NovelToon NovelToon

EX (BELENGGU CINTA PERTAMA)

1. Reuni

Yara berjalan pelan disamping Juna, suaminya. Sepatu heels dan gaun bermodel span membuatnya harus melangkah lambat.

Juna pun mencoba menyamai langkah istrinya. Dengan tampang sabar dia menggandeng wanitanya.

Mereka baru saja memasuki ballroom sebuah hotel--- dimana ditempat itu tengah berlangsung sebuah acara reuni dari kalangan alumni SMA Harapan Taruna. Di Sekolah itulah dulunya Yara dan teman-teman seangkatannya ini menimba prestasi.

"Yara!"

"Yara!"

Beberapa orang yang melihat kehadiran Yara-- memekik dan memanggil nama wanita cantik berkulit kuning langsat tersebut.

"Hai..." Yara ikut melambaikan tangan, membalas sapaan teman-teman satu angkatannya. Yara dapat mengenali Fera dan Rina disana.

"Ayo, sini!" kata Rina sembari menghampiri Yara dan menarik pelan lengan wanita bergaun hitam pekat itu.

Rina mengajak Yara untuk bergabung bersama di sebuah meja yang diisi oleh sebagian teman mereka.

"Siapa, Ra? Pacar? Kenalin ke kita-kita, dong!" goda Fera yang diangguki semua teman yang ada di meja bundar tersebut.

Yara tersenyum kecil. Ia menatap Juna yang masih setia berada disisinya. "Ini Mas Juna. Suami aku," katanya memperkenalkan.

"Suami?" Beberapa dari mereka cukup terkejut mendengar jawaban Yara. Ada yang berbisik-bisik karena mereka tak pernah mendengar bahkan diundang dalam acara pernikahan wanita bertubuh mungil itu.

Tapi, itu hanya terjadi sebentar, karena beberapa saat kemudian, keadaan kembali kondusif dan mereka semua yang ada di meja tersebut--mulai menyapa kehadiran Juna--yang Yara perkenalkan sebagai suaminya.

Yara dan Juna akhirnya ikut bergabung di meja tersebut. Bukan cuma Rina dan Fera, disana juga ada Rozi, Diandra dan Yakub. Beberapa dari mereka juga membawa gandengannya masing-masing, ada yang sebatas pacar ataupun pasangan sah mereka.

Sementara dari meja lain di ruangan yang sama, terdapat dua panca indera yang menatap Yara dengan tatapan lekat. Sejak tadi, ia tidak mengalihkan pandangan saat melihat kehadiran sepasang pria dan wanita yang baru saja memasuki area ballroom.

"Aku permisi mau ke toilet, sebentar," ujar pria itu terdengar dingin. Perkataannya didengar oleh sekelompok teman yang duduk dimeja yang sama dengannya---mereka pun menanggapi dengan anggukan.

Pria berkemeja hitam slimfit itu mulai berjalan pelan menuju arah keberadaan toilet pria.

Sesampainya disana, ia menatap pantulan diri didepan cermin yang ada dihadapannya. Tangannya menggenggam erat pinggiran wastafel, mencoba meredam debaran jantung yang berpacu kencang.

Sambil menghela nafas dalam, ia pun bergumam lirih. "Ayara ...." ujarnya.

Sedikit banyak, ia cukup mendengar percakapan antara Yara dengan teman-temannya yang lain di meja seberang, tadi. Entah kenapa hatinya gusar, kala mendengar Yara sudah memiliki suami.

Sky--nama pria itu---menggeleng samar dalam posisinya. Tak lama, ia memutuskan untuk mencuci tangan dan mengeringkannya di handryer.

Setelah kegiatan itu cukup mendinginkan suasana hatinya, Sky pun keluar dari area toilet.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Begitu kata pepatah lama. Sky berpapasan dengan wanita yang tadi sempat ia gumamkan namanya.

Yara.

Yara dan Sky saling bertatapan. Untuk beberapa detik mereka saling mengunci pandangan seolah lupa diri dan keadaan, tidak ada dari keduanya yang berusaha melanjutkan langkah masing-masing.

"Sky..." Yara berusaha menyapa. Kendati itu terasa sangat canggung kala dia menyapa sosok pria didepannya. Bagaimana tidak, Sky adalah mantan kekasihnya saat di SMA.

