Srakkk....
Klek!
"Auwwwhhhh!"
Bughhh...
Brakkk...
"Aughhh..."
Seorang anak laki-laki terjatuh dari atas tebing di pinggiran sungai. Tak jauh dari hutan yang cukup lebat, di perbukitan menuju ke gunung berapi yang menjulang tinggi di depan sana.
Tubuh anak laki-laki tersebut mengenai ranting pohon dan bebatuan, saat tubuhnya terjatuh dari atas tebing tinggi itu.
"Aduh... Huhuhu... ihsss..."
Anak kecil itu menangis, sambil mengaduh karena merasakan kesakitan pada tubuhnya. Yang saat ini masih dalam keadaan tertelungkup di tanah. Akibat terjatuh dari atas tebing tinggi di belakangnya itu.
Sebenarnya, bukan kali pertama ini saja dia mengalami hal serupa. Karena sejauh ini, perjalanan yang sudah dilakukannya, bukan hanya tebing ini satu-satunya yang membuat tubuhnya kesakitan akibat terjatuh.
Rintangan yang dihadapi anak tersebut ada banyak sekali macamnya.
Seperti hutan yang belum pernah dia ketahui bagaimana keadaan di dalamnya. Sungai dengan alirannya yang deras dan berbatu karang yang tajam menggores telapak kaki. Bahkan ada banyak binatang buas yang mematikan, karena binatang tersebut adalah pemangsa daging. Ada juga ular-ular yang tentunya berbahaya, karena berbisa dan hewan beracun lainnya. Yang tentunya bisa dijumpai dengan mudah di dalam hutan dan alam bebas seperti ini.
Dan semua itu harus di hadapi oleh Oregon seorang diri.
*****
Oregon adalah nama anak laki-laki tersebut.
Dia masih berumur sekitar enam atau tujuh tahun. Dengan perawakan tubuhnya yang tinggi kurus, dan wajahnya yang tampak selalu bersih dan tampan. Meskipun banyak debu dan luka disekitar wajah dan anggota tubuhnya yang lain.
Oregon sudah satu bulan lamanya, berjalan dari kampung halamannya menuju ke tempat yang akan dia tuju. Yaitu puncak gunung berapi, yang terlihat jelas sedang mengeluarkan asap tebal menutupi puncaknya di kejauhan sana.
Kata para tetua di dunia manusia, gunung berapi tersebut sedang digunakan untuk bertapa seekor naga. Yang menjalani hukuman, atas kesalahan yang sudah dilakukan oleh naga tersebut.
Sebenarnya Oregon tidak tahu, apa alasan yang pasti, yang diberikan oleh para tetua di dunia manusia, tempat Oregon berasal. Sehingga memberikan tugas berat ini kepada dirinya, yang jelas-jelas masih anak-anak di bawah umur. Dibandingkan dengan mereka-mereka yang sudah tua dan berpengalaman dalam keadaan apapun.
Sebulan yang lalu, rumah Oregon yang ada di pinggiran hutan, didatangi oleh beberapa orang. Yang ternyata adalah para tetua di dunia manusia.
Para tetua tersebut menemui ibunya, Ellie. Mereka berasalan jika, ada sesuatu yang penting, yang akan mereka bicarakan dengan Ellie sekarang juga.
"Para Tetua yakin, jika anak Saya ini bisa memikul tanggung jawab. Untuk meredakan emosi naga yang ada di puncak gunung berapi tersebut?" tanya ibunya Oregon, saat para tetua datang ke rumahnya. Dan mengutarakan maksud dari kedatangan mereka hari itu.
Oregon yang tidak sengaja mendengar pertanyaan yang diajukan oleh ibunya, mencoba untuk menajamkan pendengaran.
Sebab pada saat itu, Oregon baru saja selesai mandi di sungai. Sehingga dia tidak tahu, jika ada tamu yang datang ke rumahnya.
"Ibu. Ada apa ini?" tanya Oregon, yang langsung masuk ke dalam rumah.
Tatapan matanya tajam, menatap satu persatu dari mereka, para tetua yang ada di rumahnya saat ini.
"Ada apa mereka ke sini Bu?" tanya Oregon lagi, karena ibunya, Ellie, tidak segera menjawab pertanyaan darinya tadi.
"Emhhh... itu, mereka sedang meminta bantuan Kamu Sayang."
Mendengar perkataan ibunya, Oregon menyipitkan matanya, melihat kebenaran pada pancaran mata Ellie.
