NovelToon NovelToon

Om Doni, I Love You

Target Baru

Doni Sanjaya, laki-laki matang berusia tiga puluh enam tahun yang akhirnya bersedia kembali ke Jakarta dan menuruti keinginan sang papa untuk mengelola perusahaan milik keluarga Sanjaya, yaitu PT. SANJAYA GROUP.

Laki-laki matang yang pernah gagal dalam membina hubungan percintaan lantaran tidak mendapatkan restu dari orang tuanya tersebut, begitu sulit untuk melupakan kisah masa lalunya bersama sang mantan yang kini bahkan telah memiliki empat orang anak.

Ketika memutuskan pindah ke Jakarta, Doni bertekad akan membuka pintu hatinya untuk seorang wanita. Dia berharap, akan bisa menemukan pendamping hidup yang sederhana, bersikap dewasa dan berhati lembut seperti sang mantan, Seruni.

Hari pertama tiba di Jakarta, Doni yang langsung pulang ke rumah orang tuanya itu mendapatkan sambutan hangat dari sang papa dan juga kakak perempuan satu-satunya, Tanti Sanjaya.

Sang abang ipar yang dulu menjabat sebagai wakil direktur di PT. SANJAYA GROUP dan menjalankan perusahaan tersebut sebelum Doni bersedia kembali ke Jakarta, tidak bisa ikut menyambut kedatangan Doni karena sedang ada rapat dengan rekan bisnisnya.

"Om, makan malam dulu yuk. Kakak tadi masak makanan kesukaan kamu," ajak Tanti sambil mengambil Tania, putri bungsunya yang sedari tadi nemplok dalam pelukan Doni.

"Nanti dulu lah Kak, Doni belum lapar." balas Doni, "masih ingin ngobrol juga sama Papa," lanjutnya.

"Papa punya asam lambung lho Pa, jangan sampai telat makan." Tanti mengingatkan sang papa dengan penuh perhatian.

Laki-laki berusia enam puluh lima tahun itu mengangguk, "ayo Nak, kita makan malam dulu. Nanti bisa kita lanjutkan lagi ngobrolnya," ajak sang papa seraya beranjak, yang kemudian diikuti oleh Doni.

Mereka berjalan menuju meja makan dan kemudian mulai makan malam dengan tenang. Obrolan yang hangat pun tercipta di sana, diwarnai pula dengan celoteh lucu Tania yang mencari perhatian dari om-nya itu.

Usai makan malam, papa Sanjaya mengajak Doni menuju ruang kerja karena ada banyak hal yang hendak beliau sampaikan mengenai perusahaan milik keluarganya itu.

Papa Sanjaya menyerahkan setumpuk dokumen kepada Doni, yang saat ini sedang duduk berhadapan dengannya dan hanya di batasi oleh sebuah meja kerja.

"Nak, itu semua dokumen penting perusahaan. Pelajari dan simpan lah," titah papa Sanjaya pada sang putra, yang masih terdiam menatap setumpuk dokumen tersebut.

Tanpa kata, Doni mulai membuka lembar demi lembar dokumen dihadapannya.

"Bulan pertama, kakak mu, Adiputra yang akan membantu menjelaskan semua kepadamu sebelum dia mengurus perusahaannya yang baru," terang papa Sanjaya.

Doni mengangguk, pemuda matang itu netranya memang fokus tertuju pada dokumen yang dia buka namun telinga Doni tetap mendengarkan penuturan sang papa.

"Untuk selanjutnya nanti, pak Hardi yang akan membantumu mengelola perusahaan," lanjut papa Sanjaya.

Pemuda berahang kokoh dengan bulu-bulu kasar yang tumbuh di sana karena sudah satu minggu tidak dicukur itu, kembali menganggukkan kepala.

"Nanti jika ada yang belum kamu mengerti, bisa tanyakan langsung sama papa." Kembali papa Sanjaya berkata dan Doni membalasnya hanya dengan anggukan kepala seperti tadi.

"Doni," panggil papa Sanjaya seraya menatap sang putra yang masih menekuri dokumen ditangannya.

"Iya Pa," balas Doni yang kemudian mendongak membalas tatapan sang papa.