Sky hanya tersenyum tipis tak menyahut. Pria itu memilih untuk melanjutkan langkah ke arah yang berlawanan dengan tujuan Yara-- sebab Yara baru saja ingin memasuki area toilet wanita yang letaknya ada disebelah toilet pria.

*

Acara reuni berjalan lancar. Kegiatan didalamnya adalah menyapa teman-teman seangkatan. Tentulah ada sebagian yang unjuk gigi dalam hal finansial--sangat biasa terjadi dalam acara semacam itu.

Acara berlanjut dengan bincang-bincang kegiatan. Beberapa dari mereka merencanakan akan melakukan acara family gathering ke pulau Dewata.

Bahkan sebagian dari mereka yang sukses, tak segan untuk menyokong dana serta membiayai mulai dari tranportasi sampai biaya pangan.

"Kamu mau ikut?" bisik Juna pada Yara.

"Hah? Kenapa?" Yara yang sejak tadi melamun, justru tak terlalu mendengarkan apa yang tengah dibahas dalam acara tersebut. Pertemuannya dengan Sky yang singkat, menjadi alasannya melamun ditengah keramaian.

Juna berdecak. "Itu, teman-teman kamu mau ngadain acara jalan-jalan. Mau ikut?"

"Emang kamu ngizinin?"

"Boleh aja," sahut Juna santai.

"Tapi, katanya tujuannya ke Bali." Yara mulai menyimak pembahasan soal tempat tujuan yang masih dibicarakan teman-temannya.

"Ya, kenapa, enggak?" Juna mengendikkan bahu acuh tak acuh.

"Aku mana punya uang, Mas."

Juna tersenyum kecut. "Ya udah kalau gitu gak usah ikut, lah!" ujarnya tanpa rasa bersalah.

Yara mengembuskan nafas pelan. Meski Juna bilang telah mengizinkannya bepergian, tapi Yara tahu bahwa pria itu tidak benar-benar serius dengan perkataannya.

Juna termasuk suami yang enggan mengeluarkan sepeserpun dana untuk Yara nikmati sendirian. Juna terlalu perhitungan, bahkan dalam urusan rumah tangga mereka--- pun demikian.

Yara hanya diberi uang 1 juta untuk satu bulannya. Padahal, pekerjaan Juna termasuk dalam kalangan bonafit. Pria yang menikahi Yara selama 2 tahun belakangan itu, bekerja sebagai supervisor di sebuah perusahaan minyak dan gas.

"Aku mau nabung biar kita bisa punya rumah sendiri. Biar kecil, tapi nggak ngontrak terus, Ra." Itulah alasan yang selalu Juna katakan pada Yara, jika Yara membahas sikap perhitungannya.

Tanpa Yara tahu seberapa besar nominal gaji yang sebenarnya Juna dapatkan setiap bulannya. Tentu Yara sudah protes, tapi jika dia terus melakukan hal itu, akan berakhir percuma sebab Juna akan selalu menghindar dan pergi jika Yara tengah mengomel.

"Kalian gak usah khawatir. Acara kita ke Bali nanti ada donaturnya masing-masing, jadi semuanya bisa ikut!" Suara Yakub yang beralih menjadi MC dadakan itu terdengar riuh. Begitupula sambutan teman-teman yang meneriaki ucapannya.

"Denger, tuh! Semua udah ada yang nanggung. Ikut aja, ayo!" kata Juna menggoda Yara. Ia sebenarnya tidak sepenuhnya memberi izin, sebab ia tahu Yara tak akan pergi tanpa sepeser uang pun. Ia hanya berlagak mengizinkan, agar tidak terlihat mengekang istrinya.

"Enggak lah, Mas. Aku gak bisa pergi kalau gak pegang uang. Ya, minimal ada pegangan lah," tolak Yara. Tentunya hanya Juna yang dapat mendengar suaranya.

"Yara? Ikut, kan?" tanya Diandra pada wanita itu, membuat Yara langsung mengadahkan kepala kearah sang teman.

"Enggak, Di," tolak Yara halus.

"Kenapa?" Rina dan Fera bertanya serentak.

"Aku gak bisa, Mas Juna kerja, gak ada yang urusin keperluannya nanti."

"Ah, tiga hari doang." Diandra mencoba membujuk. "Ayolah!" ajaknya.

"Iya, kalo Yara ikut kita-kita... gak apa-apa, kan, Mas Juna?" Kali ini Fera bertanya pada Juna.