Dan ternyata ibunya itu tidak sedang berbohong. Sehingga Oregon kembali menatap ke arah tamu-tamu yang merupakan orang-orang penting di dunia manusia.
"Apa yang bisa Saya lakukan? Saya hanya anak kecil Tuan?" Oregon bertanya pada tamunya itu. Meminta penjelasan tentang bantuan yang bisa dia berikan.
Para tetua saling pandang, sebelum akhirnya salah satu dari mereka menjawab pertanyaan tersebut. "Kami meminta kesediaan dirimu, untuk pergi ke puncak gunung berapi di sana Oregon!"
Jari telunjuk tetua tersebut, menunjuk ke arah gunung berapi. Yang tampak jauh dari jangkauan matanya.
Gunung berapi tersebut tampak menjulang tinggi, dengan kepulan asap tebal yang menutupi area puncaknya.
Dari arah gunung berapi tersebut, sesekali juga terdengar letusan. Yang kata orang, letusan itu akibat dari luapan amarah seekor naga, yang sedang di kurung. Karena harus menjalani hukumannya, di kawah gunung berapi tersebut.
Oregon memperhatikan bagaimana kondisi gunung berapi yang ditunjukkan oleh tetua tadi. Karena dia juga tahu, jika gunung berapi tersebut sering mengeluarkan suara mengelegar, dengan getaran yang terasa sampai di rumahnya.
Tapi selama ini dia tidak tahu, jika di dalam kawah gunung berapi tersebut ada seekor naga nya.
Bukan tanpa sebab, jika Oregon tidak mengetahuinya. Karena selama ini, Oregon hidup bersama dengan ibunya sendiri. Menjauh dari perkampungan manusia, karena dianggap sebagai manusia terkutuk. Yang menyebabkan banyak bencana alam.
Tapi selama ini Oregon tidak pernah mengeluh tentang keadaan dirinya, pada ibunya, Ellie.
Dia justru sering membantu ibunya itu, dengan berburu ke hutan. Untuk bisa mendapatkan hewan buruan, yang bisa mereka jadikan makanan mereka sehari-hari.
Jika tidak mendapatkan hewan buruan, Oregon akan mencari buah-buahan yang ada di sekitar hutan. Untuk dia bawa pulang, kemudian dinikmati bersama dengan ibunya.
"Bagaimana Oregon? Kamu mau kan melaksanakan tugas ini?"
Pertanyaan tersebut membuat Ellie bersedih hati. Matanya berkaca-kaca, karena merasa keberatan, atas tugas yang diberikan para tetua kepada anaknya.
Ellie merasa jika, tugas tersebut sangatlah berat untuk seorang anak kecil seperti Oregon.
"Apa tidak ada orang lain yang bisa dimintai tolong untuk ke sana Tuan?" tanya Ellie, yang berusaha menolak permintaan tersebut.
"Tidak ada Ellie. Hanya anakmu yang sanggup mengemban tugas ini."
Jawaban tersebut tentu saja membuat banyak pertanyaan hadir di kepala Ellie dan juga Oregon.
"Kenapa harus Saya Tuan?" tanya Oregon, yang sesungguhnya ingin tahu. Apa alasan para tetua ini menginginkan dirinya pergi.
"Iya, apa alasannya Tuan?" ganti Ellie yang bertanya kepada para tetua.
Akhirnya para tetua memberikan penjelasan kepada Oregon dan Ellie juga. Jika ini adalah hasil dari pertapaan mereka semua.
Gunung berapi tersebut sudah hampir enam tahun lamanya, mengalami kejadian aneh seperti ini.
Selalu mengeluarkan asap tebal di puncak gunungnya, dan suara-suara aneh yang mengakibatkan getaran gempa. Sehingga sering mendatangkan bencana alam.
Para tetua akhirnya pergi bertapa, meminta petunjuk bagaimana caranya mengatasi keadaan gunung tersebut. Dan pada akhirnya, Dewa di kayangan memberikan sebuah petunjuk. Jika mereka harus mengutus seorang anak laki-laki yang saat ini hidup berdua saja dengan ibunya.
Petunjuk tersebut, tentunya juga dengan beberapa ciri-ciri. Yang pada akhirnya mengarah kepada Oregon.
"Tapi Saya masih kecil Tuan! Apa yang bisa Saya lakukan untuk bisa mengalahkan naga yang sedang dalam keadaan marah, di kawah gunung berapi sana?" tanya Oregon bingung. Mendengar penjelasan para tetua yang menemuinya di rumah.
