NovelToon NovelToon

Mengejar Cinta Pembalap: COWOK 4G

Introduksi

Matahari menyapa Jakarta!

Langit cerah pagi itu terlihat semringah dan sedikit lapar menatap dua petugas security yang sedang lahap menyantap roti dan menikmati secangkir kopi di pos satpam depan gedung pusat olahraga biliar---Diamond Billiards.

Angin kencang bercampur debu terlihat lincah dan usil mengerjai ibu-ibu petugas kebersihan berseragam oranye cerah di sepanjang jalan raya yang membentang di depan gedung itu.

Pohon-pohon palem kurus yang berderet di sepanjang taman tepi jalan bergoyang-goyang mengikuti irama musik dangdut Titi Kamal yang diputar dalam gedung, menemani Mbak Suzy dan Ceuceu Lenny yang sedang bergeliat-geliut di seputar meja biliar, tapi bukan sedang bergoyang, mereka sedang sibuk membersihkan meja dan mengelap papan-papan skor di dinding.

Dua wasit lainnya, Teh Nyai dan Neng Ita, sedang menyapu dan mengepel lantai koridor sambil joget-joget dan bernyanyi mengikuti Titi Kamal.

Lay, lay, lay, lay, lay, lay… panggil aku si jablay!

Abang jarang pulang, aku jarang dibelai!

Melihat Teh Nyai yang bahenol geal-geol, cowok-cowok SMA yang sedang berkerumun makan nasi uduk di warung seberang sampai terbahak-bahak, dan tanpa sadar, jempol mereka juga ikut bergoyang, sementara kepala mereka mengangguk-angguk.

Salah satu dari cowok SMA itu bernama, Ryan Gunawan---biasa dipanggil Igun. Dua di antaranya bernama Irgi Mahesa---biasa dipanggil Gigi dan Bimo Satria---biasa dipanggil Bemo. Yang satunya lagi bernama Deni Darmawan---biasa dipanggil DeDe, kadang-kadang dipanggil Pak Satpam, tapi paling sering dipanggil kepala sekolah.

Apa coba? Begitu aja dibahas!

Elijah mengusap wajahnya sembari mengerang frustrasi. Ketika ia menurunkan tangan dan membuka matanya lagi, pemandangan itu tak mau lenyap.

Ini jelas bukan mimpi! pikirnya sedikit jengkel.

Bagaimana tidak?

Anak-anak sekolah di warung seberang itu seolah mengingatkan, ini sudah hari Senin—Elijah bolos sekolah.

Terjebak di kota asing yang disebut ibukota, yang katanya lebih kejam dari ibu tiri.

Tapi…

Sekejam-kejam ibu tiri, sebetulnya masih jauh lebih kejam Ibu Author.

Dan…

Percaya atau tidak, musik dangdut itu bisa merusak citranya---Elijah adalah seorang musisi metal.

Dialah tokoh utamanya—protagonis wanita dalam cerita ini.

Nama aslinya Eleazah van Allent, tapi dia lebih suka dipanggil Elijah.

Bedanya apa coba?

Elijah cewek tomboi berambut bondol, berdarah campuran Indo-Belanda. Wajahnya oval, sedikit berbintik-bintik. Usianya baru enam belas tahun.

Maaaaaak… Elijah saba Jakarta!

Ups---lupa! Emaknya udah meninggal.

Elijah tinggal di sebuah kota kecil yang… lumayan jauh dari Jakarta. Namanya Rangkasbitung. Dan… dia di sini, niatnya cuma sebentar.

Gadis mungil berambut bondol itu duduk cemberut di atas sepeda motor butut bermerek YangMaha---maksudnya—Yamaha RX King milik Devian Bernhard, yang terparkir di pekarangan Diamond Billiards yang masih terlihat lengang.

Sudah lebih dari satu setengah jam gadis itu menunggu si pemilik sepeda motor butut yang lebih akrab disapa Dapé—maklum Batavia, tapi belum ada tanda-tanda cowok gondrong keriting blasteran Ambon dan Betawi itu akan muncul.