"Ya, gak apa-apa. Udah aku suruh juga." Juna pun menanggapi Fera. "Ayo! Ikut aja, Ra...." katanya lagi, kali ini mengarah pada Yara, istrinya.

"Entar deh, aku pikir-pikir lagi." Yara mencoba menampilkan senyum lebar agar tidak mengecewakan teman-temannya.

"Yang mau ikut bisa daftar ke Dian, ya!" Suara Yakub pun kembali terdengar, kali ini pria itu menunjuk Diandra sebagai kepala koordinasi.

Yara menunduk, dia malu untuk mengatakan pada teman-temannya apa alasannya yang sesungguhnya. Kalau saja ia punya tabungan, mungkin ia akan memikirkan untuk ikut, tetapi jangankan tabungan, sisa uang belanja saja ia tidak punya. Beruntung jika pas-pasan. Malah terkadang minus dan ia harus memutar otak untuk mencari tambahannya.

Kedatangannya hari ini ke acara Reuni pun hanya sebatas menghargai undangan teman-temannya. Sebenarnya ia malu untuk menunjukkan wajah. Bahkan penampilannya saat ini sangat kontras dengan teman-temannya yang memakai pakaian dengan brand ternama. Untungnya, Yara tidak mempermasalahkan penampilannya itu, meski ia sedikit insecure dan membandingkan.

Tapi, apa gunanya ia mengeluh? Ini sudah menjadi jalan hidup yang harus dilaluinya. Selama Juna tidak main perempuan dan melukai fisik, Yara bertekad akan bertahan pada pria itu sebab Juna adalah pria yang dipilihkan oleh mendiang ayahnya.

Bersambung ....

2. Desakan teman

Selepas dari toilet, Sky tidak kembali bergabung dengan teman-temannya di Ballroom hotel. Ia memilih keluar dari area tersebut. Berdiri disekitar kolam renang hotel sembari menyalakan rokoknya.

Shhh ....

Ia menghembuskan asap rokok ke sembarang arah. Pikirannya mendadak kacau karena bertemu dengan Yara.

Sebenarnya ia sangat menantikan momen ini. Pertemuan kembali dengan cinta pertamanya semasa SMA. Ia pun sangat berharap dapat bertemu Yara hari ini. Harapannya memang terkabul, tetapi status Yara membuatnya kesal sendiri.

Gadis yang dulu ia cintai, telah dimiliki oleh orang lain dalam status yang berbeda. Menikah.

Yara telah menikah.

Damned!

Ponselnya berdering, itu adalah panggilan dari Ilyas, salah satu teman SMA nya juga, yang tadi duduk satu meja dengannya didalam sana.

Mungkin sekarang Ilyas masih berada di ballroom. Tapi, untuk apa pria itu meneleponnya? Apa ada yang menyadari bahwa ia belum kembali ke tempat semula?

"Lu dimana, Sky?"

"Kenapa, Yas?"

"Cepat balik sini, semua pada bahas acara family gathering mau ke Bali."

"Ya udah, lanjut."

"Lu gak balik kesini? Gak asyik lu, ah!"

"Iya, bentar lagi aku balik kesana."

Dengan gusar, ia mengembalikan benda pipih kedalam celana bahan yang ia kenakan, mematikan rokok dan membuang puntungnya ke tempat sampah.

Saat ia kembali memasuki ballroom, rupanya gadis yang sudah menjadi wanita milik pria lain itu mengadahkan wajah dan menatapnya.

Buru-buru ia memalingkan muka, berlagak tidak pernah bertemu mata. Bukan apa-apa, hati dan jantungnya sulit dikendalikan jika menyangkut tentang Yara. Sejak dulu, bahkan sampai saat ini.

Tak peduli bahwa mereka sudah lama berpisah.

Justru tidak pernah bertemu selama 11 tahun membuatnya semakin merindukan sosok itu, berikut juga dengan segala kenangan kenakalan remaja yang pernah mereka lakukan. Dulu.

"Sky!" Ilyas berseru memanggilnya.

Ia segera berjalan menuju meja dan menduduki tempatnya semula. Rupanya keputusan mengenai family gathering sudah final. Fix, mereka semua sudah sepakat untuk ke Bali. Bahkan nama donatur untuk berbagai kegiatan di pulau Dewata itu pun sudah terdata lengkap, katanya.