"Kenapa sedari tadi kamu hanya mengangguk saja Nak, seolah kamu tidak bersemangat untuk menjalankan perusahaan keluarga kita?" Sang papa bertanya dengan wajah yang nampak khawatir.

Putra bungsu keluarga Sanjaya itu tersenyum dan kemudian menggeleng, "Papa ini bicara apa sih? Doni sudah di sini Pa, Doni juga sudah melepas karir yang sudah lama Doni rintis? Jadi, mana mungkin Doni tidak serius?" bantah Doni.

"Kalau pun Doni sedari tadi diam dan hanya mengangguk, itu semata karena Doni ingin mendengarkan apa yang Papa sampaikan?" lanjutnya.

Papa Sanjaya mengangguk mengerti, "maafkan papa Nak, papa pikir kamu masih marah sama kami?" Wajah laki-laki tua itu tiba-tiba terlihat mendung, netra abu-abunya nampak berkaca-kaca.

Doni menggeser tumpukan dokumen dihadapannya kearah samping dan kemudian menggenggam tangan sang papa yang berada di atas meja kerja, "Doni tidak pernah marah Pa, maaf jika kemarin-kemarin Doni sempat kecewa sama Papa dan juga almarhumah mama."

Kembali papa Sanjaya mengangguk, laki-laki tua itu pun membalas genggaman tangan sang putra dengan erat.

"Besok malam, Papa sudah merencanakan untuk mengadakan pesta pengukuhan dirimu sebagai CEO yang baru di PT. SANJAYA GROUP. Papa mengundang semua rekan bisnis perusahaan kita, juga keluarga mereka. Yah, semacam undangan family gathering?" terang papa Sanjaya.

"Kenapa pakai acara pengukuhan segala, Pa? Doni pikir, cukup dengan mengundang mereka di kantor dan kemudian perkenalan biasa?" protes Doni. Pemuda itu sama sekali tidak menyangka, bahwa sang papa telah menyiapkan pesta untuk memperkenalkan dirinya kepada seluruh rekan bisnis SANJAYA GROUP.

"Tidak sesederhana itu Nak, semua rekan bisnis papa harus tahu bahwa kamu lah pengganti papa di perusahaan." balas papa Sanjaya, "Papa sangat berharap, kamu akan menemukan jodoh di sana," lanjutnya dengan penuh harap.

Doni menggelengkan kepala seraya menghela nafas panjang, "tidak semudah itu untuk mencari jodoh Pa," balas Doni.

"Kamu masih mencintai dia Nak?" Papa Sanjaya menatap sang putra dengan menyelidik.

Doni tersenyum, "dia baru saja melahirkan anak keempatnya Pa, cewek dan sangat cantik." Bukannya menjawab pertanyaan sang papa, Doni malah menceritakan tentang sang mantan.

Papa Sanjaya menarik nafas dalam dan kemudian menghembusnya perlahan, "dia memang cantik, pantas saja kalau putrinya juga cantik." Papa Sanjaya berbicara dengan lirih, nyaris seperti gumaman.

Doni mengangguk setuju, "benar Pa, Uun memang cantik tetapi Papa tidak perlu khawatir, karena Doni sudah bertekad akan membuka hati untuk wanita lain," ucap Doni sungguh-sungguh, membuat papa Sanjaya tersenyum lega.

"Syukurlah Nak, papa hanya bisa mendoakan semoga kamu mendapatkan istri yang baik dan bisa mengerti kamu nantinya," do'a tulus papa Sanjaya untuk sang putra.

"Istirahatlah Nak, besok kamu harus terlihat segar." titah ayah Doni tersebut, "besok malam, acaranya diselenggarakan di hotel kita," lanjut sang papa menginformasikan.

Doni mengangguk, ayah dan anak itu kemudian berjalan beriringan meninggalkan ruang kerja papa Sanjaya untuk menuju kamar masing-masing.

&&&&&

Doni beserta sang Papa, juga keluarga kecil sang kakak telah berada di ballroom DS Hotel & Resto, tempat diadakannya family gathering malam ini.