Dapé tinggal tak jauh dari Diamond Billiards---katanya, akamsi—anak asli kampung sini. Dia bilang hanya pulang sebentar untuk mandi dan ganti baju—tapi kayaknya ganti kulit juga.

Lama banget! Elijah mulai tak sabar.

Dengan wajah ditekuk lima, gadis itu memandang bosan empat cowok atletis yang berkerumun di jalan masuk depan gerbang dekat pos satpam---ngalangin jalan, woy!

Ngerusak pemandangan juga.

Tapi selain keempat pelanggan Diamond Billiards itu, tidak ada lagi pemandangan bagus.

Tokoh utama pria masih belum datang!

Cowok-cowok SMA di warung seberang juga sudah bubar, beberapa menit sehabis lagu Titi Kamal diputar berganti lagu dangdut lainnya—Keong Racun.

Tokoh utama kita sebetulnya hidup di zaman apa sih?

Segala ada Keong Racun!

Nah, salah satu dari Keong Racun itu… Ups—maksudnya, cowok-cowok itu, punya wajah lumayan tampan—mirip opa-opa Korea. Kulit putih, bibir tipis, wajah lancip dan rambutnya selurus penggaris---panjang sampai ke bahu. Namanya Ardian Kusuma. Biasa dipanggil… Ko Ard. Katanya dia master di biliar ini.

Tapi bukan dia tokoh utamanya!

Tokoh utamanya masih belum datang.

Beberapa menit kemudian, suara klakson mobil mendengking nyaring di luar gerbang.

Sebuah Lamborghini Veneno merah kirmizi, merangkak masuk ke pekarangan.

Kedua petugas securtity di pos satpam serentak berlomba beradu kecepatan dan berebut ke arah gerbang, tergopoh-gopoh memberi hormat.

Cowok-cowok rumpi berbadan atletis yang berkerumun di jalan masuk tadi langsung berpencar dan menyingkir dari jalan.

Mobil mewah pun menyeruak masuk dan berhenti, tak jauh dari motor butut Devian. Perbedaannya seperti langit dan bumi.

Suasana gedung yang semula gaduh mendadak hening. Semua orang penasaran.

Teh Nyai dan Neng Ita berhenti bergoyang dan terperangah, mereka menoleh ke arah mobil dengan mata dan mulut membulat.

Mbak Suzy dan Ceuceu Lenny tercengang dan berjejal di pintu.

Pintu mobil terbuka!

Kaki kanan keluar lebih dulu---berbungkus sepatu mahal bermerek terkenal yang tidak dijual di Indonesia, begitu pun celana jeans-nya, menyusul kaki kirinya, lalu badannya, dan muncullah sosok tinggi berambut ikal sebahu mengenakan t-shirt putih berlapis jaket kulit hitam mengkilat. Anting perak berkilau di satu telinga. Wajah putih bak boneka porselen, dagu lancip khas boneka migi, hidung mancung mendongak, bibir tipis kemerahan… sempurna!

Muda, tampan, kaya.

Cowok tampan selangit itu menyisir rambutnya dengan jari-jari tangannya. Berjalan dengan gagah menyusuri pekarangan sembari menebar senyum. Bunyi ketukan sepatunya di permukaan conblock, membuat suasana terasa lengang.

Tidak seorang pun mengeluarkan suara.

Kepala Teh Nyai dan Neng Ita bergulir mengikuti gerakan pria itu, mata mereka mengerjap-ngerjap, hidungnya kembang-kempis seiring pria itu melintas di depan mereka menebarkan wangi parfumnya yang juga mahal.

Benar-benar juara!

Dari ujung rambut sampai ujung kaki, semuanya bermerk.

Mbak Suzy dan Ceuceu Lenny spontan minggir memberi jalan.

Tapi cowok itu tiba-tiba berhenti, lalu membungkuk.

Tali sepatunya lepas!

Kirain mo nyapa ala-ala Itali---pikir Mbak Suzy.