"Lu mau jadi donatur juga, Sky?" celetuk Ilyas. Pria itu memang lebih banyak bicara ketimbang Rico ataupun teman pria nya yang lain.

"Boleh," jawabnya mengendikkan bahu. "Emang dana buat apa yang kurang?" tanyanya.

"Transportasi sama makan udah ada, sih... siapa tau lu mau bayarin biaya penginapan dan biaya tak terduga lainnya," kelakar Ilyas.

"Boleh," jawabnya tenang.

"Serius lu, Bro? Gak sedikit ini. 40 orang, Man. Banyak yang bawa keluarga juga."

"Iya, boleh." Ia memang tidak pernah main-main dalam berujar, apalagi jika menyangkut kepentingan orang banyak.

"Boleh boleh terus lu, mah!" Rico yang mendengar, ikut menimpali.

Ia hanya tersenyum kecil. Bersamaan dengan itu matanya tak sengaja menangkap sosok wanita bergaun hitam dengan rambut di kuncir kuda. Yara. Wanita itu tampak tidak percaya diri hari ini. Entah pandangan matanya yang salah menilai, tapi Yara memang tampak berbeda. Bukan tidak cantik lagi, tetapi dia terlihat tidak seceria dulu.

"Apa kamu bahagia dengan pernikahanmu?" Entah kenapa pertanyaan itu melintas dibenaknya.

Seketika itu juga ia menggelengkan kepala. Mencoba membuyarkan hal-hal yang merasuki pikiran. Sebab, jika itu hal negatif-- ia takut akan kembali merusak mood nya yang sudah tak terlalu baik hari ini.

"Yang mau ikut bisa daftar ke Dian, ya!" Suara Yakub yang beralih menjadi MC dadakan pun tak luput dari pendengarannya.

Ia menatap Diandra, tampaknya gadis itu tengah bicara pada Yara.

Apakah Yara akan ikut event kali ini? Bersama suaminya juga? Ah .... sia-lan. Kenapa ia jadi kesal. Padahal, ia sudah mencoba membuang hal negatif yang merasuki pikiran, tapi tetap saja!

****

Pertemuan dengan Sky beberapa hari lalu terus membuat Yara kepikiran. Entah penilaiannya yang salah, tapi sorot mata pria itu saat menatapnya masih sama seperti dulu.

Atau ... Yara yang terlalu jauh berpikir?

"Ah, Untuk apa lagi mikirin dia? Semuanya juga udah gak sama seperti dulu. Aku juga udah menikah. Kayaknya aku harus mulai bersikap biasa." Yara membesarkan hati. Mana mungkin seorang Sky Lazuardi masih mengingatnya. Pria itu tampak lebih kharismatik dan lebih dewasa, kadar ketampanannya juga naik berkali-kali lipat. Kabar yang Yara dengar, Sky juga sudah menjadi Arsitek handal dan terkenal.

"Yara?"

"Maaf, izin bertanya, Yara nya ada dirumah?"

Samar-samar Yara mendengar seseorang memanggil namanya dari luar rumah. Sepertinya seseorang itu juga bertanya mengenai keberadaannya--entah pada siapa.

Yara memutuskan meletakkan kemoceng yang tadi ia pegang. Kemudian berjalan pelan menuju teras. Siapa kiranya yang mengunjungi rumah kontrakannya di sore hari seperti ini.

Saat Yara tiba diambang pintu, rupanya itu adalah suara Diandra dan Rina yang sedang bicara dengan tetangga sebelah rumahnya.

"Eh, kalian?" Yara cukup terkejut dengan kedatangan teman SMA nya itu. Wanita itu memasang senyum kecil.

"Ra!"

"Ayo masuk, yuk!" ajak Yara.

Kedua teman Yara itupun masuk ke rumah, setelah sebelumnya mereka mengucapkan terima kasih pada tetangga Yara yang sempat mereka tanyai tadi.

"Ayo duduk, kalian mau minum apa,nih?" sambut Yara ramah.

"Gak usah repot. Kita kesini mau mastiin kamu ikut atau enggak ke acara family gathering nanti, Ra." Diandra mulai membuka percakapan.

Yara menunduk sambil memi-lin ujung bajunya. "Aku enggak ikut, maaf."

"Yah...." Diandra dan Rina menghela nafas kecewa.

