuhnya dan menghadap ke depan. Beberapa karyawan wanita terpana untuk pertama kalinya melihat ketampanan Alvin
''Sama-sama,'' jawab mereka.
''Berhubung semuanya berkumpul disini, saya mau mengenalkan anak saya yang nantinya akan menggantikan posisi saya sebagai direktur perusahaan. Ini anak saya, dia bernama Alvin Sanjaya Kusuma,'' ucap Pak Sanjaya sambil sesekali menoleh ke samping menatap anaknya.
''Selamat pagi semuanya. Senang berjumpa dengan kalian,'' Alvin tersenyum menatap mereka.
''Pagi juga, Pak. Selamat bergabung di perusahaan,'' ucap salah satu dari mereka.
''Mungkin sampai disini dulu perkenalannya. Saya mau ajak anak saya pergi keliling kantor,'' ucap Pak Sanjaya.
Satu persatu dari mereka mulai pergi dari sana. Mereka kembali ke ruang kerja masing-masing.
Nirmala yang sedang mencuci lap, di kejutkan dengan suara rekan kerjanya yang sedang bergosip. Mereka sedang membicarakan anak bos mereka yang katanya sangat tampan.
'Memangnya setampan apa sih tuh orang? Seisi kantor pasti sudah heboh kalau sudah ada gosip seperti ini,' batin Nirmala.
Nirmala sangat paham jika ada gosip di kantor, pasti cepat menyebar. Termasuk gosip yang sedang hangat ini menyangkut ketampanan atasan baru mereka.
Nirmala pergi ke dapur kantor untuk mengambil minum karena haus. Dia melihat Doni yang sedang minum juga.
''Eh, Mala. Kamu tidak ikut bergosip juga seperti teman-teman kita?''
''Aku malas kalau nahas gosip.''
''Katanya anak bos tampan loh. Awas kalau kamu naksir.''
''Ya kali anak bos mau sama office girl sepertiku. Aku tidak mau berkhayal.''
''Iya sih, kalau office girl sepertimu cocoknya sama office boy sepertiku,'' ucap Doni.
''Aku belum memikirkan percintaan. Umurku saja masih sembilan belas tahun,'' kata Nirmala.
''Bagus, anak baik.'' Doni mengusap gemas pucuk kepala Nirmala.
''Jangan pegang-pegang!''
Obrolan keduanya terhenti saat Desi datang dan menghampiri mereka.
''Mala, ayo ikut saya ke lantai paling atas!'' pinta Desi.
''Ngapain, Kak?'' tanya Nirmala.
''Kita bersihkan toilet yang ada disana. Kebetulan tadi asisten bos yang menyuruhku. Tentu aku butuh teman biar cepat selesai,'' ucapnya.
''Baik, Kak.'' ucapnya.
Nirmala mengikuti Desi keluar dari ruangan itu. Mereka mengambil alat kebersihan, lalu segera pergi ke lantai atas dengan menaiki lift.
Saat ini keduanya sudah sampai di lantai atas. Mereka segera melangkah menuju ke toilet. Kebetulan mereka melewati ruangan yang bertuliskan ruang Direktur Utama. Beberapa menit setelah mereka lewat, terlihat Alvin dan ayahnya yang baru sampai di depan ruang direktur.
''Ayo masuk, Nak! Mulai hari ini ruangan ini akan menjadi ruangan kamu,'' ucap Pak Sanjaya.
''Iya, Pah.'' Alvin membuka pintu ruangan itu yang kebetulan pintunya tidak tertutup.
Sesampainya di dalam ruangan, Alvin tampak memperhatikan seisi ruangan. Ini pertama kalinya dia datang ke kantor. Karena sebelumnya dia kuliah S2 di luar negeri. Tiga hari yang lalu dia baru pulang. Sepulangnya ke tanah air, dia langsung menemui kekasihnya yang bernama Cantika. Namun dia malah memergoki kekasihnya yang sedang berselingkuh. Mungkin karena pacaran jarak jauh, jadi Cantika berselingkuh.
Alvin dan ayahnya duduk berhadap-hadapan. Kebetulan Alvin yang duduk di kursi direktur atas permintaan ayahnya.
''Kamu pantas sekali menjadi pemimpin, Al. Kamu jangan kecewakan papah, ya!''