Dari bawah, sesekali, kepala cowok itu mendongak ke atas, memandangi Mbak Suzy dan Ceuceu Lenny yang mesem-mesem kesemsem.

Dan…

Selesai!

Cowok itu bangkit berdiri, merapikan bajunya, dan melepas kacamata hitamnya, kemudian diselipkan di saku jaketnya. Sepasang mata cokelatnya berkeriap ke sekeliling tempat mengedarkan pandang, sampai… tak sadar kalau di depannya…

BUG!

Ada tiang.

Cowok tampan selangit itu menabrak tiang!

Awalnya dia masih… sok cool. Tak lama kemudian dia menunjukkan aslinya, "Sapa yang naro tiang di mari?" gerutunya sembari menendang tiang sialan itu.

Elijah membekap mulutnya menahan tawa.

Cewek-cewek biliar itu tidak berani tertawa.

Cowok tampan selangit itu pelanggan VVIP mereka. Bisa dibilang… dialah bos besar di tempat ini. Sudah menjadi semacam… "sang aturan" di sini.

Namanya Martin Hernandez, biasa dipanggil… KoMar---maksudnya Koko Martin.

Dia juga bukan tokoh utamanya—masih figuran.

Jadi siapa, dong?

Sabar!

Tokoh utamanya masih dalam perjalanan.

Aish… Authornya ngajak berantem!

Dari sudut pekarangan, dari arah pertigaan, sebuah sepeda motor butut yang… sama persis dengan milik Devian---lebih ancur malah, melesat cepat melewati warung rokok pinggir jalan dengan suara bising yang bisa membuat siapa pun yang mendengarnya terkena serangan jantung.

Detik berikutnya, motor butut yang lebih cocok diberi merek Ya Tuhan itu, mendadak seperti tersedak, mesinnya terbatuk-batuk dan mati tercekik di dekat gerbang biliar.

Cowok di atasnya membungkuk untuk memeriksa dan mengotak-atik bagian mesinnya sembari memainkan gas, meraung-raungkan knalpotnya, wajahnya tersembunyi di balik cover body. Tangannya belepotan oli, celana jeans-nya robek-robek di bagian lutut dan coreng-moreng oleh—apa lagi kalau bukan—oli. Cowok itu mengenakan t-shirt putih berlapis kemeja flanel merah-putih.

Jangan bilang kalau dia tokoh utama pria dalam cerita ini!

Tahan…

Tidak lama kemudian, mesin Harley Kutukan itu kembali menyala, cowok itu menyibak rambutnya yang ikal gelombang berwarna cokelat madu, yang… entah hasil polesan atau warna aslinya memang begitu.

Begitu dia mengangkat wajahnya…

Ceritanya bersambung…

Verse-1

Whoaaaaa… Elijah tergagap dengan mata dan mulut membulat, matanya berbinar-binar, hampir pingsan karena berdebar-debar, terpikat oleh sosok berbahaya yang baru saja tiba. Begitu terpesona, sampai tak sadar kalau dia menahan napas.

Ya, Tuhan… Batinnya takjub. Apa dia malaikat? 

Elijah benar---pria itu memang malaikat, malaikat kematiannya kelak.

Pria itu…

Begitu indah!

Wajah bule kearab-araban, alis tebal melengkung, bulu mata lebat melentik, hidung mancung sempurna, bibir tipis berisi, dagu bulat menonjol. Tinggi badannya sekitar seratus delapan puluh, bahu lebar, pinggang ramping… pokoknya tampan maksimal dengan kadar ketampanan hingga empat belas karat---asli tampan.

Sayangnya belepotan oli!

Itu adalah pertama kalinya Elijah memandang kagum seorang pria seumur hidupnya.

Kalung perak berbandul salib menggelantung di dada bidang pria itu, menampilkan seorang pribadi yang bertanggung jawab---memanggul salibnya. Ujung kemeja flanel yang terbelalak berkibar di belakang tubuhnya saat sepeda motornya melesat. Untaian rambut ikalnya yang bergelombang, terhempas ke belakang mengekspos wajah tampannya yang tidak dibuat-buat, menjadikan pria itu terlihat berantakan sekaligus menawan—meski terkesan berengsek.