"Kenapa? Suami kamu gak kasih izin, ya? Bukannya pas acara di hotel itu beliau udah ngasih kamu izin."

"Bukan, Mas Juna ngizinin, kok."

"Terus?"

"Tapi Mas Juna kerja, aku gak mungkin pergi tanpa dia."

"Ya kalau suami kamu oke-oke aja, kenapa enggak? Gak selamanya kita pergi harus didampingi suami, Ra. Ada kalanya kita juga butuh me time atau sama temen-temen." Rina memprovokasi Yara dengan pemikirannya.

"Kalian enak bilang begitu, kan kalian masih gadis, gak kayak aku."

"Tapi itu bener loh, Ra!" Diandra setuju dengan ucapan yang tadi dikatakan Rina.

Yara jadi bingung dengan ajakan teman-temannya. Apa dia jujur saja bahwa tidak memiliki uang?

"Sebenarnya ada kendala lain...." Yara ingin berterus terang saja. Itu lebih baik, pikirnya.

"Apa?" Rina dan Diandra berkata serempak.

"Aku gak punya uang. Baru banget bayar uang kontrakan rumah." Yara menggigit bibir diujung kalimatnya. Ia bukan malu pada keadaan dirinya yang susah, tapi ia takut teman-temannya jadi beranggapan bahwa ia ingin memanfaatkan keadaan. Yara tidak suka dikasihani.

Diandra dan Rina saling berpandangan satu sama lain saat mendengar alasan Yara.

"Kan, semua udah ada donaturnya, Ra!"

"Tetep aja aku gak mungkin pergi kalau gak bawa uang, kan?"

"Gini aja deh, ntar aku kasi kamu pegangan uang. Kalau emang kepake kamu bisa cicil nanti ke aku. Kalau enggak kepake ya kamu balikin lagi sama kau bulat-bulat." Rina memberi usul.

Yara langsung menggelengkan kepalanya pertanda tidak setuju dengan saran tersebut.

"Aku gak mau gara-gara mau bepergian, malah jatuhnya jadi berhutang dan meminjam uang. Lebih baik aku di rumah dan gak kemana-mana," lirih Yara.

"Ya, itu kan buat jaga-jaga aja, Ra. Kita yakin kok kalau uang itu gak bakal kepake nanti. Semua udah ada yang nanggung. Dijamin deh!" Diandra kembali memberikan opsi.

"Ayolah, Ra! Kapan lagi kita liburan gratis," desak Rina.

Yara sampai garuk-garuk kepala mendengar kedua temannya memelas untuk kehadirannya di acara event family gathering tersebut.

*****

3. Perjalanan yang melelahkan

Disaat Yara bingung atas desakan kedua temannya, tiba-tiba suara seseorang ikut menimpali dari arah pintu depan.

"Iya, Yara ikut, kok."

Yara, Diandra dan Rina sontak menoleh pada sumber suara tersebut. Rupanya sudah ada Juna yang baru saja pulang kerja.

"Kamu serius, Mas?" Yara berdiri menyambut kepulangan Juna. Ia sekaligus kaget dengan jawaban yang Juna ucapkan.

"Iya, kamu mau ikut, kan?"

"Ya, mau sih, mas."

"Ya udah, ikut aja, gak apa-apa, kok," jawab Juna enteng. "Emang berapa hari di Bali?" tanyanya mengarah pada Rina.

"3 hari, Mas."

"Oke."

Yara tidak bisa menjawab lagi, ia menatap Juna dengan ekspresi penuh tanya. Tapi pria itu sepertinya tidak main-main dengan persetujuannya.

Sepulangnya Diandra dan Rina, Yara langsung menemui suaminya yang duduk di ruang tv sambil menyaksikan acara sepak bola yang sedang berlangsung.

"Mas?"

"Hmm?" Juna menyahut tanpa mengalihkan atensinya dari televisi.

"Kamu serius, aku boleh ikut ke Bali?"

"Kamu gak denger tadi aku udah bilang oke?"

Yara menggosok lehernya. "Ya denger, sih."

"Ya, terus?"

"Aku bakal pergi tiga hari. Ninggalin kamu. Emang gak apa-apa?"

Tiba-tiba Juna menatap wajah Yara. "Yang bilang kamu ninggalin aku, siapa? Ya aku ikut juga lah!" jawabnya tak acuh.

"Terus kerjaan kamu gimana?"