Sebagian besar tamu undangan juga telah hadir di sana dan memenuhi ballroom hotel bintang lima tersebut, papa Sanjaya menuntun Doni untuk menyalami tamu-tamunya yang baru saja datang.

Setelah semua undangan dipastikan telah hadir semua, MC mulai membuka acara yang dikemas santai tersebut.

Suara MC yang bersahaja, humoris serta pandai menghidupkan suasana itu menjadikan acara family gathering pada malam hari ini terasa sangat hangat dan penuh kekeluargaan.

Mereka saling bercanda antar sesama rekan bisnis, istri-istri mereka juga nampak akrab satu sama lain, begitu pula dengan anak-anak yang terlihat sangat menikmati acara tersebut.

Kini tiba acara inti, papa Sanjaya selaku pendiri sekaligus pemilik PT. SANJAYA GROUP didaulat untuk naik ke panggung kecil bersama sang putra. Laki-laki tua yang penuh wibawa itu mulai memperkenalkan putra bungsunya, Doni Sanjaya, sebagai CEO yang baru di PT. SANJAYA GROUP menggantikan dirinya yang telah pensiun.

Tepuk tangan terdengar sangat meriah ketika papa Sanjaya menyuruh sang putra untuk menyampaikan sepatah dua patah kata, sebagai kata sambutan atas pengukuhan dirinya pada malam hari ini.

Doni pun mulai memberikan sambutan sebagai awal perkenalan dirinya, yang akan mulai terjun ke dunia bisnis untuk menggantikan sang papa.

Pemuda matang yang masih saja melajang itu, malam ini nampak sangat bersinar. Dia yang sudah terbiasa berbicara di hadapan publik, serta sudah sering berhadapan dengan orang-orang dari kalangan atas, menyampaikan sambutan pendeknya dengan apik, lugas dan sangat bersahaja.

Semua tamu undangan yang mendengarkan sambutan Doni berdecak kagum dengan sosok baru di dunia bisnis tersebut, bahkan sebagian rekan bisnis papa Sanjaya mengacungkan jempol kepada Doni.

Usai memberikan sambutannya, Doni kemudian menggandeng sang papa untuk turun dari atas panggung dan bergabung kembali bersama keluarga kecil sang kakak dan beberapa petinggi di PT. SANJAYA GROUP.

Tiba-tiba seorang gadis belia datang menghampiri Doni, seraya menyodorkan setangkai bunga mawar merah yang baru saja dia petik dari salah satu Vas bunga. "Om Doni, I love you," seru gadis belia tersebut dengan cukup lantang, agar Doni bisa mendengar suaranya karena suasana di sekitar terdengar riuh oleh suara musik serta canda tawa anak-anak.

Doni mengernyitkan dahinya dengan begitu dalam, "hah, tidak salah? Gadis ingusan ini, nembak aku?" Gumam Doni tak percaya, seraya menyipitkan mata menatap sang gadis.

Gadis berhijab ungu tersebut tersenyum sangat manis, "mawar merahnya masih segar lho om, sesegar cintaku pada Om Doni," rayu gadis bermata bulat dengan bulu mata lentik itu, seraya mengerling

Doni menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, pemuda matang itu dibuat bingung dengan sikap gadis tersebut. Sementara orang-orang di sekitar Doni tersenyum seraya geleng-geleng kepala, berbeda dengan papa Sanjaya yang langsung mengedarkan pandangan mencari sosok orang tua si gadis.

Netra abu-abu papanya Doni itu menangkap sosok laki-laki paruh baya, yang tengah menepuk jidat lantaran ulah putrinya tersebut di salah satu sudut ballroom hotel.

"Lila! Apa yang dilakukan Lili di sana? Bikin malu aja tuh anak!"

Gadis yang dipanggil Lila, hanya mengedikkan bahunya.