Ah, sebut saja… cowok berengsek belepotan oli!

Dialah tokoh utamanya.

Nah, kan?!

Tokoh utamanya malah belepotan oli.

Namanya Evan Jeremiah, usianya dua puluh satu tahun, blasteran Indo-Belanda juga---sama seperti Elijah.

Wah… mereka berjodoh ya…

Belum tentu.

Eleazah van Allent adalah musisi metal, sementara Evan Jeremiah seorang pembalap. 

Lea tinggal di kota kecil, sementara Evan di kota besar.

Lea masih duduk di bangku SMA, sementara Evan sudah lulus kuliah.

Tunggu dulu!

Di deskripsi dikatakan Elijah dijuluki sebagai anak esempe yang mukanya norak—Whoa—penulisnya gak konsisten, nih!

Itu kan, cuma julukan.

Yang namanya julukan terkadang tidak sesuai dengan kebenaran.

Setiap orang punya julukan yang berbeda-beda untuk setiap orang menurut penilaian pribadi masing-masing—semerdeka otaknya, lah.

Jangan lupa!

Author juga mengatakan Elijah adalah gadis mungil.

Tau, kan, artinya mungil?

Kurus, kecil… idup lagi!

Nah, kembali ke alur cerita…

Keduanya memiliki latar belakang dunia yang berbeda dengan usia yang jauh berbeda.  Apalagi jarak rumahnya.

Dan…

Pertemuan mereka tak semanis cerita cinta lainnya.

Cowok berengsek itu bahkan tak sadar kalau dirinya sedang diperhatikan!

Dia berlalu begitu saja tanpa menoleh ke sana kemari, melewati Elijah yang tertutup pagar tinggi di ujung halaman, kemudian menghilang secepat dia datang.

Jiaaah… muter lagi kek, Bang! harap Elijah. Kedua bahunya kembali melemas dan serangan rasa kantuk kembali menyerang.

Elijah tak cukup tidur.

Malam sebelumnya, ia berangkat ke Bandung dan hanya sempat memejamkan matanya sebentar di bis selama dalam perjalanan. Lalu tidak sempat istirahat lagi karena harus latihan, dan… anak metal sudah pasti begadang, dong!

Sementara keesokan harinya ia harus tampil dan pulangnya kesorean. 

Devian menawarkan tumpangan dan berjanji akan mengantarnya pulang.

Celakanya, motor butut Devian malah mogok dalam perjalanan. Akhirnya mereka kemalaman di jalan dan kepagian sampai di Jakarta.

Dan sekarang, vocalist male itu hilang pula.

Niat amat pen nyeksa gua, Si Kampret! Elijah menggerutu dalam hatinya.

Lalu akhirnya melompat dari sepeda motor butut Devian yang setia dijaganya sejak Nyonya Meneer belum bisa berdiri. Lalu bergegas ke dalam gedung biliar untuk menemui Mbak Suzy dan Ceuceu Lenny. Tadi sebelum Devian pergi, Si Kampret satu itu menitipkan Elijah pada kedua wasit wanita itu.

Elijah bermaksud menanyakan, barangkali ada yang tahu di mana rumah Devian.

Gua bom ntar ga rumahnya! Niatnya.

Tapi Mbak Suzy ternyata sedang sibuk menyusun bola di salah satu meja, sementara Ceuceu Lenny berlari ke sana kemari untuk melayani berbagai macam permintaan para pelanggan. Ada yang minta minuman, camilan, rokok, kartu, spidol, sampai senyum… masih diminta juga.

Sementara Ceuceu Lenny sedang menyodorkan minuman kepada pemain yang sedang kehausan, pemain lain meneriakinya—minta ditabok, disusul permintaan lain dari pemain lainnya. Begitu seterusnya perempuan Sunda itu sampai kocar-kacir, seolah-olah ia bahkan tak sempat untuk sekadar menghela napas.