"Aku bisa atur cuti. Gak masalah itu."

Akhirnya Yara mematut senyum tipis. Setidaknya jika ada Juna, meskipun ia tidak punya uang tapi ada yang menjamin kepergiannya, kan? Juna kan suaminya.

"Makasih ya, mas. Aku gak nyangka kamu izinin sekaligus kamu mau ikut juga ke acara yang diusung temen-temenku."

"Iya, sekali-kali gak apa-apa, asal jangan keseringan sampai lupa diri."

"Lupa diri gimana?"

"Ya, biasa kan wanita kalau udah gabung sama temen-temennya bisa lupa sama kodratnya yang udah jadi seorang istri. Apalagi temen-teman kamu pada masih single kan?"

"Aku gak gitu kok, mas."

Juna menarik sudut bibirnya. "Ya, baguslah," jawabnya.

****

Sampai hari yang ditentukan itu pun akhirnya tiba. Perjalanan mereka akan dimulai dengan cukup panjang dan memakan waktu sebab menggunakan jalur darat.

Mereka semua akan menggunakan sebuah Bus yang sudah di sediakan sebagai alat transportasi menuju pulau Dewata. Bus yang dipilih pun sangat nyaman dengan fasilitas bantal, selimut, pijakan kaki, toilet bersih, USB charger, lampu baca dan televisi layar sentuh dengan berbagai musik dan film di dalamnya. Perjalanan naik bus dari kota Malang – Bali diperkirakan akan ditempuh selama 12 jam.

Untuk sampai ke Denpasar, bus ini akan menyebrang dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, menuju Pelabuhan Gilimanuk, Bali.

Bukan tanpa alasan, perjalanan darat yang dipilih untuk semakin mengeratkan dan mengakrabkan hubungan silaturahmi yang dulu sempat terjalin diantara semuanya saat masa-masa sekolah.

Hal ini juga mengingatkan mereka saat dulunya sering menaiki bus untuk bepergian jika ada acara jalan-jalan dari pihak sekolah.

Rozi dan Rico menyumbangkan lagu dengan suara pas-pasan mereka diiringi oleh musik dari gitar yang dipetik oleh Yakub. Hal itu tidak bertahan lama, karena satu jam saja mereka semua sudah K.O alias bosan.

Kemudian kegiatan didalam bus berganti menjadi bebas. Ada yang bermain game dari ponsel pribadi mereka. Bahkan ada yang nge-vlog untuk menjadikan momen perjalanan itu sebagai konten.

Yara sendiri, dia lebih fokus pada televisi yang sebelumnya sudah diputarkan sebuah drama Korea tentang kisah cinta seorang dokter dengan tentara tampan. Sementara disisinya, Juna sudah mulai jatuh tertidur setelah sebelumnya sibuk dengan handphone miliknya sendiri.

"Sky mana? Enggak ikut? Bukannya dia donatur untuk penginapan kita?" Suara Rico terdengar, tampaknya pria itu mulai menyadari ketidakhadiran Sky.

"Nyusul, katanya." Entah siapa yang menyahuti pertanyaan Rico sebelumnya.

"Gak asyik, kenapa gak bareng-bareng aja. Kan, seru!" Terdengar Diandra menimpali sambil berdecak lidah.

"Mungkin dia masih ada kerjaan," sahut yang lain.

"Terus, kalo udah sampai di Bali nanti, penginapannya udah diurus kan?"

"Tenang aja, udah aman."

Yara cukup mendengar desas-desus teman-temannya yang mencari keberadaan Sky. Ah, ternyata pria itu tidak ikut berada didalam bus yang sama. Pantas saja sejak tadi Yara tidak melihatnya, Yara pikir Sky tidak akan sempat untuk mengikuti kegiatan seperti ini.

Hampir sepuluh jam perjalanan sudah terlewati. Sebelumnya mereka juga sudah makan untuk mengisi lambung yang keroncongan.

Tepat pukul 10 malam waktu setempat, mereka pun tiba di tempat tujuan mereka.

Semuanya turun dari bus satu persatu dengan wajah yang sudah lelah. Ingin rasanya segera merentangkan kaki dan tangan di sebuah kasur yang empuk.

"Yeay!!! Kita udah sampai." Fera antusias sambil menenteng travel bag yang ia bawa.