"Hahaha,,, biarkan saja Dev, putri kesayanganmu sedang mengincar target baru itu?" celetuk om Alex sambil tertawa ngakak, yang diikuti oleh kedua sahabatnya.

tobe continue,,,

🍓🍓🍓🍓🍓

Hai bestie,,, aku kembali hadir di sini untuk menemani hari kalian, masukkan favorit dan kasih bintang ⭐ lima yah 😊🙏

Jangan lupa klik tombol like, kasih vote dan hadiah yang banyak serta jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak dengan berkomentar... 😄🤗

Biar nyambung bacanya, mampir dulu ke novel Seruni (Bertahan atau Lepaskan) sebagai masa lalu Doni & novel Ketulusan Cinta Nabila, dimana kisah ayah si gadis ada di sana 🥰🥰

Cinta Pada Pandangan Pertama

Sepanjang perjalanan pulang, Tanti yang membawa setangkai mawar dari Lili untuk Doni tak henti meledek sang adik. "Om, Terima aja anaknya pak Devan. Cantik, masih muda lagi."

"Ck,,," Doni yang duduk di belakang bersama sang papa berdecak kesal, karena sedari tadi sang kakak tak berhenti mengoceh.

"Bukan muda lagi Kak, tapi dia itu gadis ingusan!" tegas Doni dengan wajah yang terlihat kesal.

"Jangan salah Om, perempuan itu cepat matangnya lho? Emang sih sekarang dia baru aja lulus sekolah dan ibarat bunga masih kuncup, tapi setahun lagi dia pasti udah siap untuk di petik. Seperti bunga mawar ini? Merah dan merekah," Tanti masih saja berharap, sang adik mau menerima pernyataan cinta dari gadis yang bagi Doni masih ingusan tersebut.

"Benar apa kata kakak kamu, Dik," timpal kakak iparnya yang sedang menyetir, "jangan sampai, nanti kamu menyesal begitu gadis kecil itu di gaet cowok lain," imbuh Adiputra dengan tersenyum dan melirik adik ipar nya dari pantulan rear vision mirror.

"Enggak ada topik obrolan lain apa?" Sungut Doni, sambil membetulkan duduknya dan kemudian memejamkan mata.

Papa Sanjaya terkekeh melihat sang putra yang ngambek, "biasa Kak Tanti, Bang Adi,,, awalnya enggak mau dan malu-malu tapi nanti, lama-lama adikmu ini pasti bakal ngejar-ngejar si kembar," timpal sang papa, yang membuat Doni mendengus kesal.

Doni menegakkan tubuhnya dan menatap sang papa, "Doni sudah berumur Pa, malu kali kalau punya gandengan seusia gadis itu? Nanti orang-orang pasti ngatain kalau Doni pedofil?" Doni menghela nafas kasar dan kembali menyandarkan tubuh serta memejamkan matanya.

Terekam dengan jelas dalam ingatan Doni Sanjaya, ketika tadi di ballroom hotel Lili menghampiri dirinya penuh percaya diri. Dengan begitu berani gadis belia itu memberikan setangkai bunga mawar merah, seraya menyatakan cinta kepada Doni dengan suaranya yang lantang.

Doni tersenyum simpul, "memang cantik sih dia. Centil, berani dan menggemaskan," batinnya masih dengan mata terpejam.

Papa Sanjaya ikut tersenyum melihat sang putra menyunggingkan senyuman dengan mata terpejam, "papa akan membantumu untuk meyakinkan pak Devan Nak," gumam laki-laki yang rambutnya penuh uban itu dalam hati.

"Heh,,, mikir apaan sih gue! Dia jauh beda sama Uun? Dia kecentilan dan sama sekali tidak dewasa!" tolak Doni yang tak mau jujur dengan perasaannya.

&&&&&

Sepulang dari Family gathering yang diadakan keluarga Sanjaya pada malam minggu ini, seperti biasanya keluarga Lili akan berkumpul bersama keluarga sahabat sang papa di hunian keluarga Antonio.

Setibanya di hunian megah tersebut, malam telah larut namun Lili dan saudari kembarnya, Lila, tetap dipanggil oleh sang papa di ruang keluarga untuk diminta konfirmasinya atas kejadian tadi.

Papanya Lila dan Lili itu tidak sendirian di sana, karena ada pula tiga sahabat baiknya yang juga ingin mengetahui kenapa putri om Devan tersebut bisa nekat nyamperin Doni dan menyatakan cinta pada pemuda matang tersebut.