"Karena Kamu adalah anak yang terpilih."
"Huhfff..."
Srekkk srekkk srekkk!
Sambil membuang nafas kasar, Oregon duduk di pinggir sungai. Kemudian membersikan baju dan tubuhnya. Dari debu dan kotoran yang menempel. Juga beberapa darah yang telah mengering.
Karena merasa lengket dengan keringat dan juga darah-darah yang sudah kering, akhirnya Oregon membuka bajunya.
Byurrr!
Dia masuk ke dalam sungai yang mengalir jernih, untuk mandi dan mencuci pakaiannya. Supaya lebih nyaman saat dipakai lagi.
Kecipak kecipuk...
Suara air sungai yang digunakan Oregon, menjadi pusat perhatian dari beberapa hewan yang ada disekitar tempat itu.
Ada an_jing hutan, kijang dan beberapa burung yang ikut berisik. Karena merasa terusik dengan kehadiran dan kegiatan yang dilakukan oleh Oregon di sungai tersebut.
Sluppp... sluppp...
Pendengaran Oregon mengangkap hewan melata, yang saat ini mengincarnya. Hewan itu sedang berenang di sungai.
Dengan cepat, Oregon melompat keluar dari dalam aliran sungai. "Hap!"
Drap!
Secepat kilat, Oregon sudah berada di tepi sungai. Dengan menajamkan indera penglihatan dan pendengarannya. Supaya tidak lengah dari marabahaya, dengan kehadiran hewan. Yang bisa saja, hewan itu sangat berbahaya, sehingga mengancam keselamatan dirinya.
Ternyata perkiraan Oregon tidak meleset.
Hewan yang tadi terdengar berenang dan mendekati tempatnya mandi, adalah ular cobra. Yang panjangnya mencapai tiga meteran. Dengan lehernya yang mekar sempurna. Memperlihatkan keindahan yang berbalut dengan kengerian.
Ular cobra tersebut melihat Oregon yang terkejut dengan kemunculannya. Bahkan, Oregon sampai mundur beberapa langkah, untuk menghindarinya.
"Pergilah ular cobra. Aku tidak akan menyakitimu, tapi Kamu juga harus segera pergi. Karena Aku ingin mandi sebentar. Melepaskan rasa penat yang Aku rasakan."
Ular cobra tersebut diam di tempatnya, kemudian menjulurkan lidahnya pada Oregon.
Tentu saja Oregon mundur lagi, karena takut jika ular cobra tersebut menyemburkan bisa_nya. Yang akan membuat tubuhnya lumpuh dan tidak bisa digerakkan.
Tapi ternyata dugaan Oregon salah.
Ular cobra tersebut, justru menundukkan kepalanya, setelah lehernya menciut alias tidak mekar lagi. Bahkan, sikapnya itu menunjukkan bahwa, dia ingin dielus-elus oleh Oregon.
Pada awalnya Oregon masih ragu, di saat ular cobra tersebut bersikap lunak di hadapannya. Dia tetap waspada, karena bisa jadi, itu adalah sikap menipu. Karena setelah itu, ular cobra bisa saja dengan mudah menyerangnya.
Tapi ternyata tidak. Ular cobra tersebut tetap menundukkan kepalanya, sehingga pelan-pelan, tangan Oregon menyentuh kepala ular tersebut dengan tangannya.
Terima kasih Tuan. Anda adalah Tuan kami.
Oregon tertegun sejenak, mendengar perkataan ular cobra tersebut. Tapi dia tidak percaya, jika ular cobra itulah yang tadi berbicara dengannya.
Aku ular cobra yang ada di depan Tuan. Lanjutkan perjalanan Tuan. Semua binatang yang ada di kawasan gunung ini, tidak akan ada yang berani menyakiti Tuan.
Mendengar perkataan ular cobra itu lagi, Oregon menyipitkan matanya. Dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar dan lihat saat ini.
'Bagaimana bisa Aku mendengar perkataan ular cobra ini? Apa Aku sedang bermimpi, atau berhalusinasi? apa sebenarnya Aku sudah berada di alam lain, karena mati digigit ular?'
Oregon justru berpikir yang tidak-tidak, dengan apa yang dia alami saat ini.
Namun hal itu wajar saja, jika Oregon tidak bisa mempercayai apa yang saat ini sedang terjadi padanya. Karena selama ini, dia tidak pernah mendengar binatang berbicara dengannya. Meskipun sebagian hari-harinya ada di dalam hutan, yang ada di belakang rumahnya.