Yara dan Juna juga ikut turun kemudian bergabung dengan yang lainnya. Mereka sudah berkumpul didepan deretan Villa yang terbilang mewah.

"Jadi, enam Villa ini udah di booking sama Sky." Yakub menunjuk enam deret villa yang memang tidak terbatas pagar sama sekali. Keenam bangunannya tergabung dalam kawasan yang sama.

"Didalam masing-masing villa ada lima kamar. Yang udah menikah boleh deh tuh satu kamar. Yang masih pacaran jangan dulu ya," kelakar pria itu melanjutkan sambil disambut dengan gelak dari teman-teman Yara.

Setelah mendapat koordinasi dari Yakub dan Diandra. Juna mengajak Yara masuk ke salah satu villa. Karena mereka sudah menikah, merekapun akan menempati satu kamar disalah satu villa yang ada.

"Ah, lelahnya..." Juna menghempaskan tubuh ke ran jang berseprei putih yang tampak sangat empuk.

"Kayak gak ketemu kasur setahun aku," kelakar pria itu lagi.

Yara masih sibuk dengan barang-barang bawaannya. Ia menyusun itu secara asal di lemari kosong yang tersedia di dalam kamar tersebut.

"Mas, bersih-bersih dulu baru tidur," kata Yara mengingatkan Juna. Tapi pria itu tampaknya sudah dalam posisi ternyaman.

"Mas." Yara menggoyang pelan lengan Juna.

"Berisik, ah!" Juna malah mengambil guling dan memeluk benda itu. Tampaknya dia memang sangat kelelahan. Yara pun tak mau mengganggu pria itu lagi.

Yara masuk ke kamar mandi. Ia memutuskan untuk membersihkan diri sebelum bergabung dengan Juna di tempat tidur.

Hhhh ....

Yara menghela nafas panjang. Ia merentangkan kaki yang lelah karena berada dalam bus cukup lama.

Akhirnya, sekarang ia berada di pulau Dewata. Demi apapun, ia tidak pernah berkhayal bisa sampai ke tempat indah ini. Tapi nyatanya, ia benar-benar ada disini seperti mimpi.

Lambat laun, Yara pun mulai tertidur. Ia lelah, belum lagi besok mereka akan berlibur dengan jadwal kegiatan yang padat. Yara memang harus mengisi energi untuk esok hari dan dua hari ke depan.

****

Keesokan paginya. Yara terbangun cukup subuh. Ia melihat Juna yang masih mendengkur keras disisinya.

Yara menggeleng samar, turun dari ran jang dan menuju kamar mandi. Ia ingin menggosok gigi dan mencuci muka.

"Ya ampun. Handuk aku dimana, ya?" Yara tidak menemukan handuk kecil yang biasa dia gunakan untuk mengelap wajahnya. Sebenarnya di kamar mandi itu ada handuk lain yang sepertinya masih baru, tetapi Yara masih penasaran dengan keberadaan handuknya. Sepertinya ia sudah membawanya. Tapi, dimana?

Yara kembali mencari didalam tas yang ia bawa. Saat itulah ia sadar bahwa ada satu tas-nya yang tidak terbawa masuk ke dalam kamar.

"Kayaknya di tas yang hitam. Mana, ya?" Yara bermonolog. "Apa ketinggalan di luar, ya?" lanjutnya setelah berpikir singkat.

Yara pun memutuskan keluar dari kamarnya. Meskipun kegiatan cuci muka dan gosok giginya sudah selesai, tapi nanti pasti ia akan membutuhkan handuk itu.

Saat Yara baru saja keluar dan kembali menutup pintu kamarnya, tangannya terasa di tarik ke arah lain oleh seseorang.

Tentu saja Yara sangat terkejut dan kaget. Hampir saja Yara berteriak, untungnya ia lekas menyadari siapa orang yang menariknya.

******

Tolong beri dukungan ke karya baru aku, ya.

Caranya masih sama kok. Kasi hadiah berupa bunga, kopi ataupun koin (ngarep) 🤭🤭🤭 Kasih vote juga boleh banget🙏

Bisa juga dengan cara berikan "like/klik gambar jempol di tiap akhir bab yang baru di update. Kalian juga bisa tinggalin jejak berupa komentar atau kritik yang bisa memotivasi othor ya, gaes...🙏 semoga novel ini bisa memberi penghiburan utk kita semua🥰🥰🥰 Trims.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!