"Duduk kalian," titah sang papa pada kedua putri kembarnya dengan aura yang terlihat dingin. Rupanya, sang papa masih menyimpan rasa malu akibat ulah Lili di acara family gathering barusan.

Kedua gadis yang memiliki paras sama-sama menawan tetapi memiliki karakter yang berbeda tersebut kemudian duduk di sofa, berhadapan dengan sang papa. Sementara ketiga sahabat papanya, nampak diam dan memasang wajah berwibawa.

"Pa, sebelum papa dengar penjelasan Lili, boleh enggak kalau Lili panggil Mirza?" pinta Lili seraya menatap wajah sang papa dengan rasa khawatir, netra bening gadis itu melirik kearah sahabat sang papa yang mengernyitkan dahi karena nama sang putra di sebut.

"Ada apa dengan Mirza, Lili?" tanya daddy Rehan, ayah dari Mirza.

"Maaf Dad, ini semua awalnya dari Mirza," balas Lila, mewakili saudari kembarnya.

Ayahnya Mirza tersebut semakin mengernyitkan dahinya, sementara om Devan menatap daddy Rehan sambil geleng-geleng kepala. "Anak lu lagi Rey, biang keroknya!" gerutu om Devan.

"Belum tentu juga Dev, Lili kan juga suka bikin onar dan kecentilan!" cibir daddy Rehan dengan berbisik, "persis kayak lu!" imbuh ayah Mirza tersebut.

"Hey, gue laki sejati ya? Mana mungkin gue kecentilan!" protes om Devan yang ikutan berbisik.

Daddy Rehan tersenyum seringai seraya mengedikkan bahunya.

"Kalian berdua, kenapa malah bisik-bisik sih? Tuh, Lila sama Lili nungguin?" protes om Alex.

"Lila, panggil sana si Mirza. Sekalian sama Attar dan Nezia," titah om Devan pada Lila.

"Kok, anak gue juga?" Om Alex dan opa Alvian, protes bersamaan.

"Mereka kan kalau kemana-mana bareng terus? Bikin onar dan kerusuhan juga selalu bareng, gue heran deh sama generasi mereka ini?" balas om Devan seraya geleng-geleng kepala.

Ya, Lili, Mirza dan ketiga saudara seangkatannya itu senang sekali membuat keributan. Baik ketika mereka sedang berada di rumah ataupun di sekolah, karena kebetulan mereka berlima bersekolah di tempat yang sama.

Berbeda dengan generasi kakak-kakaknya yang santun dan menyayangi adik-adiknya, serta selalu berprestasi di sekolah.

Meskipun Lili, Mirza dan ketiga saudaranya itu juga berprestasi namun tetap saja orang tua mereka dibuat keki dengan tingkah anak-anaknya itu. Lantaran para orang tua tersebut seringkali mendapat teguran dari pihak sekolah, mengenai perilaku kelima remaja tersebut.

Lila langsung beranjak dan naik ke lantai atas untuk memanggil saudara-saudaranya.

Tak berapa lama, ketiga remaja tersebut menuruni anak tangga mengikuti langkah Lila, mereka berempat kemudian duduk di sofa bergabung bersama Lili dan para orang tua.

Mirza tersenyum jahil menatap Lili, sama sekali tidak ada rasa bersalah atau takut pada wajah remaja tampan bermata kebiruan tersebut.

"Bang Mirza, bisa jelaskan pada kami semua, ada apa sebenarnya?" tanya daddy Rehan seraya menatap sang putra.

Mirza tersenyum menatap sang daddy, dan remaja berkulit putih bersih dan berhidung mancung mirip sang daddy itu mengangguk. "Benar Dad, awalnya Mirza yang punya ide taruhan ini," balas putra keempat daddy Rehan tersebut dengan sangat tenang.

"Taruhan?" Opa Alvian bertanya seraya mengernyitkan kening.

"Iya Pa, kami taruhan siapa yang berani mendekati om Doni diantara mereka bertiga, maka dia akan mendapatkan voucher belanja dari kami semua," balas Attar dengan jujur mewakili saudara-saudaranya, seraya menunjuk Lila, Lili dan Nezia.

"Kenapa targetnya harus om Doni? Kan ada banyak cowok seusia kalian di sana?" tanya om Devan, yang langsung mendapatkan pelototan dari ketiga sahabatnya.