''Iya, Pah. Aku tidak akan mengecewakan papah kok. Aku akan berusaha memimpin perusahaan dengan baik,'' ucapnya.
Pak Sanjaya menjelaskan apa saja tugas-tugasnya sebagai seorang direktur.
"Kalau nanti ada yang tidak kamu tahu, kamu bisa bertanya kepada sekretaris papah."
"Baik, Pah."
"Sepertinya Papah harus pulang cepat nih. Papah ada acara sama mamahmu."
"Pulang saja, tidak apa-apa, Pah."
Pak Sanjaya berpamitan untuk pulang kepada anaknya. Namun Alvin ikut mengantar ayahnya sampai ke parkiran depan.
Setelah mengantar ayahnya ke depan, Alvin kembali masuk ke kantor. Saat dia sampai di lantai atas, dia menghentikan langkahnya saat mendengar suara wanita yang menurutnya tak asing. Namun dia tidak tahu itu suara siapa. Hanya saja menurutnya suara itu tak asing. Alvin mendekati sumber suara yang ternyata dari arah toilet wanita. Namun langkahnya terhenti saat dia mendengar ada yang memanggilnya dari belakang.
"Pak Alvin," terdengar suara dari sekretaris ayahnya yang sekarang sudah menjadi sekretarisnya.
Alvin menoleh ke belakang. "Ada apa sekar?"
"Maaf jika saya lancang. Tadi saya melihat Pak Alvin melangkah mendekati toilet wanita, saya kira Pak Alvin nyasar," ucapnya.
"Ah iya, saya kira disini toilet laki-laki. Saya permisi dulu," Alvin melangkah pergi melewati Sekar yang masih berdiri disana.
Andai saja Sekar tidak datang, pasti dia sudah tahu suara siapa yang dia dengar dari arah toilet. Entah kenapa Alvin penasaran, dan sepertinya suara itu tak asing.
Pagi ini Nirmala baru selesai mengepel. Dia langsung pergi ke dapur kantor karena merasa haus. Dia melihat seniornya yang bernama Desi sedang menerima telepon.
Desi melirik NIrmala yang sedang mengambil gelas.
''Mala, tolong kamu buatkan kopi ya untuk atasan kita,'' pintanya.
''Atasan kita yang mana?" tanya Nirmala.
''Direktur kita yang baru. Nanti sekalian kamu antar ya,'' pintanya.
''Baiklah,'' setelah selesai minum, Nirmala segera membuatkan secangkir kopi untuk atasannya
Sebelum pergi mengantar kopi, terlebih dahulu dia melihat penampilannya. Dia tidak mau penampilannya terlihat berantakan saat pergi ke ruang atasannya.
Nirmala keluar dari dapur dengan membawa nampan berisi secangkir kopi. Dia melangkah mendekati lift.
Saat ini Nirmala sudah berada di dalam lift. Dia memencet tombol lantai paling atas.
Ting
Pintu lift terbuka, Nirmala segera keluar. Dia melangkah menuju ke ruangan Direktur utama. Sewaktu Direkturnya itu Pak Sanjaya, dia sering mengantar kopi. Apalagi Pak Sanjaya sangat suka kopi buatannya. Namun atasannya yang sekarang, dia tidak tahu orangnya seperti apa. Dia hanya tahu namanya saja jika atasannya itu bernama Pak Alvin.
Nirmala sudah berdiri di depan ruangan direktur utama. Dia mengetuk pintu itu.
Tok tok
''Masuk!'' ucap seseorang dari dalam.
Nirmala membuka pintu ruangan itu. Dia melihat bos barunya yang sedang berdiri di dekat jendela sambil menatap ke luar.
''Permisi, Pak. Saya mau mengantar kopi,'' ucapnya.
''Taruh saja di meja,'' ucapnya tanpa mengalihkan arah pandangnya.
Nirmala langsung menaruh kopi buatannya ke atas meja kerja Alvin.
Sejenak Alvin mengingat jika suara Nirmala itu seperti suara yang dia dengar di toilet wanita. Entah kenapa dia merasa tak asing dengan suara itu. Namun dia lupa mendengarnya dimana.
''Saya permisi dulu,'' ucap Nirmala, lalu dia membalikkan badannya dan hendak melangkah pergi.
Alvin membalikkan badannya sehingga dia melihat Nirmala.
''Tunggu!'' Alvin menghentikan langkah Nirmala.