Di saat Oregon masih berbicara dengan hatinya sendiri, ular cobra tersebut tiba-tiba melilit tubuhnya. Tapi bukannya terasa sakit, Oregon justru terbuai dengan sentuhan lembut kulit ular cobra tersebut.
Lama kelamaan, mata Oregon tertutup rapat. Seakan-akan dia sedang dinina_bobokan ular cobra tersebut.
Dan di saat dia terbangun, dia sudah dalam kondisi bersih. Dengan pakaiannya yang tadi dia cuci dan belum sempat dia jemur.
'Apa Aku tadi bermimpi?'
'Tapi kenapa begitu nyata? Dan ini... ini, luka-luka yang Aku miliki tidak ada lagi?'
Oregon tentu saja terkejut, melihat tubuhnya yang tanpa luka. Karena sebelum dia mandi di sungai, badannya ada beberapa luka. Baik yang masih baru maupun luka yang sudah mengering.
Tapi semuanya kini tidak terlihat.
Tubuhnya seakan-akan tidak pernah mengalami luka apapun. Bahkan tubuhnya terasa lebih segar dan ringan.
"Hahhh... apa yang sebenarnya terjadi padaku? Tidak mungkin kan jika tadi Aku hanya bermimpi?" gumam Oregon seorang diri. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ada beberapa sisik ular cobra, yang tadi dia temui di dekatnya duduk saat ini.
"Jadi... semua yang Aku alami tadi tidak mimpi?" Oregon kembali bertanya, dengan memegang beberapa sisik ular cobra tersebut.
Dan kini, di saat sisik-sisik ular cobra tersebut dia pegang, justru berubah menjadi sebuah pisau kecil, yang tampak lunak. Tidak sama seperti pisau-pisau dari logam besi pada umumnya.
Dengan berbekal keyakinan yang kuat, Oregon akhirnya menyimpan pisau lunak tersebut.
"Aku akan gunakan jika dalam keadaan terdesak."
Setelah itu, Oregon berdiri dan menepuk-nepuk tangannya sendiri. Menarik nafas dalam-dalam, kemudian melanjutkan perjalanannya lagi. Menuju ke puncak gunung berapi, yang masih tetap sama. Mengeluarkan suara aneh, dengan asap tebal yang menutupi puncaknya.
*****
Perjalanan menuju puncak gunung berapi terasa lebih mudah, dibanding dengan kemarin-kemarin. Sebelum dia bertemu dengan ular cobra di sungai.
Tubuhnya terasa lebih ringan, saat naik tebing dan melompat ke satu tempat ke tempat yang lainnya. Karena adanya bebatuan atau sungai.
Oregon benar-benar merasakan perubahan yang mencolok setelah semua yang dia alami kemarin. Karena tidak ada satupun hewan yang dia temui dalam perjalanannya kali ini.
'Ternyata ada yang dikatakan oleh ular cobra itu benar adanya. Aku bisa lebih cepat sampai jika seperti ini terus.'
Dan beberapa saat kemudian, Oregon sudah bisa melihat puncak gunung berapi yang tampak berselimut asap tebal. Bahkan tidak terlihat tanah ataupun bagian dari puncak gunung, kecuali asal tebal yang menutupinya.
Dengan sangat hati-hati, Oregon menyusuri jalan yang tampak seperti bara api.
Yang dipijak Oregon bukan lagi berupa tanah, tapi bara api, karena ini sudah mendekati puncak gunung berapi.
"Panas sekali ini, tapi kenapa kakiku tidak merasakan rasa panas?"
"Kakiku sama saja seperti menginjak tanah biasa. Sama seperti di rumah."
Belum habis rasa terkejut Oregon dengan keadaan tanah yang dia pijak, dia kembali terkejut dengan suara yang mengelegar di depannya.
"Siapa Kamu! Berani-beraninya datang ke tempatku ini. Apa Kamu ingin mati?"
Oregon mengibas-ngibaskan tangannya, mengusir asap tebal yang ada di depannya. Yang menghalangi pandangan mata.
Keterkejutan Oregon bertambah lagi, saat melihat adanya seekor ular naga besar, yang melilit stalaktit yang ada di kawah gunung berapi ini.
Namun yang lebih mengejutkan lagi adalah, naga tersebut berkepala manusia. Dengan wajah yang tidak asing bagi Oregon sendiri.