Bola-bola berderak saling berbenturan bercampur suara-suara pekikan dan gumaman para pemain yang terdengar gaduh. Musik dangdut yang sedang diputar sekarang: Goyang Dombret.

Cowok-cowok SMA yang tadi nongkrong di warung seberang mulai joget-joget dan mengangguk-angguk lagi.

Lho? Kok… mereka ada di situ?

Udah pasti madol, lah! Memang apa lagi?

Teh Nyai kambuh geal-geol sembari menyusun bola di meja anak-anak SMU yang madol itu. Mereka juga ternyata buka table. Entah benar-benar pecinta biliar atau sekadar pelarian dari mata pelajaran.

Elijah tak ingin tahu!

Elijah hanya tidak mengira tempat itu tahu-tahu sudah penuh. Ia tak yakin kapan tepatnya para pelanggan itu mulai berdatangan, meja-meja biliar itu sudah terisi semua. Dan… wasit-wasit itu sepertinya sangat sibuk.

Si gondrong perlente yang tampan selangit bergaya semerek---maksudnya semarak, berteriak pada Ceuceu Lenny dari ujung meja meminta bolanya segera disusun, sementara si tampan lainnya sedang memesan minuman kepada wanita itu.

"Sabar, KoMar!" geram si Ceuceu sembari melotot. "Lu gak liat gua lagi apa?"

"Lagi kerja pan, lu?" KoMar tak mau kalah kalau soal adu bacot. "Kerja lu ngelayanin pemaen, pan. Salah gua di mana coba?"

Ceuceu Lenny membeliak sebal. Lalu buru-buru menyusun bolanya.

Yang lain-lainnya cuma geleng-geleng menanggapi kelakuan KoMar.

Musik dangdutnya udahan, berganti Keong Racun lagi.

Elijah memutar-mutar bola matanya dengan tampang sebal.

Entah siapa dari keempat cewek-cewek Sunda itu yang---kayaknya—cinta mati sama Keong Racun.

"Aaaargh!" KoMar berteriak mengejutkan seisi ruangan cuma gara-gara gagal nge-break. "Lu mau matiin kagak tu, Keong Racun, hah?" rutuknya tak menjurus.

Dia yang  g o b l o k, Keong Racun yang disalahin!

Elijah mendesis menahan tawa.

Si gondrong perlente bergaya semerek itu langsung meliriknya. "Cari siapa, Neng?" ia bertanya sembari menyodok.

Seisi ruangan serentak menoleh pada Elijah.

"Nyari bapak?" ejek si KoMar sembari meluruskan tubuhnya. "Bapak mana? Bapak mana? Mau Bapak Otjang, apa Bapak Ardian?" cerocosnya sembari mengerling ke arah teman-temannya. "Apa mau bapakpelur?" ia menambahkan.

Semua orang tergelak menanggapi lelucon si KoMar.

"Ikut aku aja ke bapak penghulu!" Cowok SMA yang bernama Ryan menimpali dari meja seberang.

Wajah Elijah serasa terbakar. Ia mengerjap sedikit gelisah dan melirik satu per satu wajah-wajah di sekitar meja si gondrong parlente itu, lalu melirik ke arah meja anak SMA. Gak ada yang bagus, pikirnya masam. Lalu mengalihkan pandangannya untuk mencari objek lain yang rada lumayan—adem---Ardian Kusuma.

Cowok gondrong tapi kalem yang tampannya mirip opa-opa Korea itu hanya tersenyum simpul, sebelum akhirnya berpaling dan membungkuk di atas meja biliar untuk menyodok bolanya.

"Lho, kamu belum pulang?" Mbak Suzy yang hitam manis memekik terkejut, menyadari keberadaan Elijah.

Elijah menggeleng cepat-cepat.

"Si Dapé belon balik lagi emang?" Wajah Mbak Suzy terlihat cemas sekaligus jengkel.

Elijah menggeleng lagi.

"Seh—dah, yak… anak sih, kelewatan bener!" Mbak Suzy menggerutu.