Nirmala diam di tempatnya. Dia menoleh ke belakang. Seketika kedua matanya terbelalak melihat wajah Alvin. Tangannya sedikit gemetar karena takut. Nirmala tidak menyangka jika atasannya itu mirip sekali dengan orang yang sudah menodainya. Atau mungkin itu orang yang sama.
Alvin mengernyitkan keningnya saat melihat ekspresi wajah Nirmala. Lalu perlahan dia mendekatinya.
''Kenapa kamu terlihat takut saat melihat saya?''
''Tidak kok, Pak.'' Nirmala langsung menundukkan pandangannya. Rasanya dia ingin berlari dari sana.
''Jangan menunduk!'' pinta Alvin. Namun dia masih melihat Nirmala yang menunduk dan tangannya gemetar.
Alvin memegang dagu Nirmala, lalu menegakkan kepalanya agar menghadap ke depan.
''Kamu mengenal saya? Kenapa kamu terlihat takut?'' tanya Alvin.
'Apa dia tidak mengenaliku? Syukurlah, kalau begitu biar aku yang menyimpan rahasia ini sendirian,' batin Nirmala.
''Tidak, saya tidak mengenal bapak. Ini baru pertama kalinya kita bertemu,'' ucapnya.
Nirmala berpamitan untuk keluar dari ruangan itu dengan alasan masih ada pekerjaan lain yang harus diia kerjakan.
Setelah kepergian NIrmala, Alvin menghubungi sekretarisnya, dan meminta untuk datang ke ruangannya.
Terlihat Sekar memasuki ruangan itu.
''Bapak memanggil saya?'' Sekar mendekati meja kerja atasannya.
''Duduklah! Ada yang ingin saya tanyakan,'' ucapnya.
Sekar menarik kursi, lalu dia duduk disana.
''Apa yang ingin bapak tanyakan? Apa ini menyangkut pekerjaan?''
''Bukan. Saya ingin tanya siapa office girl yang datang ke ruangan saya tadi.''
''Oh itu, dia bernama Nirmala. Sejak dia bekerja disini, Pak Sanjaya sangat menyukai kopi buatannya.''
''Benarkah?''
''Benar, Pak.''
''Apa dia orangnya pemalu? Tadi saya melihat dia sedikit gemetar saat menatap saya.''
''Saya rasa tidak. Dia anak yang ceria dan mudah bergaul. Dia juga ramah, tidak pemalu.''
''Baiklah, kamu boleh pergi.''
Sekar keluar lagi dari ruangan itu.
Alvin merasa ada yang aneh dengan Nirmala. Namun dia tidak tahu apa itu. Tingkahnya seperti orang ketakutan saat bertatap muka dengannya.
.....
Nenek Sukma melihat Nirmala yang sedang duduk termenung sendirian di ruang depan. Nenek Sukma mendektinya, dan duduk di sebelahnya.
''Mala, kamu kenapa, Nak? Anak gadis tidak boleh melamun,'' Nenek Sukma menepuk pelan bahu Nirmala.
Mendengar kata gadis, Nirmala kembali sedih. Namun sebisa mungkin dia harus menutupi kesedihannya itu dari neneknya.
Nirmala menoleh menatap Neneknya lalu tersenyum.
''Aku tidak melamun kok.''
''Lebih baik kamu ke kamar saja. Besok harus kerja loh, takutnya besok kamu bangun kesiangan.''
''Iya, Nek. Aku akan langsung tidur kok.''
Nenek Sukma mengusap rambut panjang Nirmala.
''Tidur yang nyenyak ya. Nenek juga mau tidur,'' setelah mengatakan itu Nenek Sukma langsung pergi ke kamar.
Nirmala beranjak dari duduknya, lalu dia juga pergi ke kamar. Sesampainya di kamar Nirmala tidak langsung tidur, dia mengambil kertas putih yang tadi sore dibelinya. Dia juga mengambil bolpoin yang ada di laci meja. Nirmala mulai menuliskan surat pengunduran dirinya. Mungkin itu keputusan yang terbaik untuknya.
Setelah selesai menulis surat pengunduran diri, Nirmala menaruhnya ke dalam laci. Nirmala naik ke atas tempat tidur. Lalu dia mulai memejamkan kedua matanya.