"Si_siapa Kamu?"
Berrrr...
Semburan api yang panas, keluar dari mulut naga yang ditemui Oregon. Yang sudah mengubah bentuk kepalanya menjadi kepala seekor naga.
Matanya tajam menatap Oregon yang lepas dari serangannya, karena Oregon dengan cepat melompat ke arah dinding kawah . Untuk mengindari semburan api yang bisa membuat dirinya terbakar seketika.
Bentuk tubuh naga Zeero, ternyata tidak sempurna saat berjalan dengan kedua kakinya. Karena satu kakinya ternyata pincang, dan tidak bisa digerakkan secara normal seperti kaki yang satunya.
Sayapnya di kedua sisi, juga pendek. Jadi dia tidak bisa terbang tinggi dalam waktu yang lama. Sama seperti naga-naga yang lain.
Oregon juga memperhatikan, bagaimana keadaan punggung naga Zeero, yang tidak tampak bersisik besar-besar. Tapi justru penuh benjolan, yang mirip dengan kubah-kubah jamur yang sedang mekar.
Lehernya kecil memajang, dengan kepala yang tidak ada tanduk ataupun mahkota. Sama seperti yang biasanya dia dengar dari cerita ibunya, Ellie.
"Hai anak kecil! Kenapa Kamu datang ke sini?" tanya naga Zeero, sambil menahan marahnya.
Naga Zeero sedikit heran, melihat adanya anak manusia yang bisa datang ke puncak gunung berapi. Di mana dirinya dikurung selama hampir tujuh tahun waktu di dunia manusia.
"Hai! Aku bicara denganmu. Apa Kamu tuli?" tanya naga Zeero sekali lagi. Karena Oregon tidak menjawab pertanyaan darinya tadi.
"Seharusnya Aku yang bertanya. Kenapa Kamu membuat kekacauan di puncak gunung berapi, dunianya manusia. Bukankah Kamu punya dunia sendiri? Dunia para naga."
Mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Oregon, membuat naga Zeero berpikir sejenak. Karena selama ini, dia tidak pernah satu kali pun melihat adanya anak manusia yang bisa dia temui di puncak gunung berapi.
Apalagi gunung berapi yang dia tempati ini, sangat sulit dijangkau oleh manusia biasa.
Mungkin baru sampai di kaki gunung, manusia sudah akan terbakar atau diserang hewan buas yang berada di hutan-hutan sekitar gunung berapi ini.
"Aku naga Zeero. Kamu siapa?"
'Naga Zeero?' tanya Oregon dalam hati.
"Hai anak kecil! Kamu mau mati ya datang ke sini?" bentak naga Zeero,di saat Oregon terdiam dan tidak menjawab pertanyaannya.
"Karena ulah mu, dunia manusia tidak tenang. Bencana alam terjadi di mana-mana, dan itu menganggu kelangsungan hidup manusia di bawah sana!"
Dengan lantang, Oregon mengatakan apa yang terjadi di dunia manusia. Yang diakibatkan oleh naga Zeero.
"Apa yang Aku lakukan di sana? Aku ada di sini." Terang naga Zeero tidak terima, dengan tuduhan yang ditujukan untuknya.
"Api dan asap tebal yang Kamu keluarkan dari puncak gunung berapi ini, membuat hawa panas di sekitarnya. Belum lagi erangan dan pergerakan tubuhmu yang membuat gempa juga. Apa itu tidak karena ulah mu?"
Naga Zeero justru menjulurkan kepalanya, agar lebih dekat dengan Oregon. Yang masih berdiri di dinding kawah.
"Kamu anak kecil. Anak manusia pertama yang bisa sampai ke sini. Siapa Kamu sebenarnya?" tanya naga Zeero menyelidik.
"Tidak perlu Kamu tahu siapa Aku. Yang pasti, Aku ingin menghentikan kebiasaan yang Kamu lakukan, agar dunia manusia bisa aman seperti dulu lagi."
"Hahaha..."
Tawa naga Zeero, membuat dinding-dinding kawah, termasuk yang dipijak Oregon, bergetar. Membuat tubuh Oregon terjatuh dan tersungkur ke bawah. Bahkan sampai di pinggir kawah yang meletup-letup, sangking panasnya kawah berapi tersebut.
Brukkk!
"Aughhh..."
"Erghhh..."
Oregon mengaduh dan mengerang menahan rasa sakit. Tapi dia tetap berusaha untuk bangun, dan menghadap ke arah naga Zeero.