"Sini, sini, ikut ayah!" KoMar melambai-lambaikan tangannya sembari mendekat pada Elijah dengan bersemangat.

Seisi ruangan kembali tergelak.

Ardian Kusuma masih fokus menyodok bola. Sepertinya dia lagi menang banyak.

"Ada yang tau rumahnya, nggak?" Elijah bertanya---entah kepada siapa, sembari mengedar pandang meneliti wajah-wajah semua orang.

Cowok SMA yang namanya Ryan mengerling ke arah Elijah sambil mesem-mesem. Cowok mungil yang akrab disapa Dede sedang sibuk memasukkan bola.

"Nah—tuh, si KoMar tau!" Ceuceu Lenny spontan berseru sembari menunjuk KoMar.

"Lu nggak liat gua lagi maen?" sergah KoMar sembari membungkuk, bersiap menyodok bola putih. Tapi wajahnya mendongak memelototi Ceuceu Lenny.

"Iya, udah! Sekalian maen… maen yang jauh gidah!" tukas si Ceuceu semerdeka otaknya.

Seisi ruangan sekarang terbahak-bahak.

KoMar tidak tertawa. Dia menoleh pada Elijah sembari tersenyum miring. "Emang kalo Koko yang anterin, kamu mau?"

Elijah mengerjap dan menelan ludah, belum mengangguk setuju.

KoMar tahu-tahu sudah menambahkan, "Jadi pacar Koko?"

Wuah! Elijah spontan melengak. 

Otaknya kurang suplemen!

Muda, tampan, kaya…

Otaknya cuma dikit!

Kenapa dia gak pake otak impor semerek juga?

Verse-2

Dalam situasi seperempat genting, Devian akhirnya muncul sembari menguap.

Cowok gondrong keriting berkulit eksotis itu---ah, sebut saja hitam legam, memasuki ruangan dan berhenti di ujung gang antara deretan meja-meja di dekat Elijah sembari bertolak pinggang. "Ini ngapa yak, masuk kemari jadi berasa kek nyasar ke rawa-rawa?" cerocosnya tanpa dosa. "Isinya buaya mulu!"

Elijah spontan menoleh ke arah Devian setengah mendongak, untuk melihat wajahnya yang tanpa dosa itu.

Devian balas menoleh dan tertunduk memperlihatkan wajahnya pada gadis itu untuk memperjelas betapa dia tidak berdosa.

"Lu dari mana sih, Pé?" Mbak Suzy merongos pada Devian seolah dia Emak Nyak.

"Abis mandi," jawab Devian tanpa beban sedikit pun.

"Kok masih item?" Mbak Suzy ngelawak, yang secara otomatis ditanggapi gelak tawa seisi ruangan.

"Gua c i p o k putih, lu!" Devian mendengus sembari mendelik ke arah Mbak Suzy.

"Bawa anak perawan orang kagak tanggung jawab, lu!" Mbak Suzy melanjutkan omelannya sembari membungkuk di ujung meja untuk memunguti bola dari kabinet dan menyusunnya di atas meja.

"Au, luh!" Ceuceu Lenny menimpali sembari mendelik

Devian mengerling ke arah Elijah sembari menyeringai.

Elijah langsung mendengus dan memutar-mutar bola matanya dengan tampang muak.

Ardian Kusuma yang saat itu sedang berusaha membidik bola, melirik ke arah Elijah sembari tersenyum simpul. Barangkali dalam hatinya ia berkata, "Yang sabar, ya…"

Devian melingkarkan sebelah tangannya di bahu Elijah, "Cabut nyok, ke rawa-rawa nyang laen," katanya sembari menarik gadis itu keluar. "Di mari buayanya menang mangap doang lebar. Nyali sama isi dompetnya sama ciutnya!" cemoohnya sembari melirik ke arah KoMar.

Cewek-cewek wasit mendesis tertawa.

"Gua jumpshot mental lu ke rawa-rawa!" rutuk KoMar sembari menjujukan stik ke arah Devian. "Snook kan tuh, bola gua," gerutunya sembari menurunkan stiknya. "Taroan gede, nih!" cerocosnya membual.