Tengah malam Nirmala terbangun karena mimpi. Dalam mimpinya itu, dia di ajak pergi ke rumah yang sangat mewah. Dia di perlakukan bagaikan seorang ratu di rumah itu
Nirmala yang baru membuka matanya, dia langsung mendudukkan dirinya di atas tempat tidur.
''Kenapa aku bisa bermimpi seperti itu? Ada-ada saja. Jelas-jelas aku ini hanya office girl, memangnya siapa yang mau memperlakukanku bagai ratu,'' gumam Nirmala.
Nirmala merasa tenggorokannya kering, rasanya haus sekali. Nirmala beranjak dari atas tempat tidur, lalu dia pergi ke dapur untuk mengambil minum. Setelah minum, dia kembali ke kamar lalu tidur lagi.
Beberapa jam kemudian, Nirmala yang sedang tidur merasa terusik. Saat dia membuka matanya, dia melihat neneknya yang sedang berdiri di samping ranjang.
''Nek, ini jam berapa sih?''
''Jam lima pagi. Kamu tidak biasanya loh bangun telat seperti ini. Biasanya jam empat juga sudah lagi masak di dapur.''
''Maaf, Nek. Hari ini aku kesiangan.''
''Tidak apa-apa. Sekarang kamu Shalat subuh dulu, Nak. Jangan lupakan kewajiban kita sebagai umat muslim.''
''Iya, Nek. Terima kasih ya sudah membangunkan Mala.''
Nirmala segera pergi ke kamar mandi. Dia harus segera berwudhu, lalu melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim.
Dalam setiap untaian doa yang dia panjatkan, Nirmala selalu memohon ampunan untuk dirinya yang tidak bisa menjaga kesuciannya. Memang itu bukan salahnya, karena disini dia adalah korban. Namun Nirmala merasa jika dia sangat berdosa.
Nirmala melipat mukenanya, lalu dia pergi mandi. Biasanya dia selalu mandi sebelum Shalat subuh, hanya saja kali ini dia kesiangan.
Beberapa menit kemudian, Nirmala sudah tampak rapi menggunakan seragam kerjanya. Dia keluar dari kamarnya.
''Mala, ayo sarapan dulu!'' ajak Nenek Sukma yang sedang menata nasi goreng buatannya ke atas meja.
''Nek, maafkan Mala ya. Gara-gara Mala kesiangan, nenek harus repot-repot masak.''
''Tidak apa-apa, Nak.''
Nirmala dan Nenek Sandra yang sedang sarapan, mereka mendengar ada yang mengetuk pintu kontrakan.
''Biar Mala saja yang bukain pintu,'' Nirmala menghentikan sejenak sarapannya. Dia pergi ke depan untuk membukakan pintu.
Ternyata yang datang itu Doni. Doni sengaja datang karena mau menjemputnya.
''Eh Kak Doni, ada apa?''
''Aku hanya ingin menjemputmu,'' ucapnya.
''Aku sedang sarapan, Kak. Ayo ikut!''
''Tidah deh, sudah kenyang tadi sarapan di rumah. Kamu selesaikan dulu sana, aku duduk disini dulu,'' Doni langsung mendudukkan dirinya di atas kursi yang ada di ruang depan.
''Oke, aku lanjut sarapan dulu ya,'' Nirmala pergi dari hadapan Doni. Dia akan lanjut sarapan, karena tadi belum selesai.
Setelah selesai sarapan, Nirmala langsung saja menghampiri Doni. Dia memang harus cepat-cepat berangkat karena takutnya telat. Bekerja sebagai office girl itu memang harus berangkat pagi sekali sebelum para karyawan datang.
Sesampainya di kantor, mereka langsung saja pergi ke ruang OB.
Doni melihat Nirmala yang sedang memegang amplop putih berukuran panjang.
''Mala, itu apa?"' tanya Doni dari arah belakang.
''Eh bukan apa-apa,'' Nirmala kembali memasukkan amplop yang tadi dia pegang ke dalam tas. Lalu menaruh tasnya ke dalam loker.
Tepat pukul delapan pagi, Nirmala memberanikan diri untuk berbicara dengan kepala OB. Dia memberikan surat pengunduran diri yang sudah dia siapkan. Kepala OB juga mengatakan jika akan menyerahkan surat pengunduran diri itu kepada atasannya agar bisa langsung di proses. Nirmala berharap agar pengajuan resign-nya di setujui.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!