"Aku tidak bisa pergi dari sini anak kecil. Pergilah sebelum Aku membunuhmu!" pinta naga Zeero dengan dingin.
Dia tidak ingin bermain-main dengan anak manusia, apalagi yang masih sangat kecil. Sama seperti tamu yang tidak diundangnya hari ini.
"Aku akan pergi, jika kamu berjanji untuk tidak membuat kekacauan di puncak gunung berapi ini lagi."
Oregon justru membuat persyaratan, agar Oregon mau menuruti permintaannya.
"Heh! Siapa Kamu? Berani-beraninya memberikan perintah padaku!" bentak naga Zeero, dengan mendengus kesal.
Dan itu membuat asap tebal yang panas keluar dari dalam hidungnya.
Oregon memperhatikan semua yang dilakukan oleh naga Zeero, dan akibat dari perbuatannya itu.
Api yang keluar dari mulutnya, bisa tersembur menjadi lava pijar yang keluar hingga meleleh di sekitaran puncak gunung.
Pergerakan yang dilakukan oleh naga Zeero, juga membuat gempa terjadi disekitar gunung berapi ini.
Dan di saat dia mendengus dingin dan kesal, asap tebal menutupi puncak gunung berapi, di mana dia sekarang berada.
"Hentikan semua yang Kamu lakukan naga Zeero!" perintah Oregon dengan suara yang nyaring. Terdengar melengking tinggi ditelinga naga Zeero.
Berrrr...
Naga Zeero bukannya diam, sama seperti yang diinginkan oleh Oregon. Dia justru menyemburkan api dari dalam mulutnya lagi.
Hap hap dug!
Oregon melompat ke atas, samping dan menendang kaki Oregon.
Bleuk!
Krekkk!
Naga Zeero terjatuh, tapi tetap berada di tempatnya berdiri tadi.
Dia hanya oleng, karena satu kakinya yang tidak pincang di tendang Oregon dengan sangat kuat.
Ternyata, ada rantai yang tak tampak mengikat kaki naga Zeero yang terlihat pincang tadi. Dan saat ini, Oregon baru saja melihatnya.
'Pantas saja dia tidak bisa bergerak dengan bebas. Ternyata kaki satunya terikat dengan rantai. Dan mungkin ini juga yang membuatnya tidak bisa pergi dari sini.' Oregon membatin dalam hati.
Tapi bagi naga Zeero, itu tidak menjadi soal. Karena dia adalah salah satu naga yang kuat di klan naga, di mana kerajaannya berada.
Jika hanya untuk menghadapi anak manusia biasa, tentu bisa dengan mudah dia mengalahkan manusia tersebut. Tapi ternyata tidak untuk anak kecil di depannya saat ini.
Itulah sebabnya, dia sangat penasaran dengan Oregon.
"Hai anak kecil! Ayo bertarung denganku, jika Kamu tidak mau pergi dari sini sendiri." Tantang naga Zeero pada Oregon.
Dia ingin mengusir Oregon dengan cara mengalahkannya. Sebab naga Zeero masih merasa mampu, jika hanya berkelahi dengan anak kecil tersebut.
"Baiklah. Aku terima tantangan ini. Tapi dengan satu syarat, siapapun yang menang. Harus mengikuti kemauan yang menang!"
"Hahaha... percaya sekali Kamu anak kecil! Ayok, Aku juga sudah lama tidak berkelahi."
Berrr...
Naga Zeero langsung menyerang Oregon. Dan dengan lincahnya, Oregon mengindari serangan api yang keluar dari mulut naga Zeero. Bahkan, dia juga sempat menendang sisi perut naga Zeero.
Hhh... ternyata dia tidak bisa diremehkan begitu saja!
Naga Zeero membatin dalam hati, mengakui kemampuan Oregon.
Pertarungan keduanya tidak bisa dielakkan lagi. Sehingga puncak gunung bergetar hebat, dengan suara keras mengelegar dan asap yang mengepul tebal di atas puncak gunung.
Hap!
Oregon yang hampir kewalahan menghadapi naga Zeero, terpaksa melompat tinggi dan mendarat di punggung naga Zeero.
Bless!
Dia menancapkan pisau kecil yang dia dapatkan di pinggir sungai, yang tadinya adalah sisik ular cobra.
"Arghhhh..."
Naga Zeero menjerit keras, karena punggungnya terasa sakit. Akibat tusukan pisau kecil yang ditancapkan Oregon pada punggungnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!