"Bacot lu masih kurang gede, KoMar!" Devian meneriakinya dari ambang pintu.

"Lu mandi apa semedi sih, Pé?" Elijah menggerutu setelah mereka sampai di parkiran. "Lama banget!"

"Gua ketiduran," kata Devian dengan entengnya.

"Buseh!" Elijah spontan merongos. "Gak ada otaknya, lu!"

"Ada… cuma dikit!" Devian menjawab datar sembari menaiki sepeda motornya dan memasang helm, lalu menambahkan, "Itu juga letaknya di jempol!"

"Terus ngapa lu pake helm di kepala?" seloroh Elijah.

Devian menyodorkan helm lain ke arah Elijah sembari merongos, "Otak lu di jempol kaki, Malih!"

Elijah merenggut helm di tangan Devian sembari merengut, tak berdaya mendebatnya lagi.

Devian menyela sepeda motornya dan kendaraan terkutuk itu pun meraung mengeluarkan suara sember yang mendengking.

Elijah mengernyit sembari membekap kedua telinganya.

"Jiah!" Devian melengak. "Ikut kagak?" teriaknya di antara suara bising knalpotnya.

"Ya---ikut, lah! Kapan ceritanya gua yang mau pulang!" sembur Elijah tak sabar. Masih sembari mengernyit, ia pun memasang helmnya, kemudian naik ke boncengan.

Detik berikutnya, sepeda motor itu menghentak dan menggelinding meninggalkan parkiran.

"Kecilin, Woy!" Salah satu petugas security meneriaki Devian ketika mereka melintas di depan pos satpam. "Berisik, tau!"

Dikiranya suara knalpot bisa diputar dan dipencet-pencet?

Devian mengayunkan sebelah kakinya ke samping hingga si petugas security itu menyisi sembari tertawa-tawa.

Mencapai bagian luar pintu gerbang, suara bising sepeda motor lain yang sama kacaunya mendengking dari arah kelokan, dan secara mendadak Devian mengerem sepeda motornya hingga kepala Elijah tersuruk membentur punggungnya.

"Pelan-pelan, Setan!" Elijah menoyor kepalanya.

"Cari mati lu, ya?" hardik si pengendara sepeda motor satunya, yang secara otomatis membuat Elijah melongokkan kepalanya melewati bahu Devian dan terkesiap.

Pengendara sepeda motor yang hampir menabrak sepeda motor Devian itu ternyata Evan Jeremiah, bule tampan kearab-araban.

Nah—tu dia, si tampan… liwat lagi! batin Elijah girang.

Godain adek apa, Bang! harap Elijah dalam hatinya. Belepotan oli, belepotan oli, dah! batinnya kelojotan.

Tapi boro-boro nge-godain, ngelirik—barang sedikit juga kagak.

"Mati kok dicari?" gerutu Devian. "Kagak dicari juga ntar dateng ndiri. Minggir lu dari jalan gua!" hardiknya.

"Elu yang di pinggir, gua yang di jalan!" Evan balas menghardiknya. "Lu yang ngalangin jalan gua!"

"Gua akamsi!" gertak Devian membual.

"Gua akabri!" Evan pun tak mau kalah.

"Apaan lu, akabri?" Devian sontak terperangah, menunjukkan karakter aslinya---langsung t o l o l dalam sekejap.

"Anak Kabinet Republik Indonesia," cerocos Evan dalam sekali tarikan napas.

"Maksain amat lu, Bangsad!" sembur Devian.

Elijah berdesis menahan tawa.

Kedua petugas security di pos satpam menonton mereka sembari terkekeh.

Sepertinya Devian menemukan lawan yang setimpal untuk beradu argumen.

"Minggir!" desak Evan sembari mengedikkan setang, membenturkan ban sepeda motornya ke ban sepeda motor Devian. "Anak pejabat mau lewat!"