"Dev, kok lu malah mendukung aksi konyol mereka sih?" protes opa Alvian.

"Emm,, maksud om, kenapa kalian pakai taruhan segala?" Om Devan membetulkan pertanyaannya, seraya menatap kelima remaja tersebut.

"Lili yang punya ide untuk mendekati om Doni, om," balas Nezia yang sedari tadi diam saja.

"Benar begitu, Dik?" Om Devan menatap putri bungsunya penuh selidik.

Gadis cantik itu mengangguk membenarkan perkataan Nezia, "iya Pa," balas Lili singkat.

"Lili beneran suka sama om Doni, Pa," timpal Lila seraya melirik saudara kembarnya.

Om Devan mengernyit, "maksudnya? Kalian bahkan baru pertama kali ini bertemu dengan Doni?"

"Tapi Lili jatuh cinta sama om Doni pada pandangan pertama Pa," tegas Lili seraya menatap sang papa penuh harap.

"Mana mungkin Dik? Enggak ada yang namanya istilah jatuh cinta pada pandangan pertama?" Om Devan menampik, dan masih tak percaya dengan perkataan putri kesayangannya itu.

"Tapi Lili beneran suka sama om Doni Pa," kekeuh Lili yang sudah terbiasa bicara blak-blakan pada sang papa.

Om Devan memang sangat demokratis dan memposisikan diri sebagai sahabat bagi putra-putrinya, tak ada rahasia diantar ayah dan anak tersebut.

"Enggak-enggak, papa enggak setuju kalau kamu sama Doni!" tegas om Devan dengan mengusap kasar wajahnya.

"Papa enggak asyik ah,,," rajuk Lili sambil berlari menaiki anak tangga.

"Hufff,,," papanya si kembar itu menghela nafas kasar.

tobe continue,,,

I Miss You So Much

Pagi hari di kediaman om Devan, nampak keluarga pengusaha properti tersebut sedang menikmati sarapan pagi. Sang kepala keluarga, sedari tadi terdengar sedang menasehati salah seorang putri kembarnya yang centil.

Sementara sang istri, nampak asyik menikmati sarapan sambil ngobrol bersama putra sulung, Damian, yang saat ini sudah mengikuti jejak sang papa terjun ke dunia bisnis.

"Dik, papa harap saat ini kamu fokus sama kuliah dan jangan dulu mikirin cowok," pesan papanya si kembar Lila dan Lili, seraya menatap putri bungsunya.

Lili mengangguk malas, salah satu putri kembar om Devan ini memang berwatak sedikit pembangkang.

"Kalian berdua, baru saja masuk perguruan tinggi melalui jalur prestasi. Jangan sia-siakan kesempatan itu, dengan tidak serius dalam belajar." Om Devan menatap putri kembarnya bergantian.

"Lupakan juga tentang Doni!" Perintah om Devan dengan tegas, sembari menatap Lili.

Laili, atau yang biasa disapa Lili itu mengerucutkan bibir. "Lili benar-benar suka sama om Doni, Pa? Lili cinta sama dia? Kenapa sih, Papa enggak ngerti juga?" rajuk saudari kembar Lila tersebut.

"Nak, papa yakin itu bukan cinta. Apa yang kamu rasakan, pasti hanya rasa kekaguman sesaat dan akan segera menghilang seiring berjalannya waktu." Om Devan menatap putri kesayangannya, dengan penuh harap agar sang putri bisa mengerti.

"Ini cinta tulus Pa, Lili yang merasakannya?" kekeuh Lili, "Papa tahu kan, sewaktu masih sekolah Lili sering gonta-ganti cowok? Itu karena Lili enggak benar-benar cinta sama mereka Pa, tapi kalau yang ini beda?" imbuhnya berapi-api.

Om Devan menghela nafas kasar, laki-laki paruh baya itu tak tahu lagi harus bagaimana menasehati putrinya.

Sementara tante Lusi, sang istri tercinta mengusap lembut lengan sang suami. "Udah Pa, udah. Biar nanti mama yang bicara sama adik. Dia enggak bisa kita perlakukan dengan keras Pa, harus dibujuk dengan cara yang halus," bisik nya, mencoba menenangkan sang suami.