Devian kalah debat. Repot urusannya kalo udah ngelawan anak pejabat, pikirnya tak mau pusing. Lalu ia memundurkan sepeda motornya sedikit, meski sambil menggerutu. Sejurus kemudian, sepeda motor milik Evan meraung dan melesat cepat meninggalkan tempat itu, sementara sepeda motor Devian terhentak dan mati.

"Pake mati lagi, si kampret!" gerutu Devian, mengutuki sepeda motornya. "Romannya ciut denger anak pejabat?!"

"Itu temen lu, Pé?" Elijah mulai kepo.

Devian menyela sepeda motornya sembari menoleh ke belakang. "Ngapa lu, demen?"

Elijah cengar-cengir sembari menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak terasa gatal. "Ganteng banget…!"

"Makasih…" timpal Dapé kepedean.

Senyum gadis itu langsung lenyap. "Bukan elu, Bang…" geramnya setengah menggumam, kemudian menjambak rambut Devian yang tersembul di bawah helmnya, sembari menambahkan, "Sad!"

"Sakit, De…" Devian meringis sembari menarik rambutnya dari cengkeraman tangan Elijah. Kemudian menambahkan, "O-eN-Ge-O!"

Tak lama kemudian mesin kendaraan itu kembali terbatuk-batuk, lalu mengentak dan menggelinding.

"Itu dia ngapain sih, muter-muter dari tadi?" Elijah melanjutkan sesi wawancaranya. "Gua liat udah dua kali dia muterin biliar selama gua di mari!"

"Nge-tes motor," jawab Dapé singkat. Sepeda motornya meluncur pelan memutari gedung biliar, dan sampai di bagian luar halaman belakang.

Sejumlah motor trail berderet di sepanjang tepian di bagian luar pekarangan gedung itu. Beberapa di antaranya sejenis dengan sepeda motor milik Devian---Yamaha RX King yang dimodifikasi.

Sebut saja, Harley Kutukan!

Tak jauh dari gedung itu terdapat sebuah sirkuit lumpur yang curam dan berkelok-kelok. Beberapa pengendara sepeda motor trail sedang beraksi di tengah sirkuit, sementara para pengendara sepeda motor modifikasi berkerumun di tepi sirkuit.

Evan berada di tepi sirkuit.

Mata Elijah spontan membulat dan berbinar-binar. "Wuah…" gumamnya terpesona. "Dia pembalap, Pé?" Elijah makin penasaran.

"Bukan! Dia knalpotnya!" seloroh Devian mulai capek. "Lu tau pan, knalpot racing?"

Elijah tak mau tahu. Mengingat setelah ini dia mungkin tidak punya kesempatan lagi untuk bertemu dengan cowok tampan empat belas karat, gadis itu mendadak hilang kendali dan mulai merengek-rengek. "Pé, ke sono yuk, Pé… gua pen liat, bentar aja!"

"Liat apa, lu?" Devian spontan merongos. "Knalpot racing?"

Elijah langsung cemberut sembari mendorong punggung Devian dengan sikap ketus.

Devian menyisi dan menghentikan sepeda motornya, lalu menoleh ke belakang. "Lu pen ngejar dia?" tanyanya sambil mengayunkan ibu jari ke arah sirkuit melewati bahunya.

Elijah memberengut antara menahan senyum dan menahan gengsi.

"Asal lu tau, ya…" Devian menggoyangkan jempolnya lagi, menunjuk ke arah sirkuit. "Dia… terkenal sebagai pembalap paling cepet," katanya dramatis.

"Terus?" Elijah mendelik setengah mencebik.

"Kalo lu pen ngejar dia, minimal lu harus bisa bawa motor dengan kecepatan di atas seratus. Lah, elu… bawa motor aja masih digotong!" cerocos Devian—gak pake lak-lakan, ujung jari telunjuknya mengetuk-ngetuk jidat Elijah di luar helmnya.

"Gua pan bukan pen ngajakin balapan, Pé…" erang Elijah sambari memutar-mutar bola matanya.

Kagak nyambung bat dah, ah!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!