Om Devan mengangguk mengerti, laki-laki paruh baya itu tersenyum menatap sang istri. "Makasih Ma, Mama selalu bisa membuat papa tenang," ucapnya.

Sejenak, suasana di ruang makan itu menjadi hening. Masing-masing menikmati makanan di hadapannya.

"Hari ini, kalian berdua mulai aktif kuliah kan?" tanya om Devan memecah kesunyian.

"Iya, Pa," balas Lila, yang juga mewakili saudari kembarnya.

"Hati-hati bawa mobil, jangan ngebut," pesan sang papa.

Lila mengangguk patuh.

Beberapa saat kemudian, mereka semua telah menyelesaikan sarapan. Lila dan Lili segera beranjak, untuk berpamitan kepada kedua orang tuanya.

Kedua gadis cantik yang memiliki postur tubuh sama persis itu menyalami papa dan mamanya, juga sang abang yang sedang fokus dengan ponsel di tangan.

"Dik, belajar yang benar ya dan nanti kalian langsung pulang ke rumah. Kalau mau main, ajak saja yang lain kesini," pesan sang mama dengan lembut.

Lila mengangguk patuh, sedangkan Lili tersenyum cengengesan. "Enggak janji ya, Ma," balasnya sambil memeluk sang mama sekilas.

Mama tiga anak yang masih terlihat cantik itu tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepala, "mama juga enggak suka dengan janji, apalagi kalau janjinya palsu. Mama sukanya sama anak yang patuh dengan nasehat baik dari orang tua," ucap tante Lusi, mencoba mengetuk hati sang putri dengan kata-kata yang lembut.

Lili mengangguk meski dengan bibir yang mengerucut, "iya Ma, InsyaAllah nanti kami langsung pulang."

"Ingat pesan papa ya Nak, lupakan saja Doni. Di kampus pasti banyak pemuda yang lebih segalanya dari om-om itu," ucap om Devan, ketika putri bungsunya berpamitan.

"Papa ih, sebel deh? Enggak asyik banget sih, jadi orang tua?" Bibir putri bungsu om Devan itu semakin mengerucut, "dia memang sudah dewasa, Pa, tapi kan om Doni masih terlihat seperti seumuran Abang?" imbuhnya yang tetap ingin dimengerti sang papa.

"Lili, ayo. Nanti kita terlambat," ajak Lila.

"Papa nih, ceramah melulu dari tadi," Lili melirik sang papa, masih dengan bibirnya yang mengerucut.

"Abang, salim!" seru Lili menghampiri abangnya, yang masih saja fokus dengan ponsel di tangan.

"Apaan sih Dik, teriak-teriak kayak di hutan?" protes Damian yang merasa terganggu dengan suara berisik Lili, "tadi kan udah salim," lanjutnya.

"Lili belum Bang, tadi Lila yang salim?" Lili kembali cemberut, gadis centil itu kemudian menyalami Damian dan segera berlalu, yang diikuti oleh Lila.

Om Devan hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan sikap putri bungsunya, yang memiliki karakter berbeda jauh dengan saudari kembar dan juga sang mama. "Mirip siapa sih, dia?" gumam om Devan bertanya, yang entah dia tujukan kepada siapa.

"Yang jelas bukan mirip Mama, Pa." sahut Damian seraya tersenyum dan menatap sang papa dengan menuduh.

"Lantas maksud Abang, adik mirip papa?" protes om Devan.

Damian mengangguk cepat, begitu pula dengan tante Lusi yang juga mengangguk setuju.

"Ck,,," laki-laki tampan itu berdecak, "kalian ini, malah bersekongkol memojokkan papa!" kesal om Devan.

"Abang berangkat dulu sana," titah om Devan seraya menatap sang putra, "tolong cek kembali laporan masuk dari progres proyek yang di Tangsel," lanjutnya.

"Memangnya, Papa mau kemana?" tanya Damian mengernyit.

"Papa ada project sama Mama cantik," balas om Devan tanpa tedeng aling-aling, seraya tersenyum menatap sang istri.

"Pa, yang benar dong kalau bicara! Masih ada Abang?" protes tante Lusi, seraya mencubit perut rata sang suami.

"Santai aja Ma, abang enggak dengar kok," balas Damian seraya beranjak dan kemudian menyalami kedua orang tuanya, untuk segera berangkat ke kantor.

Om Devan terkekeh senang, "good Boy," ucapnya sembari menepuk punggung sang putra.

"Ma, project nya mau di ruang makan atau dimana?" Om Devan memainkan kedua alisnya, seraya tersenyum menggoda pada sang istri sesaat setelah sang putra meninggalkan meja makan.

Tante Lusi geleng-geleng kepala, "terserah paduka yang mulia saja," balasnya asal seraya beranjak menuju kamar, yang langsung diikuti oleh sang suami dengan tertawa senang.

&&&&&

Di kantor Doni, pemuda matang itu nampak masih sibuk dengan berkas-berkas dihadapannya. Sementara di samping Doni, seorang wanita cantik yang merupakan sekretaris perusahaan masih setia menunggu dokumen yang sedang diperiksa oleh Bos Muda PT. SANJAYA GROUP tersebut.

"Mbak,tolong yang saya coret di revisi lagi." titah Doni tanpa memandang kearah sang sekretaris.

"Yang bagian mana, Mas?" tanya Rissa dengan mendayu, sambil membungkukkan badan dan menampakkan belahan dadanya yang besar, yang tidak tertutup sempurna tersebut.

Ya, sekretaris seksi itu memakai blouse dengan kerah berbentuk huruf V yang menampakkan belahan dadanya yang montok.

Doni menghela nafas kasar dan membuang pandangannya, "bawa saja ke meja kamu, dan teliti di sana!" ketus Doni, yang tidak menyukai wanita yang agresif dan penggoda seperti sekretarisnya itu.

"Baik, Mas," balas Rissa seraya mengerucutkan bibir, gadis muda itu segera mengambil file yang baru saja di periksa oleh Doni dan kemudian hendak berlalu.

"Rissa," panggil Doni, hingga membuat sekretaris dengan make up tebal itu langsung menoleh dengan senyum yang mengembang sempurna.

Rissa merasa sangat bahagia, karena Bos Muda itu akhirnya mau menyebut namanya. Gadis itu seperti mendapatkan jackpot, "iya Mas, ada yang bisa Rissa bantu?" tanya Rissa dengan melembutkan suara dan mendekat kearah Doni, hingga jarak keduanya begitu dekat.

Doni menatap sekilas sang sekretaris, "sudah berapa kali saya bilang, panggil saya Pak!" seru Doni.

Tubuh seksi gadis itu langsung lunglai, "iya Mas, eh... Pak," balas Rissa.

"Ya sudah, saya cuma mau mengingatkan itu!" ucap Doni yang terdengar ketus di telinga Rissa.

"Baik, Pak. Saya permisi," pamit Rissa dengan hati yang kecewa, gadis seksi itu segera berlalu meninggalkan ruangan dingin sang Bos yang menjadi target incarannya.

Setelah Rissa berlalu dari ruangannya, Doni melirik arloji mewah di pergelangan tangan yang menunjukkan pukul dua belas siang, waktu baginya untuk istirahat makan siang.

Pemuda matang itu melonggarkan dasi di leher dan menyandarkan tubuh di kursi kebesaran, yang beberapa hari ini telah menjadi milik Doni.

Dia pejamkan matanya sambil bergumam, "andai sudah ada istri, pasti ada yang mengingatkan dan menemani aku untuk makan siang."

Tepat disaat Doni baru selesai bergumam, pintu ruangan khusus Chief Executive Officer dibuka dari luar dan seorang gadis berhijab modis dengan riang menyapa Doni seraya berlari mendekat ke meja putra bungsu papa Sanjaya tersebut. "Om Doni, I miss you so much."

Mendengar suara yang masih terngiang indah di telinganya itu, membuat Doni langsung membuka mata. Dan tatapan pemuda matang itu membulat, begitu melihat siapa yang telah berkunjung ke kantornya siang ini. "Kamu?"

tobe continue,,,

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!